Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak usia dini merupakan periode kehidupan yang paling penting
untuk perkembangan kognitif, sosial, emosional, fisik, perkembangan
motorik dan pembelajaran kumulatif seumur hidup. Perkembangan
anak-anak adalah prioritas pertama dalam agenda pembangunan negara,
bukan karena mereka yang paling rentan, tetapi karena mereka adalah
aset tertinggi negara dan juga sumber daya manusia masa depan negara
tersebut. Malnutrisi semakin diakui sebagai masalah kesehatan umum
dan penting dibanyak negara berkembang, karena memiliki
konsekuensi jangka panjang yang serius untuk anak dan pengaruh
negative pada perkembangan mereka. (Sheikh and Taseen, 2016)
“Pada tahun 2017, 51 juta anak di bawah usia lima tahun (7,5%)
mengalami berat badan yang kurang (terlalu ringan untuk tinggi badan
mereka), sementara 38 juta (5,6%) mengalami kelebihan berat badan
(terlalu berat untuk tinggi badan mereka). Pemborosan dan kelebihan
berat badan bisa hidup berdampingan dalam suatu populasi pada tingkat
yang dianggap sedang sampai tinggi ¬ yang disebut beban ganda
malnutrisi”. (WHO, 2018)
Meskipun terjadinya kekurangan gizi anak telah menurun di
Indonesia sejak tahun 1990-an, saat ini prevalensi gizi buruk masih
tinggi dibandingkan dengan di negara-negara tetangga. Indonesia
menempati urutan ke-4 di ASIA dengan presentase wasting 13,5% dan
overweight 11,5%, dan menempati urutan ke-5 di ASIA untuk kematian
balita dengan presentse 26,4%. (WHO, 2018)
Di Papua Nugini (PNG), kekurangan gizi tetap menjadi penyebab
utama morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Menurut Kebijakan dan
Rencana Kesehatan Anak PNG 2009-2020, dua pertiga dari semua
kematian anak di PNG terkait dengan malnutrisi sedang atau berat. Data
terkini tentang pemantauan dan evaluasi status gizi dan kesehatan anak-
anak PNG terbatas. Data yang dipublikasikan tentang prevalensi dan

1
2

faktor-faktor yang mendasari malnutrisi di antara anak-anak dan


perempuan di provinsi Teluk sangat sedikit, terutama di masyarakat
terpencil di dataran tinggi yang tidak dapat diakses di distrik Kerema.
(Goris, Zomerdijk, & Temple, 2017)
Di Filipina, persentase besar dari populasi menderita dari satu
atau lebih bentuk malnutrisi termasuk defisiensi mikronutrien. Bentuk
yang paling umum dari kekurangan gizi pada populasi Filipina adalah
kekurangan zat besi, terutama kalangan anak-anak. Kekurangan zat besi
sering diwujudkan sebagai anemia defisiensi besi. Kekurangan zat besi
adalah salah satu gangguan gizi yang paling luas dinegara berkembang
dan maju, sehingga menjadi masalah kesehatan global. Anemia,
terutama karna kekurangan zat besi, mempengaruhi sepertiga dari
populasi dunia dan terkosentrasi pada wanita dan anak-anak dibawah
usia 5 tahun. Anemia defisiensi zat besi memiliki dampak besar pada
kesehatan dan poduktifitas manusia, dan efek dari kekurangan zat besi
secara khusus dimulai dalam 1000 hari pertama kehidupan.(Kozakov,
Yares’ko, Kolesnikov, & Sidashov, 2011)
Oleh karena itu, tercukupinya nutrisi dalam 1000 hari pertama
kehidupan merupakan kebutuhan mutlak bagi setiap anak, dan ini harus
dimulai sejak bayi masih dalam kandungan terutama zat besi sebagai
salah satu mikronutrisi yang dibutuhkan mulai saat ibu hamil yang
menentukan kualitas kesehatan anak dimasa depan. Dr. Murti
Andriastuti Sp.A(K) selaku Ketua Satuan Tugas Anemia Defisiensi
Besi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang menghadiri Merck
Pediatric Forum 2018 menjelaskan, “Anemia Defisiensi Besi (ADB)
merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi pada anak-anak.
Komplikasi jangka panjang ADB dapat meliputi gangguan sistem
kardiovaskular, sistem imun, gangguan perkembangan, psikomotor
serta kognitif. Anemia sendiri dapat disembuhkan, namun komplikasi
yang timbul dapat bersifat permanen dan tidak dapat diperbaiki. Untuk
itu pemberian suplementasi zat besi sebaiknya dilakukan sejak dini,
3

sebelum defisiensi besi pada anak menjadi Anemia Defisiensi Besi.”


(Berkelanjutan & Lebih, 2018)
Anemia adalah masalah kesehatan masyarakat yang umum yang
mempengaruhi sekitar seperempat populasi dunia, terutama anak-anak
usia pra sekolah dengan prevalensi global pada kelompok usia 0-5
tahun yang naik menjadi 47,4%. Menurut kriteria Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), anemia menempati peringkat sebagai masalah kesehatan
masyarakat yang parah (didefinisikan sebagai prevalensi ≥ 40%).
Anemia dapat mempengaruhi kemajuan kognitif, kinerja di sekolah,
pertumbuhan fisik dan perilaku, dan kemampuan daya tahan tubuh anak
terhadap penyakit. Ini tetap menjadi penyebab utama mortalitas dan
morbiditas di negara-negara berkembang di mana sumber daya untuk
menentukan etiologi yang mendasarinya tetap buruk. Menurut WHO,
Afrika memiliki prevalensi anemia tertinggi secara keseluruhan untuk
pre sekolah, wanita yang tidak hamil dan hamil, di mana wilayah Asia
menunjukkan jumlah orang yang terkena dampak tertinggi dengan 58%
dari beban anemia yang ada untuk pre sekolah. Menurut informasi baru-
baru ini dari wilayah Asia Selatan, prevalensi anemia pada anak-anak
berusia 6-35 bulan adalah sekitar 79% di India. Di Nepal, prevalensi di
antara anak-anak <5 tahun adalah 46%. Prevalensi keseluruhan nasional
Anemia di Bangladesh adalah sekitar 51% pada tahun 2011. (Khan,
Awan, & Misu, 2016)
Berdasarkan laporan Anemia Convention 2017, prevalensi
anemia di Asia Tenggara dan Afrika mencapai 85%, dengan wanita dan
anak-anak sebagai penderita terbanyak. Terdapat 202 juta wanita di
Asia Tenggara dan 100 juta wanita di Pasifik Barat berusia 15-49 tahun
yang terjangkit anemia. Sementara secara global, 41,8% wanita hamil
dan hampir 600 juta anak usia prasekolah dan usia sekolah menderita
anemia, di mana 60% dari kasus wanita hamil dan sekitar setengah dari
kasus anemia pada anak disebabkan oleh kekurangan zat besi.
(Berkelanjutan & Lebih, 2018)
4

Diantara negara-negara di Asia tenggara, Indonesia tercatat


sebagai salah satu negara yang jumlah penderita anemianya cukup
banyak. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013, jumlah penderita anemia di Indonesia terdiri dari 26,4% anak-
anak, 12,4% laki-laki usia 13-18 tahun, 16,6% laki-laki diatas 15 tahun,
22,7% perempuan usia 13-18 tahun, 22,7% wanita usia 15-49 tahun dan
37,1% ibu hamil
(https://www.liputan6.com/health/read/3631291/penderita-anemia-
di-indonesia-masih-banyak-apa-solusinya)
Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan micronutrient sangat penting
terutama pada anak-anak untuk perkembangan dan pertumbuhan
mereka. Oleh karena itu membuat penulis untuk mengetahui bagaimana
dampak malnutrisi dan kekurangan zat besi yang mengakibatkan
anemia pada anak-anak.
B. Tujuan Sistematic Literature Review
Tujuan umum dari systematic review ini adalah untuk
menyimpulkan dan memeriksa literature (examine literature) mengenai
dampak malnutrisi dengan kejadian anemia yang terjadi pada anak-
anak.
C. Pertanyaan penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan pertanyaan
peneliti yaitu:
1. Seberapa besar dampak malnutrisi dengan kejadian anemia yang
terjadi pada anak-anak?
2. Apakah ada factor tambahan lain yang dapat menyebabkan anemia?
3. Bagaimana dampak yang terjadi pada anak-anak yan mengalami
anemia?
BAB II
METODOLOGI
A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka identifikasi masalah yang akan
dijadikan bahan review artikel, yaitu dampak malnutrisi yang
mempengaruhi kadar zat besi sehingga menyebabkan anemia pada
anak-anak. Pada Sistematic Literature Review ini penulis ingin
menguraikan mengapa malnutrisi dapat menyebabkan anemia pada
anak-anak dan memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh malnutrisi pada kejadian
anemia yang terjadi pada anak-anak
2. Untuk mengetahui factor-faktor lain yang dapat menyebabkan
anemia
3. Untuk mengetahui dampak kejadian anemia yang terjadi pada anak-
anak
B. Prioritas Masalah dan Pertanyaan Penelian
Perioritas masalah dalam penelitian adalah dampak malnutrisi
yang terjadi pada anak-anak dinegara berkembang, salah satunya adalah
kekurangan micronutrient yaitu zat besi. Pertanyaan penelitian ini
adalah?
1. Seberapa besar pengaruh malnutrisi pada kejadian anemia yang
terjadi pada anak-anak?
2. Apakah ada factor lain yang menyebabkan anemia selain
malnutrisi:
3. Bagaimana dampak yang terjadi pada anak-anak yang mengalami
anemia?
C. Framework data Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Berikut ini adalah framework sebagai acuan kriteria inklusi
berdasarkan tipe dalam Sistematic Literature Review ini :

5
6

Tabel 1. Framework Research Question


No Tipe Kriteria Inklusi
I Tipe Study Penelitian Quantitative
II Tipe participant/responden Anak-anak di Negara berkembang
III Tipe intervensi -
IV Tipe outcome yang diukur Kejadian Anemia
V Others 1) Literatur tahun 2008-2018
2) Jurnal Internasional

Peneliti melakukan strategi pencarian literatu dengan


menggunakan system pencarian One Search, Pubmed dan Proquest
dengan strategi mengeliminasi literature sesuai dengan kriteria inklusi.
Strategi pencarian literature dengan menggunakan metode PICO dan
membuat pertanyaan penelitian.
Tabel 2. Tabel PICO
Kriteria Inklusi Eksklusi
Patient/Popolation Child Species
Student HIV
Disability
Intervention/prognostic Malnutrition
factor/Exposure undernutrition
child Nutrition Disorders
Comparison -
Outcome anemia
Anemia, Iron-Deficiency
Context ASEAN
Indonesia
Papua New Guinea
Malaysia
Laos
Cambodia
India
Timor leste
Bangladesh
China
Thailand
Vietnam
Brunei Darussalam
Philipina
7

D. Identifikasi Studi yang Relevan


Pada Sistematic Literature Review ini telah melakukan
identifikasi studi literatur dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Pencairan database, scanning, dan screening artikel dilakukan
secara mandiri oleh peneliti mengikuti syarat dalam pemenuhan kriteria
inklusi. Strategi pencarian literatur dengan menggunakan metode
PICOC dan membuat pertanyaan penelitian.
1. Pembuatan framework sebagai dasar untuk menentukan kriteria
inklusi berdasarkan tipe supaya data yang dicari tidak melebar dan
fokus pada konteks yang dicari.
2. Menyusun Keyword yang didesain dan difokuskan pada framework
Tabel 3. Metode Pencarian
Search String AND AND AND
Malnutrition anemia Child Indonesia
undernutrition Iron- Children Papua New Guinea
Deficiency
Kids Malaysia
Toddler Laos
student Cambodia
Timor leste
India
Afghanistan
Armenia
Kazakhstan
Kyrgyzstan
Mongolia
Tajikistan
Turkmenistan
Uzbekistan
Bangladesh
Bhutan
China
Thailand
Vietnam
Brunai Darusslam
8

3. Memasukkan keyword tersebut kedalam mesin pencarian pada


database Pubmed, One Search dan Proquest. Pada database Pubmed,
Proquest dan Proquest juga mengatur penyaringan yang ada di
laman tersebut seperti penyaringan Full Text, Data Publish in 10
years ago, Human, negara-negara berkembang di Asia dan Bahasa
Inggris.
4. Mencatat hasil temuan database yaitu Pubmed sebanyak 235 artikel,
One search sebanyak 249 artikel dan Proquest sebanyak 228 artikel.
5. Menyimpan laman database ke mesin penyimpanan bibliography
Zotero. Di Zotero data sudah terinput pada 3 folder sesuai
databased.
6. Data yang tersimpan tersebut di saring sesuai dengan framework.
Artikel yang tidak sesuai dikeluarkan dari folder “relevan”
7. Mencatat temuan jumlah artikel dan proses penyaringan akan
dibahas di Prisma Flow Diagram.
E. Prisma Flow Diagram
Dalam pencarian artikel ditemukan sebanyak 712 artikel dari 3
databased kemudian ditambah 1 data dari WHO dan 1 dari Merck, lalu
identifikasi diplikasinya dan ditemukan 10 artikel yang sama sehingga
sehingga sisa artikel tersebut sebanyak 702 artikel. Dari jumah artikel
tersebut, banyak artikel yang disaring atau dikeluarkan karena judul
yang tidak sesuai dengan frame work sejumlah 5 artikel, abstrak yang
tidak sesuai sejumlah 559 artikel, anonym sejumlah 0 arkel, semua
artikel memakai Bahasa inggris karna sudah diatur dalam pencarian
databased, metode yang tidak sesuai dengan frame work sejumlah 5
artikel kualitatif dan ada artikel dalam bentuk review sejumlah 14
artikel, sehingga jumlah tersebut berjumlah menjadi 119 artikel. Dari
119 artikel tersebut disaring lagi untuk memisahkan metode RCT,
sehingga menjadi 84 artikel. Sejumlah 84 artikel di download full text
dan disaring lagi sesuai frame work dan hasil yang tidak sesuai
sebanyak 65 artikel. Sehingga jumlah artikel yang sesuai ada 19 artikel
dengan metode quantitative. Berikut Prisma Flow Diagram
9

Bagan 1. Prisma Flow Diagram


Hasil pencarian dengan
databases Tambahan hasil pencarian melalui
PubMed = 235 sumber lain
Identifikasi

Proquest = 228 Merck =1


One Search = 249 WHO =1
Jumlah = 712 Jumlah =2
Penyaringan

Hasil setelah automatic Hasil yang dikeluarkan


duplicated Judul =5
(n = 10 ) Abstrak = 559
Anonim =0
Tidak Inggris =0
Metode kualitatif =5
Penyaringan Review/Systematic Review = 14
(n = 702) Jumlah =583
Kelayakan

artikel teks lengkap Artikel teks lengkap yang


yang dinilai untuk dikeluarkan karena tidak
kelayakan memenuhi kriteria inklusi
(n = 119) (n = 84 )
Termasuk

Artikel teks lengkap Artikel teks lengkap yang


yang memenuhi kriteria dikeluarkan berdasarlah
inklusi hasil critical appraisal
(n = 19 ) (n = 9)

Artikel teks lengkap


yang direview
(n = 10 )
10

F. Analisis Ekstrasi Data


Setelah proses kelayakan selesai terpilih sebanyak 19 artikel
yang memenuhi kriteria inklusi di akses full text dan di saring
lagi sesuai framework dan hasil yang sesuai akan dilakukan
analisis ekstraksi data. 19 artikel dengan kualitas baik yaitu
terindeks scopus dengan standar Q1, Q2 dan Q3. Dan artikel
yang akan diambil adalah artikel yang telah terindeks scopus
Q1, maka langkah selanjutnya adalah Critical Appraisal.
11

Table 4. Ekstraksi Data

No Title/Author/Year/grade Country Aim Type Of Data Collection Participant/Sample Result


Research Size
1. Anaemia among China Tujuan dari Kuantitative cross-sectional. 4.130 siswa Hasil penelitian ini
Students of Rural penelitian ini study 1. Memperoleh data menunjukkan bahwa
China’s Elementary adalah untuk sekunder (daftar anemia masih lazim
Schools: Prevalence and mengukur peringkat dikalangan siswa do
Correlates in Ningxia prevalensi anemia kemiskinan Qinghai dan Ningxia.
and Qinghai’s Poor pada anak usia pendapatan Menggunakan anemia
Counties (R. et al., sekolah di daerah perkapita, 2008). off cut usia tertentu,
2011) miskin dari 2. Memilih secara acak didapatkan hasil bahwa
Qinghai dan 10 kabupaten miskin 1.027 (24,9%) dari
Ningxia, untuk dari 30 kabupaten. 5 4.130 siswa dengan
mengidentifikasi berada di Qinghai anemia. Dengan nilai
individual-, rumah dan 5 berada di rata-rata Hb 125,2g/L.
tangga- dan faktor Ninxia.
berbasis sekolah 3. Memghitung tingkat
yang berkorelasi anemia berdasarkan
dengan anemia di cut-off dari 115g/L
wilayah ini, dan untuk anak usia <11
untuk melaporkan tahun dan cut-off
korelasi antara dari 120g/L untuk
status anemia dan >12 tahun.
12

hasil fisik,
psikologis dan
kognitif.

2. Factors Associated with Timor- Penelitian ini Kuantitative cross-sectional 4.514 anak Prevalensi anemia
Haemoglobin Leste dilakukan untuk study (konsentrasi Hb <11.0g
Concentration among menilai prevalensi / dL) adalah 38,2%
Timor-Leste Children dan faktor yang (638 / 1.668) untuk
Aged 6-59 Months terkait dengan anak usia 6-23 bulan
(Agho, Dibley, D’Este, hemoglobin (Hb) dan 22,6% (644/2846)
& Gibberd, 2008) konsentrasi antara untuk anak-anak (p
anak-anak berusia <0,001). Anak
6-59 bulan di perempuan memiliki
Timor-Leste. konsentrasi Hb lebih
tinggi dari anak laki-
laki (11.9g / dL vs
11.7g / dL, p <0,006)
dan anak-anak yang
mengalami diare dalam
dua minggu
sebelumnya memiliki
konsentrasi Hb lebih
rendah dari anak-anak
13

tanpa diare (11.5g / dL


vs 11.9g / dL, p
<0,001). Anak-anak
dari rumah tangga
terkaya dan menengah
keatas memiliki
konsentrasi Hb rata-
rata lebih rendah
dibandingkan dari
rumah tangga termiskin
(11.8g /
dL, 11.7g / dL vs 12.0g
/ dL, p <0,001). Anak
dari ibu dengan
beberapa pendidikan
menengah atau lebih
memiliki berarti
konsentrasi yang lebih
rendah Hb daripada
anak-anak dari ibu
dengan primer selesai,
beberapa primer dan
tidak ada pendidikan
(11,7 g / dL vs 11,9 g /
14

dL, 11,8 g / dL, dan


11,9 g / dL, p = 0,002).
Anak-anak dari ibu
parah-anemia memiliki
lebih rendah berarti
konsentrasi Hb
daripada anak-anak
dari moderately-,
ringan dan tidak ibu
anemia (10,5 g / dL vs
11,1 g / dL, 11,6 g / dL,
12,0 g / dL, p <0,001).
3. Anemia in severe acute India Tujuan dari Kuantitative cross-sectional 131 anak Dari pasien dengan
malnutrition (Thakur, penelitian ini study dilakukan selama 12 Malnutrisi akut parah,
Chandra, Pemde, & adalah untuk bulan (1 september 67,3% memiliki
Singh, 2014) menentukan 2010-31 agustus anemia berat; 13,8%
prevalensi dan 2011). memiliki anemia
jenis anemia dan 1. Data yang sedang. Dari pasien
untuk dikumpulkan dari tersebut, 25%
mengevaluasi ibu termasuk usia, diperlukan dikemas
etiologi yang jenis kelamin, transfusi sel darah
mungkin untuk urutan kelahiran, merah. Jenis yang
anemia berat, pada berat lahir, tahun paling umum dari
anak-anak di Pendidikan formal anemia adalah
15

India. dari kedua orang mikrositik (38,6%)


tua dan pekerjaan diikuti oleh
ayah. megaloblastik (30,5%).
2. Asupan makanan
dipelajari dengan
metode recall 24
jam.
3. Lamanya
pemberian ASI
4. Pencatatatn rata-
rata asupan buah,
ungags dan dagung
5. Pencatatan jumlah
anak yang
ditransfusi darah
4. Infant and young child Philipina Untuk Kuantitative cross-sectional 1784 anak Di antara anak-anak
feeding practices in meningkatkan study dilakukan meliputi dari perkotaan dan
urban Philippines and pemahaman lima pusat-pusat kota sebagian besar rumah
their associations with kontribusi terkait di Filipina (Manila, tangga miskin dan
stunting, anemia, and dengan status gizi Cebu, Zamboanga, sangat miskin, 26%
deficiencies of iron and anak 6-23 bulan Naga, dan Iloilo kota). terhambat, 18%
vitamin A (Rohner et usia hidup di 1. Para peserta survei kekurangan berat
al., 2013) daerah perkotaan di setiap daerah badan, dan 5%
dari Filipina. perkotaan dipilih terbuang. 42%
16

dengan cara cluster menderita anemia, 28%


sampling dua tahap kekurangan zat besi,
berlapis. dan 3% kekurangan
2. Data sekunder unit vitamin A.
sampling primer
berdasarkan data
2007.
3. Pengambilan
sampel sekunder
adalah anak-anak
dibawah usia 2
tahun yang dipilih
secara acak dari
data sensus
4. Untuk pengambilan
sampel darah,
hanya anak-anak
usia 6-23 bulan.
5. WHO
(IYCF)indicator
yang digunakan
untuk menilai
praktik pemberian
17

makan anak

5. The Influence of China Tujuan dari Kuantutative cross-sectional 1370 anak Di antara anak-anak
Malnutrition and penelitian ini study 1. Survei dilakukan di berusia 0–35 bulan,
Micronutrient Status on adalah untuk 3 kabupaten miskin prevalensi pengerdilan,
Anemic Risk in memberikan bukti di China yang berat badan rendah dan
Children under 3 Years ilmiah dan dipilih dari proyek pemborosan adalah
Old in Poor Areas in pendekatan yang MDGs 17,5%, 8,6% dan 5,1%,
China (Wang et al., hemat biaya untuk 2. 41 desa dipilih masing-masing, dan
2015) memerangi anemia daiantera 3 25,6% anak-anak
pada populasi kabupaten dipengaruhi oleh
target. 3. Metode sampling anemia, dengan lebih
dengang perkiaan banyak bayi anemia
populasi tahun dan anak-anak yang
2010 lebih muda
4. Menggunakan dibandingkan anak
cluster sampling yang lebih besar (P
untuk pemilihan <0,01). Ada 26,5%,
rumah tangga 12,8%, 14,1% dan
20,0% dari anak-anak
berusia 12-35 bulan
yang terkena defisiensi
besi, defisiensi vitamin
18

D, defisiensi asam
folat, dan defisiensi
vitamin B12, masing-
masing. Untuk anak-
anak berusia 0-11
bulan yang disusui,
status anemia ibu
adalah satu-satunya
faktor yang terkait
dengan anemia anak
(OR = 2,6; 95% CI:
1,2-5,4, P <0,05).
Untuk anak-anak
berusia 12-35 bulan,
regresi logistik
multivariat
menunjukkan bahwa
anemia secara
bermakna dikaitkan
dengan defisiensi zat
besi dan vitamin B12
(OR = 5,3; 95% CI:
1,9-14,5, P <0,01) dan
diet monoton (OR =
19

2,3; 95% CI: 1,1-4,7, P


<0,05) setelah
disesuaikan dengan
usia dan jenis kelamin.

6. Asymptomatic malaria, Republik Tujuan penelitian Kuantitative cross-sectional 319 anak Usia rata-rata peserta
growth status, Demokratik ini meneliti study (n = 319) berusia 88,3
and anaemia among Rakyat hubungan antara dilakukan di 5 desa di bulan (Standar Deviasi:
children in Lao People’s Laos malaria provinsi Savannakhet: 20.6, berkisar 30-119
Democratic Republic: a asimtomatik, Dong Savanh, Arai bulan), dan 20 peserta
cross-sectional study status Yai, Kalouk Kao, dan (6,3%) memiliki
(Akiyama et al., 2016) pertumbuhan, dan Kalouk Mai di daerah infeksi malaria
prevalensi anemia Seponne, Desember asimtomatik, 92
pada anak-anak 2010 dan Lahanam (28,8%) menderita
berusia 120 bulan pada Maret 2011. anemia, 123 (38,6%)
atau lebih muda di kekurangan berat
desa-desa di Laos. badan, dan 137
(42,9%) yang
terhambat. anak
terhambat lebih
mungkin terinfeksi
dengan [rasio odds
(OR) 3,34, 95%
20

confidence interval
(CI) 1,25-8,93] malaria
asimtomatik, dan
malaria tanpa gejala
dikaitkan dengan
anemia [OR 5.17, 95%
CI 1,99-13,43].
21

G. Metode Pengkajian Kualitas Study (Critical Appraisal)


Peneliti melakukan pengkajian Pengaruh malnutrusi dengan kejadian anemia pada anak menggunakan desain penelitian
quantitative, critical appraisal pada literatur yang telah dieliminasi dari kreteria inklusi. Pengkajian kualitas studi menggunakan tools
JBI CriticalAppraisal Checlist for Cross Sectional Studies.

Tabel 5
JBI
No JBI (R. et al., (Agho et al., (Thakur et al., (Rohner et al., (Wang et al., (Akiyama et
2011) 2008) 2014) 2013) 2015) al., 2016)

1. Apakah kriteria untuk Ya Ya Ya Ya Ya Ya


dimasukkan dalam sampel
didefinisikan dengan
jelas?
2. Adalah subyek penelitian Ya Ya Ya Ya Ya Ya
dan pengaturan dijelaskan
secara rinci?
22

3. Apakah paparan diukur Ya Ya Ya Ya Ya Ya


dengan cara yang valid
dan dapat diandalkan?
4. Apakah objektif, kriteria Ya Ya Ya Ya Ya Ya
standar digunakan untuk
pengukuran kondisi?
5. Apakah faktor perancu Ya Tidak jelas Tidak jelas Ya Ya Ya
diidentifikasi?
6. Apakah strategi untuk Ya Tidak jelas Tidak jelas Ya Tidak Ya
mengatasi faktor pembaur
dinyatakan?
7. Apakah hasil diukur Ya Ya Ya Ya Ya Ya
dengan cara yang valid
dan dapat diandalkan?
8. Apakah analisis statistik Ya Tidak jelas Ya Ya Ya Ya
yang sesuai digunakan?
23

H. Maping Literatur
Berdasarkan 6 artikel yang telah terpilih dan sesuai
dengan kualitas yang baik, selanjutnya dilakukan ekstraksi
data untuk menggolongkan beberapa poin atau bagian dari
artikel seperti tujuan penelitian, desain penelitian, jumlah
sample, dan hasil atau temuan dari penelitian tersebut.
Sejumlah 6 artikel yang terpilih menggunakan metode
penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross-
sectional. Pada artikel yang didapat terdapat 6 artikel dari
negara berkembang yaitu dari China, India, Laos, Timor
Leste dan Philipina.

Besar pengaruh Artikel


malnutrsi pada
kejadian anemia 1,3,5

Malnutrisi dan faktor lain yang Artikel


anemia pada anak menyebabkan
anemia 2

Artikel
dampak anemia
4

Gambar 2.1 malnutrisi dan anemia


pada anak
Gambar tersebut menunjukkan bahwa malnutrisi berpengaruh
pada anemia dipengaruhi oleh factor-faktor yang
berhubungan dengan konsentrasi hemoghlobin.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Besar pengaruh Malnutrisi terhadap kejadian anemia
pada anak-anak
a. Jurnal dengan judul “Infant and young child feeding
practices in urban Philippines and their associations with
stunting, anemia, and deficiencies of iron and vitamin A” ,
peneliti Fabian Rohner, Bradley A. Woodruff, Grant J.
Aaron, Elizabeth A. Yakes, Mei Antonnette O. Lebanan,
Pura Rayco-Solon, dan Ofelia P. Saniel. Penelitian ini
memberikan penjelasan mengenai besar pengaruh anemia
pada anak-anak dan faktot-faktor lain yang mempengaruhi
anemia selain malnutrisi. Di antara anak-anak dari
perkotaan dan sebagian besar rumah tangga miskin dan
sangat miskin, 26% terhambat, 18% kekurangan berat
badan, dan 5% terbuang. Empat puluh dua persen
mengalami anemia, 28% kekurangan zat besi, dan 3%
kekurangan vitamin A. Sekitar setengah dari anak-anak
disusui dalam waktu satu jam setelah kelahiran, disusui
pada saat survei, dan telah terus disusui hingga usia 1
tahun. Dari faktor-faktor yang diselidiki, status sosial
ekonomi rendah, penggunaan bahan bakar memasak yang
lebih murah, dan tidak menggunakan multivitamin
semuanya secara independen terkait dengan pengerdilan.
Prevalensi anemia, defisiensi besi, dan defisiensi vitamin
A secara independen terkait dengan faktor yang sama dan
fasilitas sanitasi yang lebih buruk, pendidikan ibu yang
lebih rendah, pengangguran saat ini, dan peradangan.
b. Jurnal dengan judul “Anaemia among Students of Rural
China’s Elementary Schools: Prevalence and Correlates in
Ningxia and Qinghai’s Poor” peneliti Renfu Luo, Linxiu
Zhang, Chengfang Liu, Qiran Zhao, Yiwu Shi, hibah
Miller, Elaine Yu, Brian Sharbono, Alexis Madinah, Scott
24
25

Rozelle, dan Reynaldo Martorell. Penelitian ini


memberikan penjelasan mengenai ukuran prevalensi
anemia pada anak usia sekolah didaerah miskin dari
Qinghai dan Ningqia, sehingga dapat mengetahui dampak
anemia pada anak-anak dan mengenai factor-faaktor lain
yang menyebabkan anemia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa data awal pada penelitian menunjukkan bahwa
tingkat anemia secata keseluruhan adalah 24,9%
menggunakan standart WHO. Anak-anak yang tinggal dan
makan di sekolah memiliki tingkat lebih tinggi dari
anemia, seperti yang dilakukan anak-anak yang orang
tuanya bekerja di peternakan atau berada jauh dari rumah.
Anak-anak dengan orang tua yang memiliki tingkat
pendidikan yang lebih rendah lebih mungkin untuk
menjadi anemia. Status anemia berkorelasi dengan hasil
fisik, kognitif dan psikologis yang merugikan kalangan
mahasiswa. Temuan tersebut konsisten dengan temuan
studi terbaru lainnya didaerah miskin barat laut Cina dan
sehingga menyimpulkan bahwa anemia masih menjadi
masalah kesehatan yang serius pada anak-anak di bagian
Cina.
c. Jurnal dengan judul “Factors Associated with
Haemoglobin Concentration among Timor-Leste Children
Aged 6-59 Months” (Agho, Dibley, D’Este, & Gibberd,
2008). Penelitian ini memberikan penjelasan tentang
prevalensi dan faktor yang terkait dengan hemoglobin
(Hb) konsentrasi antara anak-anak berusia 6-59 bulan di
Timor-Leste. Prevalensi anemia (konsentrasi Hb <11.0g /
dL) adalah 38,2% (638 / 1.668) untuk anak usia 6-23
bulan dan 22,6% (644/2846) untuk anak-anak (p <0,001).
Gadis memiliki berarti lebih tinggi konsentrasi Hb dari
anak laki-laki (11.9g / dL vs 11.7g / dL, p <0,006) dan
anak-anak yang mengalami diare dalam dua minggu
sebelumnya memiliki konsentrasi Hb lebih rendah dari
26

