Anda di halaman 1dari 6

BEBERAPA PENDEKATAN ANTROPOLOGI

TENTANG FENOMENA SIMBOLIK

1
Zainal Arifin

Abstract

Anthropology as a science that examines the social and cultural phenomenon, its
development continues to progress on the perspective used. In recent developments,
socio-cultural phenomenon is seen as a symbolic phenomenon, so the approach is
more oriented to read the symbolic phenomenon. This article tries to give an overview
several approaches developed by anthropologists in understanding the symbolic
phenomena.

Keywords : Anthropology, Socio-cultural Phenomenon, Symbolic Approach

A. Simbol dan Tanda bermakna” tetapi mempunyai “nilai” yang


lahir jika tanda berada dalam konteksnya.

K
onsep lain yang juga penting dalam
Tanpa konteks, tanda tidak bermakna apa-
memahami local capacity dan
apa, sementara simbol masih bermakna
berbagai fenomena dalam
walaupun konteksnya tidak ada, walau kita
masyarakat adalah proses pemaknaan yang
tidak tahu konteks apa yang diacunya pada
dilakukan oleh para aktor dan kelompok
saat itu (Ahimsa-Putra, 2001).
sosial terhadap local capacity tersebut.
Dengan demikian, maka tanda di
Dalam konteks ini, pemaknaan akan
sini lebih mengacu pada bagian dari dunia
sesuatu hal akan sangat terkait dengan
fisik, yaitu sebagai operator, dan kalaupun
konsep symbol (symbol) dan tanda (sign),
dipahami dan digunakan seperti itu,
karena berbagai fenomena budaya
bagaimanapun merupakan sesuatu yang
sebenarnya dapat ditanggapi sebagai
fisik dan substansial. Berbeda dengan
sistem atau rangkaian tanda dan simbol
simbol yang adalah bagian dari dunia
yang memiliki makna --- atau lebih tepat
makna manusia, sehingga berfungsi
diberi makna --- pada tataran yang disadari
sebagai designator (Cassisrer, 1990).
maupun tidak disadari oleh pelakunya.
Dalam konteks ini, fungsi simbol dari
Simbol sebagai ekuivalen signifikatif dari hal
keseluruhan bentuk-bentuk yang ada yaitu
yang ditandai (signifié) yang berasal dari
untuk “menghidupkan” tanda-tanda material
tingkatan realitas lain daripada signifié itu
dan “membuatnya berbicara”, sehingga
sendiri (Cremers & de Santo, 1997). Artinya
simbol bersifat universal dan memungkinkan
simbol lebih dilihat sebagai segala sesuatu
beraneka ragam.
yang bermakna, yang mempunyai makna
Ahli lain seperti F.Bresson melihat
referential (acuan), yang mengacu pada
simbol sebagai sesuatu objek, gerak isyarat
sesuatu yang lain. Sementara tanda pada
atau gambaran yang menurut hubungan
dasarnya tidak mengacu pada apa-apa, dia
“tidak

