Oleh :
yang tidak mudah terurai oleh alam. Pengembangan teknologi yang bertujuan
teknologi yang terus dikembangkan saat ini adalah edible film yang merupakan
pelapis atau film yang aman untuk dikonsumsi sehingga dapat di kembangkan
Whey adalah serum susu yang dihasilkan dari industry pembuatan keju
setelah proses kasein dan lemak selama pengendapan keju susu dan mentega.
Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat di makan. Di
massa(misalnya kelembaban, oksigen, lemak, dan zat terlarut) atau sebagai carrier
Penelitian ini sebagai acuan takaran perbandingan konsentrasi CMC dan gelatin
serta glukosa yang tepat untuk menghasilkan edible film yang elastic dan tidak
mudah patah dan rapuh. Pemanfaatan whey menajdi olahan produk pangan akan
meningkatkan nilai jual yang cukup tinggi. Edible film dapat dimanfaatkan
sebagai kemasan yang ramah lingkungan karna dapat dimakan bersama produk
yang di kemas tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
interaksi dan perbandingan konsentrasi penambahan CMC dan gelatin serta
digital, gelas kimia, batang pengaduk, kaca pencetak, stirrer magnetic, dan tunnel
dryer. Peralatan yang digunakan dalam analisis kimia adalah kaca arloji,
timbangan analitik, eksikator, dan oven. Sedangkan alat yang digunakan untuk
uap air. Pembuatan edible film dari whey susu, limbah dari mozzarella yang
berasal dari KPBS pangalengan yang akan digunakan untuk pembuatan edible
pengujian kadar protein dan lemak pada bahan baku whey dan tahap kedua
Selanjutnya akan dilakukan pengujian kuat tarik dan persen elongasi. Plasticizer
merupakan bahan tambahan yang diberikan pada plastic agar film lebih halus dan
mudah patah. Plasticizer mempunyai sifat non volatile dengan titik didih tinggi
yang apabila ditambhakan ke dalam bahan lain akan mengubah sifat fisik dan
penstabil dan konsentrasi glukosa terhadap karakteristik edible film whey susu.
Penelitian ini menggunakan respon yang uji yaitu analisis kimia dan fisika. Hasil
perhitungan statistic menunjukkan perlakuan konsentrasi bahan penstabil (S),
konsentrasi glukosa (G), dan dan interaksi (SG) memberikan pengaruh nyata pada
Ringkasan Jurnal : Karakteristik Edible Film pati Sagu Alami dan Sagu
Fospat dengan penambahan Gliserol
Edible film adalah lapisan tipis kontinyu yang dibuat dari bahan yang
dapat dimakan, diletakkan diantara komponen makanan atau yang berfungsi
sebagai barrier terhadap transfer massa. Penggunaan pati sebagai bahan dasar
pembuatan edible film di dasarkan pada biaya yang relative murah dibandingkan
dengan bahan lain seperti protein maupun lipid, kelimpahan bahan dapat dimakan
dan sifat termoplastiknya. Pati yang disyaratkan untuk di jadikan edible film
adalah pati yang mengandung kadar amilosa cukup tinggi yaitu 30%. Plasticizer
ditambahkan pada oembuatan edible film untuk mengatasi sifat rapuh, mudah
patah dan rendahnya elastisitas. sagu alami atau pati sagu fospat 3% di campur
dengan aquadest 80 ml. selanjutnya larutan di aduk selama 1 menit pada suhu
kamar, kemudian di panaskan (700C selama 15 menit) sambil di aduk
menggunakan magnetic stirrer setelah 15 menit, gliserol ditambahkan dengan
konsentrasi 0,5, 1,0 dan 1,5 %, dan aquadest mencapai 100 ml. pemanasan
dilanjutkan dengan pengadukan (700C selama 15 menit) setelah selesai, larutan di
pindahkan ke plat cetakan dengan ukuran 25x 17 cm. larutan film tersebut
dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 400C selama 14 jam, sebelum
lakukan analisis, film disimpan dalam wadah dengan kelembaban relative 50 %
dan pada suhu kamar. Sifat- sifat mekanik edible film, Tensile strength merupakan
daya renggang maksimum yang dapat diterima film sebelum putus. Hasil analisis
Tensile strength edible film berkisar antara 3,05 sampai dengan 31,49 MPa.
Perlakuan sagu alami menunjukkan nulai rata-rata Tensile strength adalah 12,54
MPa, sedangkan rata-rata perlakuan sagu pati fospat adalah 13,94 MPa.
