Prodi S1 Keperawatan
STIKES Hang Tuah Surabaya
email : sukmaayucandrakirana@stikeshangtuah-sby.ac.id
Abstract: Social isolation is one of the nursing diagnoses that can be established in patients who
are symptomatic to withdraw, withdraw from social activities and do not want to interact with
others even with nurses. Negative symptoms such as social isolation that can not be overcome
can cause the client to experience positive symptoms and worsen her condition. One way to
improve the interaction of patients with social isolation is to use Social Skills Therapy. The
purpose of this research is to know the description of change of interaction ability of social
isolation patient after given Social Skills Therapy. The method used was descriptive with 40
respondents of social isolation who were treated in one of the RSJ inpatient rooms in West Java,
Indonesia. The result of this research is an increase of social interaction ability after given Social
Skills Therapy. Therefore Social Skills Therapy can be recommended as one of the specialist
therapies in providing nursing care in patients with social isolation.
Keywords : Social isolation client, Social Skills Training, interaction ability.
Abstrak: Isolasi sosial adalah salah satu diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan
pada pasien yang menunjukkan gejala menyediri, menarik diri dari kegiatan sosial serta tidak
mau berinteraksi dengan orang lain bahkan dengan perawat. Gejala negatif seperti isolasi sosial
yang tidak dapat diatasi dapat mengakibatkan klien mengalami gejala positif dan semakin
memperburuk kondisinya. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan interaksi pasien
dengan isolasi sosial adalah dengan menggunakan terapi Social Skills Therapy. Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui gambaran perubahan kemampuan interaksi pasien isolasi sosial
setelah diberikan terapi Social Skills Therapy. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan
40 responden isolasi sosial yang dirawat disalah satu ruang rawat inap RSJ di Jawa Barat,
Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan kemampuan interaksi sosial setelah
diberikan Social Skills Therapy. Oleh sebab itu Social Skills Therapy dapat direkomendasikan
sebagai salah satu terapi spesialis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
isolasi sosial.
Kata kunci : isolasi sosial, social skills therapy, kemampuan interaksi sosial.
85
Kirana: Gambaran kemampuan interaksi social pasien isolasi social setelah 86
pemberian social skills therapy di rumah sakit jiwa
pasien dengan skizofrenia dapat berupa yang tidak tertangani dan dapat memicu
isolasi sosial. terjadinya gejala positif (Stuart, 2013).
Depresi juga dapat terjadi pada klien
Isolasi sosial merupakan kondisi halusinasi dengar sebesar 40%. Kejadian
dimana pasien selalu merasa sendiri bunuh diri juga terjadi pada 9% sampai
dengan merasa kehadiran orang lain 13% klien schizofrenia, percobaan
sebagai ancaman (Fortinash, 2011). bunuh diri juga dilakukan klien
Penurunan produktifitas pada pasien skizofenia sebesar 20-50%. Berdasarkan
menjadi dampak dari isolasi sosial yang akibat tersebut setidaknya perawat
tidak dapat ditangani (Brelannd-Noble et memiliki peran penting dalam
al, 2016). Oleh sebab itu tindakan memberikan intervensi keperawatan baik
keperawatan yang tepat sangat secara individu atau keluarga.
dibutuhkan agar dampak yang
Tidak lebih dari 10% klien
ditimbulkan tidak berlarut larut.
skizofrenia dapat berfungsi dengan baik
dengan pendekatan terapi antipsikotik,
Gejala yang muncul pada klien isolasi
sedangkan 90% sisanya membutuhkan
sosial meliputi gejala kognitif antara
berbagai pendekatan dinamis termasuk
lain, perasaan kesepian, merasa ditolak
farmakoterapi, terapi individu, terapi
orang lain atau lingkungan, merasa tidak
kelompok, terapi keluarga, dan
dimengerti oleh orang lain, merasa tidak
perawatan rumah sakit (Fausiah dan
berguna, putus asa, tidak memiliki tujuan
Widury, 2005). Riset terkait pelaksanaan
hidup, merasa tidak aman berada
terapi pada klien isolasi sosial juga telah
diantara orang lain, menghindar, tidak
dilakukan oleh Kirana, SAC, Keliat BA,
mampu konsentrasi dan membuat
Mustikasari, (2015), tentang pengaruh
keputusan (Fortinash, 1999; Keliat,
Cognitive BehavioralSocial Skills
2010); Townsend, 2009; NANDA,
Training (SST) pada klien isolasi sosial
2012). Gejala afektif yang muncul
juga mendapatan hasil peningkatan
adalah lebih banyak memiliki gejala
kemampuan kognitf dan perilaku pada
negatif seperti sedih,tertekan, depresi,
klien yang mendapatkan terapi SST.
marah, kesepian, ditolak orang lain,
apatis, malu. (Stuart & Laraia, 2005). Perkembangan riset lain yang
Perilaku yang sering ditunjukkan oleh menjelaskan bahwa Cognitive
klien isolasi sosiail lebih banyak menarik Behavioral Therapy (CBT) dan Social
diri, menjauh dari orang lain, jarang Skills Training (SST) efektif untuk
berkomunikasi, tidak ada kontak mata, meningkatkan kualitas hidup klien
malas, tidak beraktifitas, menolak skizofrenia usia muda, namun terapi
hubungan dengan orang lain (Townsend, tersebut tidak ditujukan untuk memenuhi
2009). kebutuhan spesifik klien skizofrenia usia
pertengahan dan usia lanjut (McQuaid,
Stuart, (2013) menjelaskan bahwa 2000).
dampak dari perilaku klien isolasi sosial
Peneliti ingin mengetahui gambaran
sering tidak dijadikan prioritas karena
penerapkan terapi spesialis yang mampu
tidak mengganggu secara nyata. Namun
mengatasi gejala kognitif, afektif dan
apabila isolasi sosial tidak ditangani,
perilaku yang dialami oleh klien isolasi
maka akibat yang ditimbulkan dapat
sosial serta meningkatkan kemampuan
berupa risiko perubahan sensori persepsi
interaksi sosial klien. Penelitian ini
: halusinasi sebagai bentuk gejala negatif
diharapkan menjadi penelitian rujukan
87 Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 13. No 1. Februari 2018, hal 85-91
yang dapat digunakan sebagai bentuk memiliki rerata usia 36 tahun dengan
psikoterapi yang dapat meningkatkan usia terendah 19 tahun dan usia tertinggi
kemamapuan interaksi sosial klien yaitu 58 tahun. 34 klien atau sebesar
isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa 85% berpendidikan rendah. 38 klien atau
95% tidak bekerja. Klien yang belum
menikah 35 klien atau sebesar 87,5%
METODE sedangkan klien yang berstatus
Desain penelitian yang digunakan perkawinan menikah adalah 5 klien atau
pada penelitian ini adalah penelitian sebesar 12,5%. Lama dirawat lebih
deskriptif. Metode pengambilan sampel banyak pada 1-2bulan yaitu sebanyak 38
dengan teknik purposive sampling. klien atau sebesar 95%.
Penelitian dilakukan untuk memperoleh
gambaran perubahan kemampuan interaksi Faktor predisposisi terjadinya isolasi
pasien isolasi sosial setelah diberikan terapi sosial telah diidentifikasi berdasarkan
Social Skills Therapy. Data yang tiga aspek yaitu biologi, psikologis dan
didapatkan dari penelitian ini terdiri dari sosial budaya. Faktor biologis terbanyak
data demografi responden untuk didapatkan data riwayat gangguan jiwa
mendapatkan karakteristik responden sebelumnya sebanyak 31 klien atau
yang meliputi usia, pendidikan, sebesar 77,5 %. Faktor psikologis
pekerjaan, status perkawinan, lama terbanyak adalah riwayat introvert
rawat, serta data kemampuan interaksi sebanyak 35 klien atau sebesar 87,5%
sosial melalui observasi hasil tiap sesi sedangkan faktor sosial budaya
terapi SST. Pengambilan data demografi terbanyak adalah masalah ekonomi
menggunakan lembar kuesioner data keluarga dan klien pribadi sebanyak 31
demografi yang terdiri dari 7 pertanyaan klien atau sebesar 77,5 %.
dengan cara checklist dan mengisi kolom Faktor biologis klien isolasi sosial
jawaban yang tersedia. Pelaksanaan terbanyak adalah riwayat putus obat atau
terapi SST terdiri dari 4 sesi. pengobatan yang tidak rutin yakni
Proses pelaksanaan ini dilakukan sebanyak 35 klien atau sebesar 95%.
dalam kurun waktu setiap 2 hari sekali Faktor psikologis terbanyak riwayat
secara berselingan sesuai jadwal yang keinginan yang tidak terpenuhi (harapan
sudah disepakati dengan responden. yang tidak realistis) sebanyak 32 klien
Penelitian ini dilakukan pada bulan atau sebesar 80%. Sedangkan faktor
Agustus 2016 selama 3 bulan berturut sosial budaya terbanyak adalah tidak
turut. Analisis data menggunakan adanya penghasilan atau kondisi
komputer, analisis univariat digunakan ekonomi yang kurang sebanyak 31 klien
untuk menganalisis variabel – variabel atau sebesar 77,5%. Asal stresor yang
yang ada secara deskriptif dengan dialami klien isolasi sosial
menghitung distribusi frekuensinya dalampenelitian ini menunjukkan bahwa
untuk data katagorik dan tendensi sentral seluruh klien memperoleh stresor baik
untuk data numerik. Namun tidak dari faktor internal maupun eksternal
diperlukan uji statistik karena penelitian dari luar klien sebesar 100%. Waktu
hanya deskriptif saja. stresor yang dialami klien sebagian besar
adalah 3-6 bulan sebanyak 33 klien atau
HASIL DAN PEMBAHASAN sebesar 82,5% dan jumlah stresor yang
Karakteristik klien isolasi sosial dialami sebagian besar klien isolasi
dalam penelitian ini berdasarkan usia
Kirana: Gambaran kemampuan interaksi social pasien isolasi social setelah 88
pemberian social skills therapy di rumah sakit jiwa
sosial lebih dari 3 stresor yakni sebanyak diberikan yaitu sebanyak 36 klien atau
30 klien atau sebesar 75%. 90%.
Klien isolasi sosial mengalami respon
terhadap stresor baik secara kognitif,
afektif, fisiologis, perilaku maupun
sosial. Respon tersebut muncul karena
klien memahami dan berpengaruh
terhadap situasi yang dialaminya.
Respon yang paling banyak dialami oleh
klien isolasi sosial dalam penelitian ini
adalah respon perilaku yaitu kontak mata
yang kurang atau tidak adanya kontak
mata.
Kemampuan personal klien dengan Tabel4.13 menjelaskan bahwa
isolasi sosial lebih banyak mampu pelaksanaan terapi SST tidak dapat
berkenalan dengan orang lain yaitu tuntas dalam 4 sesi. Sesi 1: bersosialisasi
sebanyak 29 klien atau sebesar 72,5% dengan berkenalan dengan sikap tubuh
namun klien isolasi sosial lebih banyak yang baik, menjawab pertanyaan dan
tidak mampu mengungkapkan siapa bertanya untuk klarifikasi, dan sesi 2 :
orang terdekatnya, siapa orang yang menjalin persahabatan tuntas dilakukan
tinggal serumah dan pengalaman dalam pada 40 pasien. Sesi 3 : bekerja sama
interaksi bersama orang lain. Dukungan dalam kelompok hanya dapat dilakukan
keluarga sebagai care giver utama hanya pada 28 pasien. Sedangkan yang tuntas
didapatkan pada 20 keluarga dari klien, sampai sesi terakhir yakni sesi 4 :
18 keluarga tidak mengetahui penyakit menghadapi situasi yang sulit hanya 21
yang dialami keluarganya atau sebesar pasien.
90%.
Ketersediaan materi lebih banyak Hal tersebut disebabkan oleh masa
ditunjang oleh penghasilan keluarga rawat klien yang dibatasihanya 41 hari
yaitu sebanyak 37 klien atau sebesar dimulai dari ruang perawatan pertama.
92,5%. Jarak dalam menggunakan Sedangkan klien masuk ke Ruang tenang
pelayanan kesehatan baik ke Puskesmas tersebut rata rata memiliki hari rawat ke
maupun rumah sakit mudah dijangkau 15-20 hari. Hal tersebut menjadi
sebanyak 31 klien atau sebesar 77,5%. hambatan dalam pelaksanaan terapi SST
Pelayanan kesehatan yang dipiilih oleh yang tidak bisa diselesaikan sampai
klien dan keluarga adalah RS. Dr. selesai (67,5%). Oleh sebab itu peneliti
Marzoeki Mahdi Bogor sebanyak 35 menyarankan untuk memulai SST pada
klien atau sebesar 87,5%. Pembiayaan klien yang sudah mendapatkan tindakan
selama perawatan di rumah sakit generalis dan memiliki kemampuan
ditanggung oleh pemerintah melalui sosialisasi sebelumnya dalam tingkat
program jaminan kesehatan masyarakat generalis.
dan daerah sebanyak 36 klien atau 90%.
Keyakinan positif bahwa diriya akan
sembuh dimiliki sebanyak 31 klien atau
77,5%, klien juga yakin dengan
perawatan dan pengobatan yang
89 Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol 13. No 1. Februari 2018, hal 85-91