CASE 2 - ASFIKSIA, NI Caca
CASE 2 - ASFIKSIA, NI Caca
Pembimbing :
dr. Hery Susanto, Sp.A
Disusun oleh :
Chairunnisa Putri Amiria
030.12.054
3
LEMBAR PENGESAHAN
Penyusun:
Chairunnisa Putri Amiria
030.12.054
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal
Periode 6 November – 13 Januari 2017
4
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
Pendidikan - SMP SD
Penghasilan - Rp 7.500.000/bulan -
No. RM 899480
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu kandung pasien pada
tanggal 14 Desember 2017 pukul 10.30 di ruang Mawar RSU Kardinah Tegal.
1
Ibu G3P2A0 28 tahun, hamil 40 minggu dibawa ke RSU Kardinah pada
tanggal 13 Desember 2017 dengan diagnosis bayi fetal distress (DJJ 175 x/menit) dan
pasien diinstruksikan untuk operasi section caesarea.
Operasi dilakukan oleh dokter spesialis kandungan pada tanggal 13 Desember
2017 pukul 15.45 WIB lahir bayi perempuan secara section caesarea, bayi tidak
langsung menagis, gerakan lemah, kulit kebiruan, dengan Apgar Score 4-6-8, BBL
3300 Gram, PB 48 cm, LK 33 cm, dan LD 34 cm. Air ketuban berwarna hijau lumpur,
mekonium (+), tidak BAK, terdapat retraksi dan nafas cuping hidung. Kemudian
dilakukan langkah awal pada resusitasi neonatus memastikan bayi hangat, mengatur
posisi dan membersihkan jalan napas, mengeringkan dan memberi stimulus, serta
memposisikan kembali. Setelah 30 detik langkah awal dan melakukan observasi usaha
nafas, laju denyut jantung, dan tonus otot, didapatkan respon tidak menangis, gerakan
lemah. Kemudian dilakukan ventilassi tekanan positif (VTP) 1 siklus dengan O 2
respon menangis kurang kuat, merintih (+), gerakan kurang aktif, ekstremitas akral
sianosis, retraksi (+), nafas cuping hidung(+). Dilakukan suction ulang, dan respon
menagis (+), gerakan cukup aktif, ekstremitas akral sianosis. SpO2 85%, HR
153x/menit, RR 56x/menit, GDS 118 mg/dL. Kemudian di injkesi Neo K 0,5 cc/IM
pada paha kiri dan salep gentamicin 0,3 % pada mata kanan dan kiri. Jam 16.30 lapor
dokter spesialis anak.
Jam 16.40 instruksi dari Sp.A, pasien dipindahkan ke ruang dahlia, pasang O2
CPAP, IVFD D 10% 12 tetes/menit, Inj. Cefotaxime 2 x 150 mg, Inj. Ca Glukonas 1 x
0,6 cc, cek GDS dan darah rutin. Jam 17.40 pasien pindah ke ruang dahlia dengan
keadaan umum lemah, merintih (+), sesak (+), retraksi (+), cuping (+), RR 87x/menit,
HR 130x/menit, Suhu 36.5° C, SpO2 89%. Tindakan dilanjutkan dengan pemasangan
CPAP dengan PEEP 7 FiO2 40%.
2
Anemia (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-), penyakit
jantung (-), penyakit paru (-), merokok (-), infeksi (-),
Morbiditas kehamilan
perdarahan (-), usia kehamilan mengalami demam,
minum alkohol (-)
Kehamilan
Kontrol rutin ke bidan 1 kali setiap bulan. Riwayat
imunisasi TT (+) 2 x, konsumsi suplemen selama
Perawatan antenatal
kehamilan (-), riwayat minum obat tanpa resep dokter
dan jamu (-)
Tempat persalinan RSUD Kardinah
Penolong persalinan Dokter spesialis kandungan
Cara persalinan Sectio Caesaria atas indikasi fetal distress
Masa gestasi 40 minggu
Air ketuban Hijau lumpur
Berat lahir: 3300 gram
Kelahiran
Panjang lahir: 48 cm
Lingkar kepala: 33 cm
Keadaan bayi Tidak langsung menangis
Biru
Nilai APGAR: 4-6-8
Kelainan bawaan: (-)
Kesan : Riwayat perawatan antenatal cukup baik
Neonatus aterm, lahir section caesaria atas indikasi fetal distress, bayi tidak
dalam keadaan bugar.
• Riwayat Makanan
Belum dapat di evaluasi
• Riwayat Imunisasi
Pasien belum dilakukan imunisasi
3
• Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Jenis Lahir Mati Keterangan
No Tanggal lahir (umur) Hidup Abortus
kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 7 tahun Laki-laki + - - - Sehat
2 3 tahun Laki-laki + - - - Sehat
3 13/12/2017 Perempuan + Sakit
Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. S Ny. R
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 20 tahun 20 tahun
Pendidikan terakhir SMP SD
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
4
masuk ke dalam rumah, jendela rumah dibuka setiap pagi hari, penerangan rumah
memakai listrik, sumber air bersih berasal dari sumur. Setiap hari rumah dibersihkan.
Jarak septic tank dengan wc ± 10 m.
Kesan: Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi cukup baik, ventilasi dan
pencahayaan baik.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat tanggal 14 Desember 2017 pukul 11.00
WIB, di ruang Dahlia RSU Kardinah Tegal.
I. Keadaan Umum
Menangis : Kurang kuat Kejang (-)
Gerak : Kurang aktif Pucat (-)
Retraksi : Interkostal, minimal Ikterik (-)
Tampak sesak (+) sudah perbaikan Sianosis (-)
I. Status Internus
5
i. Kepala: Normosefali, ubun-ubun kecil teraba datar tidak tegang
• Rambut: Hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
• Wajah : Simetris, tidak tampak kelainan dismorfik
• Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-/-),
mata cekung (-/-), air mata (+/+), pupil isokor 3 mm/ 3mm, reflex
cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), strabismus
(-/-)
• Hidung : Bentuk normal, simetris, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),
pernafasan cuping hidung (-)
• Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
discharge (-/-)
• Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-),
mukosa hiperemis (-), saliva (+)
ii. Leher: Kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak membesar.
iii.Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris.
o Paru:
Inspeksi: Bentuk datar, Pergerakan dinding toraks kiri-kanan
simetris, retraksi (+) intercostal, minimal.
• Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal
• Perkusi: Sonor pada kedua lapang paru
• Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
o Jantung:
• Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
• Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm midklavikula sinistra,
thrill (-)
• Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
• Auskultasi:Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
iv. Abdomen:
• Inspeksi: datar, simetris, smiling umbilicus (-),
• Auskultasi: Bising usus (+)
6
• Palpasi: Supel, distensi (-), hepar dan lien tidak teraba.
• Perkusi: Timpani
v. Vertebrae: Spina bifida (-), meningokel (-)
vi. Genitalia: Jenis kelamin perempuan.
vii. Anorektal : Anus (+)
viii. Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis
ix. Ekstremitas: Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
x. Refleks primitif:
Refleks Oral
Refleks Hisap : (+)
Refleks Rooting : (+)
Refleks Moro : Tidak dilakukan
Refleks Palmar Grasp : (+)
Refleks Plantar Grasp : (+)
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Maturitas Bayi
7
Usia kehamilan : 40 mgg
Kesan: Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan
8
Maturitas neuromuskuler Poin Maturitas fisik Poin
Sikap tubuh 4 Kulit 4
Jendela siku-siku 4 Lanugo 2
Recoil lengan 1 Lipatan telapak kaki 3
Sudut popliteal 5 Payudara 4
Tanda selempang 2 Bentuk telinga 3
Tumit ke kuping 4 Genital 4
9
Lingkar kepala: 33 cm
Kesan: Normocephali
10
Air ketuban hijau kental
Berbau
Bila ada salah satu faktor risiko dan ibu mendapat antibiotik < 4 jam maka beri
ampicillin dan gentamicin sesuai protokol, pada pasien terdapat faktor resiko
Downe Score
0 1 2
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium di RSU Kardinah
13/12/17 Nilai Rujukan
CBC
Hemoglobin 13.5 15.2-23.6 g/dl
Lekosit 16.5 13-28 103/µl
Hematokrit 40.1 44-72 %
Trombosit 172 L 229-553 103/µl
Eritrosit 3.8 4.3-6.3 106/µl
11
RDW 17.5 11,5-14,5%
MCV 106.4 98-122 U
MCH 35.8 33-41 Pcg
MCHC 33.7 31-35 g/dl
Kimia klinik
GDS 89 40-60 mg/dl
Sero Imunologi
CRP Negatif Negatif
Elektrolit
Na 142 132-147 mmol/L
K 3.55 3.6-6.1 mmol/L
Cl 111 85-116 mmol/L
F. RESUME
Ibu G3P2A0 28 tahun, hamil 40 minggu dibawa ke RSU Kardinah pada
tanggal 13 Desember 2017 dengan diagnosis bayi fetal distress (DJJ 175 x/menit) dan
pasien diinstruksikan untuk operasi section caesarea.
Operasi dilakukan oleh dokter spesialis kandungan pada tanggal 13 Desember
2017 pukul 15.45 WIB lair bayi perempuan secara section caesarea, bayi tidak
langsung menagis, gerakan lemah, kulit kebiruan, dengan Apgar Score 4-6-8, BBL
3300 Gram, PB 48 cm, LK 33 cm, dan LD 34 cm. Air ketuban berwarna hijau lumpur,
mekonium (+), tidak BAK, terdapat retraksi dan nafas cuping hidung. Kemudian
dilakukan langkah awal pada resusitasi neonatus memastikan bayi hangat, mengatur
posisi dan membersihkan jalan napas, mengeringkan dan memberi stimulus, serta
memposisikan kembali. Setelah 30 detik langkah awal dan melakukan observasi usaha
nafas, laju denyut jantung, dan tonus otot, didapatkan respon tidak menangis, gerakan
lemah. Kemudian dilakukan ventilassi tekanan positif (VTP) 1 siklus dengan O 2
respon menangis kurang kuat, merintih (+), gerakan kurang aktif, ekstremitas akral
sianosis, retraksi (+), nafas cuping hidung(+). Dilakukan suction ulang, dan respon
menagis (+), gerakan cukup aktif, ekstremitas akral sianosis. SpO2 85%, HR
153x/menit, RR 56x/menit, GDS 118 mg/dL. Kemudian di injkesi Neo K 0,5 cc/IM
pada paha kiri dan salep gentamicin 0,3 % pada mata kanan dan kiri. Jam 16.30 lapor
dokter spesialis anak.
Jam 16.40 instruksi dari Sp.A, pasien dipindahkan ke ruang dahlia, pasang O2
CPAP, IVFD D 10% 12 tetes/menit, Inj. Cefotaxime 2 x 150 mg, Inj. Ca Glukonas 1 x
12
0,6 cc, cek GDS dan darah rutin. Jam 17.40 pasien pindah ke ruang dahlia dengan
keadaan umum lemah, merintih (+), sesak (+), retraksi (+), cuping (+), RR 87x/menit,
HR 130x/menit, Suhu 36.5° C, SpO2 89%. Tindakan dilanjutkan dengan pemasangan
CPAP dengan PEEP 7 FiO2 40%.
Riwayat Kehamilan, Pemeriksaan Prenatal, dan Kelahiran; Riwayat perawatan
antenatal cukup baik, Neonatus aterm, lahir section caesaria atas indikasi fetal distress,
bayi tidak dalam keadaan bugar.
Riwayat penyakit yang pernah diderita ibu: Demam disangkal. Riwayat ibu
hipertensi (-), diabetes (-), penyakit paru (-), penyakit jantung (-), riwayat trauma (-),
riwayat perdarahan (-)
Riwayat lingkungan perumahan keadaan lingkungan rumah dan sanitasi cukup
baik, ventilasi dan pencahayaan baik. Riwayat sosial ekonomi cukup baik.
