Anda di halaman 1dari 49

HIPERTENSI

1. Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial, sistol ≥ 140 mmHg dan diastol
≥ 90 mmHg. Tekanan darah bergantung kepada :
1. Curah jantung

2. Tahanan perifer pada pembuluh darah

3. Volum atau isi darah yang bersirkulasi

Faktor utama dalam mengontrol tekanan arterial ialah output jantung dan tahanan
perifer total. Bila output jantung (curah jantung) meningkat, tekanan darah arterial akan
meningkat, kecuali jika pada waktu yang bersamaan tahanan perifer menurun. Tekanan darah
akan meninggi bila salah satu faktor yang menentukan tekanan darah mengalami kenaikan (
Lumbantobing, 2008).

Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII :


Kategori Tekanan darah sistol Tekanan darah diastol
Normal < 120 < 80
Prehypertension 120 – 139 80 – 89
Hypertension stage 1 140 – 159 90 – 99
Hypertension stage 2 ≥ 160 ≥ 100

2. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui peyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya, seperti
genetik, lingkungan, sistem renin angiotensin, sistem saraf otonom, dan faktor-faktor
yang meningkatkan risiko seperti merokok, alkohol, obesitas, dan lain-lain (Lauralee,
2001).

2. Hipertensi sekunder, terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui,


misalnya (Lauralee, 2001):

1
 Penyakit ginjal : glomerulonefritis akut, nefritis kronis, penyakit
poliarteritis, diabetes nefropati

 Penyakit endokrin : hipotiroid, hiperkalsemia, akromegali

 Koarktasio aorta

 Hipertensi pada kehamilan

 Kelainan neurologi

 Obat-obat dan zat-zat lain

3. Patofisiologi Hipertensi
Mengenai patofisiologi hipertensi masih banyak terdapat ketidakpastian. Sebagian kecil
pasien (2% - 5%) menderita penyakit ginjal atau adrenal sebagai penyebab meningkatnya
tekanan darah. Pada sisanya tidak dijumpai penyebabnya dan keadaan ini disebut hipertensi
esensial.
Beberapa mekanisme fisiologis terlibat dalam mempertahankan tekanan darah yang
normal, dan gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hipertensi esensial.
Faktor yang telah banyak diteliti ialah : asupan garam, obesitas, resistensi terhadap insulin,
sistem renin-angiotensin dan sistem saraf simpatis (Lumbantobing, 2008).

Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :


1. Curah jantung dan tahanan perifer
Mempertahankan tekanan darah yang normal bergantung kepada keseimbangan antara
curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Sebagian terbesar pasien dengan hipertensi
esensial mempunyai curah jantung yang normal, namun tahanan perifernya meningkat.
Tahanan perifer ditentukan bukan oleh arteri yang besar atau kapiler, melainkan oleh arteriola
kecil, yang dindingnya mengandung sel otot polos. Kontraksi sel otot polos diduga berkaitan
dengan peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler (Lumbantobing, 2008).
Kontriksi otot polos berlangsung lama diduga menginduksi perubahan sruktural
dengan penebalan dinding pembuluh darah arteriola, mungkin dimediasi oleh angiotensin,
dan dapat mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang irreversible. Pada hipertensi yang
sangat dini, tahanan perifer tidak meningkat dan peningkatan tekanan darah disebabkan oleh
meningkatnya curah jantung, yang berkaitan dengan overaktivitas simpatis. Peningkatan
tahanan peifer yang terjadi kemungkinan merupakan kompensasi untuk mencegah agar

2
peningkatan tekanan tidak disebarluaskan ke jaringan pembuluh darah kapiler, yang akan
dapat mengganggu homeostasis sel secara substansial (Lumbantobing, 2008).

2. Sistem renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin yang paling penting
dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat juxtaglomerular ginjal sebagai
jawaban terhadap kurang perfusi glomerular atau kurang asupan garam. Ia juga dilepas
sebagai jawaban terhadap stimulasi dan sistem saraf simpatis (Lumbantobing, 2008).
Renin bertanggung jawab mengkonversi substrat renin (angiotensinogen) menjadi
angotensin II di paru-paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE). Angiotensin II
merupakan vasokontriktor yang kuat dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah
(Lumbantobing, 2008).

3. Sistem saraf otonom


Stimulasi sistem saraf otonom dapat menyebabkan konstriksi arteriola dan dilatasi
arteriola. Jadi sistem saraf otonom mempunyai peranan yang penting dalam
mempertahankan tekanan darah yang normal. Ia juga mempunyai peranan penting dalam
memediasi perubahan yang berlangsung singkat pada tekanan darah sebagai jawaban
terhadap stres dan kerja fisik (Lumbantobing, 2008).

4. Peptida atrium natriuretik (atrial natriuretic peptide/ANP)


ANP merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai jawaban
terhadap peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan ekskresi garam dan air dari
ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah. Gangguan pada sistem ini dapat
mengakibatkan retensi cairan dan hipertensi (Lumbantobing, 2008).

3
4
TERAPI FARMAKOLOGI HIPERTENSI

1. TIAZID

Tiazid dan senyawa-senyawa terkait merupakan diuretika dengan potensi sedang,


yang bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi natrium pada bagian awal tubulus
distal. Mula kerja diuretika golongan ini setelah pemberian peroral antara 1-2 jam, sedangkan
masa kerjanya 12-24 jam. Lazimnya tiazid diberikan pada pagi hari agar diuresis tidak
mengganggu tidur pasien.
Dalam tatalaksana hipertensi, tiazid dengan dosis rendah misalnya bendroflumetiazid
(bendrofluazid) 2,5 mg sehari, menimbulkan efek penurunan tekanan darah yang maksimal
atau hampir maksimal, dengan gangguan biokimia yang sangat kecil. Dosis yang lebih tinggi
menyebabkan perubahan yang tajam atas kadar kalium, natrium, asam urat, glukosa, dan lipid
plasma, tanpa meningkatkan pengendalian tekanan darah.
Bendrofluazid banyak digunakan untuk gagal jantung ringan atau sedang dan
digunakan untuk hipertensi dalam bentuk tunggal untuk pengobatan hipertensi ringan atau
dikombinasi dengan obat lain untuk hipertensi yang lebih berat. Digunakan juga untuk anak-
anak.
Klortalidon mempunyai masa kerja yang lebih panjang daripada tiazid, dan dapat
diberikan dua hari sekali untuk mengendalikan edema. Obat ini juga bermanfaat bila retensi
yang akut dapat dicetuskan oleh diuresis yang lebih cepat, atau jika pasien tidak suka pola
berkemihnya berubah oleh diuretika.
Tiazid dan diuretika terkait lainnya (termasuk benztiazid, klopamid, siklopentiazid,
hidroklorotiazid dan hidroflumetiazid) tidak memberikan manfaat apapun yang melebihi
bendrofluazid dan klortalidon. Metolazon terutama efektif bila dikombinasikan dengan suatu
diuretika kuat (bahkan pada gagal ginjal) tetapi diuresis hebat dapat terjadi, sehingga pasien
harus dipantau dengan seksama. Sipamid dan indapamid strukturnya mirip dengan
klortalidon.
Indapamid dapat menurunkan tekanan darah dan sedikit memperburuk diabetes
melitus.

5
a. Bendrofluazid (Bendroflumetazid)
Indikasi:
edema, hipertensi
Peringatan:
pada dosis tinggi atau gangguan ginjal perlu pantau elektrolit; memperburuk diabetes melitus
dan pirai; mungkin memperburuk SLE (lupus eritematosus sistemik); usia lanjut; kehamilan
dan menyusui; gangguan hati dan ginjal
Kontraindikasi:
hipokalemia yang refraktur, hiponatremia; hiperkalsemia; gangguan ginjal dan hati yang
berat; hiperurikemia yang simtomatik; penyakit Addison
Efek Samping:
hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi (reversibel bila obat
dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurisemia, pirai,
hiperglikemia, dan peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit,
fotosensitivitas; gangguan darah (termasuk neutropenia, bila dirasakan pada masa kehamilan
akhir trombositopenia neonatal telah dilaporkan);pankreatitis, kolestatis intrahepatik, dan
reaksi hipersensitivitas (termasuk pneumonitis, edema paru, reaksi kulit yang berat) juga
dilaporkan.
Dosis:
edema, dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari; dosis penunjang 5-10
mg 1-3 kali seminggu. Hipertensi, 2,5 mg pada pagi hari; dosis yang lebih tinggi jarang
diperlukan.

b. Hidroklorotiazid
Indikasi:
edema, hipertensi
Peringatan:
Pengurangan volume intravaskular: gejala hipotensi khususnya setelah dosis pertama dapat
terjadi pada pasien yang kehilangan volume dan/atau garam oleh karena terapi diuretika,
pembatasan diet garam, diare atau muntah; Arteri stenosis ginjal; Hipertensi renovaskular;
Pasien dengan gangguan ginjal dan transplantasi ginjal; Pasien dengan gangguan hati: tiazid
tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau penyakit hati progresif
sejak alterasi minor dari larutan dan keseimbangan elektrolit dapat mempercepat koma