1
Penulis adalah dosen tetap jurusan Antropologi FISIP Universitas Andalas, Padang.

17 | P a g e
signifiant (penanda) dengan signifié (yang Oleh sebab itu, menurut Giddens tidak ada
ditandakan), mengacu pada suatu objek “struktur” tanpa “pelaku” dan begitu
(tindakan dan sebagainya) lain. Spradley sebaliknya tidak ada “pelaku” tanpa
bahkan membedakan simbol (symbol) “struktur” (Herry-Priyono, 2002). Bagi
dengan ikon (icon), karena ikon lebih Giddens, proses dialektis yang terjadi antara
didasarkan pada asosiasi formal yang pelaku dan struktur merupakan relasi
dianggap memiliki persamaan dengan apa dualitas (duality) bukan dualisme (dualism).
yang diacunya. Sementara simbol lebih Dengan demikian, ada tiga konsep penting
didasarkan pada hubungan arbitrer antara dalam teori Giddens ini, yaitu konsep
stimulus dengan yang diacu sesuai dengan struktur (structure), agensi (agency) dan
konteksnya. Ketika sebuah patung dualitas (duality).
diasosiasikan secara formal dengan orang Menurut Giddens (1984), struktur
yang digambarkan pada patung tersebut, bukanlah nama dari totalitas gejala, bukan
maka dia akan sebagai ikon, namun apabila kode tersembunyi sebagaimana dilihat
patung tersebut dianggap sebagai tanda kaum strukturalisme, dan bukan pula
kemakmuran dan otoriter tokoh tertentu, kerangka keterkaitan bagian-bagian dari
maka patung tersebut akhirnya menjadi suatu totalitas seperti dilihat kaum
sebuah simbol (Spradley, 1972). fungsionalisme. Struktur adalah aturan
Sedikit berbeda dengan para ahli (rules) dan sumberdaya (resources) yang
kognitif di atas, maka para ahli interpretif terbentuk dari dan membentuk perulangan
seperti Geertz (1992), justru melihat simbol praktik sosial (Herry-Proyono, 2002).
sebagai an object / act / quality / or relation Struktur tidak hanya dilihat sebagai sesuatu
which serves as vehicle for a conception. yang mengekang (constraining) namun juga
Jadi simbol pada prinsipnya mempunyai memberdayakan (enabling). Struktur
sifat ganda, yang tidak hanya menyatakan bukanlah benda (nothing) melainkan
sesuatu tetapi juga menyembunyikan skemata yang tampil dalam praktik-praktik
sesuatu (revealing and concealing). Sedikit sosial (Giddens, 1984). Sebagai skemata,
berbeda dengan Turner lewat tulisannya maka struktur mirip dengan pedoman yang
The Forest of Symbol (1970) yang melihat menjadi prinsip bagi praktik-praktik sosial di
simbol bukanlah sebagai wahana atau berbagai ruang dan waktu, namun
“teks” untuk membaca kebudayaan, tetapi sebaliknya, skemata yang mirip aturan ini
simbol lebih dilihat sebagai pelaksana juga menjadi sarana (medium) bagi
1
(operators) dalam proses sosial yang secara berlangsungnya praktik sosial (Herry-
esensial kemudian menghasilkan Prijono, 2002). Di sini Giddens
transformasi sosial (Ortner, 1984). Jadi menempatkan bahwa struktur (structure)
menurut Turner, simbol itu sendirilah yang adalah sarana (medium) sekaligus hasil
sebenarnya kebudayaan, sehingga (outcome) perilaku yang diorganisir secara
membaca dan menginterpretasi simbol- berulang. Oleh sebab itu, struktur tidaklah
simbol berarti membaca dan bersifat eksternal, melainkan melekat pada
menginterpretasi kebudayaan itu sendiri. tindakan dan praktik sosial yang dilakukan,
yang secara berkesinambungan terimplikasi
B. Dualitas dari Anthony Giddens

M
engikuti cara pandang strukturasi
Giddens (1984), sebuah fenomena 1
Pengertian struktur Giddens yang demikian,
(praktik sosial) tidaklah dihasilkan akhirnya menempatkan pandangannya lebih
sekali jadi oleh pelaku (aktor), tetapi secara dekat dengan kaum strukturalisme seperti
terus menerus mereka ciptakan ulang Levi-Strauss dibandingkan dengan kaum
melalui suatu cara tertentu (Ritzer, 2004). fungsionalisme seperti Parson (Herry-Priyono,
2002).
18 | P a g e
dalam produksi dan reproduksi tindakan itu sendiri.

Skema Dualitas antara Struktur dan Agensi (Giddens, 1984)

DUALITAS
(integrasi antara tekanan
STRUKTUR struktur dengan tindakan AGENSI
agensi)

Catatan :
= Struktur dan Agensi akan sama-sama memberi tekanan dan
pengaruhnya terhadap fenomena dualitas yang berkembang dan
dikembangkan dalam masyarakat (dualitas)
= Melalui fenomena dualitas, Struktur akan memberikan pengaruhnya
untuk memaksa Agensi membatasi kebebasannya, dan Agensi juga
akan menafsir ulang tekanan Struktur sesuai kepentingannya
= Struktur dan Agensi sama-sama saling pengaruh mempengaruhi satu
sama lain, sehingga memungkinkan terjadinya perluasan dan
penyempitan struktur sekaligus memungkinkan adanya legitimasi atas
kebebasan Agensi

