Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata
keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (WHO, 2009). Hal ini berarti seseorang
dikatakan sehat apabila seluruh aspek dalam dirinya dalam keadaan tidak terganggu
baik tubuh, psikis, maupun sosial. Apabila fisiknya sehat, maka mental (jiwa) dan
sosialpun sehat, demikian pula sebaliknya, jika mentalnya terganggu atau sakit, maka
fisik dan sosialnyapun akan sakit. Kesehatan harus dilihat secara menyeluruh sehingga
kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan yang tidak dapat dipisahkan (Stuart
& Laraia, 2005). Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa berat yang berdampak
bagi penderita, keluarga, masyarakat. Masalah yang sering muncul pada pasien
gangguan jiwa berat adalah perilaku kekerasan (Choe, Teplin, & Abram, 2008).
Sebesar 68% pasien gangguan jiwa berat rehospitalisasi dikarenakan perilaku
kekerasan (Wiyati, Wahyuningsih, & Widayanti, 2010).
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan
di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta
orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta
47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis
dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data Riskesdas 2013 memunjukkan
prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi
dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari
jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Skizofrenia menduduki peringkat 4 dari 10 besar penyakit yang membebankan di
seluruh dunia. Jumlah penduduk Indonesia jika mencapai 200 juta jiwa, maka
diperkirakan sekitar dua juta jiwa mengalami skizofrenia.
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif (Yusuf, dkk, 2015). Perilaku kekerasan biasanya dilakukan oleh
pasien skizofrenia jenis paranoid, hebepfrenik, residual, dan akut. Karena pada jenis
ini pasien seolah mendapatkan ancaman, tekanan psikologis, dan menganggap orang
lain sebagai musuh. Reaksi yang spontan karena halusinasi juga bisa berupa pukulan,
ancaman, dan ekspresi marah yang lain. Tindakan keperawatan yang biasa dilakukan
untuk menatalaksanai pasien dengan perilaku kekerasan adalah dengan isolasi/restrain,
medikamentosa dan komunikasi teraupetik. Komunikasi terapeutik dapat terjadi
jembatan penghubung antara perawat sebagai pemberi pelayanan dan pasien sebagai
pengguna pelayanan. Karena komunikasi terapeutik dapat mengakomodasi
prtimbangan status kesehatan yang dialami pasien. Komunikasi terapeutik
memperhatikan pasien secara holistik, meliputi aspek keselamatan, menggali penyebab
dan mencari jalan terbaik atas permasalahan pasien. Juga mengajarkan cara-cara yang
dapat dipakai untuk mengekspresikan kemarahan yang dapat di terima oleh semua
pihak tanpa harus merusak (asertif).
Dampak yang ditimbulkan dari perilaku kekerasan ini mencakup bahaya terhadap
dirinya dan orang disekitarnya, sehingga perlu dilakukan asuhan keperawatan yang
komprehensif untuk menurunkan perilaku marah pasien baik secara mandiri maupun
kolaboratif. Selain itu perlu dilakukan edukasi kepada keluarga pasien sebagai sumber
pendukung utama pasien untuk sama-sama membersamai pasien agar dapat
menurunkan angka kejadian dan kekambuhan perilaku kekerasan. Berdasarkan data
diatas penulis tertarik untuk menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan
perilaku kekerasan.
DAFTAR PUSTAKA

Choe, J.Y., Teplin, L.A., & Abram, K.M. (2008). Perpetration of violence, violent
victimization, and severe mental illness: balancing public health concerns.
Psychiatric services, 59(2),153-164.

Kemenkes RI. (2016). Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa Masyarakat. Depkes
RI

Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing,
(8th ed). Missouri : Mosby, Inc.

WHO. (2001). The world health report 2001, World Health Organization.

WHO. (2009). Improving health system and service for mental health : WHO Library
Cataloguing-in-Publication Data.

Wiyati, R., Wahyuningsih, D., & Widayanti, E.D (2010). Pengaruh psikoedukasi
keluarga terhadap kemampuan keluarga dalam merawat klien isolasi sosial.
Jurnal Keperawatan Soedirman, 5(2), 85-94

Yusuf Ah, Fitryani Rizky, Nihayati Hanik Endang. (2015). Buku Ajar: Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai