Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu.

Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah

menetapkan besarnya gaya yang bekerja pada batang dan dengan memperhatikan

kondisi struktur serta pembebanannya.

II.2 Kayu

Kayu merupakan suatu bahan konstruksi yang didapatkan dari tumbuhan

dalam alam. Kayu adalah bagian keras tanaman yang digolongkan kepada pohon.

Penggunaan kayu sebagai konstruksi bangunan sudah di kenal dan banyak dipakai

sebelum orang mengenal beton dan baja.

Kayu mempunyai kuat tarik dan kuat tekan relatif tinggi, berat yang relatif

rendah, mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, dapat

dengan mudah untuk dikerjakan, relatif murah, dapat mudah diganti dan bisa

didapat dalam waktu singkat. (Felix, 1965).

Untuk mengenal kayu sebagai bahan konstruksi maka perlu diketahui

sifat-sifat kayu terlebih dahulu.

II.2.1 Sifat Utama Kayu

Kayu sampai saat ini masih banyak dicari dan dibutuhkan orang. Dari segi

manfaatnya bagi kehidupan manusia, kayu dinilai mempunyai sifat-sifat utama,

Universitas Sumatera Utara


yaitu sifat-sifat yang menyebabkan kayu tetap selalu dibutuhkan manusia (Heinz,

1982).

Sifat-sifat utama tersebut antara lain:

1. Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis-habisnya,

apabila di kelola dengan cara yang baik. Kayu dikatakan juga sebagai

renewable resources (sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui

lagi).

2. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan

barang-barang seperti kertas, bahan sintetik dan tekstil.

3. Kayu mempunyai sifat-sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan-

bahan lain yang dibuat oleh manusia seperti baja dan beton. Misalnya

kayu mempunyai sifat elastis dan mempunyai ketahanan terhadap

pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya.

II.2.2 Sifat Fisis dan Mekanis Kayu

Setiap kayu memiliki sifat fisis dan mekanis yang berbeda secara alami

sehingga akan bervariasi antar jenis, antar pohon dalam satu jenis dan antar bagian

dalam satu pohon. Perbedaan sifat-sifat tersebut berpengaruh pada ketahanan

alami dari kayu yang pada dasarnya diklasifikasikan atas kekuatan dan keawetan.

II.2.2.1 Sifat Fisis Kayu

Sifat fisis kayu adalah sifat yang dapat diketahui secara jelas melalui panca

indera tanpa menggunakan alat bantu.

Universitas Sumatera Utara


a. Berat Jenis Kayu

Berat jenis kayu biasanya berbanding lurus dengan kekuatan daripada

kayu atau sifat-sifat mekanisnya. Makin tinggi berat jenis suatu kayu maka

makin tinggi pula kekuatannya.

Berat jenis didefinisikan sebagai angka berat dari satuan volume suatu

material. Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat kepada volume

benda tersebut. Berat diperoleh dengan cara menimbang suatu benda pada

timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan atau biasanya

digunakan timbangan dengan ketelitian 20%, yaitu sebesar 20 gr/kg.

Sedangkan untuk menentukan volume biasanya dilakukan dengan mengukur

panjang, lebar dan tebal suatu benda dan mengalikannya.

Kayu terbentuk dari sel-sel yang memiliki bermacam-macam tipe yang

memungkinkan terjadinya suatu penyimpangan tertentu. Maka pada

perhitungan berat jenis kayu semestinya berpangkal pada keadaan kering

udara yang berarti sekering-keringnya tanpa pengeringan buatan.

b. Kadar Air Kayu

Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air yang terdapat dalam

kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kayu

sebagai bahan bangunan dapat mengikat air dan juga dapat melepaskan air

yang dikandungnya. Keadaan seperti ini tergantung pada kelembaban suhu

udara disekeliling kayu itu berada. Kayu mempunyai sifat peka terhadap

kelembaban karena pengaruh kadar air yang menyebabkan mengembang dan

Universitas Sumatera Utara


menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula sifat-sifat fisis dan mekanis

kayu.

Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama

daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar arah serat dan juga tegak lurus

arah serat kayu. Sel-sel kayu mengandung air yang sebagian bebas mengisi

dinding sel. Kayu mengering pada saat air bebas keluar dan apabila air bebas

itu habis keadaannya disebut titik jenuh serat (Fibre Saturation Point). Kadar

air pada saat itu kira-kira 25% - 30%. Apabila kayu mengering dibawah titik

jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan

serat-seratnya menjadi kokoh dan kuat.

Pada umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai

kadar air antara 12% - 18%, atau rata-ratanya adalah 15%. Tetapi apabila

berat dari benda uji tersebut menunjukkan angka yang terus-menerus

menurun, maka kayu belum dapat dianggap kering udara.

