Anda di halaman 1dari 53

Presentasi Kasus Kecil

WANITA 58 TAHUN DENGAN OBSERVASI FEBRIS HARI KEDUA DD


ISK DD DENGUE FEVER DAN ISCHIALGIA SINISTRA

Oleh:

Ardelia Mithakarina W G99172044


Maulida Narulita G99172009
Alfian Satria Wicaksana G99182001

Residen Pembimbing

dr. Hepi dr. Tatar Sumandjar, Sp.PD-KPTI,


FINASIM

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Kecil Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:

WANITA 58 TAHUN DENGAN OBSERVASI FEBRIS HARI KEDUA DD


ISK DD DENGUE FEVER DAN ISCHIALGIA SINISTRA

Oleh:

Ardelia Mithakarina W G99172044


Maulida Narulita G99172009
Alfian Satria Wicaksana G99182001

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:

dr. Tatar Sumandjar, Sp.PD-KPTI., FINASIM.


NIP. 19560814 198403 1 001
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. D
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Agama : Islam
Alamat : Boyolali
No. RM : 01441***
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku : Jawa
Status : Sudah menikah
Tanggal masuk RS : 6 Desember 2018
Tanggal pemeriksaan : 6 Desember 2018

B. Data Dasar
Autoanamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan di IGD RS DR.
Moewardi

Keluhan Utama
Demam sejak 2 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RS Dr. Moewardi dengan
keluhan demam. Demam dirasakan sejak 2 hari SMRS. Demam dirasakan
terus-menerus sepanjang hari, baik pagi hari maupun malam hari. Pasien
mengaku demam muncul secara mendadak. Pasien sudah minum obat penurun
panas (paracetamol), demam sempat turun, namun kemudian demam muncul
kembalisetelah itu. Demam disertai dengan badan menggigil. Pasien
menyangkal adanya pegal-pegal di seluruh tubuh. Demam juga tidak disertai
dengan keluhan sesak nafas, ataupun keluhan mual, muntah dan diare. Pasien
mengaku tidak ada keluarga dengan keluhan demam serupa, dan tidak
mengetahui adanya tetangga di kawasan rumah dengan keluhan serupa. Pasien
menyangkal terdapat genangan air di lingkungan rumah atau riwayat banjir di
lingkungan rumah, serta pasien tidak mengetahui jumlah tikus di lingkungan
rumah. Pasien mengaku tidak sedang habis bepergian ataupun berkunjung ke
daerah pantai atau ke luar pulau jawa beberapa waktu lalu. Pasien menyangkal
adanya mimisan dan gusi berdarah. Pasien juga menyangkal adanya bercak-
bercak merah dan memar di tubuh. Pasien menyangkal adanya batuk, pilek,
nyeri tenggorokan dan nyeri kepala. Pasien menyangkal adanya penurunan
kesadaran saat demam.
Pasien juga mengeluhkan nyeri pinggang sebelah kiri sejak 10 hari
SMRS. Nyeri pinggang dirasakan hilang timbul seperti ditusuk-tusuk. Nyeri
dirasakan menjalar sampai ke kaki kiri. Nyeri dirasakan saat mengejan. Nyeri
bertambah apabila digunakan untuk beraktivitas dan posisi berdiri.Nyeri sedikit
membaik bila pasien beristirahat. Riwayat jatuh sebelumnya (-), riwayat
trauma sebelumnya (-).
Pasien mengaku BAK terdapat keluhan, frekuensi BAK pasien saat ini 7-
8 kali sehari dengan kurang lebih¼ - ½ gelas belimbing setiap BAK.Namun
BAK dirasakan agak sedikit panas. Keluhan lain seperti nyeri saat BAK (-
),anyang-anyangan (+), BAK berpasir, BAK seperti teh (-), BAK berdarah (-).
BAB tidak ada keluhan, frekuensi 1x sehari warna kuning kecoklatan,
konsistensi padat. BAB hitam (-), BAB seperti petis (-), BAB dempul (-), BAB
merah (-).
Pasien mengaku tidak mempunyai riwayat darah tinggi, riwayat kencing
manis disangkal, riwayat sakit ginjal sebelumnya disangkal.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat sakit yang sama : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat pengobatan TB : disangkal
Riwayat keganasan : disangkal
Riwayat sakit liver : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat kecelakaan : disangkal

Riwayat penyakit keluarga :


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat kencing manis : disangkal
Riwayat sakit kuning : disangkal

Pohon keluarga pasien:

58 th
Keterangan

Laki –laki

Pasien

Perempuan

Meninggal dunia

Riwayat kebiasaan
Pola makan Pasien makan 3 kali sehari dengan nasi, lauk
pauk, dan sayur.
Merokok Disangkal
Alkohol Disangkal
Olahraga Disangkal
Konsumsi minuman energi Disangkal

Riwayat sosial ekonomi


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Pasien tinggal serumah dengan
suami dan anaknya. Pasien berobat menggunakan fasilitas BPJS kelas III.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 6 Desember 2018 dengan hasil sebagai
berikut:
1. Keadaan Umum
Tampaksakit sedang, compos mentis, GCS E4V5M6, kesan gizi cukup.
2. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 100/70 mmHg
b. Nadi : 108 kali/menit
c. Frekuensi nafas : 22 kali/menit
d. Suhu : 38.50C
3. Status Gizi
a. Berat Badan : 65 kg
b. Tinggi Badan : 155 cm
c. IMT : 27kg/m2
d. Kesan : Overweight
4. Kulit : Kulit berwarna sawo matang, turgor menurun (-),
hiperpigmentasi (-), kering (-), teleangiektasis (-), petechie
(-), ikterik (-), ekimosis (-), papul (-)
5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-
),luka (-), atrofi m. Temporalis (-)
6. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-
), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra
(-/-), strabismus (-/-),katarak (-/-)
7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-), chvostek sign (-)
8. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
9. Mulut : Bibir pucat (-), mukosa kering (-), sianosis (-), gusi berdarah
(-), papil lidah atrofi (-), oral thrush (-), karies gigi (-)
10. Leher : JVP R+2 cm, trakea ditengah, simetris, pembesaran kelenjar
tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening leher (-),
distensi vena-vena leher (-)
11. Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan =
kiri, retraksi intercostal (-), pernafasan abdominothorakal,
sela iga melebar(-), pembesaran kelenjar getah bening axilla
(-/-)
12 Jantung :
a. Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V linea
mid clavicula sinistra 2 cm ke medial
c. Perkusi :
Batas Jantung
Kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra
Kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra
Kiri bawah : SIC V linea mid clavicula sinistra
Kesan : Batas jantung kesan tidak melebar
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
reguler, gallop (-), murmur (-).
13. Pulmo :
a Depan
Inspeksi
1. Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
2. Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
1. Statis : Simetris
2. Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi
1. Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC
VI linea medioclavicularis dextra
2. Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC VI linea
medioclavicularis sinistra
Auskultasi
1. Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: wheezing (-
), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
2. Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: wheezing (-
), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
a Belakang
Inspeksi
1. Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
2. Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
1. Statis : Simetris
2. Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi
1. Kanan : Sonor
2. Kiri : Sonor
3. Peranjakan diafragma 5 cm
Auskultasi
1. Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: wheezing (-
), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
2. Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan: wheezing (-
), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
14. Abdomen :
a. Inspeksi : Dinding perutsejajar dengan dinding thorak,
venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae
(-), ikterik (-), papul (-)
b. Auskultasi : Bising usus (+) 12 x / menit, bruit hepar (-)
c. Perkusi : Timpani, pekak alih (-), area traube timpani
d. Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),
undulasi (-), ballottement test (-), nyeri ketok
costovertebral (-)
15. Ekstremitas : Akral Dingin Oedem
- - - -
- - - -
Superior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon
nail (-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri
tekan dan nyeri gerak (-/-), deformitas (-/-)