Dari hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 14
Desember 2017 pukul 11.00 WIB, di ruang Dahlia RSU Kardinah Tegal didapatkan
keadaan umum menangis kurang kuat, gerak kurang aktif tampak sesak perbaikan dan
retraksi minimal. Nadi : 121 x/menit, Laju nafas : 56 x/menit, Suhu : 36 oC, Kepala
normosefali, ubun-ubun kecil teraba datar tidak tegang. Pada thorax terdapat retraksi
intercostal minimal.
Pemeriksaan maturitas bayi didapatkan neonatus cukup bulan dengan seusai
masa kehamilan. New ballard score didapatkan kesan maturitas bayi aterm 40 minggu.
Bel squash score didapatkan hasil 3 dimana termasuk observasi neonatal infeksi. Nilai
downe score adalah 1 dimana diinterpretasikan sebagai gangguan pernapasan ringan.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan trombosit rendah yaitu 172.000/ µl.
CRP (-).
G. DAFTAR MASALAH
Neonatus aterm lahir SC a/i fetal distress
Air ketuban hijau lumpur
Lahir tidak menangis, gerakan lemah dan kulit kebiruan
Aterm, cukup bulan, sesuai masa kehamilan
Neonatal infeksi
13
H. DIAGNOSIS BANDING
Asfiksia Sedang Faktor ibu
Faktor janin
Faktor plasenta
Neonatus aterm KMK (Kecil masa kehamilan)
SMK (Sesuai masa kehamilan)
BMK (Besar masa kehamilan)
Neonatal infeksi Faktor bayi
Faktor ibu
I. DIAGNOSIS KERJA
Asfiksia sedang
Neonatal infeksi
Neonatus Aterm
J. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
Rawat intensif, observasi KU, monitor TTV
Hangatkan bayi
Oksigenasi, CPAP PEEP 7 FiO2 40%
Tunda diet
Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, terapi dan komplikasi yang mungkin.
b. Medikamentosa
IVFD D 10% 12cc/jam,
Inj. Cefotaxime 2 x 150 mg,
Inj. Ca Glukonas 1 x 0,6 cc,
K. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
14
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
B. FOLLOW UP
TGL S O A P
15/12 Demam(-), KU: Compos mentis, menangis kurang kuat, Asfiksia Oksigenasi, CPAP PEEP 6
tampak sesak berkurang, Gerak kurang aktif,
R. DAHLIA Kejang (+), sedang FiO2 40%
retraksi (+)
Sesak (+), TTV: HR 128x/m, RR 40x/m, S 36,30C
Status generalis:
Neonatal IVFD D 10% 12cc/jam,
BAB (-),
Kepala: Mesosephali, UUB datar infeksi Inj.Cefotaxime 2x 150 mg,
BAK (+), Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-) HIE gr I
Pucat (-), Inj.Ca Glukonas 1x 0,6 cc,
Toraks: Retraksi intercostal (+) minimal, SNV
Neonatus
Kuning (-), (+/+), rh (+/+), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g Diet ASI 8 x 5 ml
(-) aterm
Biru (-),
Abdomen: Supel, BU (+) N, distensi (-)
ASI (-), Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-)
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)
R.Hisap (-)
CRT < 2 detik.
BB : 3320 gr
Kebutuhan Cairan: 289 cc/hari
Na: 22.2 K: 5.5
Terpasang CPAP PEEP 6, FiO2 40%
TGL S O A P
15
16/12 Demam(-), KU: Compos mentis, menangis kuat, tampak Asfiksia Oksigenasi, CPAP PEEP 6
sesak, Gerak aktif, retraksi (+) berkurang
R. DAHLIA Kejang (-), sedang FiO2 30%
TTV: HR 104x/m, RR 64x/m, S 360C
Sesak (↓), Status generalis:
Kepala: Mesosephali, UUB datar
HIE gr I IVFD D 10% 12cc/jam,
BAB (+),
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-) Neonatal Inj.Cefotaxime 2x 150 mg,
BAK (+), Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Toraks: Retraksi intercostal (+), SNV (+/+), rh infeksi Inj.Ca Glukonas 1x 0,6 cc,
Pucat (-),
(+/+), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Neonatus
Kuning (-), Abdomen: Supel, BU (+) N, distensi (-) Diet ASI/PASI 8 x 10-20
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) aterm
Biru (-), ml
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)
ASI (+), CRT < 2 detik.
BB : 3170 gr
R.Hisap (+)
Kebutuhan Cairan: 341 cc/hari
Na: 18 K: 4.5
Terpasang CPAP PEEP 6, FiO2 30%
TGL S O A P
18/12 Demam(-), KU: Compos mentis, menangis kuat, Gerak Asfiksia Oksigenasi, CPAP PEEP 6
aktif, retraksi (-)
R. DAHLIA Kejang (-), sedang FiO2 25%
TTV: HR 140x/m, RR 50x/m, S 36,70C
Sesak (↓), Status generalis:
Kepala: Mesosephali, UUB datar
HIE gr I IVFD D 10% 12cc/jam
BAB (+),
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-) Neonatal Inj.Cefotaxime 2x 150 mg,
BAK (+), Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Toraks: Retraksi (-), SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), infeksi Inj.Ca Glukonas 1x 0,6 cc,
Pucat (-),
BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Neonatus
Kuning (-), Abdomen: Supel, BU (+) N, distensi (-) Diet ASI/PASI 8 x 10-20
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) aterm
Biru (-), ml
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)
ASI (+), CRT < 2 detik.
BB : 3190 gr
R.Hisap (+)
Kebutuhan Cairan: 382 cc/hari
Na: 16.6 K: 4.1
Terpasang CPAP PEEP 6, FiO2 25%
TGL S O A P
19/12 Demam(-), KU: Compos mentis, menangis kuat, Gerak Asfiksia O2 k/p
aktif, retraksi (-)
R. DAHLIA kejang (-), sedang
TTV: HR 132x/m, RR 68x/m, S 36,60C Infus aff
Sesak (-), Status generalis:
HIE gr I
BAB (+),
Kepala: Mesosephali, UUB datar Inj.Cefotaxime 2x 150 mg,
16
BAK (+), Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-) Neonatal Inj.Ca Glukonas 1x 0,6 cc,
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Pucat(-), infeksi
Toraks: Retraksi (-), SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), Latihan menetek
kuning(-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, BU (+) N, distensi (-)
Neonatus
biru (-),
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) aterm
ASI (+), Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)
CRT < 2 detik.
