Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN OBSERVASI

PENGUKURAN DEBIT AIR SALURAN IRIGASI

Disusun Oleh:

Delvika Siti Nuraeni 20170210031

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Air sangat dibutuhkan oleh setiap tanaman. Kebutuhan air untuk setiap luasan lahan
berbeda-beda. Air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi tanaman,
karena sebagian besar penyusun tubuh tanaman terdiri dari air. Selain itu banyak proses pada
tanaman yang membutuhkan air, oleh karena itu jika tanaman kekurangan air akan
menyebabkan tanaman layu bahkan mati. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan
saluran irigasi jika kekurangan air atau drainase untuk meminimalisir kelebihan air
(Direktorat Jenderal Pengairan. 1986). Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah
secara buatan dengan cara menyalurkan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman ke tanah
yang diolah dan mendistribusikannya secara sistematis. Sebaliknya pemberian air
yang berlebih pada tanah yang diolah itu akan merusakkan tanaman. Jika terjadi curah hujan
yang lama yang disebabkan oleh curah hujan yang deras, maka tanah yang diolah itu akan
tergenang dan dibanjiri air, yang kadang-kadang mengakibatkan kerusakan yang banyak.
Daerah-daerah yang rendah yang kurang baik drainasenya, selalu akan tergenang air. Pada
daerah-daerah demikian, pelapukan dan dekomposisi tanah tidak berkembang, sehingga
daerah itu tidak akan menjadi lingkungan yang baik untuk pertumbuhan padi.
Banyaknya air yang diperlukan untuk berbagai tanaman, masing-masing daerah dan
masing-masing musim adalah berlainan. Hal ini tergantung dari beberapa faktor antara lain
jenis tanaman, sifat tanah, keadaan tanah, cara pemberian air, pengelolaan tanah, iklim,
waktu tanam, kondisi saluran dan bangunan, serta tujuan pemberian air. Oleh karena itu
diperlukan perhitungan yang tepat agar pemberian air pada lahan tidak melebihi yang
dibutuhkan tanaman untuk proses pertumbuhan dan perkembangan.

B. Tujuan
Untuk mengetahui kecepatan debit air sungai dengan berbagai luasan penampang yang
berbeda-beda dan untuk mengetahui kecukupan air bagi luasan lahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Debit Air
Menurut Asdak (2002) debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam satuan SI besarnya
debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt). Pengukuran debit air sangat
dipengaruhi oleh kecepatan arus air. Kecepatan arus yang berkaitan dengan pengukuran debir
air ditentukan oleh kecepatan gradien permukaan, tingkat kekasaran, kedalaman, serta
lebarnya perairan. Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting
bagi pengelola sumberdaya air (Bazak. 1999). Debit puncak (banjir) diperlukan untuk
merancang bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk
perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai keperluan terutama pada musim
kemarau panjang. Debit rata-rata tahunan dapat memberikan gambaran potensi sumberdaya
air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran sungai.
Menurut Harsoyo (1977) Metode pengukuran debit dilakukan dengan dua metode, yaitu
pengukuran debit secara langsung dan pengukuran debit secara tidak langsung. Dimana
pengukuran ini dilakukan dengan alat dan cara yang telah ditetapkan sebelumnya.
a) Pengukuran debit secara langsung (debit sesaat) :
Dalam pengukuran debit air secara langsung digunakan beberapa alat pengukur yang
langsung dapat menunjukkan ketersediaan air dalam pengairan bagi penyaluran melalui
jaringan-jaringan yang telah ada atau telah dibangun. Dalam hal ini berbagai alat pengukur
yang telah biasa digunakan yaitu :
1. Alat Ukur Pintu Romin
Ambang dari pintu Romin dalam pelaksanaan pengukuran dapat di naik turunkan, yaitu
dengan bantuan alat pengangkat. Pengukuran debit air dengan pintu ukur romijin yaitu
dengan menggunakan rumus:
Q= 1,71 b h3/2
Keterangan:
Q = debit air
b = lebar ambang
h= tinggi permukaan air
2. Sekat Ukur Thompson
Berbentuk segitiga sama kaki dengan sudut 90o dapat dipindah-pindahkan karena
bentuknya sangat sederhana (potable), lazim digunakan untuk mengukur debit air yang relatif
kecil. Penggunaan dengan alat ini dengan memperhatikan rumus sebagai berikut:
Q = 0,0138
Keterangan:
Q = debit air
h = tinggi permukaan air
3. Alat Ukur Parshall Flume
Alat ukur tipe ini ditentukan oleh lebar dari bagian penyempitan, yang artinya debit air
diukur berdasarkan mengalirnya air melalui bagian yang menyempit (tenggorokan) dengan
bagian dasar yang direndahkan.
4. Bangunan Ukur Cipoletti
Prinsip kerja bangunan ukur Cipoletti di saluran terbuka adalah menciptakan aliran kritis.
Pada aliran kritis, energi spesifik pada nilai minimum sehingga ada hubungan tunggal antara
head dengan debit. Dengan kata lain Q hanya merupakan fungsi H saja. Pada umumnya
hubungan H dengan Q dapat dinyatakan dengan:
Q = k . H3/2.b
Keterangan:
Q = debit air
H = head
k dan n = konstanta ,(0/0186)
Besarnya konstanta k dan n ditentukan dari turunan pertama persamaan energi pada
penampang saluran yang bersangkutan. Pada praktikum ini besarnya konstanta k dan n
ditentukan dengan membuat serangkaian hubungan H dengan Q yang apabila diplotkan pada
grafik akan diperoleh garis hubungan H-Q yang paling sesuai untuk masing-masing jenis
bangunan ukur. Dalam pelaksanaan pengukuran-pengukuran debit air secara langsung dengan
pintu ukur romijin, sekat ukur tipe cipoletti dan sekat ukur tipe Thompson biasanya lebih
mudah karena untuk itu dapat memperhatikan daftar debit air yang tersedia.