Inferior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin(-
/-), ikterik (-/-), luka (-/-),kuku pucat (-/-), spoon
nail (-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri (-
/-), deformitas (-/-), laseque test (-/-), crossed
laseque (-/-), Patrick test (-/-), kontra Patrick (-/-)

III. RESUME

1. Keluhan utama:
Demam sejak 1 hari SMRS
2. Anamnesis:
Riwayat Penyakit Sekarang
 Demam mendadak tinggi, dan terus-menerus sepanjang hari.
 Demam turun dengan obat penurun panas (paracetamol), tetapi kemudian
meningkat lagi. Menggigil (+)
 Nyeri pinggang sebelah kiri sejak 10 hari SMRS, seperti ditusuk-tusuk.
Nyeri menjalar sampai ke kaki kiri. Bertambah nyeri apabila
mengejanserta beraktivitas dan membaik bila beristirahat.
 BAK 7-8 kali sehari @1/4-1/2 gelas belimbing setiap BAK. BAK
dirasakan panas. Anyang-anyangan (+). Keluhan BAK lainnya disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak menderita sakit dengan keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat anggota keluarga yang menderita penyakit serupa
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan ibu rumah tangga dan menggunakan BPJS untuk
pengobatan
3. Pemeriksaan fisik:
 KU: tampak sakit sedang, compos mentis, GCS E4/V5/M6, kesan gizi
cukup.
 Vital sign:
- TD: 110/70 mmHg, N :108 x/menit, RR :22x/menit, suhu 38,50C

V. DIAGNOSIS ATAU PROBLEM


1. Observasi febris hari kedua ec ISK dd DF
2. Ischialgia sinistra
RENCANA AWAL

Pengkajian Rencana Awal Rencana


No Diagnosis Rencana Terapi Rencana Edukasi
(Assesment) diagnosis Monitoring

1. Observasi febris Anamnesis:  Lab rutin  Bed rest tidak total Penjelasan kepada  Vital Sign/12 jam
hari kedua dd  Demam sejak 1 hari  Urine rutin setengah duduk pasien tentang
ISK dd Dengue SMRS.  Diet nasi 1700 kkal
 Kultur urin kemungkinan
Fever  Demam dirasakan
 IVFD NaCl 0,9%20 penyebab pada
terus-menerus, turun penyakit pasien,
tpm
dengan obat penurun
panas kemudian  Inj ampicillin perjalanan penyakit
sulbactam 1,5gr/8 jam rencana pemeriksaan
demam miningkat
 Paracetamol 500mg/8 dan terapi, serta
lagi.
 Menggigil (+) jam komplikasi.
 BAK 7-8 kali sehari
@1/4-1/2 gelas
belimbing setiap
BAK
 BAK dirasakan
panas. Anyang-
anyangan (+).

Pemeriksaan fisik:
Suhu: 38.50C
Pemeriksaan
penunjang:
-
Ischialgia Anamnesis:  Paracetamol 500mg/8 Penjelasan kepada 
sinistra  Nyeri pinggang  MRI jam pasien tentang
sebelah kiri sejak lumbosacral kemungkinan
10 hari SMRS,  Rontgen penyebab pada
nyeri seperti lumbosacral penyakit pasien,
ditusuk-tusuk dan perjalanan penyakit
menjalar sampai ke rencana pemeriksaan
kaki kiri. dan terapi, serta
 Riwayat jatuh komplikasi.
sebelumnya (-)
2 riwayat trauma
sebelumnya (-)

Pemeriksaan fisik:
Lasegue test (-/-),
crossed lasegue test (-
/-), Patrick test (-/-),
kontra Patrick (-/-)

Pemeriksaan
penunjang:
-
DD/Etiologi :ISK,
Nefrolithiasis,
hidronefrosis, HNP
DD/Komplikasi :
Atrofi dan
Kelemahan Otot
PEMBAHASAN

Dasar Penegakkan Diagnosis

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-
hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus
(Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C.
Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C
atau oral temperature ≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C (Kaneshiro
& Zieve, 2010). Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah
hiperpireksia. Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu
>41,5°C yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi
paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat
(Dinarello & Gelfand, 2005).
Pada pasien ini demam baru berlangsung selama 2 hari sehingga agak
sulit untuk langsung mengarahkan diagnosis tegak pada pasien ini, demam
yang berlangsung selama 2 hari bisa mengarah kepada dengue dan malaria.
Namun terdapat petunjuk penting untuk menyingkirkan diagnosis pada pasin
ini, yaitu pasien menyangkal memiliki riwayat bepergian dari daerah endemik
malaria. Oleh karena itu diagnosis malaria dapat disingkirkan dari pasien ini.
Untuk menegakkan diagnosis demam pada pasien ini diperlukan pemeriksaan
lab darah rutin. Selain itu, terdapat petunjuk lain yang dapat mengarahkan
diagnosis pada pasien ini, yaitu adanya nyeri pinggang. keluhan demam
dengan adanya nyeri pinggang bisa mengarah pada diagnosis infeksi saluran
kemih. Untuk menegakkan diagnosis ISK pada pasien ini diperlukan
pemeriksaan urin rutin dan kultur urin.
Nyeri pinggang pada pasien ini juga dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
menjalar hingga ke kaki, yang dapat mengarah kepada diagnosis HNP,
sacroilitis dan endometriosis. Namun pada pemeriksaan laseque didapatkan
hasil negatif sehingga diagnosis HNP pada pasien ini dapat disingkirkan.
Sedangkan untuk menegakkan diagnosis sacroilitis dan endometriosis pada
pasien ini diperlukan pemeriksaan MRI dan rontgen lumbosacral serta USG.
Diagnosis Banding
A. Infeksi Saluran Kemih
1. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang
saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu
organisme. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam klinis
mengenai infeksi saluran kemih :

