Anda di halaman 1dari 19

BAB I

ANALISIS KUANTITAS DAN KUALITAS AIR BAKU

1.1 Analisis Kuantitas Air Baku

Analisis kualitas air baku adalah penentuan kebutuhan air baku pada suatu

bangunan pengolahan air minum. Analisis ini dilakukan untuk menentukan dimensi

unit pengolahan. Fluktuasi debit dan debit harian air baku pada perencanaan ini dapat

diamati pada Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 1 Kuantitas Air Baku


No Jam Debit (m3/s) No Jam Debit (m3/s)
1 00-01 0,01 14 13-14 0,05
2 01-02 0,01 15 14-15 0,01
3 02-03 0,03 16 15-16 0,08
4 03-04 0,03 17 16-17 0,8
5 04-05 0,7 18 17-18 0,8
6 05-06 0,7 19 18-19 0,3
7 06-07 0,9 20 19-20 0,1
8 07-08 0,9 21 20-21 0,09
9 08-09 0,9 22 21-22 0,01
10 09-10 0,3 23 22-23 0,01
11 10-11 0,07 24 23-24 0,009
12 11-12 0,07
13 12-13 0,03
Gambar 1 Grafik debit
Debit (m3/s)
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4
-0 - 0 -0 -0 - 0 -0 -0 - 0 -0 -1 - 1 - 1 -1 -1 - 1 - 1 -1 - 1 - 1 -2 - 2 - 2 -2 -2
00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

Gambar 1.1 menunjukkan debit maksimum di capai pada pukul 6 hingga 8

pagi dan pukul 3 siang hingga 6 sore seiring meningkatnya aktivitas penggunaan air

seperti mandi, mencuci, dan aktivitas lain yang menggunakan air karena pada jam

tersebut adalah jam pulang kerja . Sedangkan debit minimum terjadi pada pukul 12

malam hingga pukul 4 pagi dimana hampir tidak ada aktivitas penggunaan air yang

dilakukan di karenakan aktifitas penduduk rata rata adalah istirahat untuk kegiatan

pada pagi hari. Berdasarkan data tersebut kemudian didapatkan beberapa nilai debit

yang dapat diamati pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai Debit

Debit Jam
Qmin 0,009 23-24
Qmax 0,9 06-08
Qave 0,287875
Qtot 6,909
1.2 Analisis Kualitas Air Baku

Analisis kualitas air baku adalah menentukan kandungan apa sajakan yang ada

pada air baku yang akan di olah. Analisis ini dilakukan untuk menentukan unit

pengolahan yang sesuai dengan karakteristik air baku. Kualitas air baku yang akan di

uji dengan baku mutu kelas I di Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dengan hasil yang dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Perbandigan dengan Baku Mutu

No Parameter Satuan Nilai Baku Mutu Kesesuaian dengan


baku mutu
1. COD mg/L 225 10 Lebih
2. TSS NTU 250 50 Lebih
3. TN mg/L 1,8-3 10 Sesuai
4. TP mg/L 0,2-0,8 0,2 Kurang
5. DO mg/L 4,3 6 Kurang
6. pH - 5,5-7 6-9 Kurang
o
7. Suhu C 29-31 (deviasi 3) Sesuai
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa 5 dari 7 parameter yang di analisis

memiliki nilai parameter yang melebihi baku mutu. Empat dari parameter tersebut

diantaranya COD, DO, TSS,pH dan total P. Parameter total N dan suhu masih berada

di dalam rentang normal atau sesuai dengan baku mutu yang di tentukan.

1.2.1 COD (Chemical Oxygen Demand)

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara
biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O.

Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun aktivitas rumah tangga

dan industri. Perairan dengan COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan

pengolahan air minum. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya

kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200

mg/L (Effendi, 2003).

