Anda di halaman 1dari 17

BAB II

BAHAN BETON
BERTULANG

A. Pengantar Beton Bertulang


Beton bertulang adalah perpaduan antara dua bahan
utama penyusunnya yaitu beton dan baja tulangan. Beton
kuat terhadap tekan namun sangat lemah terhadap tarik
(getas), sedangkan baja kuat terhadap tarik namun
kekuatan tekannya tidak terlalu dominan (daktail).
Sehingga gaya tekan yang diterima beton bertulang pada
akhirnya akan ditahan oleh beton sedangkan kuat tariknya
ditahan oleh baja tulangan.
Kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya
dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan-
keadaaan1:
1. lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan
beton keras yang membungkusnya sehingga tidak
terjadi penggelinciran diantara keduanya,
2. beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat
kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah
terjadinya karat baja,
3. angka muai kedua bahan tersebut juga hampir sama, di
mana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat Celcius
angkai muai beton 0,000010 sampai 0,000013

1
Struktur Beton Bertulang, Istimawan Dipohusodo, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1999 hal 2

Halaman | 7
sedangkan baja 0,000012 sehingga tegangan yang
timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan.

Berikut adalah istilah dan definisi hal-hal yang berkenaan


dengan beton berulang menurut Tata Cara Perencanaan
Struktur Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung (SK SNI
T-15-2002-03):
1. adukan
campuran antara agregat halus dan semen portland
atau jenis semen hidraulik yang lain dan air
2. agregat
material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah,
dan kerak tungku pijar, yang dipakai bersama-sama
dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu
beton atau adukan semen hidraulik
3. agregat halus
pasir alam sebagai hasil disintegrasi ‘alami’ batuan atau
pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan
mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm
4. agregat kasar
kerikil sebagai hasil disintegrasi ‘alami’ dari batuan atau
berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah
batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm sampai
40 mm
5. beton
campuran antara semen portland atau semen hidraulik
yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan
atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa
padat
6. beton bertulang
beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan
yang tidak kurang dari nilai minimum, yang diisyaratkan
dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan

Halaman | 8
berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja
bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja
7. beton normal
beton yang mempunyai berat satuan 2200 kg/m3
sampai 2500 kg/m3 dan dibuat menggunakan agregat
alam yang dipecah atau tanpa dipecah
8. tulangan
batang baja berbentuk polos atau berbentuk ulir atau
berbentuk pipa yang berfungsi untuk menahan gaya
tarik pada komponen struktur beton, tidak termasuk
tendon prategang kecuali bila secara khusus
diikutsertakan

B. Semen
Semen adalah bahan perekat yang digunakan untuk
memberikan daya ikat pada campuran agregat halus
(pasir) dan agregat kasar (kerikil) pada campuran beton.
Semen yang biasa digunakan adalah semen portland
(ditemukan pada tahun 1824 di Inggris), semen jenis ini
bersifat hidrolik yaitu membutuhkan H2O sebagai
akselerasi reaksi kimianya. Bercampurnya air dan semen
ini menimbulkan suatu efek hidrasi (panas) yang akhirnya
pada saat air dan semen tersebut kembali dingin akan
membentuk ikatan yang mengeras dan solid.

Untuk menjamin kualitas semen tetap terjaga maka semen


perlu disimpan dalam ruang/gudang dengan sirkulasi udara
yang baik, ditumpuk tidak lebih dari 2 m atau 10 sak dan
pada dasar tumpukan diberi alas agar tidak kontak
langsung dengan lantai. Menurut Tata Cara Perencanaan
Struktur Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung (SK SNI
T-15-2002-03) pasal 3.2, semen yang digunakan tersebut
harus memenuhi salah satu dari ketentuan berikut:
1. SNI 15-2049-1994 Semen Portland.

Halaman | 9
2. “Spesifikasi Semen Blended Hidrolis” (ASTM C 595 )
3. "Spesifikasi Semen Hidrolis Ekspansif" (ASTM C 845).

