Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tahap Perkembangan Remaja


1. Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescence
(kata bendanya adolescenta yang berarti remaja) yang berarti tumbuh
menjadi dewasa. Adolescence artinya berangsur-angsur menuju
kematangan secara fisik, akal, kejiwaan dan sosial serta emosional. Hal ini
mengisyaratkan kepada hakikat umum, yaitu bahwa pertumbuhan tidak
berpindah dari satu fase ke fase lainya secara tiba-tiba, tetapi pertumbuhan
itu berlangsung setahap demi setahap (Al-Mighwar, 2006).
2. Tahap Perkembangan Remaja
Menurut Sarwono (2006) ada 3 tahap perkembangan remaja dalam
proses penyesuaian diri menuju dewasa :
a. Remaja Awal (Early Adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini berusia 10-12 tahun masih
terheran–heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya
sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan
itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada
lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang
bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan
yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali
terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit
dimengerti orang dewasa.
b. Remaja Madya (Middle Adolescence)
Tahap ini berusia 13-15 tahun. Pada tahap ini remaja sangat
membutuhkan kawan-kawan. Ia senag kalau banyak teman yang
menyukainya. Ada kecenderungan “narastic”, yaitu mencintai diri
sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat
yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi

8
9

kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau
tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis
atau meterialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri
dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa
kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari
lawan jenis.
c. Remaja Akhir (Late Adolescence)
Tahap ini (16-19 tahun) adalah masa konsolidasi menuju
periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini.
1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang
lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.
3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri
dengan orang lain.
5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self)
dan masyarakat umum (the public).
3. Karakteristik Perkembangan Remaja
Menurut Wong (2009), karakteristik perkembangan remaja dapat
dibedakanmenjadi :
a. Perkembangan Psikososial
Teori perkembangan psikososial menurut Erikson dalam Wong
(2009), menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja
menghasilkan terbentuknya identitas. Periode remaja awal dimulai
dengan awitan pubertas dan berkembangnya stabilitas emosional dan
fisik yang relatif pada saat atau ketika hampir lulus dari SMU. Pada
saat ini, remaja dihadapkan pada krisis identitas kelompok versus
pengasingan diri.
Pada periode selanjutnya, individu berharap untuk mencegah
otonomi dari keluarga dan mengembangkan identitas diri sebagai
10

lawan terhadap difusi peran. Identitas kelompok menjadi sangat


penting untuk permulaan pembentukan identitas pribadi. Remaja pada
tahap awal harus mampu memecahkan masalah tentang hubungan
dengan teman sebaya sebelum mereka mampu menjawab pertanyaan
tentang siapa diri mereka dalam kaitannya dengan keluarga dan
masyarakat.
1) Identitas kelompok
Selama tahap remaja awal, tekanan untuk memiliki suatu
kelompok semakin kuat. Remaja menganggap bahwa memiliki
kelompok adalah hal yang penting karena mereka merasa menjadi
bagian dari kelompok dan kelompok dapat memberi mereka status.
Ketika remaja mulai mencocokkan cara dan minat berpenampilan,
gaya mereka segera berubah. Bukti penyesuaian diri remaja
terhadap kelompok teman sebaya dan ketidakcocokkan dengan
kelompok orang dewasa memberi kerangka pilihan bagi remaja
sehingga mereka dapat memerankan penonjolan diri mereka sendiri
sementara menolak identitas dari generasi orang tuanya. Menjadi
individu yang berbeda mengakibatkan remaja tidak diterima dan
diasingkan dari kelompok.
2) Identitas Individual
Pada tahap pencarian ini, remaja mempertimbangkan hubungan
yang mereka kembangkan antara diri mereka sendiri dengan orang
lain di masa lalu, seperti halnya arah dan tujuan yang mereka harap
mampu dilakukan di masa yang akan datang. Proses perkembangan
identitas pribadi merupakan proses yang memakan waktu dan
penuh dengan periode kebingungan, depresi dan keputusasaan.
Penentuan identitas dan bagiannya di dunia merupakan hal yang
penting dan sesuatu yang menakutkan bagi remaja. Namun
demikian, jika setahap demi setahap digantikan dan diletakkan
pada tempat yang sesuai, identitas yang positif pada akhirnya akan
muncul dari kebingungan. Difusi peran terjadi jika individu tidak
11

mampu memformulasikan kepuasan identitas dari berbagai


aspirasi, peran dan identifikasi.
3) Identitas peran seksual
Masa remaja merupakan waktu untuk konsolidasi identitas peran
seksual. Selama masa remaja awal, kelompok teman sebaya mulai
mengomunikasikan beberapa pengharapan terhadap hubungan
heterokseksual dan bersamaan dengan kemajuan perkembangan,
remaja dihadapkan pada pengharapan terhadap perilaku peran
seksual yang matang yang baik dari teman sebaya maupun orang
dewasa. Pengharapan seperti ini berbeda pada setiap budaya, antara
daerah geografis, dan diantara kelompok sosioekonomis.
4) Emosionalitas
Remaja lebih mampu mengendalikan emosinya pada masa remaja
akhir. Mereka mampu menghadapi masalah dengan tenang dan
rasional, dan walaupun masih mengalami periode depresi, perasaan
mereka lebih kuat dan mulai menunjukkan emosi yang lebih
matang pada masa remaja akhir. Sementara remaja awal bereaksi
cepat dan emosional, remaja akhir dapat mengendalikan emosinya
sampai waktu dan tempat untuk mengendalikan emosinya sampai
waktu dan tempat untuk mengekspresikan dirinya dapat diterima
masyarakat. Mereka masih tetap mengalami peningkatan emosi,
dan jika emosi itu diperlihatkan, perilaku mereka menggambarkan
perasaan tidak aman, ketegangan, dan kebimbangan.
b. Perkembangan Kognitif
Teori perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Wong
(2009), remaja tidak lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual, yang
merupakan ciri periode berpikir konkret; mereka juga memerhatikan
terhadap kemungkinan yang akan terjadi. Pada saat ini mereka lebih
jauh ke depan. Tanpa memusatkan perhatian pada situasi saat ini,
mereka dapat membayangkan suatu rangkaian peristiwa yang mungkin
terjadi, seperti kemungkinan kuliah dan bekerja; memikirkan
12