6
hepatik; Pasien penderita katup jantung stenosis aorta dan mitral, hipertrofi obstruktif
kardiomiopati; Pasien dengan aldosterisme primer; Metabolik dan efek endokrin: tiazid dapat
mengganggu toleransi glukosa. Pada pasien diabetes diperlukan penyesuaian dosis insulin
atau agent oral hipoglikemik; Kondisi lain yang distimulasi oleh sistem renin-angiotensin-
aldosteron; Ketidakseimbangan elektrolit: tiazid dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit (hipokalemia, hiponatremia dan hipokloremik alkalosis). Tiazid dapat menurunkan
eksresi kalsium urin dan dapat menyebabkan peningkatan serum kalsium sedikit demi sedikit
dengan tidak adanya gangguan yang diketahui dari metabolisme kalsium. Hiperkalsemia
ditandai dengan adanya hiperparatiroidisme yang tersembunyi. Penggunaan tiazid harus
dihentikan sebelum melakukan test untuk fungsi paratiroid. Tiazid juga menunjukkan
peningkatan eksresi magnesium urin yang dapat mengakibatkan hipomagnesemia.
Interaksi:
alkohol, barbiturat atau narkotik; obat-obat antidiabetik (oral dan insulin); kolestiramin dan
resin kolestipol; kortikosteroid, ACTH; glikosida digitalis; AINS; pressor amine (seperti
noradrenalin); relaksan otot skelet nondepolarizing; garam kalsium; atropin, beperiden,
siklofosfamid, metotreksat.
Kontraindikasi:
gangguan hati berat, gangguan ginjal berat (kreatinin klirens < 30 mL/menit), hipokalemia
refraktori, hiperkalsemia, hamil dan menyusui.
Efek Samping:
anoreksia, penurunan nafsu makan, iritasi lambung, diare, konstipasi, sialadenitis,
pankreatitis, jaundice, xanthopsia, gangguan penglihatan sementara, leukopenia, neutropenia/
agranulositosis, thrombositopenia, anemia aplastik, anaemia hemolitik, depresi sumsum
tulang belakang, reaksi fotosensitivitas, ruam, reaksi seperti cutaneous lupus erythematosus,
reaktivasi cutaneous lupus erythematosus, urtikaria, vaskulitis, cutaneous vasculitis, reaksi
anafilaksis, keracunan epidermal nekrolisis, demam, penekanan saluran pernafasan, gangguan
ginjal, nefritis interstisial, kejang otot, lemas, gelisah, kepala terasa ringan, vertigo,
paraesthesia, hipotensi postural, kardiak aritmia, gangguan tidur dan depresi.
Dosis:
edema, dosis awal 12,5-25 mg sehari, untuk penunjang jika mungkin dikurangi; edema kuat
pada pasien yang tidak mampu untuk mentoleransi diuretika berat, awalnya 75 mg sehari.
Hipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 25 mg sehari. USIA

7
LANJUT. Pada pasien tertentu (terutama usia lanjut) dosis awal 12,5 mg sehari mungkin
cukup.
c. Indapamid
Indikasi:
hipertensi esensial
Peringatan:
gangguan ginjal (hentikan bila memburuk); pantau kadar kalium dan urat plasma pada usia
lanjut, hiperaldosteronisme, pirai, atau pengobatan bersama glikosida jantung;
hiperparatiroidisme (hentikan jika hiperkalsemia); kehamilan dan menyusui
Kontraindikasi:
stroke yang baru saja terjadi, gangguan hati yang berat
Efek Samping:
hipokalemia, sakit kepala, pusing, konstipasi, dispepsia, ruam kulit (eritema multiforme,
nekrolisis epidermal dilaporkan); jarang terjadi hipotensi ortostatik, palpitasi, enzim hati
meningkat, gangguan darah (termasuk trombositopenia), hiponatremia, alkalosis metabolik,
hiperglikemia, kadar urat plasma meningkat, parestesia meningkat, fotosensitivitas,
impotensi, gangguan ginjal, miopia akut yang reversibel; diuresis dengan dosis di atas 2,5 mg
sehari
Dosis:
2,5 mg sehari pada pagi hari

d. Klortalidon
Indikasi:
asites karena sirosis pada sekelompok pasien (dibawah pengawasan dokter), edema karena
sindrom nefrotik, hipertensi; gagal jantung kronik yang ringan sampai sedang; diabetes
insipidus.
Peringatan:
pada dosis tinggi atau gangguan ginjal perlu pantau elektrolit; memperburuk diabetes melitus
dan pirai; mungkin memperburuk SLE (lupus eritematosus sistemik); usia lanjut; kehamilan
dan menyusui; gangguan hati dan ginjal
Kontraindikasi:
hipokalemia yang refraktur, hiponatremia; hiperkalsemia; gangguan ginjal dan hati yang
berat; hiperurikemia yang simtomatik; penyakit Addison

8
Efek Samping:
hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi (reversibel bila obat
dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurisemia, pirai,
hiperglikemia, dan peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit,
fotosensitivitas; gangguan darah (termasuk neutropenia, bila dirasakan pada masa kehamilan
akhir trombositopenia neonatal telah dilaporkan);pankreatitis, kolestatis intrahepatik, dan
reaksi hipersensitivitas (termasuk pneumonitis, edema paru, reaksi kulit yang berat) juga
dilaporkan.
Dosis:
edema, hingga 50 mg sehari selama periode terbatas. Hipertensi, 25 mg pada pagi hari, jika
perlu tingkatkan sampai 50 mg.

f. Metolazon
Indikasi:
edema, hipertensi
Peringatan:
Diuresis berat pada pemberian bersama furosemid (pantau pasien dengan seksama); porfiria
Kontraindikasi:
hipokalemia yang refraktur, hiponatremia; hiperkalsemia; gangguan ginjal dan hati yang
berat; hiperurikemia yang simtomatik; penyakit Addison
Efek Samping:
hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi (reversibel bila obat
dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurisemia, pirai,
hiperglikemia, dan peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit,
fotosensitivitas; gangguan darah (termasuk neutropenia, bila dirasakan pada masa kehamilan
akhir trombositopenia neonatal telah dilaporkan);pankreatitis, kolestatis intrahepatik, dan
reaksi hipersensitivitas (termasuk pneumonitis, edema paru, reaksi kulit yang berat) juga
dilaporkan.
Dosis:
edema, 5-10 mg pada pagi hari; jika perlu tingkatkan sampai 20 mg sehari pada edema
resisten, maksimal 80 mg sehari. Hipertensi, dosis awal 5 mg pada pagi hari; dosis penunjang
5 mg selang sehari

9
g. Sipamid
Indikasi:
edema, hipertensi
Peringatan:
pada dosis tinggi atau gangguan ginjal perlu pantau elektrolit; memperburuk diabetes melitus
dan pirai; mungkin memperburuk SLE (lupus eritematosus sistemik); usia lanjut; kehamilan
dan menyusui; gangguan hat,i ginjal, dan porfiria
Kontraindikasi:
hipokalemia yang refraktur, hiponatremia; hiperkalsemia; gangguan ginjal dan hati yang
berat; hiperurikemia yang simtomatik; penyakit Addison
Efek Samping:
gangguan saluran cerna; pusing ringan; hipokalemia, lebih jarang terjadi gangguan elektrolit
lain seperti hiponatremia
Dosis:
edema, dosis awal 40 mg pada pagi hari; tingkatkan sampai 80 mg pada kasus resisten; dosis
penunjang 20 mg pada pagi hari. Hipertensi, 20 mg pada pagi hari

2. DIURETIK LOOP (FUROSEMID)

Deskripsi Dan Kekuatan Obat


Furosemide adalah obat yang digunakan untuk mengurangi bengkak/edema dan
penyimpanan cairan yang disebabkan oleh berbagai macam masalah kesehatan, termasuk
penyakit jantung atau hati. Furosemide juga digunakan untuk pengobatan tekanan darah
tinggi/hipertensi. Furosemide bekerja dengan membloking absorpsi garam dan cairan dalam
tubulus ginjal, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah urin yang diekskresikan. Efek
diuretik furosemide dapat menyebabkan deplesi cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh.

Bentuk Sediaan Dan Cara Pakai

Bentuk sediaan : Furosemide ada yang dalam bentuk oral (tablet) dan injeksi (IV/IM).
Jadwal Dan Cara Penggunaan

Pada pengobatan hipertensi diberikan furosemide tablet 80 mg, biasanya dibagi


menjadi 40 mg dan diberikan dua kali sehari. Jika respon tidak begitu memuaskan, dapat
ditambahkan agen antihipertensi yang lain. Tetapi perubahan tekanan darah harus selalu

10
dimonitor ketika furosemide diberikan dengan agen antihipertensi yang lain. Untuk
mencegah tekanan darah yang turun secara mendadak, dosis agen-agen yang lain harus
dikurangi minimal 50% ketika furosemide tablet ditambahkan ke dalam regimen. Durasi
furosemide adalah 6-8 hari dimana waktu paruhnya adalah 2 hari, sehingga pemberian ulang
dosis setiap dua hari jika perlu. Obat diekskresikan lewat urin.Furosemid diberikan dengan
makanan untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada saluran cerna.

Informasi Untuk Pasien

1. pasien harus diberi tahu tentang efek samping furosemid


2. jauhkan obat dari jangkauan anak-anak dan binatang peliharaan
3. jika lupa tidak minum obat, segera minum obat segera mungkin ketika ingat. tetapi
jika sudah waktunya untuk dosis berikutnya, obat yang terlupakan tadi tidak perlu
diminum dan dilanjutkan saja jadwal minum obatnya. dan jangan minum 2 obat
sekaligus untuk dosis yang terlupakan.
4. furosemide yang sediaan liquid tidak boleh digunakan lagi setelah 60 hari.
5. mengingatkan pada pasien untuk tidak menaikkan dosis sendiri atau berhenti minum
obat tanpa konsultasi ke dokter menginformasikan pada pasien bahwa setelah minum
obat, pasien akan sering BAK.
6. Urin yang keluar akan lebih banyak dan sering,ini membantu pengeluaran air dalam
tubuh serta menurunkan tekanan darah
7. Makanlah buah atau makanan untuk mengganti kehilangan kalium yang banyak
terbuang bersama urin
8. Jika timbul nyeri otot, mual, pusing, radang pada pangkal tenggorokan, ruam kulit,
nyeri pada persendian, segeralah ke dokter.

3. DIRETIK HEMAT KALIUM

Merupakan antihipertensi yang lemah jika digunakan tunggal. Efek hipotensi akan
terjadi apabila diuretik dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium thiazida aau loop
henle. Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan kalium dan natrium yang
disebabkan oleh diuretik lainnya

11
Diuretik hemat kalium dapat menyebabkan hiperkalemia terutama pada penderita
penyakit ginjal kronik dan penderita yang diberikan inhibitor ACE, ARB, AINS, atau
suplemen kalium secara bersamaan.

Mekanisme Kerja Obat

Meningkatkan ekskresi natrium dan menahan kalium dengan suatu kerja pada tubulus
distal. Sedangkan Spinorolacton adalah suatu antagonis aldosteron yang menyebabkan retensi
natrium.

Contoh Sediaan dan Kekuatan Obat

Zat Aktif Nama Dagang Dosis Lazim Kekuatan Aturan Pakai


(mg/hari) Obat (mg) (x / hari)
Amilorida Midamor 5 – 10 - 1–2
Triamterene - 5 – 10 - 1–2
Spironolakton Aldactone, Carpiaton, 125 - 500 25 dan 1
Idrolattone. 100

Bentuk Sediaan

Terdapat dalam bentuk sediaan Tablet.

Efek Samping Obat

Efek samping utama yang dapat diakibatkan diuretika adalah :

a. Hipokalemia, yaitu kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretic menyebabkan


peningkatan ekskresi ion kaliun dan hydrogen untuk ditukan kan dengan ion natrium,
akibatnya kadar kalium plasma dapat turun < 3,5 mmol / liter. Gejalanya : kelemahan
otot, kejang-kejang, obstipasi, anoreksia. Jalan keluarnya penggunaan diuretic (terutama
gol hemat kalium) harus dikombinasikan dengan diuretic lain.
b. Hiperurikemia, akibat retennsi asam urat, menurut perkiraan hal ini disebabkan oleh
adanya persaingan antara diretika dengan asam urat mengenai transportnya di tubuli.

12
c. Hiperglikemia, dapat terjadi pada pasien DM, terutama pada dosis tinggi, akibat
dikuranginya metabolism glukosa berhubungbsekresi insulin ditekan.
d. Hiponatriiemia, akibat dieresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretic loop, kadar
natrium plasma dapat menurun drastic. Gejalanya : gelisah, kejang otot, haus, selal
mengantuk, juga kolaps, terutama lansia peka untuk terjadi dehidrasi.
e. Lain – lain : gangguan lambung – usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala,
pusing, reaksi alergi kulit (jarang).

4. ANGIOTENSIN II RESEPTOR BLOCKER

ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipetensi dengan kadar
renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif
pada hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah. Pada pasien dengan hipovolemia,dosis
ARB perlu diturunkan.

Pemberian ARB menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi denyut


janung . Penghentian mendadak tidak menimbulkan hipertensi reboud. Pemberian jangka
panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah.

Mekanisme Kerja Obat

Jika ACE-I hanya menutup jalur rennin-angiotensin, maka ARB menahan langsung
reseptor angiotensin II dengan efek vasodilatasi

Efek Samping Obat

ARB memiliki efek samping yang lebih rendah dari antihipertensi lainnya. Batuk
jarang terjadi. Namun umumnya efek samping dari obat ini adalah pusing, kelelahan,wajah
kemerahan, keram otot, wajah kemerahan, urinasi abnormal.

Kontra Indikasi

ARB dikontraindikasikan pada kehamilan trimester 2 dan 3, dan harus segera


dihentikan bila pemakainya ternyata hamil. Obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan pada
wanita menyusui, karena ekskesinya ke dalam ASI belum diketahui. Selain itu juga
dikontraindikasikan pada stenosis arteri renalis bilateral atau stenosis pada satu-satunya ginjal
yang masih berfungsi.

13
Contoh Sediaan dan Kekuatan Obat

Zat Aktif Nama Dagang Dosis Lazim Kekuatan Aturan Pakai


(mg/hari) Obat (mg) ( x / hari)
Losartan Acetensa, Angioten, 50 – 100 50 1
Kalium Insaar, Kaftensar, Sartaxal.
Irbesartan Aprovel, Fritens Kapl, 150 – 300 75, 150 dan 1
Irbedox, Irbesartan Kapl, 300
Iretensa, Irvell, Norten,
Kandesartan Blopress. 4 - 16 8 dan 16 1
Valsartan Diovan kaps, valsartan-NI 80 - 160 80 dan 160 1
salut selaput.
Telmisartan Micardis. 40 - 80 40 dan 80 1
Olmesartan Olmetec salut selaput. 20 - 40 20 dan 40 1
Eprosartan Teveten. 400 - 800 - 1–2

Semua obat pada tipe ini memiliki kesamaan efikasi dan memiliki hubungan antara
dosis-respon yang linear. Tambahan dosis rendah diuretik thiazide dapat meningkatkan
efikasi secara signifikan.

Bentuk Sediaan

Sediaan terdapat dalam bentuk tablet, tablet salut selaput, kaplet dan kapsul

5. GOLONGAN β - BLOCKER

Mekanisme Kerja Antihipertensi


Mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker dapat dikaitkan
dengan hambatan reseptor β1, antara lain: (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan
kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, (2) hambatan sekresi renin di sel-
sel jukstaglomerular ginjal dengan akibat penurunan produksi angiostensin II, (3) efek sentral
yang mempengaruhi aktifitas saraf simpatis, perubahan pada sensitifitas baroreseptor,
perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin.

14
Farmakodinamik
Ada perbedaan farmakodinamik dan farmakokinetik berbagai β-blocker yang ada,
namun mekanisme kerja menurunkan tekanan darah hampir sama. Ada tiga karakteristik
farmakodinamik dari β-Blocker yang membedakan golongan ini yaitu efek:
• Kardioselektif & nonselektif (cardioselectivity & nonselectivity)
• ISA (intrinsic sympathomimetic activity)
• Mestabilkan membran (membran-stabilizing)
Sifat kardioselektif artinya mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor β1
daripada reseptor β2. Nonselektif artinya mempunyai afinitas yang sama terhadap kedua
reseptor β1 dan β2.
Aktivitas agonis parsial (PPA) atau aktivitas simpatomimetik intrinsik (ISA) artinya
jika berinteraksi dengan reseptor β tanpa adanya obat adrenergik seperti epinefrin atau
isoproterenol, menimbulkan efek adrenergik yang lemah. Dan aktifitas stabilisasi membran
(MSA) artinya mempunyai efek stabilisasi membran atau efek seperti anastesi lokal atau
seperti kuinidin.

Farmakokinetik
Perbedaan farmakokinetik diantara β-blocker berhubungan dengan first pass
metabolisme, waktu paruh, derajat kelarutan dalam lemak (lipophilicity), dan rute eliminasi.
Penggolongan β-blocker berdasarkan sifat farmakokinetiknya:
1. β-blocker yang mudah larut dalam lemak, seperti propanolol, alprenolol, labetalol,
karvediol, oksprenol dan metoprolol.
Absorpsi. Diabsorpsi dengan baik (>90%) dari saluran cerna. Metabolisme.
Bioavailabilitasnya rendah (<50%) karena mengalami first-pass metabolism, jadi dosis
yang diperlukan untuk memblok reseptor beta akan bervariasi dari pasien ke pasien.
Eksresi. Obat utuh yang dieksresikan melalui ginjal sangat sedikit (<10%). Mempunyai
waktu paruh eliminasi yang pendek (3-8 jam), kecuali karvediol 10 jam.
2. β-blocker yang mudah larut dalam air, seperti sotalol, nadolol dan atenolol.
Absorpsi. Sotalol diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna, sedangkan nadolol dan
atenolol kurang baik absorpsinya dari saluran cerna sehingga bioavailabilitasnya rendah.
Metabolisme. Tidak mengalami first-pass metabolism.
Eksresi. Hampir seluruhnya dieksresikan utuh melalui ginjal. Ke-3 obat ini mempunyai
waktu paruh yang panjang, yakni ≥12 jam, kecuali atenolol 6-7 jam.

15
3. β-blocker yang kelarutannya terletak diantara golongan 1 dan 2, seperti timolol,
bisoprolol, betaksolol, pindolol dan karteolol.
Absorpsi. Diabsorpsi baik dari Saluran cerna
Metabolisme. Mengalami first-pass metabolism yang berbeda derajatnya, ekstensif untuk
asebutolol, 10% untuk timolol dan betaksolol dan tidak mengalami first-pass metabolism
pada pindolol dan karteolol.
Eliminasi. Melalui ginjal dan hati sama banyak, kecuali timolol hanya 15-20% di ginjal.
Waktu paruh eliminasinya termasuk pendek untuk pindolol dan timolol, tetapi panjang
untuk betaksolol dan bisoprolol.
Distribusi. Adrenoreseptor β-1 dan β-2 terdistribusi di seluruh tubuh, tetapi terkosentrasi
pada organ-organ dan jaringan tertentu. β-1 reseptor lebih banyak pada jantung dan ginjal,
dan β-2 reseptor lebih banyak ditemukan pada paru-paru, liver, pankreas, dan otot halus
arteri.
Semua β-blocker melewati sawar darah-otak, tetapi agen lipofilik berpenetrasi lebih
jauh dibanding yang hidrofilik. Propranolol yang paling lipofilik dan atenolol yang sedikit
lipofiliknya. Jadi kosentrasi propranolol di otak lebih tinggi dibanding atenolol bila dosis
yang ekivalen diberikan.