1.2.2 DO (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer,

arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosinstesis oleh tumbuhan air

dan fitoplankton. Oksigen diperlukan oleh organisme air untuk menghasilkan energi

yang sangat penting bagi pencernaan dan asimilasi makanan, pemeliharaan makanan,

pemeliharaan keseimbangan osmotik, dan aktivitas lainnya. Penyebab utama

berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air disebabkan karena adanya zat-zat

pencemar yang berasal dari bahan-bahan organik maupun anorganik seperti kotoran

hewan dan manusia, sampah organik, serta bahan-bahan buangan dari industri dan

rumah tangga. Penurunan oksigen terlarut merupakan salah satu indikator

pencemaran yang terjadi di dalam suatu perairan (Effendi, 2003).

1.2.3 TSS (Total Suspended Solid)

Total suspended solid atau padatan tersuspensi adalah padatan yang

menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung.

Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih

kecil dari sedimen seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lain lain. Air
permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk tersuspensi. Padatan terendap dan

padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air, sehingga

dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis (Sunu, 2001).

1.2.4 Total N

Nutrien adalah unsur atau senyawa kimia yang digunakan untuk metabolisme

atau proses fisiologi organisme. Nitrogen merupakan kandungan dari protoplasma

dan dibutuhkan fitoplankton untuk mensintesis protein. Nitrogen di perairan terdiri

dari dua golongan yang berbeda bentuknya yaitu nitrogen organik dan nitrogen

anorganik. Effendi (2003) menyatakan bahwa, N anorganik berupa N-NO 3, N-NO2,

N-NH3 yang bersifat larut; dan N organik berupa partikulat yang tidak larut dalam air.

Nitrogen tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik dan harus

mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi amonia (NH3), amonium (NH4+) dan nitrat

(NO3-) (Faralenggi dkk, 2014).

1.2.5 Total P

Fosfor merupakan salah satu nutrisi utama yang sangat penting dalam

ekosistem akuatik. Fosfor tidak terdapat secara bebas di alam. Fosfor ditemukan

sebagai fosfat dalam beberapa mineral, tanaman dan merupakan unsur pokok dari

protoplasma. Fosfor terdapat dalam air sebagai ortofosfat. Sumber fosfor alami dalam

air berasal dari pelepasan mineral-meneral dan biji-bijian.

Fosfat terdapat dalam tiga bentuk yaitu H2PO4- , HPO42-, dan PO43-. Fosfat

umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer H 2PO4- atau

ortofosfat sekunder HPO42- sedangkan PO43- lebih sulit diserap oleh tanaman. Bentuk
yang paling dominan dari ketiga fosfat tersebut dalam air bergantung pada pH air.

Pada pH lebih rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion ortofosfat primer, dan

pada pH yang lebih tinggi ion ortofosfat sekunder yang lebih banyak diserap oleh

tanaman (Faralenggi dkk, 2014).


BAB II

ANALISIS RANGKAIAN UNIT

2.1 Alternatif Pengolahan

Alternatif pengolahan merupakan pilihan pengolahan yang dapat dilakukan


untuk mengatasi atau memperbaiki masalah-masalah yang ada pada tiap parameter
yang mempengaruhi kualitas air minum. Analisis berdasarkan segi teknis dapat
diamati melalui beberapa aspek yaitu efisiensi unit-unit pengolahan terhadap
parameter yang akan diturunkan, fleksibilitas sistem pengolahan terhadap kualitas air
yang berfluktuasi, kemudahan operasional dan pemeliharaan dalam jangka waktu
yang panjang serta kemudahan konstruksi. Sedangkan analisis berdasarkan segi
ekonomi dapat meliputi biaya investasi awal, operasional, dan pemeliharaan, luas
lahan yang dibutuhkan, serta optimalisasi jumlah unit pengolahan untuk menurunkan
parameter kualitas air yang hendak diturunkan (Indriani, 2008)

Tabel 4 Alternatif Pengolahan Air

NO
. PARAMETER ALTERNATIF PENGOLAHAN
1. Temperatur Aerasi
2. Warna Karbon aktif
Koagulasi dan sedimentasi
Filtrasi
3. Bau dan Rasa Preklorinasi
Ozonisasi
Karbon aktif
Ionosasi
Slow sand filter
4. Kekeruhan Koagulasi dan flokulasi
Sedimentasi
5. pH Netralisasi
6. Zat Padat Prasedimentasi
Sedimentasi
Filtrasi
7. Zat Organik Sedimentasi
Koagulasi dan flokulasi
Filtrasi
8. CO2 Agresif Aerasi
Penambahan kapur
9. Kesadahan Penambahan kapur, lime, soda
* Sementara Sedimentasi
* Tetap Filtrasi
10. Besi dan Mangan Preklorinasi
Aerasi
Rapid sand filter
11. Tembaga Penambahan kapur
Kalium hidroksida
12. Seng Ion exchange
13. Chlorida Ion exchange
Aerasi
Karbon aktif
14. Sulfat Ion exchange
15. Sulfida Ion exchange
Aerasi
16. Fluorida Penambahan kapur / alum
Adsorbsi
17. Amoniak (NH4) Ion exchange
Klorinasi
18. Nitrat (NO3) Adsorbsi
Klorinasi
19. Nitrit (NO2) Slow sand filter
20. Phenol Koagulasi dan sedimentasi
Rapid sand filter
Klorinasi
Karbon aktif
21. Arsenit Koagulasi dan flokulasi
Sedimentasi
22. Timbal Penambahan kapur
Ion exchange
Koagulasi
Sedimentasi
Penambahan kapur
23. Kromium Ion exchange
Karbon aktif
24. Sianida Klorinasi
Ozonisasi
25. Kadmium Ion exchange
Sedimentasi

26. Merkuri Ion exchange


Koagulasi
Filtrasi
Presipitasi
Karbon aktif
Sumber : Fair, 1981

Rangkaian alternatif pengolahan yang dibuat berdasarkan karakteristik dari air


baku itu sendiri. Untuk itu, perlu dilakukan pemilihan jenis pengolahan. Pemilihan
jenis pengolahan dilakukan atas dasar jenis pengolahan yang mampu menghasilkan
effluent yang paling optimal dengan berbagai pertimbangan baik itu secara ekonomis
maupun teknis.
Rangkaian alternatif pengolahan yang dibuat berdasarkan karakteristik dari air
baku itu sendiri. Untuk itu, pemilihan jenis pengolahan perlu untuk dilakukan.
Pemilihan jenis pengolahan dilakukan atas dasar jenis pengolahan yang mampu
menghasilkan effluen yang paling optimal dengan berbagai pertimbangan baik itu
secara ekonomis maupun teknis.
Dari karakteristik air baku di atas, maka dapat diperoleh alternatif proses
pengolahan seperti berikut :
1. Alternatif Pengolahan 1
Screen Koagulan

Intake Prasedimentasi Koagulasi Flokulasi

Badan air
Reservoir Filter Sedimentasi

Disinfeksi (UV)

Gambar 2 Diagram Alir Alternatif Pengolahan

2. Alternatif Pengolahan 2
Screen Koagulan

Intake Prasedimentasi Koagulasi Flokulasi

Badan air

Reservoir Filter Sedimentasi

Disinfeksi Gas
Chlor

Gambar 3.1 Diagram Alir Alternatif Pengolahan Pertama

Pada alternatif pengolahan di bandingan pada unit desinfeksi dengan UltraViolet dan
gas chlor. UltraViolet ( UV) adalah sebagai desinfektan yang berada sebelum air
didistribusikan ke seluruh water tap. Radiasi UV dapat mempengaruhi
mikroorganisme dengan mengubah DNA dalam sel. UV melepaskan proton yang
akan diserap oleh DNA mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan DNA
sehingga proses replikasi DNA akan terhambat.Hal ini mengakibatkan terputusnya
rantai hidrogen yang menghubungkan antara thymine dan cytosine sehingga
mengakibatkan kerusakan DNA.