b) Pengukuran debit air secara tidak langsung


1. Pelampung

Menurut Harsoyo (1977) terdapat dua tipe pelampung yang digunakan yaitu: (1)
pelampung permukaan, dan (2) pelampung tangkai. Tipe pelampung tangkai lebih teliti
dibandingkan tipe pelampung permukaan. Pada permukaan debit dengan pelampung dipilih
bagian sungai yang lurus dan seragam, kondisi aliran seragam dengan pergolakannya
seminim mungkin. Pengukuran dilakukan pada saat tidak ada angin. Pada bentang terpilih
(jarak tergantung pada kecepatan aliran, waktu yang ditempuh pelampung untuk jarak
tersebut tidak boleh lebih dari 20 detik) paling sedikit lebih panjang dibanding lebar aliran.
Kecepatan aliran permukaan ditentukan berdasarkan rata-rata yang diperlukan pelampung
menempuh jarak tersebut. Sedang kecepatan rata-rata didekati dengan pengukuran kecepatan
permukaan dengan suatu koefisien yang besarnya tergantung dari perbandingan antara lebar
dan kedalaman air.

Dalam pelepasan pelampung harus diingat bahwa pada waktu pelepasannya, pelampung
tidak stabil oleh karena itu perhitungan kecepatan tidak dapat dilakukan pada saat
pelampung baru dilepaskan, keadaan stabil akan dicapai 5 detik sesudah pelepasannya. Pada
keadaan pelampung stabil baru dapat dimulai pengukuran kecepatannya. Debit aliran
diperhitungkan berdasarkan kecepatan rata-rata kali luas penampang. Pada pengukuran
dengan pelampung, dibutuhkan paling sedikit 2 penampang melintang. Dari 2 pengukuran
penampang melintang ini dicari penampang melintang rata-ratanya, dengan jangka garis
tengah lebar permukaan air kedua penampang melintang yang diukur pada waktu bersama-
sama disusun berimpitan, penampang lintang rata-rata didapat dengan menentukan titik-titik
pertengahan garis-garis horizontal dan vertikal dari penampang itu, jika terdapat tiga
penampang melintang, maka mula-mula dibuat penampang melintang rata-rata antara
penampang melintang rata-rata yang diperoleh dari penampang lintang teratas dan terbawah.
Debit aliran kecepatan rata-rata:

Q = C . Vp Ap

Keterangan:

