Anda di halaman 1dari 21

Case Report Session

TINEA KORPORIS

Disusun oleh:

Livin Kumar P 1110314013


Suci Maulidia 1110312016
Ulya Latiffah Sari 1110312020

Preseptor:

dr. Ismania Osnita


dr. Dini Kusumawardani

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI II


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PUSKESMAS NANGGALO
PADANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Infeski jamur pada manusia terbagi menjadi infeksi jamur pada organ dalam atau yang
dinamakan infeksi jamur profunda. Contohnya adalah mycetoma, crhomomikosis dan
sporotrikosis. Sedangkan infeksi jamur pada tubuh bagian luar disebut infeksi jamur
superfisial. Infeksi jamur superfisial ini dapat menyerang kulit dan adneksa kulit seprti kuku
dan rambut. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi ini salah satunya adalah dermatofitosis
atau tinea.1,2
Infeksi jamur superfisial adalah infeksi mukokutaneus yang paling sering terjadi
akibat terjadinya perubahan lingkungan mikroorganisme atau flora kulit yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti diantaranya adalah, suhu dan kelembaban udara. Jamur yang
menyebabkan infeksi ini diantara adalah kelompok dermatofita, candida, dan malssezia
furfur. Kelompok jamur dermatofita bisa menginfeksi epitel keratin kulit, folikel rambut, dan
kuku, dan bisa dilihat melalui pemeriksaan mikroskopik.1,3Dermatofita adalah kelompok
jamur yang unik yang dapat menginfeksi menembus struktur keratin kulit termasuk stratum
corneum, kuku dan rambut. Infeksi oleh kelompok jamur dermatofita disebut dengan
dermatofitosis.1
Dermatofitosis kemudian selanjutnya lebih dikenal dengan nama Tinea. Beberapa
contoh penyakit Tinea yang ada yaitu, Tinea pedis, tinea korporis, tinea kapitis, tinea
unguium, tinea barbe dan lain lain.Tinea korporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada
tubuh (kecuali daerah bokong, kemaluan dan selangkangan), kaki (kecuali punggung dan
telapak kaki), lengan (kecuali telapak tangan), dan leher.1,2 Dapat terjadi pada semua umur.
Sering pada orang yang pekerjaannya sering berkontak dengan binatang. Secara geografis
lebih sering pada daerah tropis dan subtropis.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatofitosis
2.1.1 Definisi
Infeksi oleh kelompok jamur dermatofita disebut dengan
dermatofitosis.1Dermatofitosis adalah penyakit jamur pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, seperti kuku, rambut, dan stratum korneum pada epidermis.2Dermatofitosis
selanjutnya dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai jaringan yang diserang nya, yaitu1 :
a. Epideromikosis : dermatofita yang menyerang kulit
b. Trichomikosis : dermatofita yang menyerang rambut dan folikel rambut
c. Onychomikosis : dermatofita yang menyerang kuku
Karena perbedaan jaringan yang diserang, sehingga tampilan klinis saat terinfeksi
punmemberikan gambaran yang berbeda. Dermatofitosis kemudian selanjutnya lebih dikenal
dengan nama Tinea. Beberapa contoh penyakit Tinea yang ada yaitu, Tinea pedis, tinea
korporis, tinea kapitis, tinea unguium, tinea barbe dan lain lain.1,3

Gambar 2.1 Infeksi dermatofita pada kuku (Tinea Unguium)4


Gambar 2.2 Infeksi dermatofita pada kaki (Tinea Pedis)4

2.1.2 Etiologi
Tiga pembagian kelompok jamur dermatofita yaitu Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton . lebih dari 40 spesies sudah ditemukan, dan sedikitnya sekitar 10 spesies
yang sering menyebabkan infeksi pada manusia.1

Gambar 2.3 Infeksi dermatofita pada daerah selangkangan (Tinea Cruris)4


2.1.3 Transmisi
Berdasarkan cara transmisi atau penularannnya, infeksi jamur dermatofita bisa terjadi
melalui beberapa cara, yaitu1,2,4 :
a. Antropofilik atau Transmisi dari manusia ke manusia. Cara transmisi dari manusia ke
manusiaini lebih sering terjadi. Biasanya melalui kontak tidak lansung, ataupun
kontak lansung kulit ke kulit. Jamur yang menginfeksi adalah kelompok Trichophyton
spp.: T. rubrum, T. mentagrophytes (var. interdigitale), T. schoenleinii, T. tonsurans,
T. violaceum. Microsporum audouinii. Epidermophyton floccosum.
b. Zoofilik atau dari hewan ke manusia, contohnya dari kucing. Jamur yang menginfeksi
adalah Trichophyton spp.: T. equinum, T. mentagrophytes (var. mentagrophytes), T.
verrucosum. M. canis.
c. Geofilik. Cara ini adalah yang paling sedikit terjadi. transmisi terjadi dari tanah ke
manusia. Jamur yang menginfeksi adalah Microsporum spp.: M. gypseum, M. nanum.
2.1.4 Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi infeksi jamur dermatofita ini diantaranya adalah faktor kebersihan
diri, kebiasaan, kontak dengan binatang, atopi, suhu, kelmbaban udara, sistem imun
seseorang. Status imunitas seseorang memiliki insididen tertinggi penyebab terjadinya
dermatofitosis. Pemakaian obat imunosupressan topikal yang lama juga merupakan penyebab
terjadinya infeksi.1,5

2.1.5 Patogenesis
Dematofita mensintesis keratinase yang dapat mencerna zat keratin dan membuat
jamur tersebut bisa berkembang biak di struktur keratin kulit manusia tersebut. Sistem
perlindungan tubuh manusia yakni Cell-mediated immunity dan aktivitas antimikrobial dari
PMN turut menghambat patogenesis dari dermatofitosis ini. Namun terdapat beberapa
keadaan dari tubuh yang dapat memfasilitasi infeksi jamur dermatofita ini, diantaranya adalah
: ataopi, pemakaian kortikosteroid topikal atau sistemik, garukan, dan penyakit vaskular
collagen. Beberapa faktor yang bersifat lokal yang bisa menyebabkan infeksi jamur
dermatofita ini bertambah luas yaitu : berkeringat, paparan dengan agen penyebab saat
bekerja, lokasi geografis, kelembaban udara yang tinggi.1,3
Tampilan klinis dari infeksi jamur dermatofita ini tergantung beberapa faktor yaitu :
tempat infeksi, respon imunologis dari tubuh manusia, dan jenis spesies jamur dermatofita
yang menginfeksi. Contohnya, jenis dermatofita yang menyebabkan Tinea rubrum hanya
menginisiasi sedikit respon inflamasi sehingga infeksi yang terjadi berlasung kronis.
Organisme seperti M. Canis menyebabkan infeksi akut sehingga terjadi respon inflamasi
yang cepat dan juga fase penyembuhan yang lumayan cepat.1Dermatofita jenis zoofilik pada
umunya menghasilkan respon inflamasi dengan lesi indurasi yang lebih hebat dibandingkan
dengan infeksi oleh jamur jenis antropofilik.3
2.1.6 Pemeriksaan
Gejala klinis infeksi jamur dermatofita biasanya akan mengeluhkan rasa gatal pada
bagian lesi dan akan bertambah gatal bila berkeringat. Pada beberapa pasien bisa asimtomatis
sampai dengan gejala gatal ringan. Bahkan pada orang yang terpapar binatang peliharaannya
sendiri, seperti kucing, dilaporkan meiliki interval yang cukup lama hingga timbul gejala
.1,4,5Dermatofitosis pada kulit yang tidak berambut mempunyai morfologi khas yaitu kelainan
kulitnya (lesi) biasanya berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit
(polimorf), memiliki pola “ringworm” atau polisiklik, dan bagian tepi lesi lebih aktif (lebih
jelas tanda-tanda peradangan).2,3