Bagi Giddens, praktik sosial bukan aktor sangat ditentukan oleh sejumlah
diciptakan oleh struktur, dan juga bukan kekuatan sosial yang ada di luar dirinya
sebagai hasil ciptakan aktor (agensi). sebagai objek individu, namun struktur
Praktik sosial lebih sebagai hasil proses sosial juga memberdayakan aktor untuk
percampuran di antara keduanya (agensi bertindak (Barker, 2004). Dalam konteks ini,
2
dan struktur). Artinya, tindakan-tindakan aktor (agent) atau agensi manusia

2
Praktik-praktik sosial yang terus menerus
direproduksi oleh agen ini, oleh Giddens dalam ruang dan waktu, tetapi dapat
disebutnya sebagai sistem sosial (Giddens, menjelma dalam sistem sosial, yaitu dalam
1984). Dengan kata lain, sistem sosial tidak bentuk praktik-praktik sosial yang
lain adalah praktik-praktik sosial yang direproduksi (Ritzer, 2004). Dengan kata lain,
dilembagakan (Herry-Priyono, 2002). Sistem baik struktur maupun agen akan memainkan
sosial tidaklah memiliki struktur, tetapi dapat peran atau fungsinya dalam setiap praktik
memperlihatkan ciri-ciri strukturnya. Struktur sosial yang dilembagakan tersebut (sistem
tidak dapat memunculkan dirinya sendiri sosial).
19 | P a g e
3
(agency) , dilihat Giddens (1984) sebagai (Ritzer, 2004), yang saling terkait satu sama
aspek-aspek yang ada dan melekat pada lain dalam sebuah kesatuan (dualitas). Jadi
apa yang dilakukan aktor. Di sini agensi yang dimaksud Giddens dengan dualitas
bukan mengacu pada apa yang dimiliki, struktur dan pelaku, tidak lain adalah proses
melainkan kemampuannya dalam di mana “struktur sosial merupakan hasil
melakukan sesuatu (Giddens, 1984). (outcome) dan sekaligus sarana (medium)
Dengan kata lain, agensi (agency) adalah bagi praktik sosial (Herry-Priyono, 2002).
segala tindakan dan peristiwa yang Akan tetapi bagaimana proses
menyangkut berbagai kejadian yang dialektis yang terjadi antara struktur dan
dilakukan oleh seorang aktor (agent). agensi, belum terlihat jelas melalui cara
Agensi, bisa berbentuk aktor individual, pandang Giddens ini. Bahkan beberapa ahli
namun juga bisa berbentuk kelompok- cenderung memandang bahwa pemikiran
kelompok sosial (Ritzer, 2004). Giddens ini masih terlihat samar-sama. Oleh
Bagi Giddens, tidak ada struktur sebab Ritzer (2004) memandang bahwa
tanpa agensi dan tidak ada agensi tanpa padangan dualitas Giddens masih terlalu
struktur. Oleh sebab itu, aktor (agent) akan sama-samar dan abstrak. Bahkan Craib,
ditentukan oleh sejumlah kekuatan sosial memandang Giddens telah gagal
(struktur) yang ada di luar diri mereka menjelaskan ujud struktur yang melandasi
sebagai objek individu, yang kehidupan sosial tersebut, sehingga
memberdayakan mereka untuk bertindak. akhirnya juga gagal dalam menjelaskan
Kemampuan dalam melakukan sesuatu ini, proses saling pengaruh mempengaruhi
terkait dengan upaya seorang aktor dalam antara struktur dan agensi (Ritzer, 2004).
“mempengaruhi” keadaan atau rangkaian
peristiwa yang ada. Bagi Giddens, C. Habitus dari Pierre Bourdieu
kemampuan seperti ini disebut juga

S
ebagaimana Giddens, Bourdieu juga
kekuasaan (power), namun kekuasaan tertarik pada upaya memecahkan
dalam konteks ini bukanlah gejala yang persoalan dualism antara
terkait struktur, melainkan kapasitas yang subjektivisme dan objektivisme,
melekat pada diri aktor (Herry-Priyono, strukturalisme dan kulturalisme, analisis
2002). Agensi bukan juga aktor yang bebas, makro dan mikro. Disini Bourdieu menolak
lepas tanpa ikatan, namun akan selalu pendekatan yang berpusat pada struktur
terkait dengan orang lain dan (structure centered) sekaligus juga menolak
lingkungannya, di mana kapasitasnya untuk pendekatan yang berpusat pada
bertindak dibangun secara sosial (Baker, subjektivitas individu (agent centered).
2004). Oleh sebab itu, tindakan aktor ini Menurut Bourdie, pendekatan struktur telah
berlangsung secara terus menerus menghilangkan aspek voluntaristik tindakan
(rutinitas), direproduksi dan mereproduksi individu dan makna tindakan antar subjektif.
diri dalam sistem sosialnya. Kedua elemen Akan tetapi realitas sosial sebagai hasil dari
ini (agensi dan struktur) terintegrasi satu hubungan antar subjektiv --- sebagaimana
sama lain sebagai sebuah kesatuan dilihat dalam pendekatan cultural --- juga
(dualitas), bukan sebagai dua komponen tidak bias diterima begitu saja, karena
yang sifatnya terpisah (dualisme) (Giddens, konteks sosial tindakan individu juga
1984). Jadi di sini pola hubungan antara ditentukan oleh struktur.
agensi dan struktur harus dipahami seperti Cara menghubungkan posisi-
dua sisi dari sebuah mata uang logam posisi struktur dengan individu ini membuat
Bourdiue tidak sependapat dengan versi
3
Dua istilah ini (agent dan agency) sering structural yang deterministik. Sementara
digunakan secara bersamaan oleh Giddens konsepnya tentang agensi juga tidak dapat
(1984). direduksi menjadi individu yang menentukan
20 | P a g e
nasibnya sendiri (self defining agent). (capital), ranah sosial (field) dan praktik
Konsep kunci teori Bourdieu adalah habitus. sosial (social practice).
Habitus sendiri berasal dari bahasa Latin Empat konsep ini kemudian
yang berarti kebiasaan (habitual), dirumuskan secara matematis oleh Jenkins
penampilan diri (psikologis), dan juga bisa (2004) menjadi (Habitus x Modal) + Ranah =
berarti pembawan diri (terkait dengan fisik Praktik Sosial. Rumusan ini menunjukkan
tubuh). Akan tetapi, untuk menjelaskan bahwa praktik sosial pada prinsipnya adalah
konsep tersebut, maka beberapa konsep jembatan dimana interaksi dialekstis antara
lain yang mengikiuti seperti modal sosial struktur dan agensi, antara objektifitas
struktur dan subjektifitas individual (habitus).

Skema Praktik Sosial (Social Practice) adari Pierre Bourdieu (1990)

HABITUS
PRAKTIK SOSIAL
(integrasi antara tekanan Agensi
struktur dengan tindakan
agensi) Modal Sosial

STRUKTUR

Habitus adalah skema-skema praktik sosial yang menstrukturkan dalam


interpretif yang (seringkali) bekerja secara diri individu dengan cara mereproduksi
tidak disadari dan tersembunyi jauh dalam kondisi-kondisi individu dari kebebasan
pikiran individual. Jadi habitus memberi sosialnya. Dengan kata lain, habitus bersifat
petunjuk bagi setiap individu tentang subjektif (terdiri dari skema-skema
bagaimana dunia bekerja, bagaimana interpretative) sekaligus objektif (menyan
mengevaluasi berbagai hal, dan menjadi dang jejak struktur sosial); habitus bersifat
pedoman bagi tindakan-tindakannya. Akan mikro (bekerja pada tingkat individu dan
tetapi, menurut Bourdieu, individu sebagai antar individu) sekaligus makro (diproduksi
wahana bagi habitus, juga bukan berarti dan memproduksi struktur sosial).
kehilangan pikiran kreatifnya. Habitus Habitus tidaklah bekerja sendiri,
bukanlah skema interpretative yang kaku, tetapi selalu bekerja dalam hubungannya
tetapi bersifat longgar dan memungkinkan dengan ranah sosial (field) dan modal sosial
bagi individu untuk berstrategi, (capital). Ranah sosial bagi Bourdieu adalah
mengakomodasi situasi baru dan “masyarakat (society)” sebagaimana sering
melakukan praktik-praktik inovatif. disebut ahli structural selama ini, tetapi
Walaupun demikian, Bourdieu Bourdieu lebih suka menyebutnya sebagai
tetap mengingatkan, walaupun habitus ada ranah sosial (fiels). Konsep ini berangkat
dan berkembang dalam diri individu tetapi ia dari pemikiran Weber tentang medan sosial
bukanlah penciptaan asli individu tetapi juga (social spheres) seperti agama, hokum,
bukan hasil kebebasan individu itu sendiri. ekonomi, politik dsb yang masing-
Habitus adalah produk kondisi dari praktik- masingnya memiliki logika sendiri dan

