Kacamata PIS PK
Hasirun
Capacity Training Center
FETP Universitas Airlangga
hasirunfetp@gmail.com
Sejak beberapa dekade terakhir, kita menghadapi berbagai masalah kesehatan di Indonesia
atau biasa kita sebut dengan triple burden selain penyakit menular, penyakit yang baru muncul,
dan penyakit tidak menular yang terus meningkat di kalangan masyarakat. Misalnya, angka
penyakit tidak menular yang mulai mendominasi 10 penyakit terbanyak di Indonesia. Nah,
salah satu faktor risikonya yaitu Rokok.
Bahaya rokok pun sudah umum dikampanyekan yaitu dapat menyebabkan kanker, kerusakan
bagian organ, membahayakan paru-paru, merusak kulit, mengganggu kondisi gigi dan mulut,
menurunkan daya tahan tubuh, menyerang tulang, mengganggu konsentrasi, membahayakan
janin, menimbulkan disfungsi ereksi. Data lain pun menunjukkan bahwa merokok
menyebabkan sekitar 21% kematian laki-laki dewasa dan 8% kematian perempuan dewasa
setiap tahunnya.
Indonesia memiliki program nasional yang baik di bidang kesehatan yaitu Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga dan juga Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan
berbagai macam indikator sehat salah satunya tidak merokok. Yah, isu rokok ini sudah lama
kita hadapi di Indonesia. Bahkan berbagai macam regulasi telah dikeluarkan oleh Pemerintah.
Pertanyaan sederhana, sudah sejauh manakah kemajuan intervensi yang dicapai?
Tak perlu jauh-jauh untuk melihatnya, data menunjukkan angka perokok pemula meningkat
setiap tahunnya. Anda bisa menyimpulkan sendiri bagaimana keberhasilan pencapaian
program tabacco control di Indonesia. Nah, kembali ke program pemerintah tadi nih. Melalui
program ini, Puskesmas harus mengunjungi dan mendata setiap rumah yang ada di wilayah
kerjanya untuk menilai kondisi kesehatan masyarakatnya lalu melakukan intervensi sesuai
dengan masalah yang ditemukan.
Untuk mendukung program tersebut, berikut ini adalah tantangan dan peluang di lapangan
yang ditemui oleh petugas Puskesmas dalam intervensi aktifitas merokok:
1. Program Tabacco Control di Puskesmas
Ini sangat umum ditemui di lapangan, petugas kesehatan pun merokok. Padahal di satu
sisi mereka harus melakukan penyuluhan bahaya rokok dan mengajak perokok untuk
berhenti paling tidak mengurangi secara perlahan merokok. Sehingga intervensi yang
dijalankan pun tidak maksimal.
Nah, lantas apa yang perlu Puskesmas lakukan ialah Puskesmas harus “TEGAS” memulai
hidup Sehat dari tataran institusi, misalnya membuat peraturan dilarang merokok bagi
Karyawannya. Nah, yang berat adalah pegawai yang merokok itu sendiri terkadang
menolak aturan tersebut, karena merasa terbatasi ruang gerakknya untuk merokok.
Ayolah, saatnya revolusi mental diperkuat dan kepatuhan terhadap aturan itu harus
dimulai dari diri sendiri, sebelum anda menyuluh untuk tidak merokok di masyarakat.
Kesehatan di Puskesmas anda termaksud perilaku nakesnya adalah cerminan
kesehatan masyarakat anda. Jelas yang paling utama dalam tabacco control atau
promosi kesehatan mengenai bahaya rokok adalah KOMITMEN seluruh jajaran
puskesmas. Sekali lagi adalah KOMITMEN untuk sehat dimulai dari diri sendiri.
Lantas, apa yang harus dilakukan??? Intervensi berbasis sekolah pun bisa dilakukan,
akan tetapi perlu KOMITMEN yang kuat antara Puskesmas, Sekolah, LSM, Linsek dan
Orang Tua dalam menjalankan. Untuk membangun perilaku sehat itu memang butuh
proses, tetapi harus dimulai dari sekarang. Puskesmas harus mengajak keterlibatan
mereka dengan membagi peran agar program intervensi di sekolah bisa bertahan lama,
termaksud melibatkan orang tua sebagai role model bagi remaja di rumah.
Ayoo, bukan hanya sekedar memasang spandung kawasan tanpa asap rokok, namun
perubahan norma pun menjadi salah satu pendukung untuk mengajak remaja hidup
sehat tanpa rokok. Puskesmas pun juga bisa memanfaatkan sosial media sebagai wadah
untuk penyuluhan larangan dan bahaya merokok. Sosial media mendukung
keberhasilan sebuah program, dan sekarang saatnya Puskesmas memanfaatkan
sosmed untuk penyuluhan kesehatan bagi remaja.
3. Masyarakat
Masyarakat adalah pihak yang menerima manfaat dari program kesehatan. Apakah
anda setuju? Saya sangat setuju, namun mereka bukan hanya menjadi penerima
manfaat saja tetapi juga harus menjadi subjek atau mitra pelaksana program
kesehatan. Bagaimana dengan rokok? Banyak petugas kesehatan atau kader kesehatan
yang mengeluh saat melakukan penyuluhan kesehatan mengenai rokok, karena
menghadapi berbagai pendapat dari sebagian dari masyarakat yang notabene adalah
perokok.
4. Peran Lintas Sektor dan Topik Bahaya Rokok Bukan Prioritas Daerah
Mengapa ini menjadi kendala? Sangat jelas, program intervensi di lapangan tidak hanya
dijalankan sektor kesehatan saja. Dampak positif yang dicapai jauh lebih baik jika
dukungan lintas sektor itu juga maksimal. Misalnya saja, kebijakan kecamatan untuk
mengatur setiap rumah tanpa asap rokok atau di tingkat desa terdapat aturan desa
bebas asap rokok. Ada beberapa puskesmas dan lintas sektor yang sukses intervensi
masalah rokok. Namun, ada juga intervensi yang lambat di lapangan karena kurang
dukungan dari Lintas Sektor.
Tak bisa dipungkiri, hasil dari intervensi akan semakin kuat jika didukung dengan peran
lintas sektor yang ada. Hal yang harus dilakukan ialah saling merangkul antara
Puskesmas dan lintas sektor (sekolah, pendidikan, kecamatan, desa, PKK, LSM bergerak
di bidang tabacco control dan lain sebagainya) dalam mengurangi angka perokok di
masyarakat dengan bersama-sama merencanakan, melaksanakan sesuai peran masing-
masing, mengawasi serta mengevaluasi bersama program intervensi tabacco control di
masyarakat.
Padahal dalam Permenkes Nomor 39 Tahun 2016 tentang PIK PK sudah dikatakan
bahwa tidak ada anggota keluarga yang merokok. Nah, sudah seharusnya Pemerintah
Daerah mengakomodir program-program di Dinas Kesehatan dan Puskesmas dengan
penguatan lintas sektor di pemerintahan. Banyak kepala daerah yang berhasil
memberlakukan larangan iklan rokok di wilayahnya.
Sebagai tambahan, tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah kita dan sejalan dengan yang
dihadapi Framework Convention on Tabacco Control WHO yaitu penerimaan negara yang
masih bergantung pada besarnya cukai rokok, harga rokok yang murah dan dapat diperoleh
dengan eceran, labeling serta packaging rokok, iklan rokok bebas tersebar dimana-mana,
perusahan rokok masih menjadi sponsor utama dalam acara besar diantaranya olahraga,
bagaimana meningkatkan kesadaran/awareness ke masyarakat dan lintas sektor. Ini adalah isu
yang sulit diintervensi di tingkat Puskesmas. Oleh sebab itu, untuk benar-benar menyukseskan
tabacco control harus memperkuat political will di tingkat nasional dan daerah, hingga
penguatan promosi kesehatan dan program indonesia sehat dengan pendekatan keluarga di
level akar rumput.
Sumber:
WHO Framework Convention on Tabacco Control
Global Burden of Disease (GBD) 2013
http://p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/10-bahaya-merokok