Semen portland mengandung gamping yang mengandung


kalsium oksida (CaO) dan sejenis lempung yang
mengandung silika dioksida (SiO2) serta alumunium oksida
(Al2O3). Di bawah ini adalah skema proses pembuatan
semen portland:

Gambar 2.1 Skema Proses Pembuatan Semen Portland


(www.bamburicement.com)

Halaman | 10
Semen berdasarkan tujuan penggunaannya dapat
dibedakan menjadi:
1. Jenis I, semen untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti
yang diisyaratkan pada semen jenis lain.
2. Jenis II, semen yang dalam penggunaannya
memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas
hidrasi sedang.
3. Jenis III, semen yang dalam penggunaannya menuntut
persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah
pengikatan terjadi.
4. Jenis IV, semen yang dalam penggunaannya menuntut
persyaratan panas hidrasi rendah.
5. Jenis V, semen yang dalam penggunaannya persyaratan
sangat tahan terhadap sulfat.

C. Air
Air yang digunakan sebagai bahan campuran beton harus
dari air bersih (biasanya digunakan air sumur atau air
tawar dari PDAM). Untuk proyek yang jauh dari akses air
tawar, dapat juga menggunakan air laut, hanya saja
tingkat kekuatan beton harus direduksi sebesar 80-90%
dari kekuatan rencana. Reduksi ini dikarenakan air laut
mengandung garam (NaCl) yang cenderung dapat
membuat beton relatif keropos dan tulangan juga lebih
mudah berkarat. Menurut PBI 1971, dalam pemakaian air
untuk beton sebaiknya memenuhi syarat sebagai berikut2:
1. tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya)
lebih dari 2 gram/liter,
2. tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak
beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15
gram/liter,

2
Diktat Bahan Konstruksi Teknik, JTS FNT UGM, hal III-1

Halaman | 11
3. tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter,
4. tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter

Kandungan zat-zat diatas apabila berlebihan dapat


menyebabkan timbulnya retak-retak pada beton,
mengurangi tingkat keawetan, ataupun mengganggu
proses ikatan antara semen dan air.

Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur Beton


Bertulang untuk Bangunan Gedung (SK SNI T-15-2002-03)
pasal 3.4, air yang dipakai harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih
dan bebas dari bahan-bahan merusak yang mengandung
oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-
bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau
tulangan.
2. Air pencampur yang digunakan pada beton pratekan
atau pada beton yang di dalamnya tertanam logam
aluminium, termasuk air bebas yang terkandung dalam
agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam
jumlah yang membahayakan
3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan
pada beton, kecuali ketentuan berikut terpenuhi:
a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan
pada campuran beton yang menggunakan air dari
sumber yang sama.
b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus
uji yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak
dapat diminum harus mempunyai kekuatan sekurang-
kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji
yang dibuat dengan air yang dapat diminum.

Halaman | 12
D. Agregat Halus dan Agregat Kasar
Agregat halus adalah istilah yang umum digunakan untuk
agregat yang ukurannya tidak melebihi 0,5 cm, biasanya
berbentuk pasir. Pasir yang berasal dari dasar sungai
ataupun letusan gunung berapi biasanya jauh lebih diminati
karena bentuknya yang tajam dan bersudut dapat
memberikan efek interlocking (saling mengunci tiap butiran
pasir) dibandingkan pasir laut yang berbentuk bundar
akibat dari proses abrasi air laut berkelanjutan.

Agregat kasar adalah istilah untuk menunjukkan bahan


penyusun beton bertulang dengan ukuran 0,5 – 4 cm,
dapat berupa kerikil alam ataupun batuan yang dipecah
menjadi menyerupai ukuran kerikil (split). Batu split
memiliki tingkat ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan
kerikil, karena selain mudah didapat (produk dari stone
crusher) juga dapat dipesan berdasarkan kebutuhan
(berdasarkan ukuran butiran kerikil yang dikehendaki). Di
bawah ini adalah visualisasi distribusi gradasi agregat
berdasarkan ukurannya:

Halaman | 13
Gambar 2.2 Visualisasi Distribusi Gradasi
(www.google.co.id/concrete materials)