Klorinasi (chlorination) adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang


telah menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses
purifikasi air. Banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang,
dan air minum di negara-negara sedang berkembang karena sebagai desinfektan,
biayanya relatif murah, mudah, dan efektif. Berikut adalah perbandingan kedua unit :

UV Gas Chlor
Kelebihan
Tidak ada zat kimia yang dilarutkan Memiliki sifat bakterisidal dan
dalam air sehingga kualitas air tidak germisidal
terpengaruh
Tidak menimbulkan efek pada kapasitas Dapat mengoksidasi zat besi, mangan,
disinfeksi dan hydrogen sulfide

Tidak menghilangkan rasa, bau dan Dapat membantu proses koagulasi


warna

Waktu pemaparan yang singkat Dapat mengontrol alga dan organisme


pembentuk lumut
Kelemahan
Spora, kista dan virus lebih susah Kontak ibu hamil dengan klorin
didesinfeksi dari pada bakteri sebelum melahirkan dapat
meningkatkan resiko kelainan janin.

Membutuhkan banyak UV karena Meminum air yang mengandung klorin


diserap zat lain memiliki kemungkinan lebih besar
Peralatan yang mahal dan energy listrik untuk terkena kanker kandung kemih,
yang dibutuhkan besar dubur ataupun usus besar.

Seringkali, perawatan alat yang mahal


diperlukan untuk memastikan energy
yang stabil dan densitas yang relatif
seragam

Pada plan yang akan di rencanakan menggunakan desinfektan gas chlor karena di
tinjau dari segi ekonomi lebih murah dan tidak membutuhkan daya serta biaya
perawatan yang besar.

2.1.1 Intake

Intake adalah bangunan yang digunakan untuk mengambil air dari sumbernya

untuk keperluan pengolahan dan suplai. Intake dibuat pada lokasi yang mudah

dijangkau degan kuantitas air yang stabil. Intake dipilih sebagai satu-satunya unit

yang efektif untuk mengambil air baku untuk masuk ke dalam unit pengolahan dari

sumbernya baik sumber dari air permukaan maupun air tanah.

Kriteria yang harus dipenuhi dalam pembuatan intake adalah tertutup untuk

mencegah masuknya sinar matahari yang memungkinkan tumbuhan atau

mikroorganisme hidup, tanah lokasi intake harus stabil, posisi intake harus dekat

dengan permukaan air untuk mencegah masuknya suspended solid dan inlet jauh di

atas intake, dan harus kedap air sehingga tidak terjadi kebocoran.

2.1.2 Bak penyeimbang


Bak penyeimbang berfungsi untuk mengumpulkan air yang telah diambil oleh

intake sebelum masuk ke dalam instalasi pengolahan. Bak penyeimbang menjadi

salah satu unit yang cukup penting karena berperan dalam menyeragamkan debit air

yang berfluktuasi sehingga membantu mengoptimalkan kinerja pompa. Bak

penyeimbang berbentuk persegi dengan elevasi yang sama dengan elevasi intake.

2.1.3 Bak Sedimentasi

Prasedimentasi berupa bak circular atau rectangular dengan kedalaman 2-5

m. Bak prasedimentasi ini berfungsi sebagai tempat pengendapan partikel diskrit,

seperti lempung, pasir, dan zat padat lainnya (memiliki spesific gravity ≥1,2 dan

diameter ≤0,05 mm) yang mengendap secara gravitasi. Partikel diskrit adalah

partikel yang selama proses pengendapannya tidak berubah ukuran, bentuk, dan

beratnya. Dalam pengoperasiannya, prasedimentasi dapat mengurangi zat padat

(SS) sampai sebesar 50 – 75 %.

Unit prasedimentasi dibagi dalam empat zone, yaitu:

 Zona inlet sebagai tempat memperkecil pengaruh transisi aliran dari influen ke aliran

steady yang terjadi di settling zone. Fungsi dari inlet zone ini agar proses

pengendapan yang terjadi di settling zone tidak terganggu.

 Zona pengendapan sebagai tempat terjadinya pengendapan partikel diskrit sehingga

terpisah dari air baku.

 Zona lumpur sebagai tempat menampung material/lumpur yang diendapkan di

settling zone.
 Zona outlet tempat memperkecil pengaruh transisi aliran dari settling zone ke aliran

effluen.

2.1.1 Aerator

Aerator berfungsi untuk menambah DO, mengurangi bau dan rasa, serta

menghilangkan substrat yang dapat menambah biaya pengolahan. Unit aerasi

diperlukan karena DO air baku yang direncanakan cukup kecil, sehingga adanya unit

ini diharapkan mampu menaikkan DO yang kemudian dapat membantu proses

pengolahan. Struktur unit aerasi diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu

waterfall aerator, diffusion aerator, aerator mekanik, dan pressure aerator (AWWA,

2005).

2.1.2 Koagulasi

Koagulasi ditujukan untuk mengolah air yang mengandung koloid atau

partikel yang sulit diendapkan secara gravitasi. Secara umum koagulasi adalah proses

dimana ion-ion dengan muatan yang berlawanan dengan koloid dimasukkan ke dalam

air sehingga meniadakan kestabilan koloid. Proses koagulasi membentuk flok-flok

yang berasal dari kumpulan agregat koloid. Koagulasi dikenal sebagai proses

pengadukan cepat yang bertujuan untuk mendistribusikan bahan kimia ke seluruh

bagian air baku. Koagulan yang umum dipakai dalam proses ini yaitu alumunium

sulfat (tawas), senyawa besi dan PAC (Poli Aluminium Chloride).

2.1.3 Flokulasi

Flokulasi berfungsi mempercepat tumbukan antara partikel koloid yang sudah

terdestabilisasi supaya bergabung membentuk mikroflok ataupun makroflok yang

secara teknis dapat diendapkan. Berbeda dengan proses koagulasi dimana faktor
kecepatan tidak menjadi kendala, pada flokulator terdapat batas maksimum kecepatan

untuk mencegah pecahnya flok akibat tekanan yang berlebihan.

Tenaga yang dibutuhkan untuk pengadukan secara lambat dari air selama

flokulasi dapat diberikan secara mekanis maupun hidrolis. Tingkat keselesaian dari

proses flokulasi bergantung pada kemudahan dan kecepatan mikroflok kecil bersatu

menjadi flok yang lebih besar dan jumlah total terjadinya tumbukan partikel selama

flokulasi.

2.1.4 Sedimentasi

Sedimentasi adalah unit pengolahan yang digunakan untuk menyisihkan

flok-flok yang terbentuk pada proses flokulasi. Untuk memperbaiki kinerja dari

bak sedimentasi dapat digunakan tube settler ataupun plate settler. Tube settler

tersedia dalam 2 konfigurasi dasar, yaitu horizontal tubes dan steeply inclined.

Horizontal tubes dioperasikan dalam sambungan dengan unit filtrasi yang

mengikuti unit sedimentasi. Tube-tube tersebut akan terisi zat padat dan

dibersihkan dengan backwash dari filter. Horizontal tubes settlers digunakan

pada instalasi dengan kapasitas kecil (3,785 m3/hari). Steeply inclined tube

settlers membersihkan lumpur secara kontinu melalui pola aliran yang dibuat.

Karena kedalaman yang dangkal dari steeply inclined tube settlers dan

pembersihan lumpur yang kontinu, ukuran instalasi menjadi tidak terbatas.

2.1.5 Filtrasi

Filtrasi adalah suatu proses pemisahan solid dari cairan dimana cairan (air)

dilewatkan melalui suatu media yang berongga atau materi berongga lainnya untuk

menyisihkan sebanyak mungkin materi tersuspensi. Filtrasi digunakan di pengolahan


air untuk menyaring air yang telah dikoagulasi dan mengendap untuk menghasilkan

air minum dengan kualitas yang baik.

2.1.6 Desinfeksi

Desinfeksi air minum bertujuan untuk membunuh bakteri patogen yang ada

dalam air. Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu pemanasan,

penyinaran antara lain dengan sinar UV, ion-ion logam antara lain dengan copper dan

silver, asam atau basa, senyawa-senyawa kimia, dan chlorinasi (Narita dkk, 2012).

2.1.7 Reservoir

Reservoir merupakan bangunan beton dibawah tanah yang berfungsi untuk

menampung air minum (air olahan) setelah melewati media filter. Reservoir berfungsi

untuk menampung air bersih yang telah disaring melalui filter dan juga berfungsi

sebagai tempat penyaluran air ke pelanggan.

2.2 Efisiensi Removal Unit Pengolahan Air Minum

Tabel 2.1 menunjukkan efisiensi removal dari setiap unit pengolahan air

minum.

Tabel 2.1 Efisiensi Removal Unit Pengolahan Air Minum

Unit Removal efisiensi (%)


Pengolahan BOD COD TSS TN TP
Bar Screen - - 5 – 20 - -
Prasedimentasi 25 – 40 - 40 – 75 10 – 20 10 – 20
Koagulasi -
60 – 70 60 – 70 > 50 - -
Flokulasi
Sedimentasi 10 – 30 10 – 30 40 – 75 95 75
Filtrasi 25 – 50 25 – 50 > 50 - -

Desinfeksi - - > 50 - -
Sumber: Degreemont (1991)

Perhitungan Efisiensi Removal

1. Bar Screen

 TSS

Konsentrasi 250 mg/L x 10% = 25 mg/L

Sisa = 250 mg/L – 25 mg/L = 225 mg/L

2. Prasedimentasi

 TSS

Konsentrasi 225 mg/L x 70% = 157,5 mg/L

Sisa = 225 mg/L – 157,5 mg/L = 67,5 mg/L

 TN

Konsentrasi 3 mg/L x 15% = 0,45 mg/L

Sisa = 3 mg/L – 0,45 mg/L = 2,25 mg/L

 TP

Konsentrasi 0,8 mg/L x 15% = 0,12 mg/L

Sisa = 0,8 mg/L – 0,12 mg/L = 0,68 mg/L

3. Koagulasi – Flokulasi
 TSS

Konsentrasi 255 mg/L x 60% = 40,5 mg/L

Sisa = 67.5 mg/L – 40,5 mg/L = 27 mg/L

 COD

Konsentrasi 255 mg/L x 70% = 178,5 mg/L

Sisa = 255 mg/L – 178,5 mg/L = 76,5 mg/L

4. Sedimentasi

 TSS

Konsentrasi 27 mg/L x 70% = 18,9 mg/L

Sisa = 27 mg/L – 18,9 mg/L = 8,1 mg/L

 COD

Konsentrasi 76,5 mg/L x 30% = 19,12 mg/L

Sisa = 76,5 mg/L – 19,12 mg/L = 53,55 mg/L

 TN

Konsentrasi 1,8 mg/L x 95% = 1,71 mg/L

Sisa = 1,8 mg/L – 1,71 mg/L = 0,09 mg/L

 TP

Konsentrasi 0,544 mg/L x 75% = 0,408 mg/L

Sisa = 0,544 mg/L – 0,408 mg/L = 0 ,136 mg/L

5. Filtrasi
 TSS

Konsentrasi 8,1 mg/L x 60% = 4.86 mg/L

Sisa = 8,1 mg/L – 4,86 mg/L = 3,24 mg/L

 COD

Konsentrasi 76,5 mg/L x 50 % = 34,425 mg/L

Sisa = 76,5 mg/L – 34,425 mg/L = 9,745175 mg/L

Anda mungkin juga menyukai