R.Hisap (+)
BB : 3215 gr
Kebutuhan Cairan: 417 cc/hari
Na: 15.4 K: 3.8
TGL S O A P
20/12 Demam(-), KU: Compos mentis, menangis kuat, Gerak Asfiksia Acc Pulang
aktif, retraksi (-)
R. DAHLIA Kejang (-), sedang
TTV: HR 140x/m, RR 52x/m, S 36,70C
Sesak (-), Status generalis:
Kepala: Mesosephali, UUB datar
HIE gr I
BAB (+),
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebra (-/-) Neonatal
BAK (+), Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Toraks: Retraksi (-), SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), infeksi
Pucat (-),
BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)
Kuning (-), Abdomen: Supel, BU (+) N, distensi (-) Neonatus
Ekstremitas atas: AH (+/+), OE (-/-) aterm
Biru (-),
Ekstremitas bawah: AH (+/+), OE (-/-)
ASI (+), CRT < 2 detik.
BB : 3145 gr
R.Hisap (+)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 . Asfiksia Neonatus
A. Definisi
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah
buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan
17
dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul.
B. Klasifikasi asfiksia
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR;
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9. d. Bayi normal dengan
nilai APGAR 10 (Ghai, 2010).
18
2. Faktor Tali Pusat
Lilitan tali pusat
Tali pusat pendek
Simpul tali pusat
Prolapsus tali pusat
3. Faktor Bayi
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
Kelainan bawaan (kongenital)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
19
respioratorik. Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an
aerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama
pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi
perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot
jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap
tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru
dan ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.
20
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin
mungkin disertai asfiksia.
21
3. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
5. Kotak alat resusitasi.
6. Jam atau pencatat waktu. (Wiknjosastro, 2007)
A. Definisi
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection
(infeksi dini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena
infeksi diperoleh dari si ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi
lambat adalah infeksi yang diperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau
tertular dari orang lain.
22
Terjadi dalam 72 jam pertama setelah Terjadi lebih dari 72 jam setelah lahir
lahir
B. Epidemiologi
23
28 hari adalah infeksi 57,1% (termasuk tetanus, sepsis, pnemonia, diare), dan masalah
minum 14,3%.
Infeksi neonatal dapat terjadi intrauterin melalui transplasental, didapat
intrapartum saat melalui jalan lahir selama proses persalinan, atau pascapartum akibat
sumber infeksi dari luar setelah lahir. Infeksi intrapartum dapat terjadi pada saat
melalui jalan lahir atau infeksi asendens bila terjadi partus lama dan ketuban pecah
dini. Kelompok virus yang sering menjadi penyebab termasuk herpes simplex, HIV,
cytomegalovirus (CMV), dan hepatitis B yaitu virus yang jarang ditularkan secara
transplasental. Sedangkan kelompok kuman termasuk Streptokokus grup B Gram
negatif, kuman enterik Gram negatif (terutama Escheria coli), gonokokus dan
klamidia. Infeksi pasca persalinan terjadi karena kontak dengan ibu yang terinfeksi
secara langsung misalnya ibu yang mendrita tuberkulosis (meskipun dapat ditularkan
intrauterin), melalui ASI (HIV, CMV), kontak dengan petugas kesehatan lain, atau
kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi bakterial sistemik dapat terjadi kurang dari
1%, penyakit virus 6%-8% dari seluruh populasi neonatus dan infeksi bakteri
nosokomial 2%-25% dari bayi yang dirawat di NICU.
Infeksi awitan dini apabila terjadi dalam lima hari pertama kehidupan pada
umumnya disebabkan karena infeksi intrauterin atau intrapartum sedangkan infeksi
awitan lambat terjadi sesudah umur tujuh hari dan sering terjadi selama pasca
persalinan dan akibat kolonisasi nosokomial. Menurut perkiraan WHO, terjadi sekitar
5 juta kematian neonatus pada tahun 1995 dan menurun menjadi 4 juta pada tahun
2004, namun tetap 98% terjadi di negara sedang berkembang.
C. Patogenesis
Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir
diluar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta
terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman
yang juga berasal dari orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.
24
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3
golongan, yaitu :
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman
itu melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi
melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang
janin melalui jalan ini ialah :
a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia,
cytomegalic inclusion
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria
monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi
plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya
janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban
dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam ), mempunyai peranan penting terhadap
timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun
ketuban masih utuh misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan
manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik
sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapat menyebabkan
septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan
kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan ” oral trush ”.
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi
yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat
25
infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat
dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali karena mortalitas
infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat infeksi dengan
kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya
sulit.
D. Diagnosis
Ada 2 skoring yang digunakan untuk menemukan diagnosis neonatal infeksi yaitu
“Bell Squash Score” dan “Gupte Score”:
Bell Squash Score:
26
1. Partus tindakan
2. Ketuban tidak normal
3. Kelainan bawaan
4. Asfiksia
5. Preterm
6. BBLR
7. Infeksi tali pusat
8. Riwayat penyakit ibu
9. Riwayat penyakit kehamilan
Hasil: < 4 Observasi NI; > 4 NI
Gupte Score:
Prematuritas 3
Cairan amnion berbau busuk 2
Ibu demam 2
Asfiksia 2
Partus lama 1
Vagina tidak bersih 2
KPD 1
Hasil: 3-5 screening NI; > 5 NI
27
lebih, menyokong diagnosis sepsis) Malas minum sebelumnya minum dengan
Persalinan di lingkungan yang kurang baik (menyokong kecurigaan sepsis)
higienis (menyokong kecurigaan sepsis)
Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis
(menyokong kecurigaan sepsis)
28
Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK) / tersangka ISK yang tidak diobati
Diagnosis laboratorium
a. Diagnosis pasti infeksi neonatal ditegakkan berdasarkan biakan darah, cairan
serebrospinal, urin, dan infeksi lokal
b. Diagnosis tidak langsung:
Jumlah leukosit, hitung jenis, leukopenia <5000 /mm3, leukositosis
>12000/mm3, hanya bernilai untuk sepsis awitan lambat
Neutropenia (<1500/mm3 ), neutrofilia (<7000/mm3) hanya bernilai
untuk sepsis awitan lambat
Rasio I:T ( >0,18 )
Trombositopenia (<100,000/mm3)
C-reactive protein positif (>6 mg/L), merupakan nilai prognostik
ESR (erytrocyte sedimentation rate) atau micro-ESR pada dua minggu
pertama (nilai normal dihitung pada usia hari ketiga)
Haptoglobin, fibrinogen dan leukocyte elastase assay.