- ISK uncomplicated (sederhana), yaitu infeksi saluran kemih pada


pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur
saluran kemih.
- ISK complicated (rumit), yaitu infeksi saluran kemih yang terjadi
pada pasien yang menderita kelainan anatomis/ struktur saluran
kemih , atau adanya penyakit sistemik. Kelainan ini menyulitkan
pemberantasan kuman oleh antibiotika.
- First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection, yaitu
infeksi saluran kemih yang baru pertama kali diderita atau infeksi
yang didapat setelah sekurang – kurangnya 6 bulan bebes dari ISK.
- Infeksi berulang, yaitu timbulnya kembali bakteriuria setelah
sebelumnya dapat dibasmi dengan pemberian antibiotika pada
infeksi yang pertama.
- Asymtomatic significant bacteriuria (ASB), yaitu bakteriuria yang
bermakna tanpa disertai gejala.
2. Klasifikasi

Infeksi saluran kemih (ISK) diklasifikasikan berdasarkan :

1. Anatomi
a. Infeksi Saluran kemih (ISK) bawah,
Presentasi klinis infeksi saluran kemih (ISK) bawah
tergantung dari gender.

 Perempuan
Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai
bakteriuria bermakna

Sindroma uretra akut (SUA), adalah presentasi klinis sistitis


tanpa ditemukan mikroorganisme (steril)

 Laki – laki
Presentasi ISK bawah pada laki – laki dapat berupa sistitis,
prostatitis, epidimidis, dan uretritis.

b. ISK atas
 Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim
ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
 Pielonefritis kronik (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari
infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil.
Obstruksi saluran kemih serta refluk vesikoureter dengan atau
tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan
ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang
spesifik.
3. Etiologi
Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk
bakteri yang biasanya menghuni usus kemudia naik ke sistem saluran
kemih. Dari gram negatif tersebut, Escherichia coli menduduki tempat
teratas kemudian diikuti oleh :

No Mikroorganisme Presentase biakan (%)

1. Eschrichia coli 50 – 90

2. Klebsiela atau enterobacter 10 – 40

3. Proteus sp 5 – 10

4. Pseuomonas aeroginosa 2 – 10

5. Staphylococcus epidermidis 2 – 10
6. Enterococci 1–2

Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK


sedangkan Enterococci dan staphylococcus aureus sering ditemukan pada
pasien dengan batu saluran kemih. Lelaki usia lanjut dengan hiperplasia
prostat atau pada pasien yang menggunakan kateter urin. Demikian juga
dengan pseudomonas aeroginosa dapat mnginfeksi saluran kemih
melaluijalur hematogen pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat
diisolasi salmonella dalam urin.

4. Diagnosis
a. Gambaran klinis
Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari
tanpa gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat. Gejala
yang sering timbul ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing
yang biasanya terjadi bersamaan, disertai nyeri suprapubik dan
daerah pelvis. Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih
yang terinfeksi, yaitu :

1) Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri


supra pubik, disuria, frekuensi, hematuri, dan urgensi,
2) Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam, kram,
nyeri punggung, muntah
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan labortorium yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain :

1. Urinalisis
- Eritrosit
Ditemukan eritosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan
penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-
gromeruler. Penyakit non-gromeruler seperti batu saluran
kemh dan infeksi saluran kemih.

- Piuria
Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan
oleh Stamn, bila ditemukan palin sedikit 8000 leukosit per ml
urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5 leukosit
perlapangan pandang besar pada urin yang disentrifus.

2. Bakteriologis
- Mikroskopis
Pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunkan urin segar
tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif
bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.

- Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan


untuk memstikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan akteri
dalam jumlah bermakna
3. Tes Plat – celup (Dip - slide)
Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa
lempengan plastik bertangkai dimana pada kedua sisi
permukaannya dilpisi pembenihan padat khusus. Lempengan
tersebut dicelupkan kedalam urin pasien atau dengan digenangi
urin. Penentuan jumlah kuman/ml dilakukan dengan
membandingkn pola pertumbuhan kuman dengn serangkaian
gambar yang memperlihatkan keadaan kepadaan koloni yang
sesuai dengan jumlah antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap ml
urin yang diperiksa.

b. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada infeksi saluran kemih dimaksudkan unuk
mengetahui adanya, batu atau kelainan anatomis yang merupakan
faktor presdiposisi infeksi saluran kemih. Pemeriksaan ini dapat
berupa foto polos abdomen, pielonegrafi intravena, demikian pula
dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT-scan.

6. Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan infeksi Saluran kemih adalah :

- Eradkasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang


sesuai.
- Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor
prediposisi.
Tujuan penatalaksanaaan infeksi saluran kemih adalah mencegah
dan menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia
dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan
ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat – obatan
yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal

1. Infeksi saluran kemih (ISK) bawah


Prinsip penatalaksanaan ISK bawah meliputi intake cairan
yang banyak, antibiotik yang adekuat, dan bila perlu terapi
simtomatik untuk alkanisasi urin :

- Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48


jam dengan antibiotika tunggal, seperti ampisilin 3 gram,
trimetropim 200 mg.
- Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis
(leukosuria) diperlukan terapi konvensional selama 5 – 10
hari.
- Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak
diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa leukosuria.
Bila pada pasien reinfeksi berulang (frequent re-infection) :

- Disertai faktor predisposisi, terapi antimikroba yang


intenssif diikuti dengan koreksis faktor resiko.
- Tanpa faktor predisposisi, terapi yang dapat dilakukan
adalah asupan cairan yang bayak, cuci setlela melakukan
senggama diikuti dengan terpi antimikroba dosis tunggal
(misal trimetroprim 200 mg)
- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.
Pasien sindroma uretra akut (SUA) dengan hitungan
kuman 103 – 105 memerlukan antibiotika yang adekuat.
Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan
tetrasiklin. Infeksi yang disebabkan miikroorganisme
anaerobik diperlukan antimikroba yang serasi (golongan
kuinolon.)

2. Infeksi saluran kemih (ISK) atas


Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut
memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan
terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam.

The infection Disease Society of America menganjurkan


satu dari tiga alternatif terapi antibiotika intravena sebagai
terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui
mikroorganisme penyebabnya :

- Flurokuinolon
- Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
- Sefalosporin berspektrum luas dengan atau tanpa
aminoglikosida

Antimikroba Dosis Interval

Sefepim 1 gram 12 jam

Siprofloksasin 400 mg 12 jam

Levofloksasin 500 mg 24 jam


Ofloksasin 400 mg 12 jam

Gentamisin (+ ampisilin) 3-5 mg/kgBB 24 jam

1 mg/ kg BB 8 jam

Ampisilin (+gentamisin) 1-2 gram 6 jam

Tikarsilin – klavulanat 3, 2 gram 8 jam

Piperasilin – tazobaktam 3, 375 gram 2–8 jam

Imipenem – silastarin 250-500mg 6-8 jam

3. Infeksi saluran kemih berulang


Untuk penanganan ISK berulang dapat dilihat pada gambar
berikut

Terapi jangka panjang yang dapat diberikan antara lain


trimetroprim – sulfametoksazol dosi rendah (40 – 200 mg)
tiga kali seminggu setiap malam, flurokuinolon dosis
rendah, nitrofurantoin makrokristal 100 mg tiap malam.
Lama pengobatan 6 bulan dan bila perlu dapat dipepanjang
1-2 tahun lagi.

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara
lain batu saluran kemih, obstruksi salran kemih, sepsis, infeksi kuman
yang multisitem, gangguan fungsi ginjal.

B. DENGUE FEVER
1. Definisi
Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD)
adalah penyakit infeksi yang disebbakan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia. Ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan
diastesis hemoragik (Suhendro et al., 2014).

2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh
virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili
Flaviviridae.Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x
106 (Suhendro et al., 2014).
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau
demam berdarah dengue.Keempat serotipe ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang
antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow Fever,
Japanese enchepalitis, dan West Nile virus (Suhendro et al., 2014).
3. Patofisiologi
Repons imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD
adalah :
a. Respons humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan
dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi
komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi
terhadap virus dengue berperan dalam mepercepat replikasi virus
pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody
dependent enhancement (ADE)
b. Limfosit T baik T helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan
dalam imun selular terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper
yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, Il-2, dan
limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL 4, IL 5, IL 6, dan IL
10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.
Pada tahap awal virus dengue akan menyerang sel sel makrofag dan
bereplikasi dalam sel Langerhans dan makrofag di limpa. Selanjutnya,
akan menstimulasi pengaturan sel T, reaksi silang sel T aviditas rendah
dan reaksi silang sel T spesifik, yang akan meningkatkan produksi spesifik
dan reaksi silang antibodi. Pada tahap berikutnya terjadi secara simultan
reaksi silang antibodi dengan trombosit, reaksi silang antibodi dengan
plasmin dan produk spesifik. Proses ini kemudian akan meningkatkan
peran antibodi dalam meningkatkan titer virus dan di sisi lain antibodi
bereaksi silang dengan endotheliocytes. Peran antibodi menyebabkan
aktivasi T helper dan T sitotoksik yang diproduksi limfokin dan interferon
gamma. Pada tahap berikutnya terjadi efek replikasi sel mononuclear. Di
dalam sel endotel, terjadi infeksi dan replikasi selektif dalam
endotheliocytes sehingga terjadi apoptosis yang menyebabkan disfungsi
endotel. Di sisi lain, akan terjadi stimulasi mediator yang dapat larut
(soluble), yaitu TNF α, INF γ, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IL-10, IL-13, IL-18,
TGF β, C3a, C4b, C5a, MCP-1,CCL-2, VEGF, dan NO yang
menyebabkan ketidakseimbangan profil sitokin, dan mediator lain; pada
tahap berikutnya terjadi gangguan koagulasi, disfungsi endotel, dan terjadi
kebocoran plasma (Martina et al., 2009; Suhendro et al., 2014) .
Gambar 1. Hipotesis secondary heterologous infection

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:

1. Supresi sumsum tulang


2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit
Gambaran sumsum tulang ada awal masa infeksi (<5 hari)
menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit sehingga
terjadi peningkatan kadar homeopoesis dalam darah. Kadar trombopoetin
dalam darah menunjukkan kenaikan sebagai kompensasi terhadap keadaan
trombositopenia. Destruksi trombosit melalui pengikatan fragmen C3g,
terdapat antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi
melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-
tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit
(Suhendro et al., 2014)
Gambar 2. Model Patofisiologi DF, DHF, dan DSS

4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase
febris, fase kritis dan fase pemulihan (WHO, 2009).

a) Pada fase febris


Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia
dansakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok,
injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.
Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie,
perdarahan mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan
pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.

Gambar 3. Tanda penyakit dengue sesuai fase penyakit.

b) Fase kritis, terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan


penurunan suhu tubuh 37.5-380Cdisertai kenaikan permeabilitas
kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung
selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni
progresif disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat
terjadi syok.
c) Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian
cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 –
72 jam setelahnya. Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan
pulih kembali , hemodinamik stabil dan diuresis membaik.
d) Dengue berat
Dengue berat bila disertai salah satu syarat berikut ini :
a. Kebocoran plasma yang dapat mengarah syok (syok dengue),
dengan atau tanpa distres pernapasan.
b. Perdarahan hebat
c. Impairment organ yang parah
Permeabilitas vaskuler dengue berlanjut dapat terjadi hipovolemia
dan mengakibatkan syok, biasanya dalam 4-5 hari.
Dengue berat dapat dipertimbangkan bila salah satu syarat, yaitu :
1) Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau
meningkat secara progresif, adanya efusi pleura atau asites,
gangguan
2) sirkulasi atau syok (takhikardi, ekstremitas yang dingin, waktu
pengisian kapiler (capillary refill time) > 3 detik, nadi lemah
3) atau tidak terdeteksi, tekanan nadi yang menyempit atau pada
syok lanjut tidak terukurnya tekanan darah)
a. Adanya perdarahan yang signifikan
b. Gangguan kesadaran
4) Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri
abdomen yang hebat atau bertambah, ikterik)
5) Gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut,
ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan manifestasi tak
lazim lainnya.

Gambar 4. Tiga fase demam dengue.


5. Klasifikasi

Gambar 5. Klasifikasi dengue berdasar tingkat keparahan

Infeksi virus dengue

Asimptomatik Simptomatik

Demam dengan gejala Demam dengue Demam berdarah


tidak khas dengue

Tanpa Dengan Tanpa Dengan


perdarahan perdarahan syok syok
Klasifikasi kasus menurut WHO (2009) adalah:

1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),


Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :

 Dengue probable :
 Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue
 Demam disertai 2 dari hal berikut :
 Mual, muntah
 Ruam
 Sakit dan nyeri
 Uji torniket positif
 Lekopenia
 Adanya tanda bahaya
Tanda bahaya adalah :
 Nyeri perut atau kelembutannya
 Muntah berkepanjangan
 Terdapat akumulasi cairan
 Perdarahan mukosa
 Letargi, lemah
 Pembesaran hati > 2 cm
 Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit
yang cepat
Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti
kebocoran plasma tidak jelas)

2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan

3. Dengue berat (severe Dengue)


Kriteria dengue berat :

 Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS),


akumulasi cairan dengan distress pernafasan.
 Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
 Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan
kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)
 Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat
dilakukan uji tourniquet, walaupun banyak faktor yang
mempengaruhi
 uji ini tetapi sangat membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar
30 % sedangkan spesifisitasnya mencapai 82%.

Klasifikasi Dengue Fever/Dengue Hemorragic Fever berdasarkan WHO


tahun 2013.
Tabel 4. Klasifikasi dengue berdasarkan WHO tahun 2013.
6. Diagnosis
Langkah penegakkan diagnosis suatu penyakit seperti anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang tetap berlaku pada penderita
infeksi dengue.

1. Anamnesis
Riwayat penyakit yang harus digali adalah saat mulai demam/sakit,
tipe demam, jumlah asupan per oral, adanya tanda bahaya, diare,
kemungkinan adanya gangguan kesadaran, output urin, juga adanya
orang lain di lingkungan kerja, rumah yang sakit serupa.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik selain tanda vital, juga pastikan kesadaran
penderita, status hidrasi, status hemodinamik sehingga tanda-tanda syok
dapat dikenal lebih dini, adalah takipnea/pernafasan Kusmaul/efusi
pleura, apakah ada hepatomegali/asites/kelainan abdomen lainnya, cari
adanya ruam atau ptekie atau tanda perdarahan lainnya, bila tanda
perdarahan spontan tidak ditemukan maka lakukan uji torniket.
Sensitivitas uji torniket ini sebesar 30 % sedangkan spesifisitasnya
mencapai 82 %
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah
pemeriksaan hematokrit dan nilai hematokrit yang tinggi (sekitar 50 %
atau lebih) menunjukkan adanya kebocoran plasma, selain itu hitung
trombosit cenderung memberikan hasil yang rendah.
Diagnosis konfirmatif diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium,
yaitu isolasi virus, deteksi antibodi dan deteksi antigen atau RNA virus.
Imunoglobulin M (Ig M) biasanya dapat terdeteksi dalam darah mulai
hari ke-5 onset demam, meningkat sampai minggu ke-3 kemudian
kadarnya menurun. Ig M masih dapat terdeteksi hingga hari ke-60
sampai hari ke-90. Pada infeksi primer, konsentrasi Ig M lebih tinggi
dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada infeksi primer,
Imunoglobulin G (Ig G) dapat terdeteksi pada hari ke -14 dengan titer
yang rendah (<1:640), sementara pada infeksi sekunder Ig G sudah
dapat terdeteksi pada hari ke-2 dengan titer yang tinggi (> 1 :2560) dan
dapat bertahan seumur hidup.
Pemeriksaan Antigen protein NS-1 Dengue (Ag NS-l) diharapkan
memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan pemeriksaan serologis
lainnya karena antigen ini sudah dapat terdeteksi dalam darah pada hari
pertama onset demam. Selain itu pengerjaannya cukup mudah, praktis
dan tidak memerlukan waktu lama. Dengan adanya pemeriksaan Ag
NS-l yang spesifik terdapat pada virus dengue ini diharapkan diagnosis
infeksi dengue sudah dapat ditegakkan lebih dini.

Laboratorium darah

 Leukosit : normal atau menurun (mulai hari 3 limfositosis relatif


(>45% darileukosit)); >15% total leukosit meningkat pada syok
 Trombosit : trombositopenia pada hari ke 3-8
 Hematokrit : kebocoran plasma dengan ditemukan hct ≥20% dari
hct awalpada hari ke 3 demam
 Hemostatis : pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, D-dimer, atau FFP
padakeadaan yang dicurigai perdarahan/kelainan bekuan darah
 Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma
 SGOT SGPT dapat meningkat
 Ur Cr tergantung fungsi ginjal
 Elektrolit : parameter pemantauan cairan
 Imunoserologi pemeriksaan IgG dan IgM terhadap dengue
- IgM : terdeteksi mulai dari hari ke 3-5, terjadi peningkatan
sampaiminggu ke 3, dan menghilang setelah 60-90 hari
- IgG : terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder mulai hari
ke 2
- NS1 : dari hari 1-8
Radiologi

Efusi pleura pada terutama hemithorax kanan (sebaiknya posisi lateral


decubituskanan)

A. Kriteria Klinik dan Laboratoris DBD menurut WHO (1997)


Kriteria DBD dipenuhi apabila terdapat 2 kriteria klinik dan 1 kriteria
laboratorium

1. Demam tinggi mendadak, terus menerus selama 2-7 hari


2. Terdapat manifestasi perdarahan seperti torniquet positif,
petechiae, echimosis, purpura, perdarahan gusi dan
Kriteria Klinik hematemesis dan atau melena
3. Pembesaran hati
4. Syok ditandai dengan nadi lemah dan cepat, tekanan nadi
turun, tekanan darah turun, kulit, dingin dan lembab terutama
di ujung jari dan ujung hidung, sianosis sekitar mulut, dan
gelisah.
Kriteria 1. Trombositopenia (100.000ul atau kurang)
laboratoris 2. Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit 20% atau lebih.

B. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


DD /
Derajat Gejala Laboratorium
DBD

DD Demam disertai 2 atau lebih  Leukopenia


tanda :sakit kepala, nyeri retro-  Trombositopenia, tidak
orbital, myalgia, arthralgia. ditemukan bukti kebocoran
plasma.
 Serologi dengue positif
DBD I Gejala diatas ditambah uji Trombositopenia, bukti ada
bendung positif. kebocoran plasma.

DBD II Gejala diatas ditambah Trombositopenia, bukti ada


pendarahan spontan. kebocoran plasma.

DBD III Gejala diatas ditambah Trombositopenia, bukti ada


kegagalan sirkulasi (kulit kebocoran plasma.
dingin dan lembab serta
gelisah).

DBD IV\ Syok berat disertai dengan Trombositopenia, bukti ada


tekanan darah dan nadi tidak kebocoran plasma.
terukur.

*DBD derajat III dan IV juga disebut Dengue Syok Syndrome (SDS)(Suhendro,
et al., 2006)
7. TATALAKSANA
Pengobatan kasus dengue menurut klasifikasi diagnosis WHO
2011 tidak jauh berbeda dengan klasifikasi WHO 1997 yang selama ini
dipergunakan di Indonesia. Dalam tata laksana kasus dengue terdapat dua
keadaan klinis yang perlu diperhatikan yaitu y Sistem triase yang harus
disosialisasikan kepada dokter yang bertugas di unit gawat darurat atau
puskesmas. Dalam sistem triase tersebut, dapat dipilah pasien dengue
dengan warning signs dan pasien yang dapat berobat jalan namun
memerlukan observasi lebih lanjut.

Gambar 6. Alur triase pada kecurigaan dengue

Tata laksana kasus sindrom syok dengue (DSS) dengan dasar


pemberian cairan yang adekuat dan monitor kadar hematokrit. Apabila
syok belum teratasi selama 2 x 30 menit, pastikan apakah telah terjadi
perdarahan dan transfusi PRC merupakan pilihan.
Gambar 7. Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa
renjatan di IGD

Gambar 8. Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di IGD

C. HNP
1. Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau Protrusi Diskus
Intervertebralis (PDI)adalah suatu keadaan dimana terjadi penonjolan pada
diskus intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis (protrusi diskus) atau
nucleus pulposus yang terlepas sebagian tersendiri di dalam kanalis
vertebralis (ruptur discus).
Gambar 1. Struktur anatomi vertebra dan kondisi HNP

2. Epidemiologi
HNP sering terjadi pada daerah L4-L5 dan L5 –S1 kemudian pada
C5-C6 dan paling jarang terjadi pada daerah torakal, sangat jarang
terjadi pada anak-anak dan remaja tapi kejadiannya meningkat dengan
umur setelah 20 tahun.Insidensi HNP Lumbosakral lebih dari 90 % dan
HNP Servikal hanya sekitar 5-10 %.3
3. Etiopatofisiologi
Nukleus pulposus terdiri dari jaringan penyambung longgar dan
sel-sel kartilago yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Nukleus
pulposus bergerak sehingga cairan menjadi padat dan rata serta melebar
dibawah tekanan dan menggelembungkan annulus fibrosus.
Menjebolnya nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa
nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan
arteri radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi bila
penjebolan terjadi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya berada di
tengah, maka tidak ada radiks yang terkena. HNP dapat dibagi menjadi:
a. HNPsentral
HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan
retensi urine
b. HNPlateral
Rasa nyeri terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah antara
pantat dan betis, belakang tumit, dan telapak kaki.Ditempat itu juga
akan terasa nyeri tekan. Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang
dan refleks tendo achiles negatif. Pada HNP lateral L 4-5 rasa nyeri
dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat,
tungkai bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan
ekstensi ibu jari kaki berkurang dan refleks patela negatif.
Sensibilitas ada dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena
menurun. Pada percobaan Laseque atau tes mengangkat tungkai
yang lurus (straight leg raising) yaitu mengangkat tungkai secara
lurus dengan fleksi di sendi panggul, akan dirasakan nyeri
disepanjang bagian belakang (tanda Laseque positif). Tes Valsava
dan Naffziger akan memberikan hasil positif juga.3
Salah satu akibat dari trauma sedang yang berulangkali mengenai
diskus intervertebrais adalah terobeknya annulus fibrosus. Pada tahap
awal, robeknya anulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial karena gaya
traumatik yang berkali-kali. Berikutnya robekan itu menjadi lebih besar
dan disamping itu timbul sobekan radikal. Kalau hal ini sudah terjadi,
maka soal menjebolnya nukleus pulposus adalah soal waktu dan trauma
berikutnya saja.
Apabila trauma pada medula spinalis terjadi secaa mendadak, maka
dapat terjadi renjatan spinal (spinal shock). Pada anak-anak fase ini
terjadi lebih singkat dibandingkan orang dewasa yakni kurang dari satu
minggu. Ada tiga faktor yang mungkin berperan dalam mekanisme
syok spinal yaitu: hilangnya fasilitas traktus desendens, inhibisi dari
bawah yang menetap pada refleks ekstensor, dan degenerasi aksonal
interneuron.
Fase renjatan spinal berdasarkan gambaran klinisnya dibagi
menjadi dua yaitu:
a. Syok spinal atau arefleksia
Sesaat setelah trauma, fungsi motorik di bawah tingkat lesi hilang, otot
flaksid, refleks hilang, paralisis atonik vesika urinaria dan kolon,
atonia gaster dan hipestesia. Dijumpai juga hilangnya tonus vasomotor,
keringat dan piloereksi, serta fungsi seksual.
b. Aktivitas refleks yang meningkat
Setelah beberapa minggu respons refleks terhadap rangsang mulai
timbul, mula-mula lemah dan makin lama makin kuat. Secara bertahap
muncul refleks fleksi yang khas yaitu tanda Babinsky dan fleksi tripel
(gerak menghindar dari rangsang dengan mengadakan fleksi pada
sendi pergelangan kaki, sendi lutut, dan sendi pangkal paha).
Macam kejadian HNP
a. Hernia Lumbosakralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, bisanya oleh
kejadian luka posisi fleksi, tetapi perbandingan yang sesungguhnya pada
pasien non trauma adalah kejadian yang berulang. Proses penyusutan
nukleus pulposus pada ligamentum longitudinal posterior dan annulus
fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan atau dimanifestasikan
dengan ringan berupa penyakit lumbal yang sering kambuh. Bersin dan
gerakan secara tiba-tiba biasanya dapat menyebabkan nucleus pulposus
prolaps, mendorong ujungnya atau jumbainya, dan melemahkan anulus
posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar
sampai anulus atau menjadi “extruded” dan melintang sebagai potongan
bebas pada canalis vertebralis. Lebih sering fragmen dari nucleus pulposus
menonjol sampai pada celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya
(kadang-kadang ditengah), dimana mereka mengenai menimpa sebuah
serabut atau beberapa serabut syaraf. Tonjolan yang besar dapat menekan
serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.4
b. Hernia Servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis.
Penggerakan kolumma vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang
kurvatural yang normal menghilang. Otot-otot leher spastik, kaku kuduk,
refleks biseps yang menurun atau menghilang. Hernia ini melibatkan sendi
antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6 dan
C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada
pangkal saraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu
diawali gejala-gejala dan mengacu pada kerusakan kulit.Hernia ini
berpotensi tinggi menyebabkan kelainan serius dan kompresi medula
spinalis.5
c. Hernia Thorakalis
Hernia ini jarang terjadi dan selalu beradadigaris tengah hernia.
Gejala-gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang
parastesis. Hernia dapat menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian
bawah hingga membuat kejang paraparese (kadang-kadang serangannya
mendadak dengan paraparese).
Penonjolan pada sendi intervertebral thorakalis masih jarang
terjadi. Pada empat thorakal paling bawah atau tempat yang paling sering
mengalami trauma jatuh dengan posisi tumit atau bokong adalah faktor
penyebab hernia thorakalis yang paling utama.5

2. Gambaran Klinis
1. Hernia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula
berlangsung dan periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri
diprovokasi oleh posisi badan tertentu, ketegangan hawa dingin dan
lembab, dan pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang terdapat skoliosis.
Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan yang
terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam
bokong dan tungkai. “Low back pain” ini disertai rasa nyeri yang menjalar
ke daerah iskhias sebelah tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks
mengambil sikap tertentu untuk mengatasi nyeri tersebut, sering dalam
bentuk skoliosis lumbal.
Sindrom perkembangan lengkap dari sendi intervertebral lumbalis
yang prolaps terdiri :
a. Kekakuan atau ketegangan, kelainan bentuk tulang belakang.
b. Nyeri radiasi pada paha, betis dan kaki
c. Kombinasi paresthesiasi, lemah, dan kelemahan refleks
Nyeri radikuler dibuktikan dengan cara sebagai berikut :
a. Cara Kamp. Hiperekstensi pinggang kemudian punggung diputar
kejurusan tungkai yang sakit, pada tungkai ini timbul nyeri.
b. Tes Naffziger. Penekanan pada vena jugularis bilateral.
c. Tes Lasegue. Tes Crossed Laseque yang positif dan Tes Gowers dan
Bragard yang positif.
Gejala-gejala radikuler lokasinya biasanya di bagian ventral
tungkai atas dan bawah. Refleks lutut sering rendah, kadang-kadang terjadi
paresis dari muskulus ekstensor quadriseps dan muskulus ekstensor ibu
jari.
2. Hernia servikalis
a. Parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah ekstremitas
(sevikobrachialis)
b. Atrofi di daerah biceps dan triceps
c. Refleks biceps yang menurun atau menghilang
d. Otot-otot leher spastik dan kakukuduk.
3. Hernia thorakalis
a. Nyeri radikal
b. Melemahnya anggota tubuh bagian bawah dapat menyebabkan
kejang paraparesis
c. Serangannya kadang-kadang mendadak dengan paraplegia
4. Gambaran radiologis
Dapat dilihat hilangnya lordosis lumbal, skoliosis, penyempitan
intervertebral, “spur formation” dan perkapuran dalam diskus. Bila
gambaran radiologis tidak jelas, maka sebaiknya dilakukan punksi lumbal
yang biasanya menunjukkan protein yang meningkat tapi masih di bawah
100 mg%.

5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis,dan
gambaran radiologis. Adanya riwayat mengangkat beban yang berat dan
berualang kali akan semakin meningkatkan insidensi timbulnya low back
pain1. Gambaran klinisnya ditentukan berdasarkan lokasi terjadinya
herniasi.Diagnosa pada hernia intervertebral, kebocoran lumbal dapat
ditemukan secepat mungkin. Pada kasus yang lain, pasien menunjukkan
perkembangan cepat dengan penanganan konservatif dan ketika tanda-
tanda menghilang, tesnya tidak dibutuhkan lagi. Mielografi merupakan
penilaian yang baik dalam menentukan suatu lokalisasi yang akurat.2

6. Diagnosis Banding
1. Tumor tulang spinalis yang berproses cepat (ditandai cairan
serebrospinalis yang berprotein tinggi). Hal ini dapat dibedakan
dengan menggunakan mielografi.
2. Arthiritis
3. Anomali colum spinal.1

I. Penatalaksanaan
1. Obat
Untuk penderita dengan diskus hernia yang akut yang disebabkan
oleh trauma dan segera diikuti dengan nyeri hebat di punggung dan kaki,
obat pengurang rasa nyeri dan NSAIDs (Non Steroid Anti Inflammatory
Drugs) akan dianjurkan. Jika terdapat kaku pada punggung, obat anti
kejang atau disebut juga pelemas otot biasanya diberikan. Pada pasien
dengan nyeri hebat berikan analgesik disertai zat antispasmodik seperti
diazepam.

2. Rehabilitasi2
a. Tirah baring (bed rest) 3 – 6 minggu dengan maksud bila anulus fibrosis
masih utuh (intact), sel bisa kembali ke tempat semula.
b. Simptomatis dengan menggunakan analgetika, muscle relaxant,
tranquilizer.
c. Kompres panas pada daerah nyeri atau sakit untuk meringankan nyeri.
d. Bila setelah tirah baring masih nyeri atau bila didapatkan kelainan
neurologis merupakan indikasi operasi.
e. Bila tidak ada kelainan neurologis, kerjakan fisioterapi. Jangan
mengangkat benda berat serta tidur dengan alas keras atau landasan
papan.
f. Traksi pelvis. Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris
traksi pelvis tidak terbukti bermanfaat. Penelitian yang
membandingkan tirah baring, korset, traksi dengan tirah baring,
dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan
penyembuhan.
g. Diatermi atau kompres panas atau dingin. Tujuannya adalah
mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot. Pada
keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk
bila terdapat edema. Untuk nyeri kronis dapat digunakan kompres
panas maupun dingin.
h. Korset lumbal. Korset lumbal tidak bermanfaat pada kondisi akut
namun dapat digunakan untuk mencegah timbulnya eksaserbasi
akut atau nyeri kronis. Sebagai penyangga korset dapat mengurangi
beban pada diskus serta dapat mengurangi spasme.
i. Latihan. Direkomendasikan melakukan latihan dengan stress
minimal pada punggung seperti jalan kaki, naik sepeda, atau
berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan penguatan. Latihan
bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologis, kekuatan otot,
mobilitas sendi, dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi
pemanjangan otot, ligamen, dan tendon sehingga aliran darah
semakin meningkat.
j. Proper body mechanics. Pasien perlu mendapat pengetahuan
mengenai sikap tubuh yang baik untuk mencegah terjadinya cedera
maupun nyeri.
3. Operasi2
Operasi lebih mungkin berhasil bila terdapat tanda-tanda obyektif
adanya gangguan neurologis. Bilamana penderita HNP dioperasi akan
memerlukan penyelidikan mielografi. Pilihan operasi lainnya meliputi
microdiscectomy, prosedur memindahkan fragment of nucleated disk
melalui irisan yang sangat kecil dengan menggunakan X–ray, dan
chemonucleosis. Chemonucleosis meliputi injeksi enzim (yang disebut
chymopapain) ke dalam herniasi diskus untuk melarutkan substansi gelatin
yang menonjol.3

D. Hidronefrosis
1. Definisi
Hidronefrosis mengacu pada pada pelebaran pelvis dan kaliks
ginjal, disertai atrofi parenkim, akibat obstruksi aliran keluar urin.
Obstruksi dapat terjadi mendadak atau perlahan, dan dapat terletak di
semua tingkat saluran kemih, dari uretra sampai pelvis ginjal. Obstruksi
dapat berupa batu. (Robin, 2007).

2. Etiologi
1. Jaringan parut ginjal/ureter.
2. Batu
3. Neoplasma/tumor
4. Hipertrofi prostat
5. Kelainan konginetal pada leher kandung kemih dan uretra
6. Penyempitan uretra
7. Pembesaran uterus pada kehamilan (Smeltzer dan Bare, 2002).

3. Patogenesis
Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik,
sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau
kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika
obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan maka
hanya satu ginjal saja yang rusak. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal
yang terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya.
Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas
jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran
tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal
ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau
kaku. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu
kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi
pada kehamilan akibat pembesaran uterus. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)
Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di piala ginjal akan
menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal terjadi.
Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap, maka ginjal
yang lain akan membesar secara bertahap (hipertropi kompensatori), akhirnya
fungsi renal terganggu. (Sjamsuhidrajat R, 1 W. 2004)

4. Manifestasi Klinis

Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap.


Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika
terjadi infeksi maka disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria
akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. (Tanagho EA,
McAninch JW. 2004)

Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan
muncul, seperti:

1. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium).


2. Gagal jantung kongestif.
3. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi).
4. Pruritis (gatal kulit).
5. Butiran uremik (kristal urea pada kulit).
6. Anoreksia, mual, muntah, cegukan.
7. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang.
8. Amenore, atrofi testikuler.

5. Pemeriksaan Penunjang

Gambaran radiologi
Gambaran radiologis dari hidronefrosia terbagi berdasarkan gradenya. Ada
4 grade hidronefrosis, antara lain :
a. Hidronefrosis derajat 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks.
Kaliks berbentuk blunting, alias tumpul.
b. Hidronefrosis derajat 2. Dilatasi pelvis renalis dan kaliks mayor. Kaliks
berbentuk flattening, alias mendatar.
c. Hidronefrosis derajat 3. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks
minor. Tanpa adanya penipisan korteks. Kaliks berbentuk clubbing,
alias menonjol.
d. Hidronefrosis derajat 4. Dilatasi pelvis renalis, kaliks mayor dan kaliks
minor. Serta adanya penipisan korteks Calices berbentuk ballooning
alias menggembung.
6. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik terutama pada palpasi, dokter bisa meraba
dan merasakan adanya massa diantara tulang pinggul dan tulang rusuk,
terutama jika ginjalnya membesar.
Pemeriksaan darah dapat menunjukan adanya kadar urea yang
tinggi karena ginjal tidak mampu membuang sisa metabolik.
Adapun prosedur untuk menegakan diagnosis hidronefrosis:
1. USG, memberikan gambaran ginjal, ureter dan kandung kemih
2. Urografi intravena, menunjukan aliran air kemih melalui ginjal
3. Sistoskopi, bisa melihat kandung kemih (VU) secara langsung
(Adam, 2005)

7. Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena
itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang
kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung
empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga
dipertimbangkan adneksitis.(Rusdidjas, 2002)
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan
keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga
diingat bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat
menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid,
akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis,
perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal
polikistik hingga tumor Grawitz. (PurnomoBB, 2007)
8. PENATALAKSANAAN
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab
dari hidronefrosis (obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan
melindungi fungsi ginjal. (purnomo,2007).
Untuk mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan
nefrostomi atau tipe disertasi lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti
mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan menyebabkan infeksi dan
pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat lesi
obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal
rusak parah dan hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat
dilakukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pada hidronefrosis akut:
1. Jika fungsi ginjal menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka
air kemih yang terkumpul diatas penyumbat akan segera dikeluarkan bisa
melaui jarum yang dimasukan lewat kulit)
2. Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu,
maka bisa dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
Hidronefrosis kronis diatasi dengan mengobati penyebab dan
mengurangi penyumbatan air kemih. Ureter yang menyempit atau
abnormal bisa diangkat melalui pembedahan dan ujung-ujungnya
disambung kembali. (Schwartz’s, 2006)
Kadang perlu dilakukan pembedahn untuk membebaskan ureter dari
jaringan fibrosa. Jika sambungan ureter dan kandung kemih tersumbat,
maka dilakukan pembedahan untuk melepaskan ureter dan
menyambungkannya kembali disisi kandung kemih yang berbeda.
Jika ureter tersumbat, maka pengobatanya:
1. Terapi hormonal untuk kanker prostat
2. Pembedahan
3. Melebarkan uretra dengan dilatator
E. Nefrolithiasis
DAFTAR PUSTAKA

1. Chusid I G. (1993). Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional.


Yogyakarta : Gajahmada University Press.
2. Harsono. (2007). Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua.Yogyakarta:
Gajahmada University Press.
3. Mardjono M, Sidharta P. (2008). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat.
4. Priguna Sidharta. (1996). Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek,
Jakarta: Dian Rakyat.
5. Suroto, Hartanto OS, Risono, Soedomo A, Suratno, Widjojo FXS,
Mirawati DK, Widhowati I, Subandi, Danuaji R (2014). Neurologi untuk
Dokter Umum. Surakarta: Sebelas Maret University Press

Anda mungkin juga menyukai