Jtptunimus GDL Jokobenyar 5776 2 Babii PDF
Jtptunimus GDL Jokobenyar 5776 2 Babii PDF
TINJAUAN PUSTAKA
8
9
kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau
tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis
atau meterialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri
dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa
kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari
lawan jenis.
c. Remaja Akhir (Late Adolescence)
Tahap ini (16-19 tahun) adalah masa konsolidasi menuju
periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal dibawah ini.
1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang
lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.
3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri
dengan orang lain.
5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self)
dan masyarakat umum (the public).
3. Karakteristik Perkembangan Remaja
Menurut Wong (2009), karakteristik perkembangan remaja dapat
dibedakanmenjadi :
a. Perkembangan Psikososial
Teori perkembangan psikososial menurut Erikson dalam Wong
(2009), menganggap bahwa krisis perkembangan pada masa remaja
menghasilkan terbentuknya identitas. Periode remaja awal dimulai
dengan awitan pubertas dan berkembangnya stabilitas emosional dan
fisik yang relatif pada saat atau ketika hampir lulus dari SMU. Pada
saat ini, remaja dihadapkan pada krisis identitas kelompok versus
pengasingan diri.
Pada periode selanjutnya, individu berharap untuk mencegah
otonomi dari keluarga dan mengembangkan identitas diri sebagai
10
2. Faktor ekstrinsik
a. Pola asuh
Pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang
diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak
adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi
masyarakat baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada
pendidikan umum yang ditetapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa
suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut
mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan,
mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi
(Edwards, 2006).
b. Tipe Pola Asuh
Menurut Wong (2009), tipe pola asuh orang tua dibedakan menjadi 3,
yaitu :
1) Otoriter atau diktator
Orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap
anak melalui perintah yang tidak boleh dibantah. Mereka
menetapkan aturan dan regulasi atau standar perilaku yang dituntut
untuk diikuti secara kaku dan tidak boleh dipertanyakan. Mereka
menilai dan memberi penghargaan atas kepatuhan absolute, sikap
mematuhi kata-kata mereka, dan menghormati prinsip dan
kepercayaan keluarga tanpa kegagalan. Mereka menghukum secara
paksa setiap perilaku yang berlawanan dengan standar orang tua.
Otoritas orang tua dilakukan dengan penjelasan yang sedikit dan
keterlibatan anak yang sedikit dalam mengambil keputusan.
Hukuman tidak selalu berupa hukuman fisik tetapi mungkin berupa
penarikan diri dan rasa cinta dan pengakuan. Latihan yang hati-hati
sering kali mengakibatkan perilaku menurut secara kaku pada
anak, yang cenderung untuk menjadi sensitif, pemalu, menyadari
diri sendiri, cepat lelah dan tunduk. Mereka cenderung menjadi
sopan, setia, jujur, dan dapat diandalkan tetapi mudah dikontrol.
21
1) Lingkungan keluarga
Remaja yang berasal dari rumah tangga yang kurang bahagia,
dimana orang tua tidak memperhatikan anak-anaknya dan
memberikan hukuman fisik secara keras maka remaja tersebut
nantinya akan lebih mudah untuk menjadi seorang perokok
dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari lingkungan
rumah tangga yang bahagia. Seseorang yang berasal dari keluarga
konservatif yang menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan
baik dan tujuan hidup yang baik akan lebih sulit untuk terlibat
dengan rokok atau obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang
permisif. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka
yang tinggal dengan satu orang tua (single parent). Remaja akan
lebih cepat berperilaku sebagai perokok bila ibu mereka merokok
dari pada ayah yang merokok, hal ini lebih terlihat pada remaja
putri.
2) Lingkungan sekitar tempat tinggal
Lingkungan mempengaruhi sikap merokok remaja lingkungan
sekitar tempat tinggal merupakan tempat berkembangnya sikap
pada remaja. Lingkungan ini meliputi segala sesuatu yang ada
disekitar remaja itu sendiri, baik fisik, biologis, maupun interaksi
sosial yang ada dilingkungan tersebut.
3) Lingkungan sekolah
Lingkungan pergaulan remaja di sekolah banyak dipengaruhi oleh
teman sebaya dan kelompoknya. Berbagai fakta mengungkapkan
bahwa semakin banyak remaja yang merokok maka semakin besar
kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian
sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi,
pertama remaja tersebut dipengaruhi oleh teman-temannya atau
bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja
tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Pada tahap
pencarian ini, remaja di SMA masih mempertimbangkan hubungan
24
b. Tahap Initiation
Seseorang sudah mencoba untuk merokok. Tahap ini juga disebut
tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan
meneruskan merokok ataukah tidak meneruskan merokok. Teman
sebaya adalah tempat eksperimen pertama yang memungkinkan remaja
untuk mencoba rokok. Data menunjukkan bahwa remaja yang
merokok sebanyak 4 batang per hari memiliki 80% kesempatan untuk
menjadi seorang perokok regular. Jumlah remaja yang pernah mencoba
rokok setidaknya 1 batang per hari adalah 70% sampai 80%, namun
setengahnya saja yang menjadi perokok regular. Reaksi negatif
terhadap rokok seperti rasa yang tajam dan panas merupakan faktor
yang menyebabkan seseorang untuk tidak meneruskan perilaku
merokok. Namun kebanyakan dari remaja mengacuhkan rasa ini dan
meneruskan perilaku merokok mereka.
c. Tahap becoming a smoker
Seseorang menjadi perokok apabila orang tersebut telah
mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang perhari. Individu yang telah
mencoba sampai rokok keempat cenderung menjadi perokok tetap.
Banyak penelitian mengindikasikan bahwa secara tipikal seorang
menjadi perokok regular menghabiskan waktu selama 2 tahun. Hal ini
belum jelas, apakah kebanyakan individu mengalami transisi ini dalam
waktu yang sama, lebih lama atau bahkan membutuhkan waktu
bertahun-tahun. Tahap ini sebagai suatu proses belajar, kapan dan
dimana perokok dan memasukkan peran dari seorang perokok ke
dalam dirinya. Selama tahap ini, toleransi berkembang sebagai efek
fisiologis dari merokok. Remaja secara umum tidak menyadari
bagaimana bergantungnya orang dewasa terhadap rokok dan
memandang rokok tidak baik bagi orang yang sudah tua bukan untuk
dirinya sendiri.
28
a. Penyakir kardiovaskuler
Komponen tembakau atau rokok yang dapat memicu penyakir
kardiovaskuler adalah nikotin yaitu sebesar 1,5 mg per batang rokok.
Lamanya merokok berhubungan dengan keparahan aterosklerosis dan
resiko ini semakin besar bagi mereka yang mulai merokok sejak
remaja.
b. Penyakit neoplasma (terutama kanker)
Tar merupakan kanserogenik potensial apabila mengandung N-
nitrosamine yang akan mendorong peningkatan penyakit kanker paru-
paru. Tar pada rokok di Indonesia mengandung polinuklir hidrokarbon
aromatik yang dominant dengan sifat kanserogenik kurang
berpotensial.
c. Penyakit saluran pernafasan
Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru-paru yang bersifat
kronis dan obstruktif, misalnya bronchitis dan empisema. Merokok
juga terkait dengan influenza dan radang paru-paru lainnya. Pada
penderita asma, merokok akan memperparah gejala asma sebab asap
rokok akan lebih menyempitkan saluran pernafasan. Selain itu efek
merugikan dari merokok dapat timbul pada masa remaja. Efek
merugikan tersebut mencakup meningkatnya kerentanan terhadap
batuk kronis, produksi dahak dan serak.
d. Merokok dan kehamilan
Pada wanita hamil yang perokok, anak yang dikandung akan
mengalami penurunan berat badan, bayi lahir prematur, sebab sang
bayi (janin) juga ikut merokok. Merokok selama hamil dapat
menyebabkan penurunan berat bayi rata-rata 200 mg, keadaan ini
diperburuk lagi dengan kecilnya bayi yang dilahirkan oleh remaja,
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Merokok
dikombinasikan dengan penggunaan kontrasepsi oral yang
mengandung estrogen menyebabkan resiko infark miokard. Merokok
pada wanita hamil memberikan resiko tinggi terhadap keguguran,
32
D. Kerangka Teori
Menurut Notoatmodjo (2005), faktor yang mempengaruhi perilaku
remaja merokok adalah ada dua yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor
intrinsik meliputi genetik, kepribadian, karakteristik (jenis kelamin, usia,
pendidikan), sikap, dan kepercayaan tentang rokok. Faktor ekstrinsik terdiri
dari pola asuh, budaya, ekonomi, lingkungan, dan iklan
Perilaku
Merokok
Faktor ekstrinsik, terdiri dari:
1. Pola asuh
2. Budaya
3. Ekonomi
4. Lingkungan
5. Iklan
E. Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah (Sugiyono, 2007) :
1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel Independen adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku merokok pada remaja yaitu : kepribadian, pola
asuh orang tua, lingkungan, keterpaparan iklan (media massa) dan sikap.
2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah perilaku merokok.
G. Hipotesis Penelitian
Menurut Notoatmodjo (2005), hipotesa penelitian adalah jawaban
sementara penelitian, patokan duga atau sementara, yang kebenaranya akan
dibuktikan dalam penelitian tersebut, hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
1. Ada hubungan antara faktor kepribadian dengan perilaku merokok.
2. Ada hubungan antara faktor pola asuh orang tua dengan perilaku merokok.
3. Ada hubungan antara faktor lingkungan dengan perilaku merokok.
4. Ada hubungan antara faktor keterpaparan iklan (media massa) dengan
perilaku merokok.
5. Ada hubungan antara sikap dengan perilaku merokok.