Q = debit aliran

C = koefisien yang tergantung dari macam pelampung yang digunakan

Vp = kecepatan rata – rata pelampung

Ap = luas aliran rata – rata

2. Pengukuran dengan Current meter


Alat ini terdiri dari flow detecting unit dan counter unit. Aliran yang diterima detecting
unit akan terbaca pada counter unit, yang terbaca pada counter unit dapat merupakan jumlah
putaran dari propeller maupun langsung menunjukkan kecepatan aliran, aliran dihitung
terlebih dahulu dengan memasukkan dalam rumus yang sudah dibuat oleh pembuat alat
untuk tiap– tiap propeller. Pada jenis yang menunjukkan langsung, kecepatan aliran yang
sebenarnya diperoleh dengan mengalihkan factor koreksi yang dilengkapi pada masing-
masing alat bersangkutan. Propeler pada detecting unit dapat berupa : mangkok, bilah dan
sekrup. Bentuk dan ukuran propeler ini berkaitan dengan besar kecilnya aliran yang diukur.
Debit aliran dihitung dari rumus :
Q=VxA
dimana :
V = Kecepatang aliran
A = Luas penampang
Dengan demikian dalam pengukuran tersebut disamping harus mengukur kecepatan aliran,
diukur pula luas penampangnya. Distribusi kecepatan untuk tiap bagian pada saluran tidak
sama, distribusi kecepatan tergantung pada :
 Bentuk Saluran
 Kekasaran Saluran dan
 Kondisi Kelurusan Saluran
Dalam penggunaan current meter pengetahuan mengenai distribusi kecepatan ini amat
penting. Hal ini bertalian dengan penentuan kecepatan aliran yang dapat dianggap mewakili
rata-rata kecepatan pada bidang tersebut.
B. Irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi
rawa (Susanto. 2006). Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam tanah yang merupakan
tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi apabila ada air, baik bertindak
sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media (objek). Proses-proses utama yang
menciptakan kesuburan tanah atau sebaliknya yang mendorong degradasi tanah hanya dapat
berlangsung apabila terdapat kehadiran air. Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan air
merupakan sumber kehidupan (Bustomi. 2000).
Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia kepada
sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian tujuan irigasi adalah
mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan lengas tanah
tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh
secara normal (Lenka. 1991). Pemberian air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh
tatacara aplikasi, juga ditentukan oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang
dibutuhkan tanaman (sudjarwadi. 1990). Adapun fungsi irigasi yaitu :
 memasok kebutuhan air tanaman
 menjamin ketersediaan air apabila terjadi betatan
 menurunkan suhu tanah
 mengurangi kerusakan akibat frost (pembekuan)
 melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah
Tujuan irigasi yaitu sebagai berikut :
 Irigasi bertujuan untuk membantu para petani dalam mengolah lahan pertaniannya,
terutama bagi para petani di pedesaan yang sering kekurangan air.
 Meningkatkan produksi pangan terutama beras
 Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan air irigasi
 Meningkatkan intensitas tanam e. Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat
desa dalam pembangunan jaringan irigasi perdesaan. Irigasi sangat bermanfaat bagi
pertanian, terutama di pedesaan. Dengan irigasi, sawah dapat digarap tiap tahunnya,
dapat dipergunakan untuk peternakan, dan keperluan lain yang bermanfaat.
III. PEMBAHASAN
Kami melakukan latihan perhitungan debit di daerah bantu dengan menghitung
debit irigasi sekunder. Diketahui bentuk irigasinya trapesium, untuk mengetahui debit
suatu aliran, perhitungan yang dilakukan seperti berikut :
PERHITUNGAN DEBIT
9,55 m

0,33 m

7,40 m

(𝑎 + 𝑏) 𝑥 𝑡 (9,55 + 7,40) 𝑥 0,33 16,95 𝑥 0,33


𝐿= = = = 2,8 𝑚2
2 2 2
𝑉𝑝 = 𝐿𝑝 𝑥 𝑝
= 2,8 𝑚2 𝑥 10 𝑚 = 28 𝑚3
T = U1 = 17,92
= U2 = 15, 22
= U3 = 16,68
Rata – rata = 16,61
28 𝑚³ 𝑚3
Debit = = 1,68
16,61 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

Jadi, jumlah aliran debit pada irigasi sekunder sejumlah 1,68 m³/ detik
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Bazak, N.N., 1999. Irrigation Engineering. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited,
New Delhi. Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum Republik
Indonesia, 1986, Standart Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencencanaan (KP-01, KP-
07).
Fuad Bustomi, 2000. Simulasi Tujuh Teknik Pemberian Air Irigasi Untuk Padi di Sawah dan
Konsekuensi Kebutuhan Air Satu Masa Tanam. Tesis Program Pasca sarjana Program
Studi Teknik Sipil UGM, Yogyakarta
Harsoyo. 1977. Pengelolaan Air Irigasi. Dinas Pertanian Jawa timur.
Lenka, D. 1991. Irrigation and Drainage. Kalyani Publishers, New Delhi.
Prastowo, H. 1995. Kriteria Pembangunan Irigasi Sprinkler dan Drip Fateta. IPB. Bogor.
Sudjarwadi. 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antara Universitas Ilmu Teknik,
UGM, Yogyakarta.
Susanto, E. 2006. Teknik Irigasi dan Drainase. USU Press, Medan.

Anda mungkin juga menyukai