21 | P a g e
bersifat otonom. Bagi Bourdieu, ranah sosial sebaliknya. Ada banyak jenis modal sosial,
seperti akademi, ekonomi, olahraga, seni, seperti ekonomi (kekayaan), budaya
sekolah dsb tidak dapat direduksi satu sama (pengetahuan), simbolik (prestise), sosial
lain, dan tidak bias diperluas (sebagaimana (hubungan dan interaksi), serta institusional
masyarakat). Ranah sosial tersusun dari (kelembagaan). Jadi modal sosial diartikan
individu-individu yang diposisikan secara sebagai sumberdaya, kualitas dan posisi
objektif dalam seperangkat hubungan sosial yang dimiliki individu untuk mencapai
sosial, yang masing-masing memiliki modal harapan dan tujuannya.
(sumberdaya) sebagai alat perjuangan Disini Bourdieu menempatkan
untuk mencapai prestise, kekayaan dan budaya sebagai simbol, makna dan unsur-
kekuasaan. unsur budaya (seperti : agama, seni,
Bagi Bourdieu, seorang individu makanan, tekhnologi) yang melekat dan
akan menduduki posisi yang selalu berbeda dilekatkan pada kelas sosial. Budaya
sesuai dengan ranah sosial yang direproduksi sekaligus mereproduksi
menstrukturkannya, atau sesuai dengan dominasi kelas tersebut untuk mampu
kepentingannya. mendominasi sehingga dapat memaksakan
nilai-nilai, standar-standar dan selera
Contoh: Ranah sosial seperti akademik,
disini individu akan diposisikan kebudayaan pada seluruh masyarakat yang
atau memposisikan diri secara bersangkutan, atau sekurangnya
objektif oleh universitas, memantapkan preferensi budaya mereka
fakultas dan kedisiplinan untuk sebagai standar terbaik, tertinggi, dan paling
memperoleh otoritas, kekua absah dalam kebudayaan yang lebih umum.
saan dan prestise, dengan cara Dengan kata lain, dominasi kelas melalui
menggunakan modal sosial
budaya yang dimiliki akhirnya melahirkan
(sumberdaya) yang dimilikinya
(seperti: pengetahuan, hubu kekerasan simbolik (memaksakan simbol
ngan sosial, nilai-nilai budaya, yang mereka agar diakui). Oleh sebab
dsb). itulah, ranah sosial di sisi lain bias kita lihat
Jadi, ranah sosial yang berbeda sebagai arena pertarungan dan perjuangan
akan akan memberikan nilai yang juga antar kelas dalam masyarakat.
berbeda pada modal sosial, atau

Daftar Bacaan

Barnard, Alan. 2006. History and Theory in Anthropology. Cambridge: Cambridge University
Press.
Geertz, Clifford. 1998. After the Fact. Dua Negeri, Empat Dasawarsa, Satu Antropolog.
Yogyakarta: LKiS
Gibbons, Michael T (ed). 2002. Tafsir Politik. Telaah Hermeneutis Wacana Sosial-Politik
Kontemporer. Yogyakarta: Qalam.
Moore, Henrietta L dan Todd Sanders. 2006. Anthropology in Theory. Issues in
Epistemology. Malden MA: Blackwell Publishing.
Ortner, Sherry B. 2006. Anthropology and social Theory. Culture, Power, and Acting Subject.
Durham Duke University Press
Ricoeur, Paul. 2002. Filsafat Wacana. Membelah Makna dalam Anatomi Bahasa
(terjemahan dari bukunya : Discourse and the Surplus of Meaning). Yogyakarta:
IRCISoD.
Saifuddin, Achmad Fedyani, 2005. Antropologi Kontemporer. Suatu Pengantar. Jakarta:
Prenada Media.
Sarup, Madan. 2003. Poststrukturalisme dan Postmodernisme. Sebuah Pengantar Kritis.
Yogyakarta: Jendela

22 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai