Anda di halaman 1dari 12

Hubungan Pengobatan Pasien Demensia antara Dokter dan Keluarga Pasien

Ratna Silvia Septyaningtyas

102012180

Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat Korespondensi : Jalan Tanjung Duren Dalam IV No 13, Jakarta Barat

Email : ratnasisil@gmail.com

Pendahuluan

Gangguan kesehatan pada golongan lansia terkait erat dengan proses degenerasi yang
tidak dapat dihindari. Seluruh sistem, cepat atau lambat akan mengalami degenerasi.Manifestasi
klinik, laboratorik dan radiologik bergantung pada organ dan atau sistem yang terkena.
Perubahan yang normal dalam bentuk dan fungsi otak yang sudah tua harus dibedakan dari
perubahan yang disebabkan oleh penyakit yang secara abnormal mengintensifkan sejumlah
proses penuaan. Salah satu manifestasi klinik yang khas adalah timbulnya demensia.

Tipe demensia yang paling sering selain Alzheimer adalah demensia vaskular, yaitu
demensia yang secara kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular. Demensia
vaskular berjumlah 15-30 persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskular paling sering
ditemukan pada orang yang berusia antara 60-70 tahun dan lebih sering pada laki-laki
dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit. Pada
tahun 1970 Tomlinson dan temannya, melalui penelitian klinis-patologik, mendapatkan bahwa
bila demensia disebabkan oleh penyakit vaskular, hal ini biasanya terjadi karena adanya infark di
otak, dan hal ini melahirkan konsep “demensia multi infark”. Untuk menegakkan diagnosis
demensia juga dibutuhkan adanya gangguan memori sebagai suatusaraf. Hal ini dapat dibenarkan
pada penyakit Alzheimer, karena gangguan memori merupakan gejala dini. Namun pada
demensia vaskular saraf ini kurang tepat.
Skenario 2

Tn. B, berusia 65 tahun dibawa berobat anaknya karena “pikun” yang makin parh. Selalu salah
bila melakukan pembayaran, alamat tempat tinggal tidak tahu, demikian pula dengan hari apa

1
yang sekarang tidak tahu/salah menyebutkan, bahkan nama cucu tersayang pun lupa, jarang mau
melakukan aktivitas, terkesan acuh tidak perduli. Menurut anaknya keadaan semakin berat sejak
setengah tahunan ini. Sehari-hari lebih bayak berdiam diri, makan-minumpun bila tidak
disediakan tidak makan/minum. Selama ini segala kebutuhannya diurus oleh anak-anaknya
karena istrinya sudah meninggal 2 tahun yang lalu. Riwayat kencing manis tidak tahu, tekanan
darah tinggi sejak usia 50tahunan, tidak berobat kalau tidak ada keluhan.

Anamnesis

Anamnesis mengambil peran besar dalam menentukan diagnosis. Oleh sebab itu,
anamnesis harus dilakukan sebaik mungkin sehingga dapat mengambil diagnosis dengan baik
pula dan mampu memberikan pertolongan bagi pasien.
Sesuai dengan skenario 2, maka dapat diperoleh data-data anamnesis sebagai berikut:
 Seorang laki-laki bernama Tn. B, berumur 65 tahun
 Mengalami pikun yang semakin parah sejak 1tahun yang lalu
 Sehari-hari lebih banyak berdiam diri
 Makan-minum pun bila tidak disediakan tidak makan/minum
 Riwayat kencing manis tidak diketahui
 Tekanan darah tinggi sejak usia 50 tahun
 Tidak pernah berobat kalau tidak ada keluhan

Secara umum, penderita demensia adalah suatu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang
mati secara abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak
degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila
mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang
pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sembarang rawatan untuk demensia,
namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperoleh
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisis dan neurologis pada pasien dengan demensia dilakukan untuk mencari
keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan
gangguan kognitifnya. Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukkan gangguan sistemik

2
motorik kecuali pada tahap lanjut. Penyebab sistemik seperti defisiensi vitamin B12, intoksikasi
logam berat, dan hipotiroidisme dapat menunjukkan gejala-gejala yang khas. Yang tidak boleh
dilupakan adalah adanya gangguan pendengaran dan penglihatan yang menimbulkan
kebingungan dan disorientasi pada pasien yang sering disalahartikan sebagai demensia. Pada usia
lanjut deficit sensorik seperti ini sering terjadi.Selain itu, dokter harus melakukan pengkajian
status fungsional untuk menentukan dampak kelainan terhadap memori pasien, hubungan di
komunitas, hobi, penilaian berpakaian, dan makan. Pengetahuan mengenai status fungsional
pasien sehari-hari akan membantu mengatur pendekatan terapi dengan keluarga.

Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium pada pasien tidak dilakukan dengan serta merta pada semua kasus.
Penyebab ynag reversible dan dapat diatasi seharusnya tidak oleh terlewat. Pemeriksaan fungsi
tiroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit, dan VDRL direkomendasikanuntuk
diperiksa secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang perlu dipertimbangkan adalah pungsi lumbal,
fungsi hati, fungsi ginjal, pemeriksaan toksin di urin/darah dan apolipoprotein E.

Pemeriksaan penunjang yang direkomendasikan adalah CT/MRI kepala. Pemeriksaan ini


dapat mengidentifikasi tumor primer/sekunder, lokasi rea infark, hematoma subdural, dan
memperkirakan adanya hidrosefalus bertekanan normal atau penyakit white matter yang luas.
MRI dan CT juga mendukung diagnosis penyakit Alzheimer, terutama bila terdapat atrofi
hipokampus selain adanya atrofi kortikal yang difus. Abnormalitas white matter yang luas
berkorelasi dengan demensia vascular. Peran pencitraan fungsional seperti single photon
emission topography (PET) scanning masih dalam penelitian. SPECT dan PET scanning dapat
menunjukkan hipoperfusi atau hipometabolisme temporal-parietal pada penyakit Alzheimer dan
hipoperfusi atau hipometabolisme frontotemporal pada FTD.

Diagnosis

Demensia Alzheimer

Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro
degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif
menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan

3
gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness)
yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan
kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun
yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala
neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya),
halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur,
nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.

Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :

 Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan
aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal
baru yang dialami

 Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain,

 Disorientasi
 gangguan bahasa (afasia)
 penderita mudah bingung
 penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan
sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu
tindakan sehingga mengulanginya lagi.
 Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya,
depresi berat prevalensinya 15-20%,”
 ØStadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala
klinisnya antara lain:
 Penderita menjadi vegetatif
 tidak bergerak dan membisu

4
 daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya
sendiri
 tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
 kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
 kematian terjadi akibat infeksi atau trauma

Differential Diagnosis

Demensia Vaskuler

Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di
otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”.
Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak,
sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering
dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan
penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.

Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker, diantaranya:

a. Kelainan sebagai penyebab Demensia :


 Penyakit degenaratif
 Penyakit serebrovaskuler
 Keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO
 Trauma otak
 Infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis)
 Hidrosefaulus normotensif
 Tumor primer atau metastasis
 Autoimun, vaskulitif
 Multiple sclerosis
 Toksik
 Kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
b. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi

5
c. Gangguan psiatrik :
 Depresi
 Anxietas
 Psikosis
d. Obat-obatan :
 Psikofarmaka
 Antiaritmia
 Antihipertensi
e. Antikonvulsan
 Digitalis
f. Gangguan nutrisi :
 Defisiensi B6 (Pelagra)
 Defisiensi B12
 Defisiensi asam folat
 Marchiava-bignami disease
g. Gangguan metabolisme :
 Hiper/hipotiroidi
 Hiperkalsemia
 Hiper/hiponatremia
 Hiopoglikemia
 Hiperlipidemia
 Hipercapnia
 Gagal ginjal
 Sindromk Cushing
 Addison’s disesse
 Hippotituitaria
 Efek remote penyakit kanker

Etiologi

6
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian
dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan
dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita
demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana
Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan
oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu
barang.

Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu
adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-
orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat
yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan
perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik
penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.

Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka
menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh
munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin
saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga
membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal
utama fokus pemeriksaan.

Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan
tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku
pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota
keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral
symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi,
halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan
melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri,
melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal

7
Epidemiologi

Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah
7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian kasus demensia
berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut
65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45
% pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika
jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.

Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya
gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan
sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian
besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah
penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia
frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.

Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer.
Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak
tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer
mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses
berpikir.

Gejala Klinis

Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler.

1. 1. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan
neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses
degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru
menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa
(forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut
dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang

8
sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala
neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya),
halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur,
nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.

1. 2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak.
“Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”. Depresi
bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga
depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada
demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian
terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.

Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:

1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi
bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat
penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar,
menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang
sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama
televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup
yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan
tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
Patofisiologi

Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik, neurofibrillary
tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovaskuolar, dan hirano bodies. Plak neuritik
mengandung b-amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritis distrofik. Deteksi adanya Apo E

9
didalam plak B-amyloid dan studi mengenai ikatan high-avadity antara Apo E dengan B-amyloid
menunjukkan bukti hubungan antara amyloidegenesis dan Apo E. Plak neuritik juga
mengandung protein komplemen,microglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase
akut, sehingga komponen inflamasi juga diduga terlibat pada pathogenesis penyakit Alzheimer.
Pembentukan amyloid merupakan pencetus berbagai proses sekunder yang terlibat pada
pathogenesis penyakit Alzheimer. Berbagai mekanisme yang terlibat pada pathogenesis tersebut
bila dapat dimodifikasi dengan obat yang tepat diharapkan dapat memengaruhi penyakit
Alzheimer. Adanya dan jumlah plak senilis adalah suatu gambaran patologi utama yang penting
untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenernya,jumlah plak meningkat itu seiringnya
bertambahnya usia dan plak ini juga muncul di jaringan otak orang usia lanjut yang bukan
demensia. Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung atau yang
terhiperfosforilasi pada pasangan hilmen felix. Individu usia lanjut yang normal juga diketahui
mempunyai neurofibrillary tangles dibeberapa lapisan hipokampus dan korteks entorhinal, tapi
struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa demensia. Neurofibrillary
tangles tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga timbul pada penyakit lain, seperti
subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), demensia pugilistika (boxer’s dementia), dan the
parkinsonian dementia complex of Guam. Infark jaringan otak yang terjadi pasca strok dapat
menyebabkan demensia bergantung pada volume total korteks yang rusak dan bagian (hemisfer)
mana yang terkena. Umumnya demensia muncul pada strok yang mengenai beberapa bagian
otak atau hemisfer kiri otak. Petanda anatomis pada fronto-temporal dementia (FTD) adalah
terjadinya atrofi yang jelas pada lobus temporal dan/atau frontal, yang dapat dilihat pada
pemeriksaan pencitraan saraf seperti MRI dan CT. Atrofi yang terjadi terkadang sangat tidak
simentris. Secara mikroskopis selalu didapatkan gliosis dan hilangnya neuron, serta pada
beberapa kasus terjadi pembengkakan dan pengglembungan neuron yang berisi cytoplasmic in
clusion. Sementara pada demensia dengan Lewy body, sesuai dengan namanya, gambaran
neuropatologinya adalah dengan Lewy body di seluruh cortex ,amigdala cingulated cortex ,dan
suibtansia niagra.

Defisit neurotransmitter utama pada penyakit Alzhaimer,juga pada dimensia tipe lain,adalah
sistem kolinergik,somastotatin-like reactivity, dan corticotrophin- releasingeticoline as factor
juga berpengaruh pada penyakit Alzheimer,deficit asetilkolin tetap menjadi proses utama

10
penyakit dan menjadi target sebagian besar terapi yang tersedia saat ini untuk penyakit
Alzheimer.

Terapi

Medicamethosa

Obat-obatan yang dapat digunakan untuk agitasi dan insomnia tanpa memperberat demensia
diantaranya : haloperidol dosis rendah (0,5mg – 2mg), trazodone, buspiron atau propanolol

Non Medicamethosa

Pada stadium awal penyakit, dokter harus mengusahakan berbagai aktivitas dalam rangka
mempertahankan status kesehatan pasien seperti, melakukan olahraga, mengendalikan hipertensi
dan berbagai penyakit lain, imunisasi terhadap pneumunokok dan influenza, memperhatikan
higyene mulut dan gigi, serta mengupayakan kacamata dan alat bantu dengar bila terdapat
gangguan pendengaran atau penglihatan. Pada fase lanjut demensia, merupakan hal yang sangat
penting untuk memenuhi kebutuhan dasar pasoen seperti, nutrisi,hidrasi,mobilisasi, dan
perawatan kulit untuk mencegah ulkus dekubitus. Membangun hubungan atau kerjasama baik
antara dokter dan keluarga pasien. Dan juga perlu diperhatikan kondisi fisik dan mentalnya,
mengingat apa yang mereka lakukan itu sangat menguras tenaga,pikira,bahkan emosi yang
terkadang menimbulkan morbiditas tersendiri.

Komplikasi

Prognosis

Demensia bila diobati sesuai anjuran dokter dan dukungan keluarga yang baik,maka
prognosisnya akan semakin baik.

Preventif

Peran keluarga berperan sangat penting merawat penderita dengan demensia memang penuh
dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin
mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima

11
kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam
merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita
demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras
untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.Saling menguatkan sesama anggota
keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan
teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang
merawat Lansia dengan demensia.

Kesimpulan

Pada Skenario diatas, Tn. B didiagnosis menderita penyakit demensia Alzheimer. Demensia
Alzheimer adalah gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang
berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel
otak yang massif. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala
neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya),
halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur,
nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana. Peran dokter dan keluarga pasien
berperan sangat besar dalam mempengaruhi psikis dan mental pasien.

Daftar Pustaka

12

Anda mungkin juga menyukai