Anda di halaman 1dari 4

Terdapat beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita gangguan waham

menetap, yaitu:

a. Perawatan di Rumah Sakit


Pada umumnya pasien dengan gangguan waham menetap dapat diobati atas dasar
rawat jalan. Terapi klinis harus mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, diperlukan
pemeriksaan medis dan neurologis pada pasien untuk menentukan apakah terdapat kondisi
medis nonpsikiatri yang menyebabkan penyakit ini. Kedua, pasien perlu diperiksa tentang
kemampuannya mengendalikan impuls kekerasan yang mungkin berhubungan dengan
wahamnya. Ketiga, perilaku tentang waham mungkin secara bermakna telah
mempengaruhi kemampuannya untuk berfungsi didalam keluarga dan pekerjaannya.

b. Farmakoterapi
Antipsikotik telah digunakan sejak tahun 1970 sebagai pengobatan gangguan waham
menetap. Antipsikotik tipikal telah digunakan untuk mengobati gangguan waham sejak
pertengahan 1950-an. Obat-obatan ini bekerja dengan memblokir reseptor dopamin di otak.
Dopamin adalah neurotransmitter yang diyakini terlibat dalam perkembangan waham.
Antipsikotik tipikal termasuk chlorpromazine (Thorazine®), fluphenazine (Prolixin®),
haloperidol (Haldol®), thiothixene (Navane®), trifluoperazine (Stelazine®), perphenazine
(Trilafon®) dan thioridazine (Mellaril®). Pimozide sepertinya sudah bukanlah obat pilihan
pertama dalam gangguan waham menetap, mengingat efek samping ekstrapiramidal yang
tinggi. Namun, pimozide mungkin dipertimbangkan pasien yang lebih muda, sebagai
monoterapi, dalam dosis rendah, dan dengan pemantauan QTc.
Pengobatan terbaru adalah menggunakan antipsikotik atipikal. Tampaknya lebih
efektif dalam mengobati gejala gangguan waham. Obat-obat ini bekerja dengan memblokir
reseptor dopamin dan serotonin di otak. Obat-obat ini termasuk risperidone (Risperdal®),
clozapine (Clozaril®), quetiapine (Seroquel®), ziprasidone (Geodon®) dan olanzapine
(Zyprexa®). Namun, ada kekhawatiran efek samping Olanzapine dan quetiapine keduanya
berhubungan dengan peningkatan berat badan dan risiko peningkatan glukosa dan
disregulasi lipid secara signifikan dibandingkan dengan antipsikotik lainnya.
Risperidone, amisulpride, aripiprazole, dan ziprasidone dapat dianggap sebagai agen
yang sedikit lebih dapat ditoleransi efek sampingnya. Gangguan pergerakan dan disfungsi
seksual merupakan efek samping risperidone tetapi masih dapat dikelola. Aripiprazole
lebih dapat ditoleransi dalam hal gangguan gerakan, masalah metabolisme, peningkatan
prolaktin, dan perpanjangan QTc. Efek samping peningkatan berat badan pada amisulpride
lebih kecil daripada risperidone dan olanzapine. Ziprasidone mungkin memiliki
kecenderungan terendah dari obat psikotik atipikal untuk menginduksi peningkatan berat
badan dan masalah metabolik lainnya. Meskipun masih terbatasnya data mengenai dosis
antipsikotik yang efektif untuk pengobatan gangguan waham, perlu dicatat bahwa dosis
awal dalam penelitian gangguan waham menetap lebih rendah daripada dosis minimum
yang direkomendasikan untuk pengobatan skizofrenia.
Pada terapi gangguan waham menetap dapat dikombinasikan dengan antidepresan.
Penghambat reuptake serotonin selektif (SSRI) dan serotonin norepinefrin reuptake
inhibitor (SNRI) adalah obat yang sering digunakan dalam pengobatan gangguan waham
menetap. Meskipun beberapa efek samping umum (yaitu, gangguan GI, disfungsi seksual,
berat badan atau kehilangan, insomnia, gelisah, dan agitasi) relatif rendah. Namun,
interaksi obat mungkin adalah salah satu kekhawatiran. Sebagai contoh, citalopram dan
escitalopram berhubungan dengan perpanjangan QTc yang bergantung pada dosis.
Demikian pula, dokter perlu berhati-hati ketika menggunakan SSRI atau SNRI dengan
pasien yang memiliki kondisi QTc.
Menggabungkan agen psikotropik yang berbeda adalah pendekatan yang sering dalam
pengobatan gangguan waham menetap. Jika selama 6 minggu pasien tidak memberikan
respon/perkembangan terhadap pengobatan antipsikotik, maka obat dapat dihentikan atau
diganti dengan menambahkan antidepresan, Lithium, atau valproate. Sekitar 44% dari 25
laporan kasus menerima terapi kombinasi dengan antidepresan, valproat, atau psikoterapi,
yang menghasilkan >90% respon positif (pemulihan atau perbaikan parsial). Tiga kasus
menerima antidepresan, valproate, atau psikoterapi saja, dengan masing-masing mencapai
respon positif. Sebagaimana dicatat, gejala depresi dan kecemasan adalah kondisi
komorbid yang paling sering dengan gangguan waham menetap.
Pada keadaan darurat, pasien yang teragitasi berat perlu diberikan antipsikotik
intramuscular. Obat ini diberikan mulai dari dosis rendah kemudian dinaikkan secara
perlahan. Riwayat pasien terhadap respon pengobatan adalah petunjuk terbaik untuk
memilih obat.
c. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling percaya.
Terapi individu lebih efektif daripada terapi kelompok. Terapis tidak boleh mendukung
ataupun menentang waham dan tidak boleh terus menerus membicarakan wahamnya.
Terapis harus tepat waktu, jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang
dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan pasien. Kepuasan
yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan permusuhan pasien, karena disadari
bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Terapis perlu mengatakan kepada pasien
bahwa keasyikan dengan wahamnya akan menganggu kehidupan pasien. Bila pasien mulai
ragu dengan wahamnya, terapis dapat meningkatkan tes realitas.
Selain itu, peran keluarga juga penting. Diharapkan keluarga dapat menerima
pasien dan mendukungnya kearah penyembuhan. Memberitahukan kepada keluarga untuk
tidak memberikan tekanan emosional kepada pasien. Keluarga juga diharapkan mampu
mengawasi kepatuhan pasien minum obat dan control rutin. Tanda terapi yang berhasil
adalah kepuasan penyesuaian sosial