Penggunaan
β-blocker digunakan sebagai obat lini pertama pada hipertensi ringan sampai sedang
terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner (infark miokard akut) atau pada
angina supraventrikel dan ventrikel tanpa kelainan konduksi. Semua β-blocker
dikontraindikasian pada pasien dengan asma bronkial. β-blocker lebih efektif pada pasien
usia muda dan kurang efektif pada pasien usia lanjut.
Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol adalah β-blocker yang kardioselektif;
jadi lebih aman daripada β-blocker yang nonselektif pada pasien asma, PPOK, penyakit arteri
perifer, dan diabetes yang karena alasan khusus harus diberi β-blocker. Pada umumnya, β -
Blocker yang kardioselektif lebih disukai bila digunakan untuk mengobati hipertensi.

Penggolongan Obat & Bentuk Sediaan Obat

Tabel 1. Penggolongan Obat β-blocker


Nama Obat Dosis Frekuensi Keterangan

16
Lazim pemberian
mg/hari
Kardioseletif
Atenolol 25-100 1  Pemberhentian tiba-tiba dapat
Betaxolol 5-20 1 menyebabkan rebound hypertension;
Bisoprolol 2,5-10 1  dosis rendah s/d sedang menghambat
Metoprolol 50-100 1 reseptor β1, pada dosis tinggi
Metaprolol 50-100 1 menstimulasi reseptor β2;
extended  dapat menyebabkan eksaserbasi asma bila
release selektifitas hilang;
 keuntungan tambahan pada pasien dengan
atrial tachyarrythmia atau preoperatif
hipertensi
Nonselektif
Nadolol 40-120 1  Pemberhentian tiba-tiba dapat
Propanolol 40-160 2 menyebabkan rebound hypertension,
Propanolol 60-180 1  menghambat reseptor β1 dan β2 pada
long-acting semua dosis;
Timolol 20-40 2  dapat memperparah asma; ada keuntungan
tambahan pada pasien dengan essensial
tremor, migraine, tirotoksikosis
Aktifitas simpatomimetik intrinsik
Acebutolol 200-800 2  Pemberhentian tiba-tiba dapat
Carteolol 2,5-10 1 menyebabkan rebound hypertension;
Pentobutolol 10-40 1  secara parsial merangsang reseptor β
Pindolol 10-40 2 sementara menyekat terhadap rangsangan
tambahan;
 tidak ada keuntungan tambahan untuk
obat-obat ini kecuali pada pasien-pasien
dengan bradikardi ,yang harus mendapat β
- Blocker;
 kontraindikasi pada pasien pasca infark

17
miokard, efek samping dan efek metabolik
lebih sedikit, tetapi tidak kardioprotektif
seperti β - Blocker yang lain.
Kombinasi α dan β-blocker
Karvedilol 12,5-50 2  Pemberhentian tiba-tiba dapat
Labetolol 200-800 2 menyebabkan rebound hypertension;
 penambahan penyekat α mengakibatkan
hipotensi ortostatik
(JNC VII, 2003; Dipiro, 2005)

Bentuk sediaan β-blocker yang tersedia di Indonesia (ISO vol 45):


Nama Obat Nama Dagang Bentuk sediaan Kekuatan Obat
Propanolol Farmadral, Inderal. Tablet 10 mg dan 40 mg
Metoprolol Lopresor, Loprolol, Tablet 50 mg dan 100 mg
Seloken.
Karvedilol Blorec, V-Block. Tablet 6,25 mg dan 25 mg
Carbloxal,Dilbloc,
Bisoprolol B-Beta, Beta One,Biscor, Tablet 2,5 mg dan 5 mg
Bisoprolol,Concor,
Hapsen,Lodoz, Maintate.
Asebutolol Sectral Kapsul & Tablet 200 mg & 400 mg
Pindolol Visken Tablet 5 mg dan 10 mg
Sotalol Sotacor Tablet 80 mg
Nadolol Corgard Tablet 40 mg dan 80 mg
Atenolol Betablok,farnormin, Tablet 50 mg dan 100 mg
Hiblok,Internolol,
Tenormin,Tensinorm,
Zumablok.

Efek Samping
β-blocker dapat menyebabkan:
Pada umumnya bersifat ringan dan terjadi pada ± 10% pengguna, antara lain :

18
1. Dekompensasi jantung, akibat bradycardia dengan gejala : udema kaki dan sesak nafas.
2. Rasa dingin dijari-jari tangan dan kaki dan tidak mampu melakukan kerja fisik berat (rasa
lemah) akibat berkurangnya sirkulasi perifer dan oksigen di otot.
3. Toleransi glukosa, pada penderita DM (dependent insulin).
4. Lain-lain : (1) efek sentral, rasa lelah, gangguan tidur dengan mimpi buruk, depresi,
halusinasi, lesu, kadang-kadang juga impotensi. (2) gangguan saluran cerna: mual,
muntah, diare atau konstipasi.

Perhatian
Pemberian β-blocker tiba-tiba dapat menyebabkan angina tidak stabil, infark miokard,
dan bahkan kematian pada pasien-pasien dengan resiko tinggi penyakit koroner.
Pemberhentian tiba-tiba juga dapat menyebabkan rebound hypertension (naiknya tekanan
darah melebihi tekanan darah sebelum pengobatan). Untuk mencegah ini, β-blocker harus
diturunkan dosis dan diberhentikan secara perlahan-lahan selama 1 -2 minggu. Seperti
diuretic, β-blocker menaikkan serum kolesterol dan glukosa, tetapi efek ini transien dan
secara klinis bermakna sedikit. β- blocker dapat menaikkan serum trigliserida dan
menurunkan kolesterol HDL sedikit. β-locker dengan karakteristik memblok penyekat alfa
(karvedilol dan labatalol) tidak mempengaruhi kadar lemak.

Interaksi Obat
Interaksi farmakokinetik. Garam aluminium, kolestiramin, kolestipol dapat
mengurangi absorpsi β-blocker. Fenitoin, rifampin, fenobarbital dan merokok
menginduksi enzim biotransformasi di hati sehingga mempercepat metabolisme β-
blocker yang dieliminasi melalui hati seperti propanolol.
Interaksi farmakodinamik. Efek antihipertensi β-blocker dapat dikurangi oleh
indometasin dan obat-obat antiinflamasi nonsteroid lainnya.

6. Angiostensin Converting Enzyme (ACE Inhibitor)

Penghambat enzim konversi angiotensin (ACE Inhibitor) dianggap sebagai terapi lini
kedua setelah diuretik pada kebanyakan pasien dengan hipertensi. ACE Inhibitor efektif
untuk hipertensi yang ringan, sedang maupun berat. Sebagai monoterapi, ACE Inhibitor sama
efektivitasnya dengan golongan antihipertensi lainnya. ACE Inhibitor efektif sebagai
antihipertensi pada sekitar 70% penderita. ACE Inhibitor terutama efektif pada hipertensi

19
dengan PRA (aktivitas renin plasma) yang tinggi, yaitu pada kebanyakan hipertensi maligna
dan hipertensi renovaskuler, dan pada kira-kira 1/5 populasi hipertensi esensial, tetapi obat ini
juga efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin plasma (PRA) yang normal dan yang
rendah, karena itu penentuan aktivitas renin plasma (PRA) tidak berguna untuk
individualisasi terapi.

Mekanisme Kerja

ACE Inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, dimana


angiotensin II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron,
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. ACE Inhibitor juga memblok
degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat yang menyebabkan vasodilatasi,
termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan
tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan
natrium dan retensi kalium.

Farmakokinetik

Beberapa ACE Inhibitor adalah dalam bentuk pro-drug dan mereka tetap tidak aktif sampai
mereka diubah menjadi metabolit aktif oleh hidrolisis dalam hati atau dalam jaringan
pencernaan. Konsentrasi obat plasma puncak dicapai 1-4 jam setelah konsumsi. Pro-obat
lebih lipofilik dan mereka memiliki akses yang lebih baik ke jaringan target di mana mereka
akan dikonversi ke senyawa aktif. Kebanyakan ACE Inhibitor dan metabolitnya terutama
diekskresi melalui rute ginjal, sedangkan fosinopril, zofenopril, Trandolapril dan
menampilkan spirapril eliminasi seimbang melalui hati dan ginjal rute. Captopril dihilangkan
lebih cepat dari tubuh, sehingga durasi kerjanya menjadi lebih singkat (<6 jam), sedangkan
ramiprilat (metabolit aktif dari ramipril) dan khusus tandrolaprilat dieliminasi lebih lambat
daripada yang lain ACE Inhibitor.

Farmakodinamik

1. Efek Hemodinamik: ACE Inhibitor menurunkan jumlah resistensi pembuluh darah


perifer, meningkatkan natriuresis tapi menyebabkan sedikit perubahan dalam Heart
Rate. Penghambatan lokal ACE dan pembentukan angiotensin-II pada organ target
spesifik, seperti dinding pembuluh darah, yang terlibat dalam tanggapan ini. Pada
pasien normotensif dan hipertensi tanpa gagal jantung kongestif, ACE
Inhibitor memiliki pengaruh yang kecil pada Cardiac output atau tekanan baji

20
kapiler. ACE Inhibitor mencegah hipertrofi ventrikel pada pasien hipertensi dan
mengurangi disfungsi endotel dalam tekanan darah normal.
2. Efek Neurohormonal Pengobatan jangka pendek dengan ACE Inhibitor disertai
dengan menurunnya kadar angiotensin II dan aldosteron, serta peningkatan pelepasan
renin dan angiotensin I. Karena angiotensin-II meningkatkan outflow simpatik perifer
dan sentral dan merangsang pelepasan katekolamin dari medula adrenal, ACE
Inhibitor menurunkan kadar plasma epinefrin, norepinefrin, dan vasopressin.
3. Efek antiproliferatif: ACE Inhibitor juga menunjukkan efek antiproliferatif
(pengurangan pembuluh darah dan hipertrofi jantung dan proliferasi matriks
ekstraseluler) dan mengurangi remodeling ventrikel setelah infark miokard. Mereka
membalikkan remodeling ventrikel dengan mengurangi preload ventrikel / afterload,
mencegah efek proliferatif dan aktivitas saraf simpatis dan dengan menghambat
hipertrofi jantung yang diinduksi aldosteron dan fibrosis interstitial dan perivaskuler.
4. Efek renal: ACE Inhibitor menurunkan resistensi vaskuler ginjal dan menaikkan renal
blood flow dan mendorong ekskresi Na+ dan air. Namun demikian, Glomerular
Filtration Rate (GFR) tetap tidak berubah atau turun sedikit, dan dengan demikian,
fraksi filtrasi menurun. Hal ini karena efek yang relatif lebih besar dalam melebarkan
eferen postglomerular dari arteriol aferen, yang mengarah ke penurunan glomerular
tekanan hidrostatik kapiler dan GFR.

Penggunaan

ACE Inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang, maupun berat. Bahkan beberapa
diantaranya dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril dan enalapril. Obat ini
efektif pada sekitar 70% pasien. Kombinasi dengan diuretik memberikan efek sinergistik
(sekitar 85% pasien TD-nya terkendali dengan kombinasi ini), sedangkan efek hipokalemia
diuretik dapat dicegah. Kombinasi dengan β-bloker memberikan efek aditif. Kombinasi
dengan vasodilator lain, termasuk prazosin dan antagonis kalsium, memeberikan efek yang
baik. Tetapi pemberian bersama penghambat adrenergik lain yang menghambat respon
adrenergik α dan β (misalnya klinidin, metildopa, labetalol atau kombinasi dengan α dan β-
bloker) sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan hipotensi berat dan berkepanjangan.

Dosis

21
Kebanyakan ACE Inhibitor dapat diberikan 1 kali/hari kecuali kaptopril, waktu paruhnya
pendek , biasanya dua sampai tiga kali/hari. ACE Inhibitor harus dimulai dengan dosis rendah
terutama pada pasien dengan deplesi natrium dan volume, eksaserbasi gagal jantung, lansia,
dan yang juga mendapat vasodilator dan diuretik karena hipotensi akut dapat terjadi. Penting
untuk memulai dengan ½ dosis normal untuk pasien-pasien diatas dan dosis dinaikkan pelan-
pelan.

Efek Samping

1. Hipotensi
Dapat terjadi pada awal pemberian ACE Inhibitor, terutama pada hipertensi dengan
aktivitas renin yang tinggi. Pemberian harus berhati-hati pada pasien dengan deplesi
cairan dan natrium, gagal jantung atau yang mendapat kombinasi beberapa
antihipertensi.
2. Batuk kering
Merupakan efek samping yang paling sering terjadi dengan insiden 5-20%, lebih
sering pada wanita dan lebih sering terjadi pada malam hati. Dapat terjadi segera atau
setelah beberapa lama pengobatan. Diduga efek samping ini ada kaitannya dengan
peningkatan kadar bradikinin dan substansi P, dan / atau prostaglandin. Efek samping
ini bergantung pada besarnya dosis dan bersifat reversibel bila dihentikan.
3. Hiperkalemia
Dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau pada pasien yang juga
mendapat diuretik hemat kalium, suplemen kalium atau β-bloker.
4. Rash dan gangguan pengecapan
Efek samping ini lebih sering terjadi pada penggunaan captopril dan ACE Inhibitor
yang lainnya. Diduga karena adanya gugus sulfhidril (SH) pada kaptopril yang tidak
dimiliki oleh ACE Inhibitor yang lain. Gangguan pengecapan (disgeusia) terjadi pada
kira-kira 7% pasien yang mendapat kaptopril. Sekitar 10% pemakai kaptopril
mengalami rash makulopapular atau morbiliform yang bersifat reversibel pada
penghentian obat atau dengan pemberian antihistamin. Sebagiannya menghilang
walaupun obat diteruskan atau tidak muncul lagi pada pemberian ulangan.
5. Edema angioneurotik
Terjadi pada 0,1-0,2% pasien berupa pembengkakan di hidung, bibir, tenggorokkan,
laring dan sumbatan jalan napas yang bisa berakibat fatal. Efek samping ini terjadi

22
dalam beberapa jam pertama setelah pemberian ACE Inhibitor. Efek samping yang
berat adakalanya memerlukan pemberian epinefrin, antihistamin atau kortikosteroid.
6. Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut yang bersifat reversibel dapat terjadi pad aapsien dengan stenosis
arteri renalis bilateral atau pada satu-satunya ginjal yng berfungsi. Hal ini disebabkan
dominasi efek ACE Inhibitor pada arteriol eferen yang menyebabkan tekanan filtrasi
glomelurus semakin rendah sehingga filtrasi glomelurus semakin berkurang.
7. Proteinuria (>1 g/hari)
Kasus ini jarang bisa terjadi, tapi hubungan klausalnya sulit diterangkan. Secara
umum ACE Inhibitor diindikasikan untuk mengurangi proteinuria, karena obat ini
bersifat renoprotektif pada kelainan ginjal.
8. Teratogenik
Terutama terjadi pada pemberian selama trisemester 2 dan 3 kehamilan. Dapat
menimbulkan gagal ginjal fetus atau kematian fetus akibat berbagai kelainan lainnya.

Perhatian dan Kontraindikasi

ACE Inhibitor dikontraindikasikan pada wanita hamil karena bersifat teratogenik. Pemberian
pada ibu menyusui juga kontraindikasi karena ACE inhibitor diekskresi melalui ASI dan
berakibat buruk terhadap fungsi ginjal bayi. Pemberian bersama diuretik hemat kalium dapat
menimbulkan hiperkalemia. Pemberian bersama antasida akan mengurangi absorpsi,
sedangkan kombinasi dengan AINS akan mengurangi efek antihipertensinya dan menambah
resiko hiperkalemia.

Interaksi Obat

1. Obat Anti Inflamasi non Steroid (OAINS) dapat mengurangi efek vasodilator dari ACE
Inhibitor
2. Antasida dapat menurunkan kadar ACE Inhibitor
3. ACE Inhibitor dapat meningkatkan kadar plasma dari digoxin dan lithium
4. Penggunaan ACE Inhibitor bersama K+ sparing diuretik, suplemen K+ atau pengganti
garam dengan tinggi K+ harus dihindari karena dapat menginduksi hyperkalemia.

Penggolongan Obat

Drug (Trade Name) Dosis (mg/hari) Frekuensi Sediaan

23
Pemberian
Benazepriln (Lotensin®) 10-40 1 Tab 5 mg dan 10 mg
Captopril (Capoten®) 25-100 2 Tab 12,5 dan 25 mg
Enalapril (Vasotec®) 5-40 1-2 Tab 5 mg dan 10 mg
Fosinopril (Monopril®) 10-40 1 Tab 10 mg
Lisinopril (Prinivil®, Zestil®) 10-40 1 Tab 5 mg dan 10 mg
Moexipril (Univasc®) 7.5-30 1
Perindopril (Aceon®) 4-8 1 Tab 4 mg
Quinapril (Accupril®) 10-80 1 Tab 5 mg, 10 dan 20
mg
Ramipril (Altace®) 2.5-20 1 Tab 10 mg
Trandolapril (Mavik®) 1-4 1

Kombinasi Obat

Tipe Kombinasi Kombinasi Dosis Nama Dagang


ACEIs and CCBs Amlodipine-benazepril 2.5/10, 5/10, Lotrel
hydrochloride 5/20, 10/20
Enalapril-felodipine 5/5 Lexxel
Trandolapril-verapamil 2/180, 1/240, Tarka
2/240, 4/240
ACEIs and Benazepril- 5/6.25, 10/12.5, Lotensin HCT
diuretics hydrochlorothiazide 20/12.5, 20/25
Captopril-hydrochlorothiazide 25/15, 25/25, Capozide
50/15, 50/25
Enalapril-hydrochlorothiazide 5/12.5, 10/25 Vaseretic
Fosinopril-hydrochlorothiazide 10/12.5, 20/12.5 Monopril/HCT
Lisinopril-hydrochlorothiazide 10/12.5, Prinzide,
20/12.5, 20/25 Zestoretic
Moexipril-hydrochlorothiazide 7.5/12.5, 15/25 Uniretic
Quinapril-hydrochlorothiazide (10/12.5, Accuretic
20/12.5, 20/25

24
7. PENGHAMBAT KANAL KALSIUM (Ca CHANNEL BLOCKER)

Mekanisme kerja
Penghambatan masuknya kalsium melalui saluran pada otot polos pembuluh darah dan
jaringan miokard selama depolarisasi. Hal ini menyebabkan vasodilatasi arteri sistemik dan
koroner, penurunan kontraktilitas miokard, dan depresi nodus sinoatrial (SA) dan
atrioventrikular (AV).

KontraIndikasi
1. Hipersensitivitas terhadap tertentu calcium channel blocker agen.
2. Wolfe-Parkinson-White syndrome, or sick sinus syndrome
3. hipotensi simtomatik.
4. Gagal jantung kongestif atau penyakit arteri koroner.

Efek Samping
1. Efek kardiovaskular termasuk blok AV jantung dan edema perifer.
2. Efek sistem saraf pusat termasuk sakit kepala dan pusing.
3. gingiva hiperplasia telah dilaporkan dengan beberapa agen.
4. gangguan GI seperti sembelit.

Interaksi Obat-obat
1. Beta blockers, digoxin, dan amiodarone mungkin memiliki tambahan efek
kardiovaskular ketika digunakan dalam kombinasi dengan calcium channel blockers.
Beberapa agen dapat menghambat pembersihan digoxin, mengakibatkan peningkatan
risiko toksisitas digoxin.
2. Simetidin dalam kombinasi dengan nifedipine atau diltiazem dapat mengakibatkan
peningkatan toksisitas kardiovaskular.
3. Carbemazeine, fenitoin, dan metabolisme tacrolimus dapat dihambat oleh penggunaan
bersamaan dengan diltiazem.
4. metabolisme Siklosporin dapat dihambat oleh calcium channel blockers tertentu,
sehingga peningkatan risiko toksisitas siklosporin.

