Salah satu unsur yang sangat menentukan perkembangan industri pariwisata adalah obyek wisata dan
atraksi wisata. Secara pintas produk wisata dengan obyek wisata serta atraksi wisata seolah-olah
memiliki pengertian yang sama, namun sebenarnya memiliki perbedaan secara prinsipil. (Yoeti, 1996 :
172) menjelaskan bahwa di luar negeri terminolgi obyek wisata tidak dikenal, disana hanya mengenal
atraksi wisata yang mereka sebut dengan nama Tourist Attraction sedangkan di Negara Indonesia
keduanya dikenal dan keduanya memiliki pengertian masing-masing.
Pengertian dari Obyek Wisata, adalah semua hal yang menarik untuk dilihat dan dirasakan oleh
wisatawan yang disediakan atau bersumber pada alam saja.
Sedangkan pengertian dari pada Atraksi Wisata, yaitu sesuatu yang menarik untuk dilihat, dirasakan,
dinikmati dan dimiliki oleh wisatawan. Jenis-jenis atraksi wisata (daya tarik wisata) menurut literatur
dapat digolongkan menjadi atraksi alam, atraksi budaya, dan atraksi buatan.
Daya tarik wisata alam adalah segala keunikan, keindahan dan keaslian keanekaragaman kekayaan alam
hasil ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Daya tarik wisata alam dapat berupa sesuatu yang tetap dan dapat
dinikmati keindahanya seperti hutan, sungai, danau, pantai, laut dan sebagainya. Selain itu adapula daya
tarik wisata alam yang tidak tetap atau bergerak misalnya fenomena migrasi binatang, pasang surut
lautan, bunga yang indah. Daya tarik wisata alam yang tidak tetap ini hanya dapat dinikmati pada waktu-
waktu atau musim tertentu saja.
Daya tarik wisata budaya adalah segala keunikan, keindahan dan keaslian (otentik) keanekaragaman
kekayaan hasil kebudayaan setempat. Daya tarik wisata budaya dapat berupa hasil kebudayaan yang
berwujud (tangible) seperti rumah adat, candi, benda-benda kesenian dan sebagainya. Selain itu, daya
tarik wisata budaya dapat juga berupa hasil kebudayaan yang tidak berwujud fisik (intangible) seperti
bahasa daerah, tari-tarian, upacara adat daur hidup, pertujukan, sistem tata cara pertanian sederhana
serta berbagai macam kearifan lokal lainya.
Sedangkan yang dimaksud daya tarik wisata buatan adalah segala keunikan, keindahan keanekaragaman
kekayaan hasil cipta rasa dan karya manusia, ataupun hasil dari sebuah kreatifitas yang berupa
implementasi ide dan seni.
Suatu daerah atau kawasan dapat dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata, untuk memenuhi
sebagai daerah tujuan wisata yang layak untuk dikunjungi setidaknya ada 3 (tiga) hal yang harus
dikembangkan yaitu :
Maksudnya adalah sesuatu yang menarik untuk dilihat, dapat berupa fenomena alam, seni dan budaya,
atau kreatifitas manusia lainya.
Maksudnya adalah suatu kawasan wisata hendaknya memiliki sesuatu yang menarik dan khas yang dapat
dibeli oleh wisatawan. Produk-produk lokal dijajakan oleh masyarakat harapanya selain sebagai sesuatu
yang bermanfaat bagi wisatawan dan kenang-kenangan juga mampu menambah pendapatan ekonomi
masyarakat di kawasan wisata.
3. Adanya something to do
Maksudnya adalah sesuatu aktivitas yang dapat dilakukan di tempat itu. Setidaknya ada beberapa
alternativ kegiatan dalam satu kawasan wisata, misalnya di pantai Goa Cemara selain dapat menikmati
deburan ombak yang khas, wisatawan dapat melakukan berbagai aktifitas lainya disana misalnya, ikut
lelang ikan segar yang baru saja dibawa nelayan, bisa berteduh di bawah pohon cemara bersama
keluarga sambil santap siang dengan bekal yang dibawa, selain itu wisatawan juga dapat berbelanja
berbagai produk kerajinan disana. Berbagai alternativ kegiatan yang ada dalam sebuah kawasan wisata
dapat dipilih beberapa yang diunggulkan sebagai point of interest.
Ketiga hal di atas merupakan hal penting yang dapat menjadi pertimbangan untuk dioptimalkan dalam
pengelolaanya. Sedangkan dalam hal pengembangan suatu daerah tujuan wisata setidaknya harus ada
beberapa hal berikut yang juga wajib dipegang pengelola sebagai prinsip-prinsip pengembangan.
1. Pengembangan kawasan wisata yang dilakukan setidaknya telah mampu untuk bersaing dengan obyek
wisata yang ada dan serupa dengan objek wisata di tempat lain.
2. Pengembangan kawasan wisata harus tetap, tidak berubah dan tidak berpindah-pindah kecuali dari
bidang pembangunan dan pengembangan.
3. Harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai serta mempunyai ciri-ciri khas tersendiri.
4. Pengembangan kawasan wisata harus menarik dalam pengertian secara umum (bukan pengertian dari
subjektif) dan sadar wisata masyarakat setempat.
