PENDAHULUAN
Apendiks disebut juga umbai cacing, istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat
awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak
Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
dimana laki-laki lebih tinggi. Sedangkan insiden apendisitis kronik sendiri adalah sekitar 1-
5%.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk
jaringan parut yang melengket ke jaringan sekitarnya. Perlengketan ini bisa menimbulkan
keluhan berulang di perut kanan bawah. Dikatakan apendisitis kronik jika nyeri perut kanan
bawah lebih sari dua minggu, terbukti terjadi radang kronik apendiks baik secara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI1
dan berpangkal pada sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Apendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu
bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup
ileosaecal.
Gambar 1 : Apendiks
Pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah
ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia tersebut.
Apendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada
apendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk
sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala apendisitis
Gambar 3 : Apendisitis
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dari arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilikus. Apendiks didarahi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari bagian
bawah arteri ileocolica. Arteri apendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada
2.2 DEFINISI1-3
baru bisa ditegakkan jika memenuhi beberapa syarat yakni riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih sari dua minggu, terbukti terjadi radang kronik apendiks baik secara makroskopik
meliputi adanya fibrosis menyeluruh pada dinding apendiks, sumbatan parsial atau total pada
dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel
inflamasi kronik.
2.3 EPIDEMIOLOGI1
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-
2.4 ETIOLOGI1,4
penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan
limfoid, sisa barium dari pemeriksaan rontgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk
ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada
apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau
stasis fekal. Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit
ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan apendisitis
gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture.
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa
kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi membentuk
jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini bisa
menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Sewaktu-waktu organ ini dapat
2.5 FISIOLOGI1
dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
Dinding apendiks terdiri dari jaringan lymfe yang merupakan bagian dari sistem imun
dalam pembuatan antibodi. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut
Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
adalah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan
limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di
seluruh tubuh.
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir.
Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang
mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan
2.6 PATOFISIOLOGI1,4-7
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya
dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi
tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama
mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60
cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat
mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangren atau
terjadi perforasi.
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan
pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis
pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36
jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini
merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena
daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum
parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan
melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi
perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi
masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh
seluruh abdomen atau di merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-
samar, ringan sampai moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam
biasanya rasa nyeri tersebut sedikit demi sedikit menghilang kemudian beralih ke
kuadran bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat
Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan
Apendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat nyeri
lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa
daerah panggul sebelah kanan jika apendiks terletak retrosaecal. Rasa nyeri
2.7 DIAGNOSIS1,9
Anamnesis:
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga
nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi
n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika
timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5 -38,5⁰C.
Pemeriksaan Fisik:
Palpasi pada daerah perut kanan bawah, apabila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan
kunci diagnosis apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri
pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Apabila tekanan
di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang
letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini
terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak di daerah pelvic.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas
lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas
mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Pada uji obturator dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks
yang meradang kontak dengan obturator internus yang merupakan dinding panggul
1–4 : observasi
5–6 : antibiotik
7 – 10 : operasi dini
1. Pemeriksaan Laboratorium
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
2. Abdominal X-Ray
3. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama
pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
sebagainya.
4. Barium enema
Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk
5. CT-scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan
6. Laparoscopy
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendiks.
7. Histopatologi
Secara histologis, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub
mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
Pasien yang mempunyai gejala yang muncul sama seperti apendisitis, antaranya adalah:
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih
ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan
Demam Dengue
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga
Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah
Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih
tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika
ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul
nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan
Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis
divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis,
2.10 TATALAKSANA1,11
Bila diagnosis sudah jelas, tindakan paling tepat dan satu-satunya pilihan yang baik
adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi , biasanya tidak perlu diberikan
antibiotik. Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau laparaskopi. Bila dilakukan
secara terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih. Pada pasien dengan diagnosis yang
meragukan, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu. Bila tersedia laparoskop, tindakan
laparoscopy diagnostic pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan
Pada daerah dengan kesulitan akses bedah, diberikan antibiotik untuk mencegah
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainage (mengeluarkan
nanah).
2.11 KOMPLIKASI1,12-13
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa
yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata.
Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :
nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
Perut distended
1. Pelvic Abscess
2. Subphrenic absess
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen,
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. L
Umur : 55 thn
No. RM : 36 78 89
Masuk RS : 10-11-2015
3.1 ANAMNESIS
Telah dirawat seorang pasien perempuan, 55 tahun di bangsal bedah CW RSAM Bukittinggi
dengan:
Nyeri dirasakan terus menerus, hilang ketika beraktivitas, nyeri seperti ditusuk pisau
Nyeri ulu hati sejak lama (pasien tidak ingat sejak kapan)
Pernah berobat ke puskesmas dan diberi obat, nyeri hilang setelah diberi obat namun
a. Status Generalisata :
Nafas : 20x/menit
Nadi : 87x/menit
Suhu : afebril
b. Status lokalis
Mulut : tidakadakelainan
1. Paru-paru
), ronkhi (-)
2. Jantung
3. Abdomen
Perkusi : timpani
a. Laboratorium
Hb : 13 g/dl
Leukosit : 5.270/mm3
Trombosit : 256.000/mm3
Hematokrit : 39,6 %
PT : 8,9 detik
Apendisitis kronik
3.6 TATALAKSANA
Apendektomi
Apendisitis kronik
3.8 PROGNOSIS
ANALISIS KASUS
Telah dirawat seorang pasien perempuan, usia 55 tahun dengan keluhan utama nyeri
perut kanan bawah sejak 1 bulan SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus, hilang ketika
beraktivitas dan terasa seperti ditusuk pisau. Terdapat riwayat mual muntah pada pasien.
Nafsu makan normal, tapi susah makan karena mual. BAB dan BAK normal. Pada riwayat
penyakit dahulu pasien mengatakan terdapat nyeri ulu hati sejak lama (pasien tidak ingat
sejak kapan), pernah berobat ke puskesmas dan diberi obat, nyeri hilang setelah diberi obat
Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada perut kanan bawah (+). Mc
Burney sign (+) menandakan terdapat nyeri lepas pada perut kanan bawah. Psoas sign
(+)menunjukkan apendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor. Obturator sign (+)
pelvika). Tidak ditemukan defense muscular pada pasien menunjukkan belum terjadi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan pasien menderita apendisitis kronis. Tatalaksana yang telah dilakukan
pada pasien ini adalah terapi bedah yakni apendektomi. Didapatkan hasil post operasi berupa
apendisitis kronis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2011.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, Jakarta : EGC.
2. Way, L., Doherty, G., 1994. Current Diagnosis & Treatment. Edisi 11 Penerbit Buku
3. Thomson, A.D., Cotton, R.E., 1997. Catatan Kuliah Patologi. Edisi 3. Penerbit Buku
4. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-
Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic
Publication.
5. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR.
Surabaya.
6. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
7. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.
www.emedmag.com
8. Schrock, T., 1995. Ilmu Bedah. Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Rumah Sakit Umum Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2004-2007. Skripsi FKM
USU Medan.
10. Soeparman, 1998. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
11. Dudley, H., 1992. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi 11. Gadjah
12. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran UNAIR.
Surabaya.
13. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human Services.
National Institute of Health. NIH Publication No. 04–4547.June 2004.
www.digestive.niddk.nih.gov
Case Report
APENDISITIS KRONIK
Oleh:
Femmy Maysara
1110312146
Pembimbing:
dr. Arsil Hamzah, Sp B