25
5. agen antijamur azol dapat meningkatkan potensi toksisitas kardiovaskular dari
dihidropiridin calcium channel blockers karena penghambatan metabolisme.
6. Hipotensi dapat terjadi ketika calcium channel blockers yang digunakan dalam
hubungannya dengan fentanyl anestesi.
7. metabolisme Theophylline dihambat oleh diltiazem dan perubahan dalam konsentrasi
serum teofilin (kenaikan atau penurunan) dapat terjadi dengan penggunaan nifedipin.

Interaksi Obat-Makanan
Diltiazem harus dikonsumsi sebelum makan. Jus jeruk besar (grapefruit juice) harus dihindari
bersama penggunaan felpodpine

Adapun penggolongan obat penghambat kanal kalsium dapat dibagi berdasarkan perbedaan
struktural dan fungsional

Dihidropiridin
Amlodipine
Actapin®, amdixal®, amlodipine®, calsivas®, cardisan®, exforge®, gensia®, hexavask®,
intervask®, lopiten®, normoten®, norvask®, tensivask®, theravask®, samcovask®
Indikasi : hipertensi, profilaksis angina pektoris
Dosis : 5mg, 10mg
Bentuk sediaan : oral; tablet
Cara pakai : setelah /sebelum makan
Efek samping : >10% ; edema, pulmonary edema
Jadwal pakai : untuk hipertensi digunakan pada awal penggunaan 5mg/ hari per-oral,
dapat ditingkatkan 2.5mg/hari setiap 7-14 hari, tidak lebih dari 10mg/hari (per-oral)

Felodipine
Cabren®, Cardioplen XL®, Felendil XL®
Indikasi : hipertensi, hepatic impairment, hyperlipidemia, off label; CHF dan
angina
Dosis : 2.5mg, 5mg, 10 mg
Bentuk sediaan : oral; tablet
Cara pakai : setelah /sebelum makan
Efek samping : >10% ; sakit kepala

26
Jadwal pakai : awal 2.5-5mg per oral per hari, pemeliharaan 2.5-10mg per-oral per
hari direkomendasikan sampau 20mg/hari

Isradipine
Indikasi : hipertensi
Dosis : 2.5mg, 5mg, 10mg
Bentuk sediaan : oral; kapsul(2.5mg, 5mg,), tablet(5mg, 10mg)
Cara pakai : setelah /sebelum makan
Efek samping : >10% ; sakit kepala
Jadwal pakai : 2.5mg peroral setiap12jam, dapat ditingkatkan 2.5-5mg setiap 2-
4minggu maksimal 20mg/hari

Nicardipine
Loxen retard®, perdipine®, Cardene
Indikasi : hipertensi
Dosis : 20mg, 30mg, 45mg, 60mg, 20mg/200mL, 40mg/200mL, 2.5mg/mL
Bentuk sediaan : kapsul, infus, injeksi
Cara pakai : setelah /sebelum makan
Efek samping : >10% ; sakit kepala
Jadwal pakai : per-oral; 20-40mg setiap 8 jam, IV; infus 5mg/jam(50mL/jam), dapat
ditingkatkan 2.5mg/jam setiap 15 menit

Nifedipine
Calcianta®, carvas®, farmalat®, fedipin®, ficor®, kemolat®, nifecard®, nifedin®, niften®,
niprocor®, vasdalat®, vasoner®, xepalat®, zendalat®, Procardia®, Adalat®, Nifedical®,
Adalat®, Afeditab®, Nifediac®
Indikasi : hipertensi, angina, off-label; fenomena Raynaud, anal fissures
Dosis : 5mg, 10mg, 20mg, 30mg, 60mg,
Bentuk sediaan : kapsul, tablet
Cara pakai : setelah /sebelum makan
Efek samping : >10% ; perpheral edema, dizziness, flushing, sakit kepala, heartburn,
nausea

27
Jadwal pakai : 30-60mg (lepas diperlama) peroral sekali sehari, dapat ditingkatkan
setiap 7-14hari bila perlu; tidak lebih dari 90mg/hari-120mg/hari

Nisoldipine
Sular®
Indikasi : hipertensi, hepatic impairment
Dosis : 8.5mg, 17mg, 20mg, 25.5mg, 30mg, 34mg, 40mg
Bentuk sediaan : tablet (lepas diperlama)
Cara pakai : setelah /sebelum makan
Efek samping : >10% ; sakit kepala, peripheral edema,
Jadwal pakai : awal; 17mg peroral setiap hari, dapat ditingkatkan dlam interval satu
minggu tidak lebih dari 34mg per hari

Non Dihidropiridin
Phenylalkylamine : verapamil
Cardiover®, isoptin®, tarka®, calan®, verap®, covera®, verelan®
Indikasi : hipertensi, angina, aritmia, takikardia, off-label (migrain)
Dosis : 2.5mg/mL, 40mg, 80mg, 100mg, 120mg, 180mg, 200mg, 240 mg,
300mg, 360mg
Bentuk sediaan : injeksi, tabet, tablet/kapsul (lepas diperlama)
Cara pakai : setelah /sebelum makan
Efek samping : >10% ; sakit kepala, gingival hyperplasia
Jadwal pakai : awal; 80mg perora setial 8jam, pengaturan; 80-320mg peroral setiap
12 jam; untuk verelan PM: 200mg/hari peroral ketika waktu tidur(bedtime), untuk covera HS;
180mg/hari peroral ketika waktu tidur(bedtime), dapat ditingkatkan 240mg/hari, kemudian
dengan 120mg/hari dengan interval seminggu, tidak lebih dari 480mg/hari

Derivative Benzothiazepine: diltiazem


Cardizem®, Cartia®, Dilatrate®, Diltia®, Diltiaz®, Dilzem®,Dilacor®, Dilbres®, Dlmen®,
farmabes®, lanodil®, herbesser injection®, Taztia®, Tiazac®
Indikasi : Hipertensi, angina, takikardia

28
Dosis : 30mg, 50mg, 60mg, 90mg, 100mg (powder injection), 120mg,
180mg, 240mg, 300mg, 360mg, 420mg, 5mg/mL
Bentuk sediaan : kapsul, injeksi, tablet
Cara pakai : sebelum makan
Efek samping : >10% ; sakit kepala, edema
Jadwal pakai : awal; 30-60mg peroral tiga kali sehari, dapat ditingkatkan 180-360
perhari. Untuk sediaan lepas diperlama 60-120mg peroral setiap 12jam bisa diatur setelah 14
hari pengaturan biasanya 240-360mg/hari

Informasi Tambahan Penghambat kanal kalsium (Drug Information Reference, 2003)


Farmakokinetik
Oral

29
Interaksi dengan obat kardiovaskular

30
8. ANTI-ADRENERGI SENTRAL

1. Klonidin (catapers)
Mekanisme kerja :
bekerja di otak sebagai agonis adrenergik-α2 yang menyebabkan penurunan aktifitas sistem
syaraf simpatis (penurunan frekuensi jantung, curah jantung dan tekanan darah)
Indikasi :
hipertensi ringan sampai sedang
Kontra indikasi :
hipersensitifitas terhadap klonidin
Dosis :
Awal: 0,075.
Maksimal: 0,6.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 0,75mg; 0,15mg
Efek samping :
ruam, mengantuk, mulut kering, konstipasi, sakit kepala, gangguan ejakulasi. Hipertensi balik
bila dilakukan mendadak. Untuk membatasi toksisitas, mulai dengan dosis rendah dan
tingkatkan perlahan.
Cara penggunaan yang benar:
1. Clonidine dapat dikonsumsi sebelum atau sesudah makan. Jangan mengunyah atau
menghancurkan tablet clonidine, dan gunakan air putih untuk meminumnya.
2. Bagi pasien yang mengonsumsi clonidine untuk mengatasi tekanan darah tinggi atau
hipertensi, hindari makanan yang terlalu banyak mengandung garam. Konsultasikan
kepada dokter sebelum mengubah diet atau pola makan Anda.
3. Bagi yang tidak sengaja melewatkan jadwal meminum clonidine, disarankan untuk
segera meminumnya begitu teringat. Namun jangan menggandakan dosis yang
terlewat dengan menggandakan dosis clonidine yang diminum berikutnya.
4. Jangan mengonsumsi minuman beralkohol saat dalam pengaruh clonidine karena
dapat meningkatkan efek samping.
5. Jangan mengemudi dan mengoperasikan peralatan mesin karena clonidine dapat
mengurangi kemampuan dan respons tubuh.

31
6. Jangan menghentikan konsumsi clonidine secara tiba-tiba. Jika diperlukan, dokter
akan mengurangi dosis secara perlahan-lahan.
7. Pastikan untuk memeriksakan diri ke dokter secara teratur selama mengonsumsi
clonidine agar dokter dapat memonitor perkembangan kondisi Anda.

2. Metil dopa (aldomet)


Mekanisme kerja :
seperti klonidin juga, disintesis menjadi metil norepi nefrin yang bekerja sebagai
“neurotransmiter palsu” simpatomimetik lemah yang menurunkan aliran keluar simpatis dari
SSP.
Indikasi :
seperti klonidin. Untuk mengobati hipertensi pada wanita hamil
Kontra indikasi :
jika terjadi tanda-tanda gagal jantung ( disebabkan retensi cairan akibat aliran darah ginjal
menurun), hentikan obat. Dikontra indikasikan untuk pasien fungsi hepar buruk.
Dosis :
Dosis awal berikan ½ - 1 tablet / hari, tingkatkan secra bertahap, setiap 2-3 hari.
Dosis maksimal: 1000 mg
Sediaan : tablet salut selaput 125mg; 150mg
Efek samping :
mulut kering, sedasi, hipotensi ortostatik ringan. Beberapa pasien mengalami impotensi,
gangguan psikis, mimpi buruk, gerakan infoluntar, atau hepatotoksisitas.
Cara penggunaan yang benar:
Biasanya obat ini akan diberikan dengan dosis rendah pada awal pengobatan, sebelum
kemudian disesuaikan dengan respon tubuh dan kebutuhan Anda.
Obat antihipertensi ini bisa dikonsumsi sebelum dan sesudah makan dan jangan dikonsumsi
bersamaan dengan minuman keras karena bisa menggandakan efek samping yang dirasakan
penderita.
Pastikan ada jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis berikutnya. Usahakan
untuk mengonsumsi Metildopa pada jam yang sama setiap hari untuk memaksimalkan
efeknya.

32
Bagi pasien yang lupa mengonsumsi metildopa, disarankan untuk segera mengonsumsinya
begitu teringat jika jadwal dosis berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan menggandakan dosis
metildopa pada jadwal berikutnya untuk menggantikan dosis yang terlewat.

Cara Penggunaan yang Benar:


Dikonsumsi secara oral seebelum atau sesudah makan.

3. Guanabenz (wytensin)
Mekanisme kerja :
seperti klonidin. Juga mengosongkan simpanan norepinefrin pada terminal syaraf adrenergik
perifer.
Indikasi :
hipertensi ringan sampai ringan
Kontra indikasi : -
Dosis :
Awal: 0,5.
Maksimal: 2.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1mg
Efek samping :
mulut kering, segrasi, hipertensi balik lebih jarang.
Cara penggunaan yang benar;
dikonsumsi sebelum tidur

Blockers alfa dan beta bersaing dengan agonis endogen memperebutka reseptor adrenergik.
Penempatan reseptor α1 oleh antagonis menghambat vasekonstriksi dan penempatan reseptor
β1 mencegah perangsangan adrenergik pada jantung.

1. Prazosin (minipress)
Mekanisme kerja :
antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi :

33
hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis :
Awal: 0,5 (1x).
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 2x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping :
hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat. Kekurangan
natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk episode
hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk,
disfungsi seksual dan letargi.
Cara penggunaan yang benar:
oral, Tablet harus ditelan seluruhnya dengan segelas air. diberikan segera setelah makan sore.
1. Mulai pengobatan dengan dosis rendah, terutama pada malam hari untuk menghindari
hipotensi postural.
2. Tidak direkomendasikan untuk pengobatan gagal jantung pada penderita obstruksi
mekanikal.
3. Gunakan dengan hati-hati pada orang yang lebih tua, pada pasien gagal ginjal atau
hati, atau pada pasien nyeri dada (angina)
2. Terazosin (Hytrin)
Mekanisme kerja :
antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi :
hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis :
Awal: 1-2.
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping :

34
hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat. Kekurangan
natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk episode
hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk,
disfungsi seksual dan letargi.
Perigatan:
Gangguan mengemudi kendaraan/ mengoperasikan mesin. laktasi
Cara Pengguanaan yang Benar:
Dikonsumsi oral sebelum tidur.

3. Doxazosin (cardura)
Mekanisme kerja :
antagonis adrenergik alfa-1 perifer. Mendilatasi ateri maupun vena.
Indikasi :
hipertensi dan hipertensi dengan gagal jantung kongestif.
Kontra indikasi : -
Dosis :
Awal: 1-2.
Maksimal: 4.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1 mg; 2 mg
Efek samping :
hipotensi (hipotensi postural) pada pemberian pertama mendadak dan hebat. Kekurangan
natrium (sering akibat diet atau terapi diuretik pada pasien hipertensi) memperburuk episode
hipotensi. Juga bisa terjadi edema, mulut kering, kongesti, sakit kepala, mimpi buruk,
disfungsi seksual dan letargi.
Cara Penggunaan Obat yang Benar:
Dikonsumsi oral, dapat diberikan sebelum atau sesudah makan

35
8. Obat Vasodilator Langsung

a. Minoksidil (Loniten)

Jenis obat Vasodilator


Golongan Obat resep
Manfaat Mencegah dan mengatasi rambut rontok
Dikonsumsi oleh Dewasa
Bentuk obat Obat cair untuk dioles

Minoxidil tersedia dalam berbagai merek dan sebaiknya hanya digunakan oleh orang berusia
18-65 tahun.

Peringatan:

1. Wanita hamil dan menyusui sebaiknya menghindari penggunaan minoxidil.

2. Penggunaan minoxidil hanya khusus untuk kulit kepala. Jangan memakainya pada
bagian lain pada tubuh.

3. Jangan menutup kulit kepala yang sudah diolesi minoxidil dengan perban atau
plester.

4. Hentikan pemakaian dan hubungi dokter jika tidak ada perubahan yang berarti setelah
menggunakan minoxidil selama satu tahun.

5. Harap berhati-hati jika menderita penyakit kulit yang dapat memengaruhi kondisi
kulit kepala, seperti psoriasis, penyakit jantung, hipertensi, gangguan hati, gangguan
ginjal, atau menggunakan obat kulit lain.

6. Jauhkan kemasan dari api karena obat ini mudah terbakar.

7. Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera hubungi dokter.

Dosis Minoxidil:

Dosis minoxidil yang diberikan tergantung pada jenis kelamin pasien, tingkat kandungan
minoxidil, serta riwayat kesehatan pasien. Batas usia untuk pengguna obat ini umumnya
adalah 18-65 tahun.

36
Takaran umum untuk minoxidil adalah 1 ml dengan frekuensi penggunaan dua kali sehari.
Batas maksimal pemakaiannya adalah 2 ml dalam sehari.

Keefektifan minoxidil 2 persen yang digunakan oleh pasien wanita akan terlihat setelah
penggunaan sekitar empat bulan atau lebih. Sedangkan minoxidil 5 persen untuk pasien pria
akan menunjukkan manfaatnya setelah digunakan selama dua bulan atau lebih.

Mengonsumsi Minoxidil dengan Benar

Gunakanlah minoxidil sesuai anjuran dokter dan jangan lupa untuk membaca keterangan
pada kemasan. Beberapa langkah penggunaan berikut ini mungkin dapat berguna.

 Pastikan kulit kepala Anda dan rambut Anda kering sebelum menggunakan minoxidil.

 Oleskan dosis minoxidil sesuai anjuran dokter pada kulit kepala yang botak mulai dari
bagian tengah.

 Jangan keramas setidaknya selama empat jam setelah menggunakan minoxidil.

 Hindari penggunaan hairdryer pada bagian kulit kepala yang diolesi minoxidil.

 Jangan lupa untuk selalu mencuci tangan setelah mengoleskan minoxidil.

Pastikan bahwa kulit kepala sehat dan normal sebelum menggunakan minoxidil. Jika
digunakan saat kulit kepala mengalami iritasi atau terbakar matahari, obat ini dapat terserap
tubuh dan menyebabkan efek samping. Minoxidil juga hanya boleh digunakan untuk
menangani rambut rontok akibat perubahan hormon atau keturunan.

Minoxidil harus digunakan secara terus-menerus untuk memertahankan rambut yang sudah
tumbuh. Jika Anda berhenti memakainya, helai-helai rambut tersebut akan kembali rontok
dalam beberapa bulan.

Bagi pasien yang lupa menggunakan minoxidil, disarankan segera menggunakannya begitu
teringat. Jangan menggandakan dosis minoxidil pada jadwal berikutnya untuk mengganti
dosis yang terlewat.

Efek Samping dan Bahaya Minoxidil

Tiap obat pasti memiliki efek samping, termasuk minoxidil. Beberapa efek samping yang
dapat terjadi saat menggunakan minoxidil adalah:

37
1. Iritasi, sensasi terbakar, gatal-gatal, atau kemerahan pada bagian kulit kepala yang
diobati.

2. Sakit kepala.

3. Pertumbuhan rambut di bagian lain tubuh.

4. Rambut rontok pada awal penggunaan(sekitar 2-6 minggu).

b. Hidralazin (apresoline)
Mekanisme kerja :

secara langsung merelaksasi arteriol (tidak vena) lepas dari interaksi simpatik. Menyebabkan
penurunan tekanan darah yang menyebabkan refleks takikardi dan peningkatan curah
jantung. Secara langsung meningkatkan aliran darah ginjal.
Indikasi :
hipertensi sedang. Dapat digunakan pada wanita hamil yang hipertensi.

Efek tak diinginkan :


refleks takikardi, palpitasi, retensi cairan. Sindrom seperti lupus eritomatosis sistemik.

c. Diazoksid (Hyperstat)

Mekanisme kerja :
menurunkan resistensi vascular perifer, mungkin dengan mengantagonis kalsium. Juga
meningkatkan kadar glukosa serum dengan menekan pelepasan insulin dan meningkatkan
pelepasan glukosa hati.

Indikasi :
kontrol jangka pendek hipertensi berat di rumah sakit. Hipoglikemia akibat hiperinsulinisme
yang refrakter terhadap bentuk pengobatan lain.

Efek tak diinginkan :


retensi air dan natrium dan efek kardiovaskular yang disebabkannya. Hiperglikemia,
gangguan saluran cerna, hirsurisme, efek samping skstrapiramidal.

38
d. Niroprusid (Nipride)

Mekanisme kerja :
dikonversi menjadi nitrik oksida, yang menginduksi Cgmp. Cgmp merangsang kaskade
fosforilasi/defosforilasi. Akhirnya melakukan defosforilasi myosin, yang menyebabkan
relaksasi otot polos.

Indikasi :
infuse intravena kontinu digunakan pada krisis hipertensi.
Efek tak diinginkan : hipotensi berat, toksisitas sianida, hepatotoksisitas.

39
TERAPI NON FARMAKOLOGI

Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya
hidup. Perubahan yang sudah terlihat menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada tabel 4
sesuai dengan rekomendasi dari JNC VII

1. Mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk

Menurunkan berat badan 4-5 kg, dapat menurunkan tekanan darah hingga 7/5 mmHg
baik pada penderita yang mengalami obesitas maupun tidak. Penurunan berat badan juga
dapat mengawali terjadinya perubahan pola hidup. Selain itu, pada penurunan berat badan,
yang berkurang adalah jaringan lemak, bukan otot.

2. Mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya
akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium

JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur,
dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium
yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari.

3. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah

Olahraga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu
ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olahraga aerobik, seperti jogging,
berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Pasien

40
harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama
untuk pasien dengan kerusakan organ target.

4. Berhenti merokok.

Dengan berhenti merokok dapat menurunkan kejadian vasokonstriksi, menurunkan


aktivasi system saraf simpatis, kadar norepinefrin, kadar karbon monoksida, menurunkan
risiko koagulasi, agregasi platelet,serta stress oksidatif

5. Membatasi minuman beralkohol.

Konsumsi alkohol jangan sampai melebihi 3g/hari atau 20g/minggu. Jika melebihi
angka tersebut, alcohol dapat meningkatkan tekanan darah, meningkatkan hormon aldosteron,
dan kortisol.

6. Mengurangi atau menghentikan konsumsi kafein.

Dapat menurunkan kejadian vasokonstriksi, dan meningkatkan keelastisan pembuluh


darah aorta.

41
RESEP OBAT HIPERTENSI

A. Skrining Administratif

No. URAIAN PADA RESEP


ADA TIDAK
Inscription
Identitas dokter:
1 Nama dokter v
2 SIP dokter v
3 Alamat dokter v
4 Nomor telepon V

42
5 Tempat dan tanggal V
penulisan resep
Invocatio
6 Tanda resep diawal V
penulisan resep (R/)
Prescriptio/Ordonatio
7 Nama Obat V
8 Kekuatan obat v
9 Jumlah obat V
Signatura
10 Nama pasien V
11 Jenis kelamin v
12 Umur pasien V
13 Barat badan v
14 Alamat pasien v
15 Aturan pakai obat V
16 Iter/tanda lain v
Subscriptio
17 Tanda tangan/paraf V
dokter
Kesimpulan:
Resep tersebut lengkap / tidak lengkap
Resep tidak lengkap karena kelengkapan data kekuatan obat, BB pasien tidak
dicantumkan
Cara pengatasan Konfirmasi ulang

B. Administrasi Farmasetik
No Kriteria Permasalahan Solusi
1 Bentuk sediaan -
2 Stabilitas obat -
3 Inkompatibiltas -

43
4 Cara pemberian -
5 Jumlah dan aturan pakai PCT hanya untuk Konselingkan
menurunkan demam

C. Karakteristik Obat
1. FUROSEMID
Komposisi : Furosemid (Diuretik Loop Henle), tablet 40 mg
Indikasi : penanganan edema pada penyakit hati, jantung koroner,
hipertensi
Dosis : 40 mg sehari sekali
Pemberian Obat : Pagi hari
Kontra Indikasi : anuria, hipersensitif furosemid, koma hepatik
Efek Samping : Hipotensi ortostatik, hipokalemia, hipokalsemia,
hiperglikemik
K. kehamilan :C
2. AMLODIPIN
Komposisi : Amlodipin (Ca Channel Blocker); tablet 2,5 , 5 , 10 mg
M. Kerja : menghambat perpindahan Ca membran sel sistemik & otot
jantung
Indikasi : Pengobatan hipertensi
Dosis : sekali sehari
Pemberian Obat : malam hari
Kontra Indikasi : Hipersensitif thdp amlodipin
Efek Samping : hipotensi, bradikardi
K. kehamilan :C
3. Paracetamol
Komposisi : Paracetamol (Analgesik non narkotik), tablet
M. Kerja : menghambat prostaglandin
Indikasi : Mengurangi rasa sakit
Dosis : 4 kali sehari, jika perlu
Pemberian Obat : setelah makan
Kontra Indikasi : Hipersensitif thdp pct
Efek Samping : Hepatotoksik penggunaan jangka panjang

44
K. kehamilan :B

4. Neurobion
Komposisi : Vit B1, Vit B6, Vit B12, tablet
M. Kerja :
Indikasi : Ggn sistem saraf perifer, defisiensi vitamin B
Dosis : 3 kali sehari
Pemberian Obat : bersama makanan
Kontra Indikasi :
Efek Samping :
K.kehamilan :

D. Administrasi Klinis
No Kriteria Permasalahan Solusi
.
1 Indikasi menurunkan tekanan darah dg
meningkatkan efek obat pd
sistem saraf
2 Kontraindikasi X
3 Interaksi x
4 Dupikasi/polifarmasi x

5 Alergi tanyakan apakah memiliki


alergi thdp obat ttt
6 Efek samping

7 ADR / Pct hepatotoksik pemakaian Konselingkan pemakaian


Adverse Drug Reaction jangka panjang hanya jika perlu

E. Pemberian Informasi Obat


1. Konsumsi buah dapat menormalkan fungsi organ krn kehilangan elektrolit

45
2. Saran cara konsumsi obat yaitu pagi meminum furosemid dan vitamin, siang
vitamin, malam amlodipin dan vitamin, pct hanya jika dibutuhkan
3. Jika setelah konsumsi amlodipin terasa pusing (tdk bsa diatasi, segera ke dokter)
4. Pantau tekanan darah secara berkala
5. Non Farmakologi : Konsumsi bawang putih untuk mengencerkan darah

46
KONSELING, INFORMASI DAN EDUKASI

Edukasi kepada pasien:

• Pasien mengetahui target nilai tekanan darah yang dinginkan

• Pasien mengetahui nilai tekanan darahnya sendiri

• Sadar kalau tekanan darah tinggi sering tanpa gejala (asimptomatik)

• Konsekuensi yang serius dari tekanan darah yang tidak terkontrol

• Pentingnya kontrol teratur

• Peranan obat dalam mengontrol tekanan darah, bukan menyembuhkannya

• Pentingnya obat untuk mencegah outcome klinis yang tidak diinginkan

• Efek samping obat dan penanganannya

• Kombinasi terapi obat dan non-obat dalam mencapai pengontrolan tekanan darah

• Pentingnya peran terapi nonfarmakologi

• Obat-obat bebas yang harus dihindari (seperti obat-obat yang mengandung ginseng,
nasal decongestan, dll)

Strategi konseling untuk meningkatkan adherence terapi obat antihipertensi


adalah sebagai berikut :

• Nilai adherence pada setiap kunjungan

• Diskusikan dengan pasien motivasi dan pendapatnya

• Libatkan pasien dalam penanganan masalah kesehatannya

• Gunakan keahlian mendengarkan secara aktif sewaktu pasien menjelaskan masalahnya

• Bicarakan keluhan pasien tentang terapi

• Bantu pasien dengan cara tertentu untuk tidak lupa meminum obatnya

• Sederhanakan regimen obat (seperti mengurangi frekuensi minum, produk kombinasi)

• Minum obat disesuaikan dengan kebiasaan pasien sehari-hari

• Berikan informasi tentang keuntungan pengontrolan tekanan darah

• Beritahukan perkiraan efek samping obat yang mungkin terjadi

• Beritahukan informasi tertulis mengenai hipertensi dan obatnya bila memungkinkan

47
• Petimbangkan penggunaan alat pengukur tekanan darah di rumah supaya pasien dapat
terlibat dalam penanganan hipertensinya

• Berikan pendidikan kepada keluarga pasien tentang penyakit dan regimen obatnya

• Libatkan keluarga dan kerabatnya tentang adherence minum obat dan terhadap gaya
hidup sehat

• Yakinkan regimen obat dapat dijangkau biayanya oleh pasien

• Bila memungkinkan telepon pasien untuk meyakinkan pasien mengikuti rencana


pengobatannya

Pemberian Informasi Obat


1. Konsumsi buah dapat menormalkan fungsi organ krn kehilangan elektrolit
2. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan
tekanan darah pada individu dengan hipertensi
3. Saran cara konsumsi obat yaitu pagi meminum furosemid dan vitamin, siang
vitamin, malam amlodipin dan vitamin, pct hanya jika dibutuhkan
4. Jika setelah konsumsi amlodipin terasa pusing (tdk bsa diatasi, segera ke dokter)
5. Pantau tekanan darah secara berkala
6. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu
ideal untuk kebanyakan pasien.
7. Jika pasien merokok diusahakan dikurangi atau dihentikan terlebih dahulu
8. Non Farmakologi : Konsumsi bawang putih untuk mengencerkan darah

48
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2011. Farmakologi dan Terapi. Jakarta:
Badan Penerbit FK UI.

Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM. 2005. Pharmacotherapy
A Pathophysiologic Approach 6th Edition. New York: The Mcgraw-Hill.

Ditjen Binfar dan Alkes Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi.
Jakarta : Depekes RI

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-2-sistem-kardiovaskuler-0/25-diuretika/251-tiazid (diakses 9
November 2015)

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2010. Informasi Spesialite Obat (ISO) Vol 45. Jakarta:
PT. ISFI Penerbitan

Lumbantobing, S.M., 2008. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Sherwood, Lauralee.2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (Human Physiology: From
cells to systems) Edisi II. Jakarta : ECG

U.S. Department of Health and Human Services. 2003. The Seventh Report of the Joint
National Committee (JNC VII). U.S.: Department of Health and Human Services.

49

Anda mungkin juga menyukai