anak-anak tanpa diare (11.5g / dL vs 11.9g / dL, p


<0,001). Anak-anak dari rumah tangga terkaya dan
menengah keatas memiliki konsentrasi Hb rata-rata lebih
rendah dibandingkan dari rumah tangga termiskin (11.8g/
dL, 11.7g / dL vs 12.0g / dL, p <0,001). Anak dari ibu
dengan beberapa pendidikan menengah atau lebih
memiliki berarti konsentrasi yang lebih rendah Hb
daripada anak-anak dari ibu dengan primer selesai,
beberapa primer dan tidak ada pendidikan (11,7 g / dL vs
11,9 g / dL, 11,8 g / dL, dan 11,9 g / dL, p = 0,002).
Anak-anak dari ibu parah-anemia memiliki lebih rendah
berarti konsentrasi Hb daripada anak-anak dari
moderately-, ringan dan tidak ibu anemia (10,5 g / dL vs
11,1 g / dL, 11,6 g / dL, 12,0 g / dL,
d. Jurnal dengan judul “Anemia in severe acute
malnutrition” (Thakur, Chandra, Pemde, & Singh, 2014).
Penelitian ini memberikan penjelasan berapa presentase
malnutrisi akut pariah (SAM) yang menyebabkan anemia
di India. Termasuk dalam penelitian ini adalah 131 kasus
SAM. Kelompok usia bervariasi antara 6 dan 59 bulan.
Dari pasien dengan SAM, 67,3% memiliki anemia berat;
13,8% memiliki anemia sedang. Dari pasien tersebut, 25%
diperlukan di transfusi sel darah merah. Jenis yang paling
umum dari anemia adalah mikrositik (38,6%) diikuti oleh
megaloblastik (30,5%).
e. Jurnal dengan judul “The Influence of Malnutrition and
Micronutrient Status on Anemic Risk in Children under 3
Years Old in Poor Areas in China (Wang et al., 2015)”.
Penelitian ini memberikan penjelasan tentang pengaruh
malnutrisi pada anak dampak yang terjadi akibat anemia.
Dengan hasil yang didapatkan: Di antara anak-anak
berusia 0 - 35 bulan, prevalensi stunting, berat badan
rendah dan membuang-buang adalah 17,5%, 8,6% dan
5,1%, masing-masing, dan 25,6% dari anak-anak terkena
27

anemia, dengan bayi lebih anemia dan anak-anak muda


dari anak-anak yang lebih tua ( P < 0,01). Ada 26,5%,
12,8%, 14,1% dan 20,0% dari anak-anak berusia 12 - 35
bulan dipengaruhi oleh kekurangan zat besi, kekurangan
vitamin D, kekurangan asam folat dan vitamin B 12
kekurangan masing-masing. Untuk anak usia 0 - 11 bulan
yang diberi ASI, Status anemia ibu adalah satu-satunya
faktor yang berhubungan dengan anemia yang terjadi pada
anak(OR = 2,6; 95% CI: 1.2 - 5.4, P < 0,05). Untuk anak
usia 12 - 35 bulan, regresi logistik multivariat
menunjukkan bahwa anemia secara bermakna dikaitkan
dengan zat besi dan vitamin B 12 defisiensi
(OR=5,3;95%CI:1.9-14,5,P<0,01) dan diet monoton (OR
= 2,3; 95% CI: 1.1 - 4.7, P < 0,05) setelah disesuaikan
untuk usia dan jenis kelamin.
f. Jurnal dengan judul “Asymptomatic malaria, growth
status, and anemia among childrenin Lao People’s
Democratic Republic: a cross-sectional srudy (Akiyama
et al., 2016)”. Isi dalam penelitian ini menjelaskan baha
salah satu factor penyebab anemia adalah malaria
asimtomatik. Dengan hasil yang didapatkan yaitu: Usia
rata-rata peserta (n = 319) berusia 88,3 bulan (Standar
Deviasi: 20.6, berkisar 30-119 bulan), dan 20 peserta
(6,3%) memiliki infeksi malaria asimtomatik, 92 (28,8%)
menderita anemia, 123 (38,6%) kekurangan berat badan,
dan 137 (42,9%) yang terhambat. anak terhambat lebih
mungkin terinfeksi dengan [rasio odds (OR) 3,34, 95%
confidence interval (CI) 1,25-8,93] malaria asimtomatik,
dan malaria tanpa gejala dikaitkan dengan anemia [OR
5.17, 95% CI 1,99-13,43].
28

B. Pembahasan
Sesuai dengan hasil yang didapatkan, maka didapatkan jawaban
tentang:
1. Seberapa besar pengaruh malnutrisi pada kejadian anemia
yang terjadi pada anak-anak?
a. Menurut hasil penelitian (Rohner et al., 2013) di Philiphina,
anemia mempengaruhi 41,8% dari anak usia 6-23 bulan
b. Menurut data yang diambil dari (Thakur, et al 2014) Hampir
70% dari
anak-anak (6 - 59 bulan) dengan Malnutrisi Akut Parah
mengalami anemia. Dari jumlah tersebut, 26% mengalami
anemia ringan, 40% memiliki anemia sedang, dan 3%
memiliki anemia berat .
c. Di antara anak-anak berusia 0–35 bulan, prevalensi
pengerdilan, berat badan rendah dan pemborosan adalah
17,5%, 8,6% dan 5,1%, masing-masing, dan 25,6% anak-
anak dipengaruhi oleh anemia, dengan lebih banyak bayi
anemia dan anak-anak yang lebih muda dibandingkan anak
yang lebih besar (P <0,01). Ada 26,5%, 12,8%, 14,1% dan
20,0% dari anak-anak berusia 12-35 bulan yang terkena
defisiensi besi, defisiensi vitamin D, defisiensi asam folat,
dan defisiensi vitamin B12, masing-masing. Untuk anak-
anak berusia 0-11 bulan yang disusui, status anemia ibu
adalah satu-satunya faktor yang terkait dengan anemia anak
(OR = 2,6; 95% CI: 1,2-5,4, P <0,05). Untuk anak-anak
berusia 12-35 bulan, regresi logistik multivariat
menunjukkan bahwa anemia secara bermakna dikaitkan
dengan defisiensi zat besi dan vitamin B12 (OR = 5,3; 95%
CI: 1,9-14,5, P <0,01) dan diet monoton (OR = 2,3; 95%
CI: 1,1-4,7, P <0,05) setelah disesuaikan dengan usia dan
jenis kelamin. (Wang et al., 2015)
d. Usia rata-rata peserta (n = 319) berusia 88,3 bulan (Standar
Deviasi: 20.6, berkisar 30-119 bulan), dan 20 peserta
(6,3%) memiliki infeksi malaria asimtomatik, 92 (28,8%)
29

menderita anemia, 123 (38,6%) kekurangan berat badan,


dan 137 (42,9%) yang terhambat. anak terhambat lebih
mungkin terinfeksi dengan [rasio odds (OR) 3,34, 95%
confidence interval (CI) 1,25-8,93] malaria asimtomatik,
dan malaria tanpa gejala dikaitkan dengan anemia [OR
5.17, 95% CI 1,99-13,43]. (Akiyama et al., 2016)
2. Adakah factor lain yang menyebabkan anemia?
a. Menurut hasil penelitian Rohner et al., 2013 ada beberapa
factor yang menyebabkan anemia:
1) Rumah tangga status sosial ekonomi, jenis bahan bakar
yang digunakan dalam rumah tangga, dan fasilitas
sanitasi semua bermakna dikaitkan dengan anemia,
kekurangan zat besi, dan kekurangan vitamin A, dengan
tingkat prevalensi lebih rendah di antara anak-anak dari
rumah tangga kaya, rumah tangga menggunakan sumber
lebih mahal (gas atau listrik) dan rumah tangga dengan
fasilitas sanitasi yang memadai.
2) Tingkat pendidikan ibu dan pekerjaan saat ini secara
signifikan terkait dengan anemia, kekurangan zat besi,
dan defisiensi vitamin A. Anak dari ibu dengan
pendidikan tingkat perguruan tinggi atau profesional,
ulama, atau pekerjaan yang terampil memiliki signifikan
prevalensi lebih rendah dari kekurangan ini. Prevalensi
rendah terlihat pada anak-anak dari ibu tanpa pendidikan
mungkin karena jumlah yang sangat kecil dari anak-anak
dalam kategori ini. Peradangan secara bermakna
dikaitkan dengan anemia, kekurangan zat besi, dan
defisiensi vitamin A, dengan asosiasi positif untuk
anemia dan kekurangan vitamin A dan asosiasi negatif
untuk kekurangan zat besi.
3) Usia, jumlah saudara kandung dan demam secara
sighnifikan terkait dengan anemia
4) Anak-anak yang diberi ASI memiliki prevalensi yang
jauhlebih tinggi dari kekuranga zat besi dan anemia
30

5) Anak dengan IMD memiliki prevalensi statistic


sighnifikan lebih tinggi dari kekurangan vitamin A dan
anemia dibandingkan anak-anak tanpa IMD
b. Menurut (R.et al., 2011) di China
1) Jenis kelamin. Perempuan lebih mungkin kehilangan sel
darah merah pada saat menstruasi.
2) Anak-anak lebih muda memiliki tingkat yang lebih
rendah dari anemia dan angka ini meningkat dengan
meningkatnya usia anak-anak.
3) Tingkat yang lebih tinggi dari pendidikan orang tua
dikaitkan dengan tingkat anemia yang lebih rendah
4) Anak-anak yang ayahnya terlibat dalam kerja bukan
petani memiliki tingkat anemia yang lebih rendah
dibandingkan mereka yang ayahnya adalah petani penuh
waktu. Karenapekerjaan orang tua sebagai proxy social.
c. Menurut Agho et al., 2014 di Timor Leste:
1) Anak perempuan memiliki Hb lebih tinggi dibandingakn
anak laki-laki
2) Anak-anak yang mengalami diare dalam 2 minggu
sebelumnya memiliki konsentrasi Hb lebih rendah
disbanding anak-anak tanpa diare
3) Anal-anak daru rumah tangga kaya dan menengah keatas
meniliki rata-rata konsentrasi Hb rendah dibandingkan
dari rumah tangga termiskin
4) Anak-anak dengan Pendidikan ibu menengah atau lebih
mengalami konsentrasi Hb lebih rendah dibandingkan
dari ibu yang menyelesaikan Pendidikan primernya
5) Anak dari ibu yang menderita anemia konsentrasi Hbnya
lebih rendah dibandingkan ibu yang tidak anemia
6) Bayi yang ditingkatkan durasi menyusui 6 bulan)
mempunyai konsentrasi Hb lebih tinggi
d. Menurut Akiyamaet al.,2016 di Republik Demokratik
Rakyat Laos:
31

1) Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang


signifikan antara malaria asimtomatik dan anemia pada
anak-anak. Selain itu, anak-anak terhambat lebih
cenderung memiliki tingkat Hb yang lebih rendah dan
terinfeksi malaria asimtomatik dari anak-anak tanpa
pengerdilan.
e. Menurut Wang et al., 2015 di China:
1) Dalam regresi logistik univariat analisis, anemia secara
bermakna dikaitkan dengan usia yang lebih muda, jenis
kelamin laki-laki, kekurangan zat besi, kekurangan
vitamin B12, diet monoton, dan diare dalam dua minggu
sebelumnya dan ibu menyusui yang anemia
3. Bagaimana dampak anemia pada anak-anak?
a. Siswa dengan anemia (n=1027) memiliki BMI lebih rendah
dari mahasiswa non-anemia. Hanya 14% dari siswa non
anemia telah terhambat pertumbuhan dibandingkan dengan
27,4% dari siswa anemia. Para siswa anemia memiliki skor
test yang lebih buruk dari pada rata-rata siswa non-anemia.
Anemia juga terkait dengan efek negatif pada kemampuan
belajar. Sastra selama tiga dekade terakhir menunjukkan
hubungan antara defisiensi besi (terutama pada anak usia
dini) dan kinerja kognitif dan motorik dan pengembangan
psikomotor (R. et al., 2011)
b. Semua pasien dengan anemia defisiensi-besi memiliki kadar
feritin serum rendah. Hampir dua pertiga (65%) pasien
dengan anemia megaloblastik memiliki defisiensi asam
folat, 8% memiliki kedua vitamin B 12 dan defisiensi asam
folat dan 12% memiliki defisiensi vitamin B 12. Selain
anemia, peserta diperiksa untuk tanda-tanda lain dari
mikronutrien de fi ketidakefisienan. Hampir sepertiga
(31,9%) dari anak-anak telah dikaitkan mikronutrien
ketidakefisienan 33,3% memiliki hiperpigmentasi; 85%
memiliki anemia makrositik; 15% memiliki anemia
normositik; 5,5% memiliki kulit berdarah; dan 25%
32

disajikan pada gagal jantung kongestif akibat anemia berat.


(Akiyama et al., 2016)
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Malnutrisi menjadi salah satu penyebab kejadian anemia pada
anak-anak dinegara berkembang di ASIA, dan dipengaruhi juga
oleh factor-faktor lain, seperti:
1. Rumah tangga status sosial ekonomi, jenis bahan bakar yang
digunakan dalam rumah tangga, dan fasilitas sanitasi
2. Tingkat Pendidikan ibu
3. Usia anak yang lebih muda, jumlah saudara kandung dan
demam
4. ASI dan IMD
5. Jenis kelamin
6. Diare dalam 2 minggu
7. Status anemia ibu menyusui
Anemia juga mempunyai dampak buruk yang permanen yang
dapat merugikan pada anak-anak. Yaitu:
1. Memiliki BMI lebih rendah
2. Memiliki kadar ferritin serum yang rendah
3. Defisiensi asam folat dan vitamin B12
4. Hyperpigentasi
5. Kulit berdarah
6. Gagal jantung kongestif
B. Rekomendasi
1. Pemerintah memperhatikan aspek sandang dan pangan untuk
ibu hamil, menyusui dan anak-anak. Terutama pada makanan
yang mengandung mikronutrien yang penting untuk
pemenuhan gizi
2. Membuat kebijakan baru untuk penganganan malnutrisi akut
dan anemia pada anak-ana

33
DAFTAR PUSTAKA

Agho, K. E., Dibley, M. J., D’Este, C., & Gibberd, R. (2008). Factors
Associated with Haemoglobin Concentration among Timor-
Leste Children Aged 6-59 Months. Journal of Health,
Population and Nutrition, 26(2), 200–209. Retrieved from
https://search.proquest.com/docview/202995836?accountid=188
397
Akiyama, T., Pongvongsa, T., Phrommala, S., Taniguchi, T., Inamine,
Y., Takeuchi, R., … Kobayashi, J. (2016). Asymptomatic
malaria, growth status, and anaemia among children in Lao
People’s Democratic Republic: a cross-sectional study. Malaria
Journal, 15(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s12936-016-1548-3
Berkelanjutan, K., & Lebih, H. (2018). Merck Pediatric Forum 2018 :
Tatalaksana Perawatan Anemia dan Rinitis untuk Peningkatan
Kualitas Hidup Anak dan Keluarga, 1–3.
Bhutta, Z. A., & Salam, R. A. (2012). Global nutrition epidemiology
and trends. Annals of Nutrition and Metabolism, 61(suppl 1), 19–
27. https://doi.org/10.1159/000345167
Goris, J. M., Zomerdijk, N., & Temple, V. J. (2017). Nutritional status
and dietary diversity of Kamea in Gulf Province, Papua New
Guinea. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition, 26(4), 665–
670. https://doi.org/10.6133/apjcn.052016.09
Khan, J. R., Awan, N., & Misu, F. (2016). Determinants of anemia
among 6-59 months aged children in Bangladesh: Evidence from
nationally representative data. BMC Pediatrics, 16(1), 1–12.
https://doi.org/10.1186/s12887-015-0536-z
Kozakov, A. T., Yares’ko, S. I., Kolesnikov, V. I., & Sidashov, A. V.
(2011). Surface compositions of 9XC and R6M5 tool steels after
laser pulse irradiation according to X-ray photoelectron
spectroscopy data. Journal of Surface Investigation. X-Ray,
Synchrotron and Neutron Techniques, 5(3), 431–439.
https://doi.org/10.1159/000375144
R., L., L., Z., C., L., Q., Z., Y., S., G., M., … R., M. (2011). Anaemia
among students of rural China’s elementary schools: Prevalence
and correlates in Ningxia and Qinghai’s poor counties. Journal
of Health, Population and Nutrition, 29(5), 471–485.
https://doi.org/10.3329/jhpn.v29i5.8901
Rohner, F., Woodruff, B. A., Aaron, G. J., Yakes, E. A., Lebanan, M.
A. O., Rayco-Solon, P., & Saniel, O. P. (2013). Infant and young
child feeding practices in urban Philippines and their associations
with stunting, anemia, and deficiencies of iron and vitamin A.
Food and Nutrition Bulletin, 34(2 Suppl), 17–34.
https://doi.org/10.1177/15648265130342S104
Sheikh and Taseen. (2016). Nutritional Status of Pre School Children,
5(4), 975–979.
Thakur, N., Chandra, J., Pemde, H., & Singh, V. (2014). Anemia in
severe acute malnutrition. Nutrition, 30(4), 440–442.
https://doi.org/10.1016/j.nut.2013.09.011
Wang, J., Wang, H., Chang, S., Zhao, L., Fu, P., Yu, W., … Yin, S.
A. (2015). The influence of malnutrition and micronutrient status
on anemic risk in children under 3 years old in poor areas in
China. PLoS ONE, 10(10), 1–13.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0140840
WHO., 2018

Anda mungkin juga menyukai