2.1.6.1 Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan lansung lewat mikroskop dapat dilakukan dengan menggunakan preparat
Potassium Hydroxide atau KOH dengan melihat gambaran sekat, struktur hifa tau Mycelia
seperti pipa atau pembuluh dan susunan spora pada kerokan kulit, kuku atau rambut yang
terinfeksi. 1
Cara pengambilan sampel yang akan diperiksa bisa dilakukan kerokan dengan
menggunakan scalpel blade nomor 15, kulit yang dikerok ditampung pada kaca object,
kemudian dicampur dengan larutan KOH 20 %, kemudian ditutup dengan kaca penutup. pada
dermatofita yang nenyerang rambut, sampel bisa lansung mengambil rambut yang terinfeksi
dan menaruhnya diatas kaca objek, diberi larutan KOH dan ditutup dengan kaca penutup.1
Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan dan terlebih dahulu tempat
kelainan dibersihkan dengan spiritus 70% kemudian2 :
 Kulit tidak berambut (glabrous skin)
Dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit diluar kelainan.Sisik kulit,
kulit, dan potongan atap vesikel yang berada pada tepi lesi dikerok dengan pisau tumpul
steril.
 Kulit berambut
Rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami kelainan.Kulit pada daerah
tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Pemeriksaan lampu Wood dilakukan
sebelum pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terkena infeksi
dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus tinea kapitis tertentu.
 Kuku
Bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya
sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan dibawah kuku diambil pula.
Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan diatas gelas alas, kemudian ditambah
1-2 tetes larutan KOH.Konsentrasi KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kuku
dan kulit 20%.Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit untuk
melarutkan jaringan.Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan
sediaan basah diatas api kecil. Pada saat mulai keluar asap pada sediaan tersebut, pemanasan
sudah cukup. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk Kristal KOH, sehingga tujuan
yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan
zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta parker superchroom blue black.1,2
Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar,
terbagi oleh sekat, dan becabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit
yang lama dan sudah diobati. Pada sediaan rambut akan yang dilihat adalah spora kecil
(mikrospora) atau besar (makrospora). Spora dapat tersusun diluar rambut (ektrotriks) atau
didalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada sediaan rambut.1,2
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung
biakan basah dan untuk menentukan jenis spesies jamur. Pemeriksaan ini tidak rutin
dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanam bahan klinis pada media buatan
yaitu medium agar dekstrosa sabouraud.2

2.1.6.2 Pemeriksaan dengan lampu Woods


Pemeriksaan dengan menggunakan lampu woods bisa dilakukan diruangan yang
gelap dengan menyinari bagian tubuh yang terinfeksi dengan sinas dari lampu woods. Infeksi
jenis dermatofita tertentu akan memberikan gambaran cahaya tertentu, contohnya pada
infeksi oleh Microsporum spp. pada rambut akan memberikan gambaran cahaya kehijau-
hijauan.1

2.1.7 Penatalaksanaan
Antijamur topikal
Penggunaan anti jamur topikal selama 4 minggu akan memberikan hasil yang optimal.
Walaupun saat pemakaian selama 1 minggu telah memberikan gambaran lokasi infeksi yang
bersih, pemakaian antijamur topikal ini tetap dilanjutkan hingga selama 4 minggu. Oleskan
antijamur topikal pada lokasi yang terinfeksi hingga melewati paling sedikit 3 cm dari batas
kulit yang terinfeksi ke kulit yang sehat.1
Beberapa obat anti jamur topikal 1,5 :
Golongan Imidazoles

Clotrimazole (Lotrimin, Mycelex)

Miconazole (Micatin)

Ketoconazole (Nizoral)

Econazole (Spectazole)

Oxiconizole (Oxistat)

Sulconizole (Exelderm)

Allylamines

Naftifine (Naftin)

Terbinafine (Lamisil)

Obat antijamur sistemik


Obat antijamur sistemik ini biasanya digunakan pada tinea capitis dan tinea unguium,
atau pada lesi kulit yang luas atau jika tidak ada respon pada pengobatan antijamur topikal,
dan juga pada tinea dengan reaksi inflamasi, tinea pedis.1,2,5
Beberapa obat antijamur sitemik yang digunakan diantaraya yaitu1 :
a. Terbinafine250-mg tablet.
Merupakan golongan Allylamine. Memiliki efek samping ,meskipun
jarang,diantaranya yatitu mual, dispepsia, nyeri abdomen, dan berkurangnya sensasi perasa.
Terbinafin merupakan antidermatofita oral yang efektif dan sedikit mempengaruhi jamur
jenis lain.

b. Azole/imidazoles
Itraconazole dan ketoconazole memiliki interaksi dengan beberpa jenis obat seperti
astemizole, calcium channel antagonists, cisapride-coumadin, cyclosporine, agen
hypoglycemic oral, phenytoin, protease inhibitors, tacrolimus, terfenadine, theophylline,
trimetrexate, dan rifampin.
Itraconazole100-mg capsules; oral solution (10 mg/mL): Intravena. Memerlukan
interaksi dengan asam lambung untuk mengurai tablet.
Triazole. Meskipun jarang tapi bisa berefek pada ventricular arrhythmia jika diberikan
bersamaan dengan terfenadine/astemizole. Meningkatkan kadar digoxin dan cyclosporine.
Sering digunakan untuk pengobatan onychomycosis di Amerika.
Fluconazole, 100-, 150-, 200-mg tablets; oral suspension (10 or 40 mg/mL); 400 mg
IV.
Ketoconazole, 200-mg tablets. Memerlukan interaksi dengan asam lambung untuk
mengurai tablet. Konsumsi bersama dengan makanan dan minuman soda, penggunaan
antasida, dan H2 blockers mengurangi penyerapan. Bersifat hepatotoxic, kejadian
hepatotoxicdiperkirakan terjadi pada satu dari setiap 10,000–15,000 penggunaan. Meskipun
jarang tapi memiliki efek ventricular arrhythmia jika diberikan bersamaan dengan
terfenadine/astemizole. Di Amerika, obat ini tidak digunakan untuk pengobatan
dermatofitosis.
c. Griseofulvin
Micronized: 250- atau 500-mg tablets; 125 mg/sendok teh suspension.
Ultramicronized: 165- or 330-mg tablets. Bersifat aktif hanya melawan jamur dermatofita;
kurang efektif dibandingkan dengan triazoles. Efek samping yang ditimbulkan diantaranya
yaitu sakit kepala, mual, muntah, fotosensitif (sehingga harus iminum saat malam hari).
Kurang berespon dalam pengobatan terhadapinfeksi T. rubrum danT. Tonsurans. Harus di
konsumsi bersamaan dengan makanan dan minuman yang mengandung lemak untuk
memaksimalkan penyerapan. Penggunaan pada anak-anak, dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati terlebih dahulu jika terdapat faktor resiko hepatitis
atau mendapat pengobatan lebih dari 3 bulan.

2.2 Tinea Korporis


Tinea korporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada tubuh (kecuali daerah
bokong, kemaluan dan selangkangan), kaki (kecuali punggung dan telapak kaki), lengan
(kecuali telapak tangan), dan leher.1
2.2.1 Epidemiologi
Dapat terjadi pada semua umur. Sering pada orang yang pekerjaannya sering
berkontak dengan binatang.1
2.2.2 Etiologi
Jenis dermatifita yang sering menginfeksi yaitu T. Rubrum, yang lebih sering yaitu
M. canis. T. Tonsurans.1Jamur-jamur tersebutlah yang sering dilaporkan menyebakan tinea
korporis
2.2.3 Transmisi
Bisa melalui autoinokulasi dari bagian tubuh lain dari tubuh seseorang, contohnya
dari tinea pedis dan tinea capitis. Transmisi juga bisa terjadi lewat kontak dengan binatang
dan tanah.Secara geografis lebih sering pada daerah tropis dan subtropis.1
2.2.4 Faktor Predisposisi
feksi lebih sering terjadi oleh penyebaran dari infeksi dermatofita pada tubuh lain,
seperti kaki (T. rubrum, T. mentagrophytes). Infeksi juga bisa diperoleh dari lesi aktif pada
binatang (T. verrucosum, M. canis), atau yang lebih jarang dari kontak dengan tanah (M.
gypseum).1

2.2.5 Patogenesis
Masa inkubasi bisa beberapa hari sampai beberapa bulan. Durasi penyakit dapat
berlansung beberapa minggu hingga tahunan. Gejala yang ditimbulkan bisa asimptomatis
hingga pruritus.1,2
Pathogenesis penyakit tinea korporis saperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada
infeksi jamur dermatofita. Tampilan klinis dari infeksi jamur dermatofita ini tergantung
beberapa faktor yaitu : tempat infeksi, respon imunologis dari tubuh manusia, dan jenis
spesies jamur dermatofita yang menginfeksi.1,5

2.2.6 Pemeriksaan
2.2.6.1 Pemeriksaan fisik
Lesi kulit
Bisa berupa lesi kecil hingga lesi yang besar, bersisik, plak dengan pinggir tajam
berbatas tegas, dengan atau tanpa pustul atau vesikel. Memiliki sifa pinggir aktif dengan
daerah sentral yang mulai sembuh, berbentuk polisiklik. Lesi dari infeksi zoofilik memiliki
reaksi inflamasi yang lebih dengan tanda vesikel dan krusta pada tepi lesi, dan juga bula.1,3
Diagnosis banding
Dermatittis kontak alergi, dermatitis atopi, eritema anular, psoriasis, dermatitis
seboroik, ptyriasis rosea, ptyriasis alba, ptyriasis versikolor, eritema migrans, sub akut lupus
eritematosus.1,3,5
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan lansung lewat mikroskop dapat dilakukan dengan menggunakan preparat
Potassium Hydroxide atau KOH dengan melihat gambaran sekat, struktur hifa tau Mycelia
seperti pipa atau pembuluh dan susunan spora pada kerokan kulit, kuku atau rambut yang
terinfeksi.1 Metode pemeriksaan secara mikroskopis sama seperti pemeriksaan laboratorium
infeksi jamur dermatofita sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.1,2

2.2.7 Penatalaksanaan
2.2.7.1 Penatalaksanaan umum
Menghindari faktor predisposisi, kebersihan diri harus terjaga, dan pemakaian
handuk/pakaian secara bersamaan harus dihindari. Edukasi kepada pasien mengenai
penyebab dan cara penularan penyakit.
2.2.7.2 Penatalaksanaan khusus
Antijamur topikal:
Penggunaan anti jamur topikal selama 4 minggu akan memberikan hasil yang optimal.
Walaupun saat pemakaian selama 1 minggu telah memberikan gambaran lokasi infeksi yang
bersih, pemakaian antijamur topikal ini tetap dilanjutkan hingga selama 4 minggu. Oleskan
antijamur topikal pada lokasi yang terinfeksi hingga melewati paling sedikit 3 cm dari batas
kulit yang terinfeksi ke kulit yang sehat.1 Beberapa obat anti jamur topikal salah satunya
adalah golongan Imidazoles. Dan yang sering dipakai diantaranya adalah ketoknazol salap 2
%.1,2
Antijamur sitemik :
Griseofulvin: 500-1000 mg/hari selama 2-6 minggu
Bersifat aktif hanya melawan jamur dermatofita; kurang efektif dibandingkan dengan
triazoles. Efek samping yang ditimbulkan diantaranya yaitu sakit kepala, mual, muntah,
fotosensitif (sehingga harus iminum saat malam hari). Kurang berespon dalam pengobatan
terhadapinfeksi T. rubrum danT. Tonsurans. Harus di konsumsi bersamaan dengan makanan
dan minuman yang mengandung lemak untuk memaksimalkan penyerapan.1,2
Terbinafine: 250 mg/hari selama 1-2 minggu
Merupakan golongan Allylamine. Memiliki efek samping ,meskipun
jarang,diantaranya yatitu mual, dispepsia, nyeri abdomen, dan berkurangnya sensasi perasa.
Terbinafin merupakan antidermatofita oral yang efektif dan sedikit mempengaruhi jamur
jenis lain. 1,2,5
Obat lainnya yang bisa digunakan yaitu Itraconzole: 100 mg/hari selama 2 minggu,
Ketoconazole 200mg/hari selama kurang lebih 4 minggu, dan Fluconazole: 150-200 mg/hari
selama 2 sampai 4 minggu.1,2
UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Ny. A / wanita / 64 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Ibu Rumah Tangga / Tidak tamat SD
c. Alamat : Komplek Polda Balai Baru
d. Status Pasien : Umum

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak :3
c. Status Ekonomi Keluarga : Cukup mampu dengan penghasilan perbulan Rp.
1.200.000,- (pensiunan suami)
d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
- Rumah permanen, perkarangan cukup luas, luas bangunan 10 x 8 m2
- Ventilasi cukup
- Pencahayaan cukup
- Listrik ada
- Sumber air minum : air galon
- Jamban ada 1 buah di dalam rumah
- Sampah dikumpulkan dan di jemput petugas kebersihan
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Jumlah penghuni rumah 6 orang, pasien dan suami pasien, anak dan menantu,
2 orang cucu
3. Aspek Psikologis di keluarga
- Hubungan di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya baik.
4. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga
- Pasien pernah menderita bercak kemerahan gatal yang semakin lama melebar
ke arah luar 1 tahun yang lalu dan sembuh dengan pengobatan dari puskesmas
- Riwayat Diabetes Melitus tidak ada.
- Anggota keluarga tidak ada yang menderita bercak kemerahan yang gatal
seperti pasien

5. Keluhan Utama
Bercak kemerahan pada payudara kanan yang bertambah gatal sejak 2 minggu
yang lalu.

6. Riwayat Penyakit Sekarang


 Bercak kemerahan yang terasa gatal pada payudara kanan sejak 2 minggu yang lalu.
Awalnya gatal kemerahan kira-kira seukuran koin, kemudian semakin melebar serta
dirasakan makin gatal. Bagian pinggir bercak lebih merah dibandingkan dengan
bagian tengah. Gatal dirasakan terutama saat berkeringat. Panas dan perih pada lesi
tidak ada.
 Bercak kemerahan gatal yang semakin lama melebar ke arah luar di bagian tubuh lain
tidak ada.
 Tidak terdapat kelainan pada kuku dan rambut seperti rambut rontok ataupun kuku
yang sering patah
 Pasien mengaku jarang mengganti pakaian jika berkeringat saat bekerja sehingga
kondisi tubuh sering lembab.
 Pasien kadang-kadang suka menggunakan pakaian yang berlapis dan tidak menyerap
keringat.
 Riwayat menggunakan pakaian dan handuk bersama-sama tidak ada.
 Pasien berkebun dan menanam bunga di depan rumahnya. Saat bekerja sering kontak
dengan tanah karena tidak menggunakan sarung tangan dan sepatu boot. Setelah
berkebun pasien tidak pernah mencuci tangan dengan sabun, hanya membilas dengan
air.
 Tidak memiliki riwayat kontak dengan binatang peliharaan seperti anjing dan kucing
yang bulunya rontok dan mempunyai penyakit kulit.
 Riwayat konsumsi obat-obatan pereda nyeri dan jamu tidak ada.
 Pasien mengeluhkan rumah terasa panas dan pasien sering berkeringat terutama pada
siang hari.
 Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
- Keadaan Umum : Tidak tampak sakit
- Kesadaran : CMC
- Nadi : 84x/ menit
- Nafas : 20x/menit
- TD : 140/70 mmHg
- Suhu : 370C
- BB : 65 kg TB : 148 cm
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
- KGB : tidak ada pembesaran KGB
Thorax
- Paru
Inspeksi : simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
- Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit, Distensi (-),
Palpasi : Hepar/Lien tidak teraba, NT(-), NL (-),
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Anggota gerak : Akral hangat, refilling kapiler baik, edema -/-.
Status Dermatlogikus :
Lokasi : Payudara kanan
Distribusi : Terlokalisir, unilateral
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Polisiklik
Batas : Tegas
Ukuran : Plakat
Efloresensi : Plak eritema dengan pinggir meninggi berupa papul-papul eritem, bagian tepi
aktif dan bagian tengah menyembuh, terdapat skuama kasar di bagian tengah.

Status venereologikus : tidak dilakukan pemeriksaan


Kelainan selaput lendir : tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan
Kelainan rambut : tidak ditemukan kelainan
Kelainan kelenjar limfe : tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe
8. Laboratorium
Pemeriksaan Anjuran :
Kerokan Kulit dengan KOH 10%
9. Diagnosis Kerja
Tinea korporis
10. Diagnosis Banding
Dermatitis numularis
11. Manajemen
a. Preventif :
- Menjaga kebersihan badan dengan mandi 2 kali sehari.
- Memakai sarung tangan dan alas kaki ketika berkebun, mencuci tangan
dengan sabun setelah berkebung. Serta memotog kuku
- Sering mengganti pakaian terutama jika lembab dan setelah beraktivitas yang
mengeluarkan banyak keringat
- Menggunakan pakaian yang menyerap keringat
- Hindari menggunakan pakaian yang berlapis-lapis
- Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang
- Menghindari stress psikologis
- Tidak mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri dan jamu-jamuan dalam
jangka waktu lama.
b. Promotif :
- Hindari penggunaan pakaian dan handuk secara bersama
- Menjelaskan tentang penyakit jamur, penyebab dan cara penularan penyakit.
- Memberikan saran agar menjemur pakaian di tempat yang terdapat sinar
matahari langsung, dan menyetrika pakaian sebelum digunakan.
c. Kuratif :
Sistemik
o Ketokonazol tab 200 mg 1x1 (XV)
Topikal
o Ketokonazole salf 2 % (oleskan tipis dua kali sehari sesudah mandi)
d. Rehabilitatif :
- Kontrol teratur ke puskesmas karena pengobatan memerlukan waktu yang
lama.
BAB III
DISKUSI

Seorang pasien perempuan berumur 64 tahun datang Puskesmas Nanggalo dengan


keluhan utama berupa bercak kemerahan yang terasa gatal di payudara kanan sejak 2 minggu
yang lalu. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita
Tinea korporis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik sebagai berikut.
Hasil anamnesis yang mendukung diagnosis adalah adanya keluhan pasien berupa gatal
berwarna kemerahan yang awalnya seukuran koin, kemudian ukurannya semakin melebar.
dari anamnesa yang dikatakan bahwa ukurannya semakin melebar ke arah luar sesuai dengan
sifat dermatofita yang mencari keratin sehingga luas lesi akan semakin melebar. Keluhan
gatal semakin bertambah saat pasien berkeringat.
Bercak tersebut juga dirasakan tidak panas dan pedih, hanya terasa gatal, sehingga
kemungkinan dermatitis numularis dapat disingkirkan sehingga kemungkinan tinea dapat
dipertimbangkan
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, diperoleh: keadaan umum baik, kesadaran
CMC, dan vital sign dalam batas normal. Dari status dermatologi pasien didapatkan plak
eritema di payudara kanan berukuran plakat dengan pinggir meninggi berupa papul-papul,
bagian tepi aktif dan bagian tengah menyembuh, terdapat skuama kasar di bagian tengah,
bentuk tidak khas, susunannya polisiklik, batas tegas. Sehingga ditegakkan diagnosis kerja
tinea korporis.
Pemeriksaan laboratorium rutin yang seharusnya dilakukan adalah pemeriksaan
kerokan kulit dengan KOH 10% yang akan sangat membantu dalam membuat diagnosis
pasti. Jika dilakukan pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% diharapkan ditemukan
gambaran hifa panjang dengan spora.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah secara komprehensif yang terdiri dari
terapi umum dan khusus. Terapi umum bertujuan untuk mencegah timbulnya penyakit
maupun mencegah penyakit yang telah ada agar tidak bertambah parah dengan cara tidak
menggaruk lesi,mencuci tangan setelah berkontak dengan tanah, menggunakan sarung tangan
dan sepatu boot ketika berkontak dengan tanah, mandi minimal dua kali sehari, mencuci
tangan dengan sabun setelah berkebun, memotong kuku, dan memakai pakaian yang
berbahan dasar menyerap keringat. Serta mencegah penularan ke anggota keluarhga yang lain
yang serumah dengan tidak menggunakan handuk bersama.
Edukasi mengenai penularan mengenai tinea ini juga diberikan berupa penularan
melalui manusia (antropofilik), binatang (zoofilik), maupun tanah (geofilik) yang
mengandung elemen jamur, oleh sebab itu pasien dilarang untuk menggaruk kulitnya karena
elemen jamur tersebut bisa menempel di kulit sehingga dapat menularkan ke bagian tubuh
yang lain (antropofilik). Selain itu beritahukan kepada pasien bahwa penggunaan pakaian dan
handuk bersamaan dengan pasien tinea dapat menularkan tinea (antropofilik). Untuk zoofilik,
diterangkan bahwa penularannya pada binatang peliharaan seperti anjing, kucing yang
mempunyai kelainan kulit dengan gambaran bulu-bulu rontok dan ada bintik-bintik pada kulit
atau kurap. Untuk Geofilik, diterangkan untuk menggunakan sandal atau alas kaki jika
berjalan ditanah atau jika mempunyai hobi berkebun, anjurkan untuk menggunakan sarung
tangan dan setelah berkebun cuci tangan dengan sabun.
Terapi khusus pada pasien ini diberikan ketokonazol tablet 1 x 200 mg selama 14
hari; Ketokonazol 2% salf 2x sehari. Edukasi penggunaan obat pada pasien yaitu mengenai
terapi yang membutuhakan waktu lama (2-4 minggu) dan penggunaan ketokonazol cream
dioleskan lebih sekitar 2-3 cm dari batas lesi yang terlihat.
Dinas Kesehatan Kodya Padang

Puskesmas Nanggalo

Dokter : dr. Suci Maulidia


Tanggal : 7 Juni 2017

R/ Ketokonazol tab 200 mg No. XV

S1 dd tab I (malam hari)

______________________________________£

R/ Ketokonazole salf 2% tubeNo. I

S applic loc dol

______________________________________ £

Pro : Nn. A

Umur : 64 tahun

Alamat : : Komplek Polda Balai Baru


Daftar Pustaka
1. Wolff, Klaus, Ricahrd Allen Johnson, dan Dick Suurmond. Fitzpatrick’s, Color Atlas
& Synopsis of Clinical Dermatology, 5th Edition. USA. The McGraw-Hill
Companies. 2007.
2. Djuanda, Adhi, Mokhtar Hamzah, dan Siti Aisyah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
FK UI Edisi Ke enam. Mikosis halaman 92-95. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2010.
3. Buxton, K. Paul. ABC of Dermatology. 4th Edition. Fungal Infection Page 101-105.
London. BMJ Publishing Group Ltd. 2003.
4. Hunter, J.A.A, J.A. Savin, and M.V. Dahl. Clinical Dermatology 3th Edition. Fungal
Infection, Page 210-219. USA. Blackwell Science. 2002.
5. Arndt, A. Kenneth, and Jeffrey T.S Hsu. Manual Of Dermatologuc Therapeutic 7th
Edition. Fungal Infection page 86-95. USA. Lippincontt Williams & Wilkins. 2007.

Anda mungkin juga menyukai