Pengecatan gram cairan aspirat lambung positif (bila >5 neutrophils/LPB)
atau ditemukan bakteri
Pemeriksaan fibonektin
Pemeriksaan sitokin, interleukin-1, soluble interleukin 2receptor,
interleukin-6, dan tumour necrosis factor –a, dan deteksi kuman patogen
GBS & ECK 1 dengan, pemeriksaan latex particle agglutination dan
countercurrent immunoelectrophoresis.
Polymerase chain reaction suatu cara baru untuk mendeteksi DNA
bakteri.
Prokalsitonin merupakan petanda infeksi neonatal awitan dini dan lambat,
memberikan hasil yang cukup baik pada kelompok risiko tinggi.
Pada neonatus yang sakit berat, kadar prokalsitonin merupakan petanda
infeksi yang lebih baik dibanding C- reactive protein dan jumlah leukosit.
Kadar prokalsitonin 2 mg/ml mungkin sangat berguna untuk
membedakan penyakit infeksi bakterial dari virus pada neonatus dan anak
29
Analisis pada sistem hematologi sesaat setelah bayi lahir berperan sebagai
indikator diagnosis sepsis. Narasima dkk (2011) melakukan penelitian mengenai
signifikansi Hematological scoring system (HSS) pada diagnosis sepsis awitan dini
pada bayi baru lahir. Berdasarkan jumlah dari total HSS diklasifikasikan menjadi
tidak ada sepsis apabila total skor 2, probable sepsis jika skor 3-4 dan diagnosis
sepsis atau infeksi apabila skor 5. Jumlah PMN total mempunyai nilai sensitivitas
(89,47%) paling tinggi diantara parameter hematologi yang lain sedangkan rasio
PMN total dan jumlah trombosit mempunyai nilai spesifisitas yang sama sebesar
75% dalam membantu diagnosis sepsis awitan dini. Dengan mempertimbangkan nilai
sentivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif pada penelitian
tersebut didapatkan bahwa rasio I:T rasio merupakan tes yang paling terpercaya
dalam mendiagnosis sepsis.
30
- Bayi gelisah& menangis
- Bayi kesulitan napas
- Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus
Prinsip pengobatan:
- Metabolisme tbh dipertahankan kebutuhan nutrisi dipenuhi
- Pengobatan antibiotika scr IV
- Ampisilin 200 mg/kg/hr 3-4x peberian & gentamisin 5 mg/kg/hr 2x
pemberian
- Kloramfenikol 25 mg/kg /hr 3-4x pemberian
- Pemeriksaan laboratorium rutin
- Biakan darah & uji resistensi
- Fungsi lumbal & biakan cairan serebrospinalis & uji resistensi
- Tindakan & pengobatan lain diberikan atas indikasi
3. Aspirasi pneumonia
Aspirasi pneumonia terjadi pada intrauterin karena inhalasi likuor amnion yang
septik dan menyebabkan kematian terutama bayi dengan BBLR karena reflex
menelan dan batuk yang belum sempurna.
Gejala :
- Sering tidur atau letargia
- Berat badan turun drastic
- Kurang minum
- Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal)
- Dicurigai bila ketuban pecah lama, keruh, bau
Pengobatan :
- Resusitasi pada bayi baru lahir
- Pertahankan suhu tbh
31
- Beri antibiotika spektrum luas_ampisilin+gentamisin
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan rontgen atau konsultasi
dokter ahli anak.
4. Diare
Diare merupakan penyakit yang ditakuti masyarakat karena dengan
cepat dapat menimbulkan keadaan gawat dan diikuti kematian yang tinggi.
Bayi yang baru lahir sudah disiapkan untuk dapat langsung minum kolostrum
yang banyak mengandung protein, kasein, kalsium sehingga dapat beradaptasi
dengan ASI. Jika bayi aterm dan pemberian ASI benar, sangat kecil
kemungkinan terjadi penyakit diare. Kuman yang sering menyebabkan diare
yaitu E. coli yang mempunyai sifat pathogen dalam tubuh manusia. Adapun
gejala klinis diare yaitu : tinja/feses yang jumlahnya banyak, cair, berwarna
hijau/kuning dan berbau khas.
Tubuh bayi terdiri dari sekitar 80% air sehingga penyakit diare dengan
cepat menyebabkan kehilangan air sehingga bayi akan jatuh dalam keadaan
dehidrasi, sianosis dan syok. Untuk dapat mengatasi dan menurunkan angka
kematian karena diare pada bayi dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
5. Tetanus neonatorum
Terjadi pada bayi baru lahir karena infeksi pada luka pemotongan tali pusat
Gejala :
- Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang otot
rahang dan faring (tenggorok)
- Leher kaku diikuti spasma umum
- Dinding abdomen keras
- Mulut mencucu seperti mulut ikan
- Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan
- Kadang-kadang disertai sesak napas dan wajah bayi membiru
32
- Sering timbul komplikasi terutama bronco pneumonia, asfiksia, dan
sianosis akibat obstruksi jalan napas oleh lendir atau sekret dan sepsis.
Tindakan :
- Segera bawa ke RS Berikan obat penenang IM _ diazepam/luminal tiap
4jam
- Usahakan jalan napas terbuka, hindarkan dr cahaya, sentuhan atau
pemindahan
- Penuhi kebutuhan nutrisi&eliminasi sesuai kondisi pasien
Pencegahan : pastikan ibu hamil mendpt suntikan TT, gunakan alat steril saat
menolong persalinan.