5. Memahami karakteristik, sifat-sifat unik dan kerentanan mengenai objek yang mempunyai potensi
untuk diangkat sebagai atraksi
7 Mencari signifikansi hubungan yang menguntungkan terutama kedua belah pihak (atraksi dan pasar)
maupun masyarakat umum dan industri pariwisata
8. Mencari kekurangan dan kelebihan yang telah dimiliki oleh objek atas dasar assessment mendalam
berdasarkan sudut pandang pasar, masyarakat, industri, dan kebijakan pemerintah
9 Menentukan strategi mempertahankan kelebihan untuk menjaga agar tidak terjadi degradasi objek
oleh akibat eksplorasi pariwisata
11. Menyusun program-program sebagai konsekuensi dari kedua butir terakhir di atas.
Beberapa konsep pengembangan (pembangunan) pariwisata yang dianggap benar dan ramah terhadap
lingkungan (sosial, alam dan budaya) diantaranya adalah pariwisata berkelanjutan dan pariwisata
berbasis komunitas. Kedua konsep pengembangan inilah yang saat ini menjadi acuan baik bagi kalangan
akademisi maupun praktisi.
Pembangunan berkelanjutan tidak saja untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga
untuk kesejahteraan masyarakat generasi mendatang. Dengan demikian diharapkan bahwa kita tidak
saja mampu melaksanakan pengelolaan pembangunan yang ditugaskan (to do the thing right), tetapi
juga dituntut untuk mampu mengelolanya dengan suatu lingkup yang lebih menyeluruh (to do the right
thing. Dimensi pengembangan atau pengembangan pariwisata berkelanjutan adalah sebagai berikut :
Prinsip pembangunan yang berpijak pada aspek pelestarian dan berorientasi jangka panjan
Selain itu dalam Deklarasi Rio pada tahun 1992 adalah sebagai berikut (UNCED, The Rio Declaration on
Environment and Development, 1992 dalam Mitchell et al., 2003) juga telah menjadi kesepakatan bahwa
pengembangan pariwisata hendaknya berpedoman pada prinsip -prinsip pengembangan/ pembangunan
berkelanjutan diantaranya :Prinsip 1: Manusia menjadi pusat perhatian dari pembangunan
berkelanjutan. Mereka hidup secara sehat dan produktif, selaras dengan alam.
Prinsip 2: Negara mempunyai, dalam hubungannya dengan the Charter of the United Nations dan prinsip
hukum internasional, hak penguasa utnuk mengeksploitasi sumberdaya mereka yang sesuai dengan
kebijakan lingkungan dan pembangunan mereka.
Prinsip 3: Hak untuk melakukan pembangunan harus diisi guna memenuhi kebutuhan pembangunan dan
lingkungan yang sama dari generasi sekarang dan yang akan datang.
Prinsip 5: Semua negara dan masyarakat harus bekerjasama memerangi kemiskinan yang merupakan
hambatan mencapai pembangunan berkelanjut.
Prinsip 8: Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih
baik, negara harus menurunkan atau mengurangi pola konsumsi dan produksi, serta mempromosikan
kebijakan demografi yang sesuai.
Prinsip 9: Negara harus memperkuat kapasitas yang dimiliki untuk pembangunan berlanjut melalui
peningkatan pemahaman secara keilmuan dengan pertukaran ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
dengan meningkatkan pembangunan, adapatasi, alih teknologi, termasuk teknologi baru dan inovasi
teknologi.
Prinsip 10: Penanganan terbaik isu-isu lingkungan adalah dengan partisipasi seluruh masyarakat yang
tanggap terhadap lingkungan dari berbagai tingkatan. Di tingkat nasional, masing-masing individu harus
mempunyai akses terhadap informasi tentang lingkungan, termasuk informasi tentang material dan
kegiatan berbahaya dalam lingkungan masyarakat, serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan. Negara harus memfasilitasi dan mendorong masyarakat untuk tanggap dan
partisipasi melalui pembuatan informasi yang dapat diketahui secara luas.
Prinsip 11: Dalam rangka mempertahankan lingkungan, pendekatan pencegahan harus diterapkan secara
menyeluruh oleh negara sesuai dengan kemampuannya. Apabila terdapat ancaman serius atau
kerusakan yang tak dapat dipulihkan, kekurangan ilmu pengetahuan seharusnya tidak dipakai sebagai
alasan penundaan pengukuran biaya untuk mencegah penurunan kualitas lingkungan.
Prinsip 12: Penilaian dampak lingkungan sebagai instrumen nasional harus dilakukan untuk kegiatan-
kegiatan yang diusulkan, yang mungkin mempunyai dampak langsung terhadap lingkungan yang
memerlukan keputusan di tingkat nasional.
Prinsip 13: Wanita mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan pembangunan lingkungan.
Partisipasi penuh mereka perlu untuk mencapai pembangunan berlanjut.
Prinsip 14: Penduduk asli dan setempat mempunyai peran penting dalam pengelolaan dan
pembangunan lingkungan karena pemahaman dan pengetahuan tradisional mereka. Negara harus
mengenal dan mendorong sepenuhnya identitas, budaya dan keinginan mereka serta menguatkan
partisipasi mereka secara efektif dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.
Konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan biasanya berjalan selaras dengan konsep pariwisata
berbasisi masyarakat (CBT). Kedua konsep ini bersifat saling bersinergi.
"CBT adalah bentuk kegiatan pariwisata, dimana “komunitas lokal memiliki peran kontrol yang sangat
sentral, dan keterlibatan dalam pengembangan dan pengelolaan, dan bahwa proporsi dampak manfaat
dapat diserap oleh komunitas setempat.”
1. Small Scale: mulai dari lapis bawah, menekankan pada pemenuhan basic need dan self reliance;
2. Proses pengambilan keputusan dilakukan oleh masyarakat, di mana otoritas tertinggi ada di
masyarakat lokal;
7. Menekankan pada manfaat dan distribusi produksi bukan akumulasi modal/ kapital.
Fokus utama dalam penerapan pariwisata berbasis masyarakt adalah pada beberapa hal berikut :