Sifat-sifat fisik edible film, kelarutan film dalam air dinyatakan dalam
presentase setelah perendaman selama 24 jam dan merupakan factor penting
dalam menentukan biodegrabilitaas film berdasarkan perlakuan jenis pati sagu dan
konsentrasi gliserol berkisar antara 33,44 sampai dengan 2,43 %.
Peningkatan konsentrasi gliserol berpengaruh pada meningkatnya daya
larut edible film. Hal ini karena gliserol bersifat hidrofilik sehingga dengan
meningkatnya konsentrasi gliserol yang ditambhakan pada larutan film makan
akan menyebabkan lemahnya interaksi antar molekul-molekul pati, sehingga
kerapatan molekul menjadi berkurang dan terbentuk ruang bebas pada matriks
film sehingga dapat meningkatkan kelarutan. Sifat-sifat barrier edible film, laju
transisi uap air merupakan jumlah uap air yang melalui suatu permukaan film
persatuan luas waktu. Hasil analisis laju transisi uap air berkisar antara 7,76
sampai dengan 15,80 g/m2.jam. perlakuan pati sagu alami adalah 11,60 g/m2.jam.
sedangkan rata-rata perlakuan pati fospat adalah 10,61 g/m2.jam. laju transisi uap
air edible film meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi gliserol. Hal
ini karena dengan meningkatnya konsentrasi gliserol yang ditambahkan pada
larutan film maka akan menyebabkan lemahnya interaksi antar molekul-molekul
pati sehingga kerapatan molekul menjadi berkurang dan terbentuk ruang bebas
pada matriks film dan dapat memudahkan difusi uap air.
sebagai bahan baku produk pembuatan Edible film. Kadar pati yang terdapat pada
kentang sekitar 22% - 28%. Akan tetapi ada kelemahan Edible film yang
dibuatdari pati kentang yaitu bersifat rapuh. Walau demikian kelemahan ini dapat
molekul-molekul dari polimer. Dalam hal ini plasticizer yang sering digunakan
yaitu gliserol. Senyawa gliserol efektif menaikkan sifat plastis film karena
intermolekuler sepanjang rantai polimernya yang menyebabkan film dari pati akan
pengaruh variasi plasticizer gliserol terhadap edible film pati kentang yang
dihasilkan. Beberapa uji karakteristik yang dilakukan terhadap Edible film yaitu
ketebalan, kuat tarik, persen perpanjangan dan kelarutan. Selain itu, aplikasi
penelitian yang dilakukan alat yang digunakan adalah magnetic stirrer, oven
testing machine, Erlenmeyer 250 ml, pipet volume 5 ml, gelas ukur 100 ml, hot
plate, thermometer, gelas kimia 400 ml, gelas kimia 100 ml, pipet volume 5 ml,
cetakan plastic mika, wadah kedap udara, desikator, blender, spatula dan gunting.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu aquadest (H2O), gliserol (C3H8O3), dan
prosedur kerja yang dilakukan oleh Ridal (2003). Kentang di kupas lalu di cuci
kain saring. Ampas kenaang di tambah air dengan perbandingan 4:1 (air kentang )
lalu saring kembali. Susu pati di endapkan selama 6-8 jam. Endapan pati di
pisahkan dengan cara dekantasi kemudian keringkan pada suhu 400 C selama 6
jam kemudian di ayak dengan ayakan 100 mesh. Pembuatan Edible film
mengikuti cara kerja yang dilakukan oleh Krisna (2011) dengan sedikit
%, 30%,dan 40%. Pati kentang yang telah di ayak dengan ukuran partikel 100
setelah itu ditambahkan dengan gliserol sebanyak 20% dari berat pati (perlakuan
yang sama dilakukan untuk gliserol 30% dan 40% dari berat pati). Larutan film
yang telah dibuat dipanaskan pada suhu 850 C selama 15 menit sambil di aduk
hingga partikel pati dan gliserol bercampur. Larutan tersebut dituang ke dalam
cetakan kaca ukuran 21 cm x 17 cm. cetakan yang berisi larutan film kemudian
dikeringkan pada suhu 500 C selama 24 jam. Cetakan dikeluarkan dari oven dan di
dinginkan pada suhu kamar selama 10 menit. Lapisan film yang terbentuk
kedap udara untuk melindungi film dari kerusakan dan kelembaban. Film yang