33
Dalam hal ini pemerintah memiliki program untuk memperkecil kematian
akibat tetanus neonatorum dengan jalan 2 kali pemberian vaksinasi tetanus
toksoid (TT) selama hamil.
6. Septikemia
Merupakan infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah
(dapat menyebabkan kematian)
Gejala :
- Bayi sulit menetek
- Muntah
- Terlihat tidak sehat
- Suhu diatas/dibawah normal
- Tampak malas, mengantuk, gelisah, ada bercak-bercak perdarahan pd kulitnya
- Tali pusat bau & bernanah
- Batuk & pernapasan cuping hidung
Tindakan :
- Menjelaskan pada orang tua
- Berikan antibiotika IM ampisilin atau
- Prokain penisilin tiap 6 jam
- Antarkan bayi ke RS
- Jagalah bayi tetap hangat
- Terus berikan ASI
B. Infeksi Ringan
1. Oftalmia Neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria
gonorrhoeae saat bayi lewat jalan lahir
2. Infeksi Umbilikus (Omfalitis)
Merupakan infeksi pada pangkal umbilikus yang disebabkan oleh infeksi
Staphylococcusb aureus.
3. Monialisis
34
- Disebabkan jamur Candida albicans
- Tidak menimbulkan gejala
- Pada kondisi tubuh yang menurun atau pada penggunaan antibiotika /
kortikosteroid yang lama dapat terjadi pertumbuhan berlebihan jamur yang
kemudian menyebabkan terjadinya stomatitis pada neonatus dan pada akhirnya
mengakibatkan kematian.
4. Stomatitis
Merupakan infeksi yang dimulai sebagai bercak putih di lidah, bibir, dan
mukosa mulut.
F. Pencegahan Infeksi
35
Asuhan Neonatus Pencegahan Infeksi
Berikan perawatan rutin bayi baru lahir :
Setelah enam jam pertama kehidupan atau setelah suhu tubuh bayi stabil,
gunakan kain katun yang direndam dalam air hangat untuk membersihkan
darah dan cairan tubuh lain ( misal: dari kelahiran ) dari kulit bayi, kemudian
keringkan kulit. Tunda memandikan bayi kecil ( kurang dari 2,5 kg pada saat
lahir atau sebelum usia gestasi 37 minggu ) sampai minimal hari kedua
kehidupan.
Bersihkan bokong dan area perineum bayi setiap kali mengganti popok bayi,
atau sesering yang dibutuhan dengan menggunakan kapas yang direndam
dalam air hangat bersabun, kemudian keringkan area tersebut secara cermat.
Pastikan bahwa ibu mengetahui peraturan posisi penempatan yang benar
untuk meyusui untuk mencegah mastitis dan kerusakan putting.
DEFINISI
Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) adalah suatu sindroma yang ditandai dengan
adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena adanya cedera pada otak akut
yang disebabkan karena asfiksia1. HIE merupakan penyebab penting kerusakan permanen sel-
sel pada susunan saraf pusat (SSP), yang berdampak pada kematian atau kecacatan berupa
10.
palsi cerebral atau defisiensi mental Sedangkan ensefalopati sendiri adalah istilah klinis
tanpa menyebutkan etiologi dimana bayi mengalami gangguan tingkat kesadaran pada waktu
dilakukan pemeriksaan11.
36
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian ensefalopati hipoksik iskemik berkisar antara 0,3 - 1,8% di negara-
negara maju, sedangkan di Indonesia belum ada catatan yang cukup valid. Insiden HIE di
Amerika Serikat terjadi pada 6/1000 bayi aterm yang lahir hidup1. Di Australia (1995), Angka
kematian antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian
intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian kematian masa neonatal
berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan ensefalopati hipoksik
iskemik meninggal pada masa neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan
neurodevelopmental permanent 4.
1. Oksigenase yang tidak adekuat dari darah maternal yang disebabkan hipoventilasi
selama proses pembiusan, CHD, gagal nafas, keracunan CO2.
2. Tekanan darah ibu yang rendah karena hipotensi akibat dari anestesi spinal atau tekanan
uterus pada vena cava dan aorta.
3. Relaksasi uterus kurang karena pemberian oksitosin berlebihan akan menyebabkan tetani.
4. Plasenta terlepas dini.
5. Penekanan pada tali pusat atau lilitan tali pusat.
6. Vasokonstriksi pembuluh darah uterus karena kokain.
7. Insufisiensi plasenta karena toksemia dan post date.
37
1. Anemia berat karena perdarahan atau penyakit hemolitik.
2. Renjatan akan menurunkan transport oksigen ke sel-sel penting disebabkan oleh infeksi
berat, kehilangan darah bermakna dan perdarahan intrakranial atau adrenal.
3. Defisit saturasi oksigen arterial karena kegagalan pernafasan bermakna dengan sebab
defek serebral, narkosis atau cedera.
4. Kegagalan oksigenasi karena CHD berat atau penyakit paru.
Terlepasnya plasenta
Anemia fetus
Postmaturitas
Beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total, terjadi bradikardia, hipotensi,
turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti asidosis respiratorius. Respon sistim
sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus,
duktus arteriosus dan foramen ovale, dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung dan
adrenal, hati, ginjal dan usus secara sementara
Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat ringan
hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler karena peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel endotel merupakan tanda
nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan petekie tampak pada perikardium, pleura,
timus, jantung, adrenal dan meningen. Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat
menyebabkan PVL dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru yang merupakan
predesposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas yang ditandai dengan
38
gasping, dapat akibat aspirasi bahan asing dalam cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo
dan skuama)(4). 2,4
Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut setelah lahir
akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut tergantung pada usia kehamilan.
Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi
kortikal) dan cedera iskemik parasagital. Pada bayi kurang bulan akan terjadi PVL
(selanjutnya akan menjadi spastik diplegia), status marmoratus basal ganglia dan IVH. Pada
bayi cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang
menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang bulan.
Identifikasi infark terbaik dilakukan dengan CT Scan atau MRI. Edema serebral menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial, dan sering terjadi pada HIE berat.Excitatory asam amino
mempunyai peran penting dalam patogenesis cedera asfiksia otak. 2,3
39
Patofisiologi cedera otak karena cedera hipoksik-iskemik dapat disederhanakan
menjadi dua fase patologis berupa cedera otak dalam beberapa minggu disebut fase kegagalan
energi primer dan fase kegagalan energi sekunder, yaitu gangguan perkembangan saraf dalam
beberapa bulan atau tahun, serta periode laten di antara dua fase tersebut.
Fase kegagalan energi primer ditandai dengan penurunan aliran darah otak yang
menyebabkan penurunan transpor oksigen dan substrat lain ke jaringan otak. Kejadian ini
menyebabkan metabolisme anaerob, peningkatan asam laktat, penurunan ATP, penurunan
transpor transeluler, serta peningkatan kadar natrium, air, dan kalsium intrasel. Proses tersebut
berakhir pada kematian sel dan nekrosis. Setelah fase kegagalan energi primer, metabolisme
serebral kembali pulih karena reperfusi dan reoksigenasi, namun berlanjut ke fase kegagalan
energi sekunder yang berakibat apoptosis sel dan hasil akhir yang lebih buruk. Saat onset dan
resolusi fase kegagalan energy primer pada bayi dengan HIE tidak selalu diketahui pasti.
Fase laten yang berada di antara fase kegagalan energi primer dan fase kegagalan
energi sekunder merupakan saat optimal untuk memulai terapi agar mengurangi cedera otak,
karena terhindar dari fase kegagalan energi sekunder.
MANIFESTASI KLINIS
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga beberapa
hari sebelum persa linan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan peningkatan tahanan
vaskular merupakan tanda awal hipoksia fetus. Penurunan detak jantung janin dengan variasi
irama jantung juga sering dijumpai. Pencatatan detak jantung janin secara terus menerus
40
memperlihatkan pola deselerasi yang bervariasi atau melambat dan analisa darah dari kulit
kepala janin menunjukkan pH<7,2. Asidosis terjadi akibat komponen metabolik atau
respiratorik. Terutama pada bayi menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin merupakan
dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera
mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan SSP.
Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung mekoneum
dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya terjadi depresi
pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa jam kemudian, bayi akan
tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat atau tonus tampak normal.,2,3,4.
1. Derajat 1 : 1,6%
2. Derajat 2 : 24%
3. Derajat 3 : 78%
4. Ensefalopati >6 hari pada derajat 2 juga mempunyai resiko tinggi terjadi
kecacatan neurologi berat.
41
Tabel 1:Gradasi HIE pada bayi cukup bulan
Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap stimulasi juga
merupakan tanda-tanda HIE. Cerebral edema dapat berkembang dalam 24 jam kemudian dan
menyebabkan depresi batang otak. Selama fase tersebut, sering timbul kejang yang dapat
memberat dan bersifat refrakter dengan pemberian dosis standar obat antikonvulsan.
Walaupun kejang sering merupakan akibat HIE, kejang pada bayi juga dapat disebabkan oleh
hipokalsemia dan hipoglikemia 1,2,3,4
Sebagai tambahan, disfungsi SSP, gagal jantung kongesti dan syok kardiogenik,
hipertensi persisten pulmonary, sindromadistress nafas, perforasi gastrointestinal, hematuria
dan nekrosis tubular akut sering terjadi bersama dengan asfiksia pada masa perinatal.
42
Setelah persalinan, hipoksia yang terjadi biasanya disebabkan karena gagal nafas dan
insufisiensi sirkulasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan CT scan, MRI relatif tidak sensitif pada fase awal, dikatakan pemeriksaan
tersebut bermanfaat untuk menegakkan diagnosis struktural pada fase lanjut dan pemeriksaan
tersebut tidak rutin dilakukan. 1,2,3,4,7
1. Kelainan USG: Dapat mendeteksi perdarahan. USG kurang baik untuk mendeteksi
kerusakan kortikal. Lesi baru terlihat setelah 2-3 hari terjadi kelainan.
2. CT Scan: Hipodensitas baru tampak setelah 10-14 hari terjadi kelainan. Resiko terjadi
kematian atau kecacatan neurologi berat berkisar 82% pada bayi yang memperlihatkan
hipodensitas berat atau perdarahan berat.
3. Nuclear magnetic resonance: Dapat memperlihatkan struktur otak dan fungsinya dan
sangat sensitif untuk memprediksi prognosis penyakit.
4. Somatosensory evoked potential: terdapat hubungan erat antara hasil akhir dengan SEP.
Bayi dengan hasil akhir normal juga mempunyai hasil SEP yang normal pada usia < 4
hari, sebaliknya bayi dengan SEP abnormal pada usia < 4 hari akan mempunyai kelainan
pada pengamatan di usia selanjutnya
TATALAKSANA
Terapi bersifat suportif dan berhubungan langsung dengan manifestasi kelainan sistim
organ. Tetapi hingga saat ini, tidak ada terapi yang terbukti efektif untuk mengatasi cedera
jaringan otak, walaupun banyak obat dan prosedur telah dilakukan (Martin AA, 1995).
Prinsip manajemen bayi baru lahir yang mengalami cedera hipoksik-iskemik dan
berisiko cedera sekunder adalah:
1. Identifikasi awal bayi dengan risiko tinggi. Tanda yang mungkin didapat adalah denyut
jantung janin abnormal, bayi depresi berat (skor APGAR rendah dan berkepanjangan),
perlu resusitasi (intubasi, kompresi dada, pemberian epinefrin), asidosis berat (pH
43
umbilikal <7,0 dengan atau base deficit ≥16 mEq/L), diikuti hasil pemeriksaan neurologis
awal abnormal atau hasil EEG abnormal.
2. Perawatan suportif intensif. Untuk memfasilitasi perfusi dan nutrisi otak yang adekuat,
dibutuhkan perawatan suportif seperti koreksi gangguan hemodinamis (hipotensi, asidosis
metabolik), ventilasi adekuat, koreksi gangguan metabolik seperti kadar glukosa, kalsium,
magnesium, dan elektrolit lainnya, penanganan kejang, serta monitor kegagalan fungsi
organ-organ lain. Salah satu faktor utama perawatan intensif adalah menjaga ventilasi dan
perfusi adekuat. Kekurangan oksigen akan menyebabkan gangguan autoregulasi
serebrovaskuler dengan konsekuensi bertambahnya cedera sel-sel otak. Sedangkan
hiperoksia berat pada awal masa kehidupan akan menyebabkan peningkatan stres oksidatif
yang pada akhirnya memperburuk status neurologis jangka panjang.
