Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

Uveiti Anterior OD

Pembimbing :
dr. IrmA Andriany , Sp.M

Disusun Oleh :
Rizka Chairani 112016263

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 05 NOVEMBER – 08 DESEMBER 2018
RUMAH SAKIT BAYUKARTA

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT : BAYUKARTA

Nama Mahasiswa : Rizka Chairani Tanda Tangan

NIM : 112016263 ……………..

Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Irma Andriany , Sp.M .…………….

I. Identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Tanggal Pemeriksaan : 29 November 2018

II. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 29 November 2018 di RS Bayukarta pada pukul 17.00
WIB
Keluhan Utama : Mata kanan terasa sakit sejak 2 minggu SMRS
Keluhan Tambahan : Mata kanan gatal, silau, berair dan merah, penglihatan
terganggu, serta sakit kepala sebelah.

2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik RS Bayukarta dengan keluhan mata kanan merah
sejak 2 minggu SMRS. Awalnya pasien hanya merasakan sakit pada kelopak mata
kanannya dan mata kanan terlihat merah. Pasien mengatakan semakin hari mata
kanannya semakin sakit, gatal, berair dan disertai dengan sakit kepala sebelah.
Kadang mata kanan pasien terasa silau. Saat ini, mata kanan pasien semakin terasa
silau jika berada di tempat yang terang serta pasien merasa penglihatan sebelah kanan
tambah buram. Riwayat mata terbentur sesuatu dan demam disangkal. Pasien
sebelumnya tidak pernah mengalami sakit serupa. Pasien juga mengatakan
dikeluarganya tidak ada yang memiliki sakit serupa. Pasien belum pernah mencoba
mengobati keluhan matanya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Umum

1. Asthma : tidak ada


2. Alergi : tidak ada
3. Diabetes Melitus : tidak ada
4. Hipertensi : ada
5. Dislipidemia : tidak ada

Mata
1. Riwayat sakit mata sebelumnya : tidak ada
2. Riwayat penggunaan kaca mata : tidak ada
3. Riwayat operasi mata : tidak ada
4. Riwayat trauma mata sebelumnya : tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit mata serupa : tidak ada


Penyakit mata lainnya : tidak ada
Riwayat pemakaian kacamata : tidak ada
Diabetes melitus : tidak ada
Hipertensi : tidak ada
Asthma : tidak ada

3
Alergi : tidak ada

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merokok, tidak mengkonsumsi alkohol.

III. Pemeriksaan fisik


 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Tanda Vital : Tekanan darah : 140/90mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,7ºC
Pernafasan : 20x/menit
Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi : Cukup
Kepala : Normocephali, wajah simetris
THT : Membran timpani intak, serumen (-/-), sekret (-/-)
Thorak : Paru-paru : suara nafas vesikuler (+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normoperistaltik, nyeri
tekan (-), massa (-)
Ekstremitas : hangat, CRT <2dt, edema (-)
KGB : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

 Status Oftalmologis

OD OS

4
No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 0.25 0.6
Koreksi - -
Addisi -
Distansia pupil -
2. Tekanan Intra Okuler - -
3. Kedudukan Bola Mata
Posisi Ortoforia Ortoforia
Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
4. Pergerakan Bola Mata
Atas (+) Baik (+) Baik
Bawah (+) Baik (+) Baik
Temporal (+) Baik (+) Baik
Temporal atas (+) Baik (+) Baik
Temporal bawah (+) Baik (+) Baik
Nasal (+) Baik (+) Baik
Nasal atas (+) Baik (+) Baik
Nasal bawah (+) Baik (+) Baik
Nistagmus (-) (-)
5. Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)

5
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6. Punctum Lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Anemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Lithiasis (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
9. Konjungtiva Bulbi
Kemosis (-) (-)
Pterigium (-) (-)
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (-) (-)

6
Injeksi siliar (+) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
10. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (-) (-)
Nebula (-) (-)
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
Tes sensibilitas Normal normal

11. Limbus kornea


Arkus senilis (+) (+)
Bekas jahitan (-) (-)
12. Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih

7
Flare (+) (-)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)
14. Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran radier Jelas/tidak jelas Jelas/tidak jelas
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Sinekia posterior (+) (-)
Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
Iris tremulans (-) (-)
15. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar Cukup cukup
Regularitas Reguler reguler
Isokoria (+) (+)
Letak Sentral Sentral
Refleks cahaya langsung (-) (+)
Seklusio pupil (-) (-)
Leukokoria (-) (-)
16. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
Pseudofakia (-) (-)
Afakia (-) (-)
17. Funduskopi
Refleks fundus Positif Positif
Papil
- warna papil Jingga Jingga

8
- bentuk Bulat Bulat
- batas Tegas Tegas
Retina
- perdarahan Tidak ada Tidak ada
- eksudat Tidak ada Tidak ada
Refleks makula Positif Positif

IV. Resume
Laki-laki 60 tahun dengan keluhan mata kanan sakit sejak 2 minggu SMRS.
Keluhan lain yaitu mata kanannya terasa sakit, gatal, silau, dan merah, disertai dengan
sakit kepala sebelah, dan penglihatan mata kanan buram. Keluhan ini dirasakan pasien
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pada pemeriksaan fisik didapati status generalis keadaan umum baik,
kesadaran compos mentis, TD 140/90 mmHg, HR 80x/menit, Suhu 36,7 C, RR
21x/menit. Pada pemeriksaan oftalmologis mata kanan visus 0.25, tampak adanya
flare dan injeksi siliar. Pemeriksaan pada mata kiri visus 0.6 dan lain-lain dalam batas
normal.

V. Diagnosis Kerja
 Uveitis anterior OD
Dasar diagnosis: gejala mata sakit, merah, silau, pandangan buram, dan sakit
kepala sebelah (akibat nyeri yang beralih kedaerah pelipis atau periorbital). Pada
pemeriksaan fisik ditemukan flare +2, sinekia posterior, dan injeksi silier.

VI. Diagnosis Banding


 Konjungtivitis viral OD
 Keratitis OD

VII. Terapi
Medikamentosa
1. Methyl prednisolon 10 mg 1 x 5 tab/hari
2. Cendo Xytrol 6 x 1 gtt OD / hari

9
Edukasi

1. Menjelaskan pada pasien mengenai penyakit yang dialami pasien.


2. Menjaga kebersihan mata
3. Menyarankan penggunaan kacamata hitam terutama saat beraktivitas siang hari
diluar ruangan untuk mengurangi keluhan mata silau.

VIII. Prognosis
Okuli dekstra Okuli sinistra

Ad vitam Dubia Ad Bonam Bonam

Ad functionam Dubia Ad bonam Bonam

Ad sanationam Dubia Ad Bonam Bonam

10
TINJAUAN PUSTAKA
UVEITIS ANTERIOR

ANATOMI UVEA
Uvea terdiri dari iris, korpus siliare dan koroid. Bagian ini adalah lapisan vaskular
tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut memasukkan darah ke
retina.1,2

Gambar 1. Anatomi Mata3

1. IRIS

Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu permukaan pipih
dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak bersambungan dengan
permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior dari kamera posterior, yang
masing-masing berisi aqueus humor. Didalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot
dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan
neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior.1
Pasok darah ke iris adalah dari sirkulus major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai
lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein
yang disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervus
siliares.1
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada
prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang

11
dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas
simpatik.1

2. KORPUS SILIARIS

Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,
membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus
siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombakombak, pars plikata dan zona posterior
yang datar, pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars plikata. Prosesus siliaris ini terutama
terbentuk dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vortex. Kapiler-
kapilernya besar dan berlobang-lobang sehingga membocorkan floresein yang disuntikkan
secara intravena. Ada 2 lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam,
yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar,
yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Prosesus siliaris dan epitel
siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk
aqueus humor.1

3. KOROID
Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Koroid tersusun dari
tiga lapisan pembuluh darah koroid; besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh
terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid
dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah dari pembuluh darah koroid dialirkan melalui empat
vena vortex, satu di masing-masing kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh
membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di antara koroid
dan sklera. Koroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, koroid
bersambung dengan korpus siliaris. Agregat pembuluh darah koroid memperdarahi bagian
luar retina yang mendasarinya.1

UVEITIS ANTERIOR

12
1. DEFINISI

Uveitis anterior didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai traktus uvealis


bagian anterior yaitu iris (iritis) dan dapat pula mengenai bagian anterior badan siliaris
(iridosiklitis).2,3

2. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi pasti dari uveitis tidak diketahui. Secara umum uveitis disebabkan oleh
reaksi imunitas. Uveitis sering dihubungkan dengan infeksi seperti herpes, toksoplasmosis
dan sifilis. Reaksi imunitas terhadap benda asing atau antigen pada mata juga dapat
menyebabkan cedera pada pembuluh darah dan sel-sel pada traktus uvealis. Uveitis juga
sering dikaitkan dengan penyakit atau kelainan autoimun, seperti lupus eritematosus sistemik
dan artritis reumatoid.
Pada kelainan autoimun, uveitis mungkin disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas
terhadap deposisi kompleks imun dalam traktus uvealis.3 Berikut ini adalah beberapa
kelainan yang dapat menyebabkan uveitis anterior :3 Autoimun Artritis Reumatoid Juvenilis,
Spondilitis Ankilosa, Kolitis Ulserativa, Uveitis terinduksi lensa, Sarkoidosis, Penyakit
Crohn, Infeksi Sifilis, Tuberkulosis, Morbus Hansen, Herpes Zoster, Herpes simpleks,
Onkoserkiasis, Adenovirus Keganasan Sindrom Masquerade (Retinoblastoma, Leukimia,
Limfoma, Melanoma maligna), lain-lain : Idiopatik, Uveitis traumatik, Ablatio retina,
Iridosiklitis heterokromik Fuchs, krisis glaukomatosiklitik.

3. KLASIFIKASI

Secara klinis, uveitis dapat diklasifikasikan dengan bermacam cara yang sering
membingungkan. Ada yang mengklasifikasikan uveitis berdasarkan lokasi atau posisi
anatomis lesi yaitu uveitis anterior, uveitis intermedia, uveitis posterior dan panuveitis atau
uveitis difus. Ada juga yang membagi berdasarkan derajat keparahan menjadi uveitis akut,
uveitis subakut, uveitis kronik dan uveitis eksaserbasi. Pembagian lain uveitis berdasarkan
patologinya yaitu uveitis granulomatosa dan uveitis non-granulomatosa. Dan ada juga
pembagian uveitis berdasarkan demografi yang berdampingan dengan faktor terkait seperti
jenis kelamin, ras, usia, geografis, unilateral/bilateral dan lain-lain; serta pembagian uveitis
berdasarkan etiologinya.4,5

13
Gambar 2. Pembagian Uveitis berdasarkan Lokasi Anatomis Lesi5

4. GEJALA DAN TANDA

Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri, penurunan tajam
penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis gejala uveitis anterior yang
ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang yang hebat sedang terjadi.2

a. Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa


Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi,
fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau injeksi siliar yang
disebabkan oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus.2,6
Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior kornea dapat
dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP adalah deposit seluler pada endotel
kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP
umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis KP yang
diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh KP. Small KP merupakan tanda
khas pada herpes zoster dan Fuch’s uveitis syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan
jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya
terdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru terlihat berwarna
putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu, akan berubah menjadi lebih pucat dan

14
berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera
anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.6

Gambar 3. Gambaran Keratic Presipitates pada Uveitis Anterior7

b. Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa

Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan berangsur


kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea. Sakitnya minimal dan
fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil sering mengecil dan tidak teratur
karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-
lamp di permukaan posterior kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian
pupil (nodul Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di
seluruh stroma iris disebut nodul Busacca.2,6

5. DIAGNOSIS

Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis,


pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.2,7,8
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya pernah
menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit sistemik yang
mungkin pernah diderita oleh pasien. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain :

 Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika mata
disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis atau
daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera setelah
muncul.

15
 Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat
menambah rasa tidak nyaman pasien
 Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
 Pandangan kabur (blurring)
 Umumnya unilateral

b. Pemeriksaan Oftalmologi
 Visus : Visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
 Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada mata
yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi cairan akuos
akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat meningkat akibat
perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos
 Konjungtiva : Terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus yang
jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
 Kornea : KP (+), Udema stroma kornea
 Camera Oculi Anterior (COA) : Sel-sel flare dan/atau hipopion

Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi
yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan
untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari :

0 : Tidak ditemukan sel


+1 : 5-10 sel
+2 : 11-20 sel
+3 : 21-50 sel
+4 : > 50 sel

Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris yang
mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan indikasi bagi
pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan pemeriksaan sel,
flare juga diklasifikasikan sebagai berikut :

0 : Tidak ditemukan flare


+1 : Terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : Moderat, iris terlihat bersih
+3 : Iris dan lensa terlihat keruh
+4 : Terbentuk fibrin pada cairan akuous

16
Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit terkait
HLA B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.

Gambar 4. Gambaran Hipopion pada Uveitis Anterior7

 Iris : dapat ditemukan sinekia posterior


 Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada kapsul
lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila pasien mengalami
iritis berulang.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis


anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon terhadap
pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak
responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis
etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen sakroiliaka
diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa. Pada kelompok
usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus selalu dipertimbangkan khususnya pada
kasus-kasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody dan
rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit
anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton fat memberikan
kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan
terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensine converting enzyme sangat membantu.
Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan pasien
dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan akan
suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar
kasus iridosiklitis yang terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis

17
dan histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis.
Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis
etiologiknya. Dalam usaha penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau
konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli
penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus
uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan
fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.

6. DIAGNOSIS BANDING

Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:1,9


 Konjungtivitis. Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada
kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi siliaris.
 Keratitis atau keratokonjungtivitis. Pada keratitis atau keratokonjungtivitis,
penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis
seperti herpes simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
 Glaukoma akut. Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior
dan korneanya “beruap”.

7. KOMPLIKASI

Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:1,2


 Sinekia anterior perifer. Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer
yang menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior)
sehingga dapat menimbulkan glaukoma.
 Sinekia posterior dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humour
di belakang iris, sehingga menonjolkan iris ke depan.
 Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak
 Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis anterior yang
berkepanjangan.

8. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi uveitis anterior adalah:1,2,6


 Mencegah sinekia posterior

18
 Mengurangi keparahan (severity) dan frekuensi serangan atau eksaserbasi uveitis
 Mencegah kerusakan pembuluh darah iris yang dapat:
 Mengubah kondisi dari iridosiklitis akut menjadi iridosiklitis kronik (terjadi
perburukan diagnosis)
 Meningkatkan derajat keparahan keadaan yang memang sudah kronik
 Mencegah atau meminimalkan perkembangan katarak sekunder
 Tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti atau merugikan pasien

Untuk Uveitis Anterior Non-Granulomatosa

 Analgetik sistemik secukupnya untuk mengurangi rasa sakit


 Kacamata gelap untuk keluhan fotofobia
 Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia posterior. Atropine digunakan
sebagai pilihan utama untuk tujuan ini. Kemudian setelah reda, dilanjutkan dengan
kerja singkat seperti siklopentolat atau homatropin
 Tetes steroid lokal cukup efektif digunakan sebagai anti radang
 Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal selang sehari yang tinggi
dan kemudian diturunkan sampai dosis efektif. Steroid dapat juga diberikan
subkonjungtiva dan peribulbar. Pemberian steroid untuk jangka lama dapat
menimbulkan katarak, glaukoma dan midriasis pada pupil.
 Sikoplegik spesifik diberikan bila kuman penyebab diketahui

Untuk Uveitis Anterior Granulomatosa

Terapi diberikan sesuai dengan penyebab spesifiknya. Atropin 2% diberikan


sebagai dilator pupil bila segmen anterior terkena.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam :


Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC, 2013.h.169-77.

19
2. Bowling B. Kanki’s clinical ophthalmology; a systematic approach. 8th ed. Australia:
Elsevier; 2016. p.395-6.
3. George R. Non Granulomatous Anterior Uveitis, 2005. http://www.emedicine.com
[diakses tanggal 1 Desember 2018]
4. Rao AN. Uveitis in developing countries. Indian Journal of Ophthalmology
2013;61(6):253-254.
5. Guide A. Uveitis. http://www.preventblindnessamerica.org [diakses 1 Desember 2018]
6. Ilyas S. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: FKUI;
2015. 180-1.
7. Uveitis. https://nei.nih.gov/health/uveitis/uveitis. Acessed on November 29 2018.
8. Skuta G, Chantor L, Weiss J. Clinical Approach to Uveitis. Intraocular Inflamation and
Uveitis. Singapore: AAO; 2008.
9. Agrawal RV, Murty S, Sangwan V,Biswas J. Current approach in diagnosis and
management of anterior uveitis. Indian J OPhtalmol.2010 Jan-Feb; 58(1):11-19

20

Anda mungkin juga menyukai