DAFTAR PUSTAKA

Fernandez-Egea E, Miller B, Garcia-Rizo C, Bernardo M, Kirkpatrick B. 2011. Metabolic Effects


Of Olanzapine In Patients With Newly Diagnosed Psychosis. J Clin Psychopharmacol.
31(2):154–9.

McEvoy JP, Lieberman JA, Perkins DO, Hamer RM, Gu H, Lazarus A, et al. 2007. Efficacy And
Tolerability Of Olanzapine, Quetiapine, And Risperidone In The 166 Schizophrenia And
Other Psychotic Disorders (J Csemansky, Section Editor) Treatment Of Early Psychosis:
A Randomized, Doubleblind 52-Week Comparison. Am J Psychiatry. 164(7):1050–60.

Malik P, Kemmler G, Hummer M, Riecher-Roessler A, Kahn RS, Fleischhacker WW. 2011.


Sexual Dysfunction In First-Episode Schizophrenia Patients: Results From European First
Episode Schizophrenia Trial. J Clin Psychopharmacol. 31(3):274–80.
Osser DN, Roudsari MJ, Manschreck T. 2013. The Psychopharmacology Algorithm Project At
The Harvard South Shore Program: An Update On Schizophrenia. Harvard Rev
Psychiatry. 21(1):18–40.

Anda mungkin juga menyukai