bagaimana segala sesuatu mungkin dapat berubah di masa depan,


seperti hubungan dengan orang tua, dan akibat dari tindakan mereka,
misalnya dikeluarkan dari sekolah. Remaja secara mental mampu
memanipulasi lebih dari dua kategori variabel pada waktu yang
bersamaan. Misalnya, mereka dapat mempertimbangkan hubungan
antara kecepatan, jarak dan waktu dalam membuat rencana perjalanan
wisata. Mereka dapat mendeteksi konsistensi atau inkonsistensi logis
dalam sekelompok pernyataan dan mengevaluasi sistem, atau
serangkaian nilai-nilai dalam perilaku yang lebih dapat dianalisis.
c. Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral menurut Kohlberg dalam Wong
(2009), masa remaja akhir dicirikan dengan suatu pertanyaan serius
mengenai nilai moral dan individu. Remaja dapat dengan mudah
mengambil peran lain. Mereka memahami tugas dan kewajiban
berdasarkan hak timbal balik dengan orang lain, dan juga memahami
konsep peradilan yang tampak dalam penetapan hukuman terhadap
kesalahan dan perbaikan atau penggantian apa yang telah dirusak
akibat tindakan yang salah. Namun demikian, mereka
mempertanyakan peraturan-peraturan moral yang telah ditetapkan,
sering sebagai akibat dari observasi remaja bahwa suatu peraturan
secara verbal berasal dari orang dewasa tetapi mereka tidak mematuhi
peraturan tersebut.
d. Perkembangan Spiritual
Pada saat remaja mulai mandiri dari orang tua atau otoritas
yang lain, beberapa diantaranya mulai mempertanyakan nilai dan ideal
keluarga mereka. Sementara itu, remaja lain tetap berpegang teguh
pada nilai-nilai ini sebagai elemen yang stabil dalam hidupnya seperti
ketika mereka berjuang melawan konflik pada periode pergolakan ini.
Remaja mungkin menolak aktivitas ibadah yang formal tetapi
melakukan ibadah secara individual dengan privasi dalam kamar
mereka sendiri. Mereka mungkin memerlukan eksplorasi terhadap
13

konsep keberadaan Tuhan. Membandingkan agama mereka dengan


orang lain dapat menyebabkan mereka mempertanyakan kepercayaan
mereka sendiri tetapi pada akhirnya menghasilkan perumusan dan
penguatan spiritualitas mereka.
e. Perkembangan Sosial
Untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus
membebaskan diri mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan
sebuah identitas yang mandiri dari wewenang orang tua. Namun,
proses ini penuh dengan ambivalensi baik dari remaja maupun orang
tua. Remaja ingin dewasa dan ingin bebas dari kendali orang tua, tetapi
mereka takut ketika mereka mencoba untuk memahami tanggung
jawab yang terkait dengan kemandirian.
1) Hubungan dengan orang tua
Selama masa remaja, hubungan orang tua-anak berubah
dari menyayangi dan persamaan hak. Proses mencapai kemandirian
sering kali melibatkan kekacauan dan ambigulitas karena baik
orang tua maupun remaja berajar untuk menampilkan peran yang
baru dan menjalankannya sampai selesai, sementara pada saat
bersamaan, penyelesaian sering kali merupakan rangkaian
kerenggangan yang menyakitkan, yang penting untuk menetapkan
hubungan akhir.
Pada saat remaja menuntut hak mereka untuk mengembangkan
hak-hak istimewanya, mereka sering kali menciptakan ketegangan
di dalam rumah. Mereka menentang kendali orang tua, dan konflik
dapat muncul pada hampir semua situasi atau masalah.
2) Hubungan dengan teman sebaya
Walaupun orang tua tetap memberi pengaruh utama dalam
sebagian besar kehidupan, bagi sebagian besar remaja, teman
sebaya dianggap lebih berperan penting ketika masa remaja
dibandingkan masa kanak-kanak. Kelompok teman sebaya
memberikan remaja perasaan kekuatan dan kekuasaan.
14

a) Kelompok teman sebaya


Remaja biasanya berpikiran sosial, suka berteman, dan suka
berkelompok. Dengan demikian kelompok teman sebaya
memiliki evaluasi diri dan perilaku remaja. Untuk memperoleh
penerimaan kelompok, remaja awal berusaha untuk
menyesuaikan diri secara total dalam berbagai hal seperti
model berpakaian, gaya rambut, selera musik, dan tata bahasa,
sering kali mengorbankan individualitas dan tuntutan diri.
Segala sesuatu pada remaja diukur oleh reaksi teman
sebayanya.
b) Sahabat
Hubungan personal antara satu orang dengan orang lain yang
berbeda biasanya terbentuk antara remaja sesama jenis.
Hubungan ini lebih dekat dan lebih stabil daripada hubungan
yang dibentuk pada masa kanak-kanak pertengahan, dan
penting untuk pencarian identitas. Seorang sahabat merupakan
pendengar terbaik, yaitu tempat remaja mencoba kemungkinan
peran-peran dan suatu peran bersamaan, mereka saling
memberikan dukungan satu sama lain.
4. Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja
Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja menurut (Hurlock,
2001) antara lain :
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita
Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar
dalam sikap dan perilaku anak. Akibatnya, hanya sedikit anak laki-laki
dan anak perempuan yang dapat diharapkan untuk menguasai tugas-
tugas tersebut selama awal masa remaja, apalagi mereka yang
matangnya terlambat. Kebanyakan harapan ditumpukkan pada hal ini
adalah bahwa remaja muda akan meletakkan dasar-dasar bagi
pembentukan sikap dan pola perilaku.
15

b. Mencapai peran sosial pria, dan wanita


Perkembangan masa remaja yang penting akan menggambarkan
seberapa jauh perubahan yang harus dilakukan dan masalah yang
timbul dari perubahan itu sendiri. Pada dasarnya, pentingnya
menguasai tugas-tugas perkembangan dalam waktu yang relatif singkat
sebagai akibat perubahan usia kematangan yang menjadi delapan belas
tahun, menyebabkan banyak tekanan yang menganggu para remaja.
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
Seringkali sulit bagi para remaja untuk menerima keadaan fisiknya bila
sejak kanak-kanak mereka telah mengagungkan konsep mereka
tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan
waktu untuk memperbaiki konsep ini dan untuk mempelajari cara-cara
memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan apa yang
dicita-citakan.
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
Menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidaklah
mempunyai banyak kesulitan bagi laki-laki; mereka telah didorong dan
diarahkan sejak awal masa kanak-kanak. Tetapi halnya berbeda bagi
anak perempuan. Sebagai anak-anak, mereka diperbolehkan bahkan
didorong untuk memainkan peran sederajat, sehingga usaha untuk
mempelajari peran feminin dewasa yang diakui masyarakat dan
menerima peran tersebut, seringkali merupakan tugas pokok yang
memerlukan penyesuaian diri selama bertahun-tahun.
Karena adanya pertentangan dengan lawan jenis yang sering
berkembang selama akhir masa kanak-kanak dan masa puber, maka
mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti harus mulai
dari nol dengan tujuan untuk mengetahui lawan jenis dan bagaimana
harus bergaul dengan mereka. Sedangkan pengembangan hubungan
baru yang lebih matang dengan teman sebaya sesama jenis juga tidak
mudah.
16

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang


dewasa lainnya
Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk
mandiri secara emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lain
merupakan tugas perkembangan yang mudah. Namun, kemandirian
emosi tidaklah sama dengan kemandirian perilaku. Banyak remaja
yang ingin mandiri, juga ingin dan membutuhkan rasa aman yang
diperoleh dari ketergantungan emosi pada orang tua atau orang-orang
dewasa lain. Hal ini menonjol pada remaja yang statusnya dalam
kelompok sebaya tidak meyakinkan atau yang kurang memiliki
hubungan yang akrab dengan anggota kelompok.
f. Mempersiapkan karier ekonomi
Kemandirian ekonomi tidak dapat dicapai sebelum remaja memilih
pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja. Kalau remaja
memilih pekerjaan yang memerlukan periode pelatihan yang lama,
tidak ada jaminan untuk memperoleh kemandirian ekonomi bilamana
mereka secara resmi menjadi dewasa nantinya. Secara ekonomi
mereka masih harus tergantung selama beberapa tahun sampai
pelatihan yang diperlukan untuk bekerja selesai dijalani.
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
Kecenderungan perkawinan muda menyebabkan persiapan perkawinan
merupakan tugas perkembangan yang paling penting dalam tahun-
tahun remaja. Meskipun tabu sosial mengenai perilaku seksual yang
berangsur-ansur mengendur dapat mempermudah persiapan
perkawinan dalam aspek seksual, tetapi aspek perkawinan yang lain
hanya sedikit yang dipersiapkan. Kurangnya persiapan ini merupakan
salah satu penyebab dari masalah yang tidak terselesaikan, yang oleh
remaja dibawa ke masa remaja.
17

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk


berperilaku mengembangkan ideologi
Sekolah dan pendidikan tinggi mencoba untuk membentuk nilai-nilai
yang sesuai dengan nilai dewasa, orang tua berperan banyak dalam
perkembangan ini. Namun bila nilai-nilai dewasa bertentangan dengan
teman sebaya, masa remaja harus memilih yang terakhir bila
mengharap dukungan teman-teman yang menentukan kehidupan sosial
mereka. Sebagian remaja ingin diterima oleh teman-temannya, tetapi
hal ini seringkali diperoleh dengan perilaku yang oleh orang dewasa
dianggap tidak bertanggung jawab.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja


Faktor yang mempengaruhi perilaku merokok menurut Notoatmodjo
(2005), antara lain :
1. Faktor intrinsik
a. Genetik
Genetik yang dimiliki individu sangat berbeda mengenai perilaku
tindakan yang spesifik, karena molekul genetik mempunyai peran
ganda yang dapat mempengaruhi seorang remaja untuk merokok.
Penelitian terhadap keluarga, saudara kembar, dan molekul genetik
menunjukkan bahwa faktor genetik ikut memainkan peran yang cukup
signifikan dalam perilaku merokok dan stres. Secara lebih spesifik
dapat dijelaskan bahwa terdapat banyak gen yang berperan ganda,
mempengaruhi seorang individu untuk merokok dan membuat seorang
individu cenderung mengembangkan kepribadian dan gangguan
psikiatri yang berhubungan dengan stres (Fink, 2007).
b. Kepribadian
Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi, dan
perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan
gaya personal individu dan mempengaruhi interaksinya dengan
lingkungan. Orang dengan kepribadian tipe A (introvert) lebih mudah
18