3. Pertimbangan intervensi untuk memperbaiki proses cedera otak yang sedang terjadi.
Intervensi terapi neuroprotektif dapat dipilah menjadi intervensi farmakologi dan non-
farmakologi. Meskipun banyak terapi neuroprotektif telah diteliti, hingga saat ini tidak ada
agen neuroprotektif yang aman dan efektif mengobati sekuele neurologis setelah kejadian
HIE pada neonatus. Tujuan terapi neuroprotektif adalah untuk mengurangi kerusakan
serebral dengan cara mengurangi pembentukan radikal bebas yang toksik, menghambat
masuknya kalsium berlebihan ke dalam neuron, dan mengurangi edema serebral.
Terapi Medikamentosa
Fenobarbital merupakan obat pilihan keluhan kejang yang diberikan dengan dosis awal
20mg/kg dan jika diperlukan dapat ditambahkan 10mg/kg hingga 40-50mg/kg/hari intravena.
Fenitoin dengan dosis awal 20mg/kg atau lorazepam 0,1mg/kg dapat digunakan untuk kejang
yang bersifat refrakter. Kadar fenobarbital dalam darah harus dimonitor dalam 24 jam setelah
44
dosis awal dan terapi pemeliharaan dimulai dengan dosis 5mg/kg/hari. Kadar fenobarbital
yang berfungsi terapeutik berkisar 20-40mg/mL. 1,2,4
Allopurinol pada bayi prematur ternyata tidak mempunyai manfaat dalam menurunkan
insiden periventrikuler leukomalasia. Dikatakan pada hewan coba, allopurinol mempunyai
peranan sebagai additive cerebral coolingsebagai neuroprotektor. Penelitian lanjutan masih
dibutuhkan untuk merekomendasikan penggunaan allopurinol pada neonatus dengan HIE. 1,2,4
1. Terapi Hipotermia1,2:
Terapi hipotermia bertujuan untuk menurunkan temperature struktur dalam otak yang
rentan, yaitu ganglia basal, hingga suhu 32-34°C selama 72 jam yang diterapkan segera
setelah resusitasi atau maksimal 6 jam setelah terjadi hipoksik iskemik. 1,2
45
a. Selective Head Cooling with Mild Systemic Hypothermia
Tujuan dari terapi pendinginan selektif pada kepala adalah untuk mencapai proses
penurunan suhu yang adekuat pada temperature serebral yang akan berefek pada
pendinginan sistemik ringan (suhu inti tubuh). Ini dilakukan dengan melakukan
pendinginan pada permukaan kepala.
Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti kipas atau
cold packs yang ditaruh di sekitar bayi, atau yang lebih terpercaya dengan
menggunakan selimut atau matras pendingin.
Saat tepat untuk memulai terapi hipotermi yang efektif dan optimal adalah sesegera
mungkin dalam usia kehidupan enam jam, serta dijaga hingga 48-72 jam. Selama terapi,
beberapa parameter harus dipantau, antara lain laju dan fungsi jantung, tekanan darah,
46
elektrolit, gas darah, gula darah, factor koagulasi.15 Setelah terapi selesai, proses
penghangatan harus dilakukan bertahap dan perlahan menggunakan selimut penghangat atau
udara hangat.
Efek samping jangka pendek terapi hipotermi adalah peningkatan sinus bradikardi dan
peningkatan signifikan trombositopenia. Namun, keuntungan terapi hipotermi jauh lebih
signifkan dibandingkan kejadian efek samping jangka pendek.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada adanya komplikasi baik metabolik dan kardiopulmoner yang
dapat diterapi, usia kehamilan dan beratnya derajat HIE. Apgar score rendah pada 20 menit
pertama, tidak adanya pernafasan spontan pada 20 menit pertama dan adanya tanda kelainan
neurologi yang menetap pada usia 2 minggu dapat digunakan sebagai faktor untuk
memprediksi kemungkinan kematian atau defisit neurologi baik kognitif maupun motorik
yang berat. Mati otak yang terjadi setelah diagnosis HIE ditegakkan berdasarkan penurunan
kesadaran berat (koma), apnea dengan PCO2 yang meningkat dari 40 hingga >60 mmhg dan
47
hilangnya refleks batang otak (pupil, okulocephalic, oculovestibular, kornea, muntah dan
menghisap). Gejala klinis tersebut ditunjang dengan hasil EEG.
DAFTAR PUSTAKA
48
5. Levene M. Management of the asphyxiated full term infant. Leeds: Archives of
Disease in Childhood 2017;68:612-6.
6. Current : Pediatric Diagnosis and Treatment: Neonatal Intensive Care, page 22-30.
Edition 15 Th 2001 Mc Graw Hill Companies.
7. Mupanemunda R and Watkinson M. Key Topics in Neonatology. 2 nd Ed. New York:
Taylor & Francis Group; 2005.
8. Behrman, Kliegman : Nelson Textbook Of Pediatrics Edisi 15, halaman 543-572, 589-
599. W.B Saunders Company 2000.
9. eMedicine-Neonatal Resuscitation 2001: Articel by Robin L
Bissinger,MSN,RNC,NNP
10. Gomella TL, Cunningham MD & Eyal FG.Neonatology.Ed
6.Philadelphia:McgrawHill.2010;h:590-594
11. Sukadi A.Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru Lahir.Bandung:Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FKUP/RSHS.2002;h:23-26
12. Newell SJ.Gastrointestinal Disorders. Dalam: Rennie JM,Roberton NRC. Textbook of
Neonatology. Edisi 3. Philadelphia: Crurchill Livingstone.1999;h:747-755
13. Lissauer T, Clayden G. Illustrated Textbook of Paediatrics.Ed 3.Mosby
Elsevier.2008;h:154-15.
49