Menurut PBI 1971, untuk menjamin mutu agregat perlu


diperhatikan hal-hal berikut3:
1. agregat tidak mengandung bahan yang dapat merusak
beton/material lain serta ketahanan tulangan terhadap
karatan,
2. untuk pasir dihindarkan menggunakan pasir laut,
gunakan pasir yang bersudut,
3. di dalam segala hal, ukuran besar butir nominal
maksimum agregat kasar tidak boleh melebihi 1/5 jarak

3
Diktat Bahan Konstruksi Teknik, JTS FNT UGM, hal V-2

Halaman | 14
terkecil antar bidang samping dari cetakan beton
ataupun 1/3 dari tebal pelat,
4. agregat harus disimpan di tempat yang saling terpisah
dalam tumpukan yang tidak lebih dari 1 m permukaan
yang bersih, padat serta kering.

Sedangkan berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur


Beton Bertulang untuk Bangunan Gedung (SK SNI T-15-
2002-03) pasal 3.3, agregat yang dipakai harus memenuhi
persyaratan di bawah ini:
1. Agregat untuk beton harus memenuhi salah satu dari
ketentuan berikut:
a. “Spesifikasi Agregat untuk Beton”(ASTM C 33).
b. SNI-03-2461-1991 Spesifikasi Agregat Ringan untuk
Beton Struktur.
2. Ukuran maksimum nominal agregat kasar harus tidak
melebihi:
a. 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, ataupun
b. 1/3 ketebalan pelat lantai, ataupun
c. 3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan
atau kawat-kawat, bundel tulangan, atau tendon-
tendon pratekan atau selongsong-selongsong.

E. Baja Tulangan
Baja tulangan berdasarkan tampilan fisiknya dibedakan
menjadi 2 yaitu tulangan polos (batang baja yang
permukaan sisi luarnya rata, tidak bersirip dan tidak
berukir) dan tulangan ulir/deform (batang baja yang
permukaan sisi luarnya tidak rata, tetapi bersirip atau
berukir). Baja tulangan dikelompokkan berdasarkan
tegangan leleh dan diameternya. Gambaran tegangan
leleh dapat dilihat pada kurva hubungan tegangan dan
regangan baja berikut:

Halaman | 15
Gambar 2.3 Spesimen Kuat Tarik dan
Hubungan Tegangan Regangan Baja

Menurut Mardjono (2005) baja dan besi cor merupakan


perpaduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dengan rumus
kimia Fe3C, secara teoritis kandungan C pada baja dan besi
cor adalah 6,67% tetapi dalam prakteknya kandungan C
untuk baja (sebanyak 0,06 – 2%), besi cor (sebanyak 2 –
5%), dan besi murni (maksimal 0,06%). Baja diproduksi
dengan cara melebur biji besi yang diperoleh dari tambang
dalam tanur tinggi atau melebur kembali baja scraps

Halaman | 16
dalam tanur pengolahan baja dengan bahan dasar biji besi
atau besi tua ditambah arang kayu, kokas, oksigen dan
bahan tambah diolah dalam tanur temperatur tinggi. Arang
kayu akan bertindak sebagai bahan bakar dan sekaligus
bahan reduksi, sesudah bereaksi dengan udara panas yang
dihembuskan lewat pemanas udara. Disini pemanasan
diperoleh dengan pembakaran gas buang dari tanur.

Gambar 2.4 Proses Fabrikasi Baja

Beberapa pengaruh komponen baja terhadap sifat mekanis


dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Karbon (C)
Semakin tinggi kadar karbon di dalam baja, semakin
tinggi kuat tarik serta tegangan leleh, tetapi koefisien
muai bahan turun, dan baja semaikn getas. Karbon
mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap

Halaman | 17
sifat mampu las. Semakin tinggi kadar karbon
menjadikan sifat mampu las turun.
2. Mangan (Mn)
Menaikkan kekuatan dan kekerasan baja, sedikit
menurunkan koefisien muai bahan, dan melawan
terhadap kegetasan yang ditimbulkan oleh sulfur.
3. Silikon (Si)
Meningkatkan tegangan leleh, tetapi mengakibatkan
kegetasan jika kadar terlalu tinggi (2% atau lebih).
4. Pospor (P) dan sulfur (S)
Meningkatkan kegetasan baja sesuai dengan
peningkatan kadarnya. Keduanya cenderung memisah
keluar (segregate) dari baja.

Dalam proses pembuatan baja, oksigen dipisahkan dari


bijih besi secara paksa. Oleh karena itu secara alami, ada
suatu kecenderungan baja berusaha kembali mencapai
bentuk yang lebih stabil yaitu oksida besi (karat).
Perubahan bentuk dari logam menjadi oksida dalam
lingkungan yang induktif dinamakan korosi. Jika pada
permukaan baja terdapat air yang mengandung oksigen,
maka akan terjadi reaksi yang mengubah bijih besi yang
mempunyai potensi korosi rendah menjadi ferro hidroksida
yang larut dalam air. Larutan ini bercampur dengan
oksigen yang ada di dalam air menghasilkan ferri
hidroksida (karat). Reaksi ini terulang seiring dengan
perkembangan korosi. Keadaan lingkungan dengan
kombinasi air dan oksigen yang berubah-ubah,
mempengaruhi kecepatan dan perkembangan korosi. Jika
tidak terdapat oksigen dan air, maka proses korosi tidak
akan berjalan. Mengingat korosi dapat menimbulkan
kerugian yang besar, maka upaya harus dilakukan untuk
mencegah proses korosi pada elemen-elemen struktur.
Banyak riset telah dilakukan untuk hal tersebut, beberapa

Halaman | 18
metoda pencegahan korosi telah dikembangkan untuk
mengatasi permasalahan korosi4.
Diameter tulangan khususnya tulangan polos dapat dengan
mudah ditentukan dengan menggunakan kaliper, namun
untuk menentukan diameter tulangan ulir tidaklah mudah
mengingat adanya bagian ulir atau sirip, untuk itu cara
menentukan diameter tulangan ulir adalah sebagai berikut:
1. baja dipotong dalam satuan panjang tertentu dengan
menggunakan gergaji besi (misal 100 mm atau 200
mm) agar diperoleh tampang potong yang relatif rata,
2. untuk mendapatkan hasil yang akurat maka sampel
potongan baja minimal sebanyak 3 buah, usahakan tiap
sampel memiliki panjang yang hampir sama,
3. tiap batang baja diukur panjangnya kembali pada
minimal tiga sisi yang berbeda dengan menggunakan
kaliper ataupun penggaris, panjang tiap batang adalah
rerata dari pembacaan ukuran batang tersebut,
4. tiap batang ditimbang lantas berdasarkan persamaan berikut
dapat diketahui diameter nominal batang baja tersebut:

d = 4,0290,5 atau d = 12,7350,5


dengan:
d = diameter nominal (mm)
B = berat baja tulangan (N/m)
G = berat baja tulangan (kg/m)

4
Slide Mata Kuliah Struktur Baja I, Dr. Ir. Fitri Mardjono, M.Sc., Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005, P. 22-29

Halaman | 19
Gambar 2.5 Bentuk Tulangan Ulir (Deform)

Toleransi berat batang contoh yang diijinkan harus


memenuhi kriteria berikut ini:
Diameter Tulangan Baja Toleransi Berat yang
Tulangan Diijinkan
 < 10 mm  7%
10 mm <  < 16 mm  6%
16 mm <  < 28 mm  5%
 > 28 mm  4%

F. Adukan Beton
1. Adukan beton adalah campuran antara pasir, kerikil,
pasir dengan semen dan air dengan perbandingan
tertentu yang umum digunakan untuk pekerjaan
pembetonan struktur, seperti pembuatan kolom, balok,
plat lantai dan lain-lain.
2. Mortar adalah campuran antara pasir, semen dan air
dengan perbandingan tertentu yang umumnya
digunakan sebagai plesteran dinding ataupun spesi
untuk pasangan batu bata serta pasangan batu kali
3. Pasta adalah campuran antara semen dan air saja
dengan perbandingan tertentu yang dapat digunakan
sebagai bahan acian ataupun sponengan

Halaman | 20
Adukan yang diinginkan adalah adukan dengan tingkat
pengerjaan (workability) mudah dan nilai kelecakan baik.
Adukan yang terlalu banyak air akan menyebabkan
kurangnya daya rekat antar agregat sehingga bagian atas
campuran dipenuhi dengan air sedangkan agregatnya
tenggelam di bagian bawah, hal ini disebut bleeding.
Adukan yang kurang air dapat mempersulit dalam proses
pencampurannya, kurangnya air menyebabkan semen
tidak dapat berfungsi lagi sebagai bahan perekat sehingga
pada saat dipakai agregat kasar dan agregat halus akan
terpisah sendiri, hal tersebut disebut segregasi.
Dibutuhkan suatu perbandingan yang tepat sehingga
didapat sampuran yang ideal, dengan nilai kelecakan dan
tingkat pengerjaan yang baik. Suatu campuran dapat
dikatakan memiliki tingkat pengerjaan yang baik apabila
mudah dalam proses pencampuran, distribusi dan
pemakaiannya.

Tingkat kelecakan suatu campuran berhubungan dengan


proporsi jumlah semen, air dan agregat. Kesetimbangan
jumlah ini dapat mengurangi ruang kosong yang terisi oleh
gelembung udara (void) ataupun air yang menguap saat
beton mulai mengering. Untuk memastikan ruang-ruang
yang terdapat antara agregat kasar terisikan oleh agregat
halus, dibutuhkan penyebaran agregat dalam proporsi
jumlah yang tepat, hal ini dikenal dengan gradasi
butiran. Gradasi butiran ini juga menentukan tingkat
kekuatan beton, semakin baik gradasi butiran maka
semakin tinggi mutu beton yang dihasilkan demikian juga
sebaliknya.

Halaman | 21
Jenis agregat dapat ditentukan dengan menggunakan
ayakan yang disusun berlapis, yaitu sebagai berikut:
1. Agregat kasar  tertinggal ayakan No. 4
2. Agregat halus  lolos ayakan No. 4 tapi tertahan
ayakan No. 200
3. Agregat pengisi (filler)  lolos ayakan No. 200

Dengan bantuan ayakan ini juga dapat diketahui modulus


halus butiran yaitu dilakukan dengan cara menjumlahkan
seluruh berat kumulatif pasir lantas dicocokkan dengan
diagram sehingga diperoleh klasifikasi kehalusan pasir
tersebut.

Contoh :
Berat
Lubang Berat tertinggal Berat
kumulatif
ayakan kumulatif
lewat
(mm) (gr) (%) (%)
ayakan (%)
4,75 0,335 0,065 0,065 99,935
2,30 5,34 1,068 1,133 98,867
0,80 15,54 3,108 4,421 95,759
0,60 65,44 13,088 14,329 82,671
0,25 226,44 45,288 62,617 37,383
0,15 170,20 34,040 96,657 3,343
Sisa 16,55 3,310 0,033
Jumlah 499,85 99,967 - -

Halaman | 22
Tingkat pengerjaan (workability) suatu campuran memiliki
beberapa parameter seperti halnya yang disebutkan di
bawah ini:5
1. Kepadatan beton (compactibility)
Kepadatan berhubungan langsung dengan kandungan
udara yang terperangkap di dalam campuran,
sedemikian sehingga dikeluarkan agar beton tidak
keropos saat mengering yaitu dengan cara dipadatkan
ataupun pengolahan campuran yang mencukupi.
2. Stabilitas (stability)
Kemampuan campuran untuk mempertahankan rekatan
antara agregat dan semen sehingga tidak menimbulkan
segregasi, khususnya pada saat pemadatan.
3. Aliran campuran (mobility)
Suatu campuran harus dapat mengalir mengikuti bentuk
cetakan dan memenuhi setiap bagian dari cetakan yang
dibuat tersebut.
4. Hasil akhir (finishibility)
Memberikan hasil yang rata (relatif halus) pada saat
campuran mengering.

5
Newman, K., Properties of Concrete, Structural Concrete, Vol.2, No.11,
September 1965, pp. 451-82

Halaman | 23

Anda mungkin juga menyukai