mengalami gangguan akibat adanya stres dari pada orang dengan


kepribadian tipe B (ekstrovert).
Adapun ciri-ciri orang dengan kepribadian tipe A (introvert)
dan tipe kepribadian B (Ekstrovert) menurut Hawari (2001) antara lain:
1) Tipe A (introvert)
Sikap introvert mengarahkan pribadi ke pengalaman
subjektif, memusatkan diri pada dunia dalam, cenderung
menyendiri, pendiam atau tidak ramah, bahkan antisosial.
Seseorang juga mengamati dunia luar, tetapi mereka melakukannya
secara selektif dan menggunakan pandangan subjektif mereka
sendiri. Ciri-ciri orang dengan tipe introvert adalah sulit bergaul,
hatinya tertutup, sulit berhubungan dengan orang lain dan
penyesuaian diri dengan lingkungan sekitar kurang baik.
2) Tipe B (ekstrovert)
Sikap ekstrovert mengarahkan pribadi ke pengalaman
objektif, memusatkan perhatiannya ke dunia luar, cenderung
berinteraksi dengan orang disekitarnya, aktif dan ramah. Ciri-ciri
anak tipe ekstrovert biasanya mudah bergaul, hatinya terbuka,
hubungan dengan orang lain lancar dan mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitar.
c. Karakteristik
1) Jenis kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki pertimbangan yang berbeda
dalam berperilaku. Laki-laki lebih cenderung untuk menggunakan
pertimbangan rasional dan mudah terpengaruh terhadap perubahan
lingkungan sekitarnya. Perempuan lebih cenderung menggunakan
pertimbangan emosional atau perasaan dalam berperilaku
(Notoatmodjo, 2005).
2) Usia
Tidak ada yang memungkiri adanya dampak negatif dari perilaku
merokok tetapi perilaku merokok bagi kehidupan manusia
19

merupakan kegiatan yang fenomenal. Artinya, meskipun sudah


diketahui akibat negatif merokok tetapi jumlah perokok bukan
semakin menurun tetapi semakin meningkat dan usia semakin
bertambah muda. Ada yang mulai merokok pada usia 9 tahun. Usia
pertama kali merokok pada umumnya berkisar antara 11-13 tahun
dan mereka pada umumnya sebelum usia 18 tahun (Hurlock,
2001).
3) Pendidikan
Kegiatan dalam proses pendidikan baik formal maupun informal
bertujuan agar terjadi perubahan sikap terhadap perilaku, yaitu
menjadi lebih banyak tahu dan mengerti tentang berbagai hal
(Notoatmodjo, 2005).
4) Sikap
Menurut Azwar (2009) sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi
perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan
mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.
Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu
objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang
dimaksudkan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi
dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya respons.
5) Kepercayaan tentang rokok
Kepercayaan remaja tentang merokok sangat besar karena perilaku
merokok pada remaja sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan
rokok sama sekali bukan untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi
karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan rutin. Dapat dikatakan
suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan
tanpa disadari karena merokok membuat remaja lebih rileks dan tenang
(Finkelstein, 2006).
20

2. Faktor ekstrinsik
a. Pola asuh
Pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang
diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak
adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi
masyarakat baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada
pendidikan umum yang ditetapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa
suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut
mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan,
mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi
(Edwards, 2006).
b. Tipe Pola Asuh
Menurut Wong (2009), tipe pola asuh orang tua dibedakan menjadi 3,
yaitu :
1) Otoriter atau diktator
Orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap
anak melalui perintah yang tidak boleh dibantah. Mereka
menetapkan aturan dan regulasi atau standar perilaku yang dituntut
untuk diikuti secara kaku dan tidak boleh dipertanyakan. Mereka
menilai dan memberi penghargaan atas kepatuhan absolute, sikap
mematuhi kata-kata mereka, dan menghormati prinsip dan
kepercayaan keluarga tanpa kegagalan. Mereka menghukum secara
paksa setiap perilaku yang berlawanan dengan standar orang tua.
Otoritas orang tua dilakukan dengan penjelasan yang sedikit dan
keterlibatan anak yang sedikit dalam mengambil keputusan.
Hukuman tidak selalu berupa hukuman fisik tetapi mungkin berupa
penarikan diri dan rasa cinta dan pengakuan. Latihan yang hati-hati
sering kali mengakibatkan perilaku menurut secara kaku pada
anak, yang cenderung untuk menjadi sensitif, pemalu, menyadari
diri sendiri, cepat lelah dan tunduk. Mereka cenderung menjadi
sopan, setia, jujur, dan dapat diandalkan tetapi mudah dikontrol.
21

Perilaku-perilaku ini lebih khas terlihat ketika penggunaan


kekuatan diktator orang tua disertai dengan supervise ketat dan
tingkat kasing sayang yang masuk akal. Jika tidak, penggunaan
kekuasaan diktator lebih cenderung untuk dihubungkan dengan
perilaku menentang dan anti sosial.
2) Permisif atau laissez-faire
Orang tua memiliki sedikit kontrol atau tidak sama sekali
atas tindakan anak-anak mereka. Orang tua yang bermaksud baik
ini kadang-kadang bingung antara sikap permisif dan pemberian
izin. Mereka menghindari untuk memaksakan standar perilaku
mereka dan mengizinkan anak mereka untuk mengatur aktivitas
mereka sendiri sebanyak mungkin. Orang tua ini menganggap diri
mereka sendiri sebagai sumber untuk anak, bukan merupakan
model peran. Jika peraturan memang ada, orang tua menjelaskan
alasan yang mendasarinya, mendukung pendapat anak, dan
berkonsultasi dengan mereka dalam proses pembuatan keputusan.
Mereka memberlakukan kebebasan dalam bertindak, disiplin yang
inkonsisten, tidak menetapkan batasan-batasan yang masuk akal,
dan tidak mencegah anak yang merusak rutinitas di rumah. Orang
tua jarang menghukum anak, karena sebagian besar perilaku
dianggap dapat diterima.
3) Otoritatif / demokratik
Orang tua mengombinasikan praktik mengasuh anak dari
dua gaya yang ekstrem. Mereka mengarahkan perilaku dan sikap
anak dengan menekankan alasan peraturan dan secara negative
menguatkan penyimpangan. Mereka menghormati individualitas
dari setiap anak dan mengizinkan mereka untuk menyuarakan
keberatannya terhadap standar atau peraturan keluarga. Kontrol
orang tua kuat dan konsisten tetapi disertai dengan dukungan,
pengertian, dan keamanan. Kontrol difokuskan pada masalah, tidak
pada penarikan rasa cinta atau takut pada hukuman. Orang tua
22

membantu “pengarahan diri pribadi,” suatu kesadaran mengatur


perilaku berdasarkan perasaan bersalah atau malu untuk melakukan
hal yang salah, bukan karena takut tertangkap atau takut dihukum.
Standar realistis orang tua dan harapan yang masuk akal
menghasilkan anak dengan harga diri tinggi, dan sangat interaktif
dengan anak lain.
c. Faktor Budaya
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan sikap. Apabila kita atau para remaja
hidup dalam lingkungan atau kebudayaan yang menganggap merokok
sebagai suatu hal yang wajar dilakukan oleh para remaja, maka
kemungkinan besar kita bahkan remaja akan mempunyai sikap bahwa
perilaku merokok pada remaja merupakan suatu hal yang wajar
dilakukan dan bukan suatu hal yang tabu. Begitu juga sebaliknya, jika
kita atau para remaja itu sendiri tinggal dilingkungan atau kebudayaan
yang menganggap perilaku merokok pada remaja itu suatu hal yang
kurang baik. Apabila keadaan lingkungan atau kebudayaan seperti itu,
kemungkinan besar kita tau para remaja tersebut akan mempunyai
sikap bahwa jika merokok dilakukan oleh para remaja khususnya usia
sekolah maka remaja tersebut dikategorikan sebagai anak yang kurang
baik atau nakal (Saifuddin, 2003).
d. Ekonomi
Perilaku merokok pada remaja dipengaruhi oleh uang saku yang
diperoleh remaja dan kemampuan keluarga dalam menyediakan
fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup
(Komalasari & Helmi, 2000).
e. Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku merokok
diperoleh dari lingkungan keluarga, lingkungan sekitar tempat tinggal,
dan lingkungan pergaulan remaja (Syamsu, 2008) :
23

1) Lingkungan keluarga
Remaja yang berasal dari rumah tangga yang kurang bahagia,
dimana orang tua tidak memperhatikan anak-anaknya dan
memberikan hukuman fisik secara keras maka remaja tersebut
nantinya akan lebih mudah untuk menjadi seorang perokok
dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari lingkungan
rumah tangga yang bahagia. Seseorang yang berasal dari keluarga
konservatif yang menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan
baik dan tujuan hidup yang baik akan lebih sulit untuk terlibat
dengan rokok atau obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang
permisif. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka
yang tinggal dengan satu orang tua (single parent). Remaja akan
lebih cepat berperilaku sebagai perokok bila ibu mereka merokok
dari pada ayah yang merokok, hal ini lebih terlihat pada remaja
putri.
2) Lingkungan sekitar tempat tinggal
Lingkungan mempengaruhi sikap merokok remaja lingkungan
sekitar tempat tinggal merupakan tempat berkembangnya sikap
pada remaja. Lingkungan ini meliputi segala sesuatu yang ada
disekitar remaja itu sendiri, baik fisik, biologis, maupun interaksi
sosial yang ada dilingkungan tersebut.
3) Lingkungan sekolah
Lingkungan pergaulan remaja di sekolah banyak dipengaruhi oleh
teman sebaya dan kelompoknya. Berbagai fakta mengungkapkan
bahwa semakin banyak remaja yang merokok maka semakin besar
kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian
sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi,
pertama remaja tersebut dipengaruhi oleh teman-temannya atau
bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja
tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Pada tahap
pencarian ini, remaja di SMA masih mempertimbangkan hubungan
24

yang mereka kembangkan antara diri mereka sendiri dengan orang


lain. Karena pada remaja di SMA merupakan tahap pencarian
identitas dan proses identitas itu memakan waktu dan penuh
dengan periode kebingungan, depresi dan keputusasaan. Penentuan
identitas dan bagiannya di dunia merupakan hal yang penting dan
sesuatu yang menakutkan bagi remaja. Namun demikian, jika
setahap demi setahap digantikan dan diletakkan pada tempat yang
sesuai, identitas yang positif pada akhirnya akan muncul dari
kebingungan.
f. Iklan
Perilaku merokok pada remaja juga dapat muncul sebagai
akibat dari iklan di media massa. Iklan rokok di berbagai tempat dan
media massa yang saat ini makin merajarela sangat menarik bagi para
remaja. Iklan merupakan media cetak atau elektronik yang
memberikan sponsor serta promosi melalui berbagai kegiatan. Melihat
iklan dimedia massa dan elektronik yang menampilkan gambaran
bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat
remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada
dalam iklan tersebut. (Widiyarso, 2008).
Menurut Mu’tadin (2002), berpendapat bahwa adanya
hubungan yang cukup signifikan keterpaparan terhadap iklan rokok
dengan perilaku merokok pada remaja, karena dengan melihat iklan di
media massa dan elektronik yang menampilkan gambar bahwa
perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja
seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang di dalam iklan
tersebut.
Menurut Bekti (2010), salah satu penyebab kenapa perokok
baru terus bertambah adalah karena gencarnya iklan rokok yang
beredar di masyarakat, ditambah dengan adanya image yang dibentuk
oleh iklan rokok tersebut sehingga terlihat seakan orang yang merokok
adalah orang yang sukses dan tangguh yang dapat melalui rintangan
25

apapun. Iklan, promosi ataupun sponsor kegiatan yang dilakukan oleh


para produsen rokok merupakan sarana yang sangat ampuh untuk
mempengaruhi remaja & anak-anak. Penelitian yang dilakukan oleh
Universitas Hamka beserta Komnas Anak pada tahun 2007
memperlihatkan bahwa sebanyak 99,7% anak melihat iklan rokok di
televisi, dimana 68% mengatakan memiliki kesan positif terhadap
iklan rokok tersebut dan 50% mengatakan menjadi lebih percaya diri
seperti di iklan. Untuk remaja, pengaruh pergaulan teman sebaya juga
turut menjadi andil untuk pertumbuhan perokok baru. Terkadang
remaja menjadi perokok pemula karena adanya desakan dari teman-
teman mereka untuk dapat diterima dalam pergaulan ataupun supaya
dapat dipandang lebih keren oleh lawan jenisnya. Para remaja tersebut
tentu belum mengerti benar mengenai bahaya yang dapat disebabkan
oleh rokok ataupun penyakit yang dapat timbul karena rokok. Hal ini
tentu harus menjadi perhatian tersendiri bagi para orang tua untuk
dapat memberi pemahaman terhadap anak-anaknya.

C. Perilaku Merokok Pada Remaja


1. Perilaku Merokok
Menurut Aditama (2002), perilaku merokok adalah aktivitas
menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau
rokok. Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok pun muncul karena
adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis, seperti
perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal
(faktor lingkungan sosial, seperti terpengaruh oleh teman sebaya).
Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok
disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok
disebut sebagai tobacco dependency atau ketergantungan tembakau.
Tobacco dependency sendiri dapat didefinisikan sebagai perlaku
penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah
bungkus rokok per hari, dengan adanya tambahan distres yang disebabkan
26

oleh kebutuhan akan tembakau secara berulang-ulang. Perilaku merokok


dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan
dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok,
waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari
(Cahyani, 2003).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku
merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan
menggunakan pipa atau rokok yang dilakukan secara menetap dan
terbentuk melalui empat tahap, yaitu: tahap preparation, initiation,
becoming a smoker, dan maintenance of smoking.
Menurut Cahyani (2003), terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok
sehingga menjadi perokok yaitu :
a. Tahap Preparatory
Seseorang belum mencoba rokok pada tahap ini. Tahap ini meliputi
perkembangan sikap dan informasi tentang merokok. Seseorang
mendapatkan gambaran yang menyenangkan tentang merokok dengan
cara mendengar, melihat (observasi) dari orang tua atau dari media
massa atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk
merokok. Terdapat tiga perangkat sikap terhadap merokok pada
remaja. Perangkat sikap yang pertama adalah gambaran keren dari
merokok. Penelitian menunjukkan hanya sedikit murid sekolah yang
mempersepsikan perokok sebagai orang bodoh, kurang perhatian,
keras, easygoing, pemalas, bermasalah dan sebagainya. Perangkat
sikap yang kedua adalah merokok sebagai bentuk kecemasan dan
mencari perhatian. Ini memberikan kesempatan untuk anak muda
mencoba merokok untuk mendapatkan penerimaan teman sebaya dan
menjadi anggota sebuah kelompok. Perangkat sikap yang ketiga adalah
gambaran bahwa merokok dapat membantu tetapi dalam kondisi stress
dan tampak baik dalam pekerjaan atau situasi akademis.
27

b. Tahap Initiation
Seseorang sudah mencoba untuk merokok. Tahap ini juga disebut
tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan
meneruskan merokok ataukah tidak meneruskan merokok. Teman
sebaya adalah tempat eksperimen pertama yang memungkinkan remaja
untuk mencoba rokok. Data menunjukkan bahwa remaja yang
merokok sebanyak 4 batang per hari memiliki 80% kesempatan untuk
menjadi seorang perokok regular. Jumlah remaja yang pernah mencoba
rokok setidaknya 1 batang per hari adalah 70% sampai 80%, namun
setengahnya saja yang menjadi perokok regular. Reaksi negatif
terhadap rokok seperti rasa yang tajam dan panas merupakan faktor
yang menyebabkan seseorang untuk tidak meneruskan perilaku
merokok. Namun kebanyakan dari remaja mengacuhkan rasa ini dan
meneruskan perilaku merokok mereka.
c. Tahap becoming a smoker
Seseorang menjadi perokok apabila orang tersebut telah
mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang perhari. Individu yang telah
mencoba sampai rokok keempat cenderung menjadi perokok tetap.
Banyak penelitian mengindikasikan bahwa secara tipikal seorang
menjadi perokok regular menghabiskan waktu selama 2 tahun. Hal ini
belum jelas, apakah kebanyakan individu mengalami transisi ini dalam
waktu yang sama, lebih lama atau bahkan membutuhkan waktu
bertahun-tahun. Tahap ini sebagai suatu proses belajar, kapan dan
dimana perokok dan memasukkan peran dari seorang perokok ke
dalam dirinya. Selama tahap ini, toleransi berkembang sebagai efek
fisiologis dari merokok. Remaja secara umum tidak menyadari
bagaimana bergantungnya orang dewasa terhadap rokok dan
memandang rokok tidak baik bagi orang yang sudah tua bukan untuk
dirinya sendiri.
28

d. Tahap maintenance of smoking


Tahap ini merupakan tahap akhir, ketika faktor psikologis dan
mekanisme biologis menyatu agar perilaku merokok dipelajari terus-
menerus. Penelitian menemukan berbagai variasi alasan psikologis
untuk terus merokok, antara lain :
1) Kebiasaan
2) Ketergantungan
3) Penurunan kecemasan dan tensi
4) Relaksasi
5) Pergaulan dan social reward
6) Stimulasi dan keterbangkitan (arousal)
2. Kriteria perokok
Mereka yang dikatakan perokok berat adalah bila mengkonsumsi
rokok lebih dari 21 batang perhari dan selang merokoknya lima menit
setelah bangun pagi. Perokok sedang menghabiskan 11-21 batang dan
perokok ringan menghabiskan rokok kurang dari 10 batang (Aditama,
2002).
Sitepoe (2000) membagi perokok menjadi 2 jenis berdasarkan asap
yang dihisap, yaitu :
a. Perokok aktif
Perokok aktif adalah perokok yang menghisap asap rokok melalui
mulut langsung dari rokok yang dibakar (asap mainstrem).
b. Perokok pasif
Perokok pasif adalah orang-orang yang disekitar perokok aktif yang
menghisap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta
asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok aktif (asap
sidestream).
29

3. Tipe Perilaku Merokok


Menurut Aditama (2002), ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan
management of effect theory, keempat tipe tersebut adalah :
a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok
seseorang merasakan penambahan rasa yang positif, ada tipe sub tipe
ini yaitu :
1) Pleasure relaxation : perilaku merokok hanya untuk menambah
atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya
merokok setelah minum kopi atau makan
2) Stimulation to pick them up : perilaku merokok hanya dilakukan
sekedarnya untuk menyenangkan perasaan
3) Pleasure of handing cigarette : kenikmatan yang diperoleh dengan
memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa
akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau
sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa
menit saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama untuk
memainkan rokoknya dengan jari-jarinya sebelum ia nyalakan
dengan api
b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak
orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif,
misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai
penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enek
terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.
c. Perilaku merokok yang adiktif. Mereka yang sudah adiksi, akan
menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari
rokok sekalipun, karena ia khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap
saat ia menginginkannya.
d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka
menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan
perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaanya
rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah
30

merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa


dipikirkan dan tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokok bila rokok
yang terdahulu telah benar-benar habis.
4. Zat utama yang beracun di dalam rokok
Zat utama yang beracun di dalam rokok menurut Nelson (2000), adalah :
a. Nikotin
Pada mulanya bahan ini digunakan sebagai pembasmi serangga
(insektisida) yang kuat, tapi sekarang penggunaannya dilarang karena
pengaruh racunnya yang kuat pada manusia. Tetapi ironisnya sigaret
yang mengandung nikotin dalam jumlah yang tidak terbatas, justru
tersedia secara bebas. Bila dihisap dalam satu takaran, nikotin dalam
40-50 sigaret dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit
karena kegagalan pernapasan.
b. Karbon monoksida
Gas beracun yang timbul dari merokok sigaret ini sama dengan
asap yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor : karbon monoksida
dalam tubuh mengurangi kemampuan darah untuk menyerap oksigen
dari paru-paru. Hal ini terjadi karena sel darah merah sebagai
pengangkut oksigen, lebih mudah mengangkut karbon monoksida
dibanding dengan oksigen. Lebih banyak menghisap rokok lebih
banyak jumlah karbon monoksida terserap ke dalam peredaran darah.
c. Tar dan bahan-bahan pengganggu
Tembakau yang dibakar akan mengeluarkan tar dan bahan-
bahan pengganggu lainnya. Mereka menyelimuti paru-paru rokok dan
pada saat yang sama mengurangi kantung udara tipis di dalamnya. Hal
ini menyebabkan hanya sejumlah kecil udara yang dapat dihirup dan
sedikit oksigen yang terserap ke dalam peredaran darah.
5. Bahaya Merokok
Menurut Sitepoe (2000) beberapa penyakit yang terpicu akibat
kebiasan merokok dan dapat meningkatkan sebab kematian suatu negara
ialah sebagai berikut :
31

a. Penyakir kardiovaskuler
Komponen tembakau atau rokok yang dapat memicu penyakir
kardiovaskuler adalah nikotin yaitu sebesar 1,5 mg per batang rokok.
Lamanya merokok berhubungan dengan keparahan aterosklerosis dan
resiko ini semakin besar bagi mereka yang mulai merokok sejak
remaja.
b. Penyakit neoplasma (terutama kanker)
Tar merupakan kanserogenik potensial apabila mengandung N-
nitrosamine yang akan mendorong peningkatan penyakit kanker paru-
paru. Tar pada rokok di Indonesia mengandung polinuklir hidrokarbon
aromatik yang dominant dengan sifat kanserogenik kurang
berpotensial.
c. Penyakit saluran pernafasan
Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru yang bersifat
kronis dan obstruktif, misalnya bronchitis dan empisema. Merokok
juga terkait dengan influenza dan radang paru-paru lainnya. Pada
penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma sebab asap
rokok akan lebih menyempitkan saluran pernafasan. Selain itu efek
merugikan dari merokok dapat timbul pada masa remaja. Efek
merugikan tersebut mencakup meningkatnya kerentanan terhadap
batuk kronis, produksi dahak dan serak.
d. Merokok dan kehamilan
Pada wanita hamil yang perokok, anak yang dikandung akan
mengalami penurunan berat badan, bayi lahir prematur, sebab sang
bayi (janin) juga ikut merokok. Merokok selama hamil dapat
menyebabkan penurunan berat bayi rata-rata 200 mg, keadaan ini
diperburuk lagi dengan kecilnya bayi yang dilahirkan oleh remaja,
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Merokok
dikombinasikan dengan penggunaan kontrasepsi oral yang
mengandung estrogen menyebabkan resiko infark miokard. Merokok
pada wanita hamil memberikan resiko tinggi terhadap keguguran,
32

kematian janin, kematian bayi sesudah lahir, dan kematian mendadak


pada bayi. Wanita hamil perokok juga menganggu perkembangan
kesehatan fisik maupun intelektual anak-anak yang akan tumbuh.
e. Merokok dan alat reproduksi
Merokok akan mengurangi terjadinya konsepsi, fertilitas pria ataupun
wanita perokok akan mengalami penurunan, nafsu seksual juga
mengalami penurunan dibandingkan dengan bukan perokok. Wanita
perokok akan mengalami masa menopause lebih cepat dibandingkan
dengan wanita bukan perokok.
f. Merokok dan alat pencernaan
Sakit maag lebih banyak dijumpai pada para perokok, dibandingkan
dengan yang buka perokok. Pencernaan protein terhambat bagi mereka
yang perokok. Merokok juga dapat mengurangi rasa lapar.
g. Merokok meningkatkan tekanan darah
Merokok tidak memiliki kaitan secara langsung dengan peningkatan
tekanan darah, tetapi rokok dapat mengakibatkan terjadinya
vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah ginjal
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
h. Merokok meningkatkan prevalensi gondok
Rokok merupakan salah satu faktor yang mendorong terjadinya
penyakit gondok, sehingga pada perokok lebih banyak dijumpai
penyakit gondok disbanding yang bukan gondok.
6. Upaya pencegahan merokok
Dalam upaya prevalensi, motivasi untuk menghentikan perilaku
merokok untuk dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan
menumbuhkan motivasi dalam diri remaja, berhenti atau tidak mencoba
untuk merokok akan membuat mereka mampu untuk tidak terpengaruh
oleh godaan merokok yang datang dari teman, media massa atau kebiasaan
keluarga/orang tua (Mu’tadin, 2002).
33

Suatu program kampanye anti merokok buat para remaja dapat


dijadikan contoh dalam melakukan upaya pencegahan agar remaja tidak
merokok, karena ternyata program tersebut membawa hasil yang
menggembirakan. Kampanye anti merokok ini dilakukan dengan cara
membuat berbagai poster, film, dan diskusi-diskusi tentang berbagai aspek
yang berhubungan dengan merokok. Lahan yang digunakan untuk
kampanye ini adalah sekolah-sekolah, televisi atau radio.
Pesan-pesan yang disampaikan meliputi :
a. Meskipun lingkungan keluargamu merokok, kamu tidak perlu harus
meniru, karena kamu mempunyai akal yang dapat kamu pakai untuk
membuat keputusan sendiri.
b. Iklan-iklan merokok sebenarnya menjerumuskan orang, sebaiknya
kamu mulai belajar untuk tidak terpengaruh oleh iklan seperti itu.
c. Kamu tidak harus ikut merokok hanya karena teman-temanmu
merokok, kamu bisa menolak ajakan mereka untuk ikut merokok
d. Perilaku merokok akan memberikan dampak bagi kesehatan secara
jangka pendek maupun jangka panjang yang nantinya akan ditanggung
tidak saja oleh diri kamu sendiri tetapi juga akan dapat membebani
orang lain.
34

D. Kerangka Teori
Menurut Notoatmodjo (2005), faktor yang mempengaruhi perilaku
remaja merokok adalah ada dua yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor
intrinsik meliputi genetik, kepribadian, karakteristik (jenis kelamin, usia,
pendidikan), sikap, dan kepercayaan tentang rokok. Faktor ekstrinsik terdiri
dari pola asuh, budaya, ekonomi, lingkungan, dan iklan

Faktor intrinsik, terdiri dari:


1. Genetik
2. Kepribadian
3. Karakteristik (jenis kelamin,
usia, pendidikan)
4. Sikap
5. Kepercayaan tentang rokok

Perilaku
Merokok
Faktor ekstrinsik, terdiri dari:
1. Pola asuh
2. Budaya
3. Ekonomi
4. Lingkungan
5. Iklan

Bagan 2.1 Kerangka Teori


Sumber : Notoatmodjo (2005)

E. Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi perilaku


merokok pada remaja:
1. Kepribadian Perilaku
2. Pola Asuh Orang Tua Merokok
3. Lingkungan
4. Iklan
5. Sikap

Bagan 2.2 Kerangka Konsep


35

F. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah (Sugiyono, 2007) :
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel Independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku merokok pada remaja yaitu : kepribadian, pola
asuh orang tua, lingkungan, keterpaparan iklan (media massa) dan sikap.
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah perilaku merokok.

G. Hipotesis Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2005), hipotesa penelitian adalah jawaban
sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenaranya akan
dibuktikan dalam penelitian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
1. Ada hubungan antara faktor kepribadian dengan perilaku merokok.
2. Ada hubungan antara faktor pola asuh orang tua dengan perilaku merokok.
3. Ada hubungan antara faktor lingkungan dengan perilaku merokok.
4. Ada hubungan antara faktor keterpaparan iklan (media massa) dengan
perilaku merokok.
5. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku merokok.

Anda mungkin juga menyukai