II.2.2.2 Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanis kayu meliputi keteguhan kayu, yaitu perlawanan yang

diberikan oleh suatu jenis kayu terhadap perubahan-perubahan bentuk yang

disebabkan oleh gaya-gaya luar.

a. Keteguhan Tarik (Tension Strength)

Keteguhan tarik adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua buah

gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan dan gaya ini bersifat tarik

(Gambar 2.1). Gaya tarik ini berusaha melepas ikatan antara serat-serat kayu

Universitas Sumatera Utara


tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbulah di dalam kayu

tegangan-tegangan tarik yang harus berjumlah sama dengan gaya-gaya luar P.

Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat-serat kayu terlepas dan

terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh

terjadi untuk menjaga keamanan.

Tegangan tarik masih diizinkan bila tidak timbul suatu perubahan atau

bahaya pada kayu. Tegangan ini disebut dengan tegangan tarik yang diizinkan

dengan notasi Ft (MPa). Misalnya, untuk kayu dengan kode mutu E26

tegangan tarik yang diizinkan dalam arah sejajar serat adalah 60 MPa.

P P

Gambar 2.1 Batang Kayu Menerima Gaya Tarik P

b. Keteguhan Tekan (Compression Strength)

Keteguhan tekan adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya-

gaya tekan yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu. Gaya tekan yang

bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu

tersebut (Gambar 2.2). Sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah

serat akan menimbulkan retak pada kayu (Gambar 2.3). Batang-batang yang

panjang dan tipis seperti papan, mengalami bahaya kerusakan lebih besar

ketika menerima gaya tekan sejajar serat jika dibandingkan dengan gaya

tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan

menimbulkan tegangan tekan pada kayu. Tegangan tekan terbesar dimana

tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan.

Universitas Sumatera Utara


Bahaya Tekuk

P P

Gambar 2.2 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Sejajar Serat

P
Gambar 2.3 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat

c. Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua

gaya – gaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan

gaya – gaya yang menyebabkan bagian kayu tersebut bergeser atau tergelincir

dari bagian lain di dekatnya. Akibat gaya geser ini, maka akan timbul

tegangan geser pada kayu. Dalam hal ini dibedakan 3 macam keteguhan

geser, yaitu keteguhan geser sejajar serat, keteguhan geser tegak lurus serat

dan keteguhan geser miring. Tegangan geser terbesar yang tidak akan

menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang

diizinkan , dengan notasi τ ( kg / cm2 ) .

Bahaya Geser

Gambar 2.4 Kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat

Universitas Sumatera Utara


d. Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength)

Keteguhan lentur adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya

yang berusaha melengkungkan kayu. Pada balok sederhana yang dikenai

beban maka bagian bawah akan mengalami bagian tarik dan bagian atas

mengalami tegangan tekan maksimal (Gambar 2.5). Dari pengujian

keteguhan lentur diperoleh nilai keteguhan kayu pada batas proporsi dan

keteguhan kayu maksimum. Dibawah batas proporsi terdapat hubungan garis

lurus antara besarnya tegangan dan regangan, dimana nilai perbandingan

antara tegangan dan regangan ini disebut modulus elastisitas (MOE). Akibat

tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu maka akan terjadi

regangan yang cukup berbahaya

Garis Netral
P
Tertekan

Tertarik

Gambar 2.5 Batang Kayu Menerima Beban Lengkung

II.2.3 Tegangan Bahan Kayu

Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu adalah kemampuan

bahan untuk mendukung beban luar atau beban yang berusaha merubah bentuk

dan ukuran bahan tersebut. Akibat beban luar yang bekerja ini menyebabkan

timbulnya gaya-gaya dalam pada bahan yang berusaha menahan perubahan

ukuran dan bentuk bahan. Gaya dalam ini disebut dengan tegangan yang

dinyatakan dalam Pound/ft2. Dibeberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke

Universitas Sumatera Utara


sistem Internasional ( SI ) yaitu N/mm2. Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal

sebagai deformasi atau regangan. Jika tegangan yang bekerja kecil maka regangan

atau deformasi yang terjadi juga kecil dan jika tegangan yang bekerja besar maka

deformasi yang terjadi juga besar. Jika kemudian tegangan dihilangkan maka

bahan akan kembali kebentuk semula. Kemampuan bahan untuk kembali

kebentuk semula tergantung pada besar sifat elastisitasnya.

Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat-serat

akan putus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan. Deformasi sebanding dengan

besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik. Titik ini adalah Limit

Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih

cepat dari besarnya beban yang diberikan.

Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Hubungan beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan
tekanan
Kayu memiliki beberapa tegangan, pada satu jenis tegangan nilainya besar

dan untuk jenis tegangan yang lain nilainya kecil. Sebagai contoh tegangan tekan

cenderung memperpendek kayu sedangkan tegangan tarik akan memperpanjang

kayu. Biasanya kayu akan menderita kombinasi dari beberapa tegangan yang

Universitas Sumatera Utara


terjadi secara bersamaan meski salah satu jenis tegangan lebih mendominasi.

Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali ke bentuk semula tergantung

kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya perubahan bentuk

disebut dengan kekakuan.

Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan

dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan

kekakuan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka

kayu tersebut semakin kaku.

Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat

dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan

penelitian. Karena pelaksanaan pengujian di lapangan memerlukan biaya yang

besar maka pengujian dengan penelitian merupakan alternatif pemilihan.

Pada penelitian ada dua jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian

dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural.

Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang

memberikan indikasi bahwa sifat-sifat kekuatan setiap jenis-jenis kayu berbeda.

Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain

sehingga hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan

faktor yang harus digunakan untuk mendapatkan tegangan kerja yang aman.

Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi

penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat

mengamati kerusakan seperti pecah-pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah

memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu

dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor

Universitas Sumatera Utara


pemilihan bahan dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi

sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil.

Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian.

Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian

dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan

menggunakan material kayu yang memiliki kandungan standar. Pengujian

dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang diketahui dan angka-

angka kekuatan tersebut dikoreksi terhadap kandungan air standar. Ketelitian

dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor-faktor yang dapat membuat variasi sifat

kekuatan. Pengujian dengan sampel kecil dari jenis-jenis kayu yang berbeda-beda

kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka-angka yang

diterbitkan untuk kayu yang berbeda-beda dapat dibandingkan dengan metode

pengujian yang telah distandarkan. Angka-angka ini sendiri dapat dipakai dalam

memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan.

Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang

dibebani, dinyatakan dalam N/mm², atau:


𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃
𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝜎) = = (2.1)
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 𝐴

Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu:

𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝛥𝑙
𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛(Ɛ) = = (2.2)
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎 𝑙

Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya,

demikian juga sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang

berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah

berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak terlalu sesuai,

karena susunan dari kayu tidak selalu sama.

Universitas Sumatera Utara


II.2.4 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis

Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur

harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku.

Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan

lainnya dapat diambil mengikuti tabel 2.1. Kuat acuan yang berbeda dengan tabel

2.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti

standar-standar eksperimen yang baku.

Tabel 2.1 Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan pemilahan secara mekanis

pada kadar air 15% (berdasarkan PKKI NI - 5 2002)

Kode
Ew Fb Ft// Fc// Fv Fc┴
mutu
E26 25000 66 60 46 6,6 24
E25 24000 62 58 45 6,5 23
E24 23000 59 56 45 6,4 22
E23 22000 56 53 43 6,2 21
E22 21000 54 50 41 6,1 20
E21 20000 56 47 40 5,9 19
E20 19000 47 44 39 5,8 18
E19 18000 44 42 37 5,6 17
E18 17000 42 39 35 5,4 16
E17 16000 38 36 34 5,4 15
E16 15000 35 33 33 5,2 14
E15 14000 32 31 31 5,1 13
E14 13000 30 28 30 4,9 12
E13 14000 27 25 28 4,8 11
E12 13000 23 22 27 4,6 11
E11 12000 20 19 25 4,5 10
E10 11000 18 17 24 4,3 9

Universitas Sumatera Utara


Dimana : Ew = Modulus elastis lentur

Fb = Kuat lentur

Ft// = Kuat tarik sejajar serat

Fc// = Kuat tekan sejajar serat

Fv = Kuat Geser

Fc┴ = Kuat tekan tegak lurus

Faktor-faktor koreksi digunakan untuk menghitung nilai tahanan

terkoreksi. Nilai faktor koreksi yang digunakan dalam menghitung nilai tahanan

terkoreksi adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Faktor koreksi layan basah, CM

fb ft fv fc﬩ fc// E
Balok kayu 0,85 1,00 0,97 0,67 0,80 0,90

Balok kayu besar (125x125


1,00 1,00 1,00 0,67 0,93 1,00
mm atau lebih besar)

Lantai papan kayu 0,85 - - 0,67 - 0,90

Glulam (kayu laminasi


0,80 0,80 0,67 0,53 0,73 0,83
struktural)

Tabel 2.3 Faktor koreksi temperature, Ct

Ct
Kondisi Kadar air pada
Acuan masa layan 38oC < T ≤ 52oC < T ≤
T ≤ 38oC
52oC 65oC
Basah atau 0,9
f t, E kering
1,0 0,9

Kering 1,0 0,8 0,7


fb, fc, fv 0,5
Basah 1,0 0,7

Universitas Sumatera Utara


II.2.5 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual

Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara

visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas

pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat

dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi

basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30 %) dihitung dengan

mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m³ untuk ρ.

b. Kadar air, m % (m < 30), diukur dengan prosedur baku.

c. Hitung berat jenis pada m % ( G) dengan rumus :


ρ
𝐺𝑚 = 𝑚 (2.3)
�1000(1+100)�

d. Hitung berat jenis dasar (Gb) dengan rumus :

𝐺𝑚 (30−𝑚)
𝐺𝑏 = [1 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 ; 𝑎 = (2.4)
+ 0,265 a 𝐺𝑚] 30

e. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % (G15) dengan rumus :


Gb
(G15) = [ (2.5)
1+0,133 Gb]

f. Hitung estimasi kuat acuan, dengan modulus elastisitas lentur

(Ew) = 16500 G0.7 (2.6)

dimana G = Berat jenis kayu pada kadar air 15 % = G15.

Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan/atau mempunyai cacat kayu, estimasi

nilai modulus elastis lentur acuan pada point f harus direduksi dengan mengikuti

ketentuan pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 03-3527-1994 UDC (Universal

Decimal Classification) 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan“ yaitu dengan

Universitas Sumatera Utara


mengalikan estimasi nilai modulus elastis lentur acuan dari Tabel 2.1 tersebut

dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel 2.4 yang bergantung pada kelas

mutu kayu . Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel 2.3.

Tabel 2.4 Nilai Rasio Tahanan

Nilai rasio
Kelas mutu
tahanan
A 0.80
B 0.63
C 0.50

Tabel 2.5 Cacat Maksimum Untuk Setiap Kelas Mutu Kayu

Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C

Mata Kayu:
Pada arah lebar 1/6 lebar kayu ¼ lebar kayu ½ lebar kayu
Pada arah sempit 1/8 lebar kayu 1/6 lebar kayu ¼ lebat kayu
Retak 1/5 tebal kayu 1/6 tebal kayu ¼ tebal
1/10 tebal atau 1/6 tebal atau ¼ tebal atau lebar
Pinggul
lebar kayu lebar kayu kayu
Arah serat 1 : 13 1:9 1:6
1/5 tebal kayu
Saluran Damar eksudasi tidak 2/5 tebal kayu ½ tebal kayu
diperkenan

Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan


Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan
asal terpencar dan asal terpencar dan asal terpencar dan
ukuran dibatasai ukuran dibatasai ukuran dibatasai
Lubang serangga
dan tidak ada dan tidak ada dan tidak ada
tanda-tanda tanda-tanda tanda-tanda
serangga hidup serangga hidup serangga hidup
Cacat lain (lapuk,
Tidak Tidak Tidak
hati rapuh, retak
diperkenankan diperkenankan diperkenankan
melintang)

Universitas Sumatera Utara


II.2.6 Kayu Panggoh

Pada eksperimen ini kayu yang akan digunakan sebagai kolom ganda

adalah kayu panggoh yang berasal dari tanaman aren (Arenga Pinnata). Kayu

panggoh yang digunakan dalam eksperimen ini diambil dari tanaman aren yang

berumur tua ± 20 tahun. Kayu panggoh terdapat dibagian luar batang tanaman

aren yang merupakan kayu keras, kuat dan mengkilat. Dari sekitar 50 cm diameter

batang aren, bagian pinggir yang keras hanya setebal 5 – 7 cm. Makin keatas,

ketebalan kayu panggoh makin berkurang. Kayu panggoh berwarna hitam dan

memiliki sifat tahan air, sehingga umumnya produk dengan bahan kayu panggoh

lebih tahan lama. Kayu panggoh memiliki serat yang hampir mirip dengan kayu

kelapa.

Gambar 2.7 Kayu Panggoh

II.3 Teori Euler

Teori tekuk kolom yang pertama kali dikemukakan oleh Leonheardt Euler

pada tahun 1759 adalah kolom dengan beban konsentris yang semula lurus dan

semua seratnya tetap elastis sehingga tekuk akan mengalami lengkungan yang

kecil seperti gambar II.7. Euler hanya menyelideki batang yang dijepit di salah

satu ujung dengan tumpuan sederhana (simply supported) di ujung lainnya, logika

Universitas Sumatera Utara


yang sama dapat diterapkan pada kolom berujung sendi, yang tidak memiliki

pengekang rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil.

P P

z
Posisi sedikit
L melengkung
Gambar 2.8 Kolom Euler

Pada titik sejauh x, momen lentur Mx (terhadap sumbu x) pada kolom yang sedikit

melentur adalah :

Mx = P x y (2.7)

Dan karena,

𝑑2𝑦 𝑀𝑥
𝑑𝑥 2 = − 𝐸𝐼
(2.8)

Persamaan di atas menjadi :

𝑑2𝑦 𝑃𝑥𝑦
𝑑𝑥 2 + 𝐸𝐼
= 0. (2.9)

Bila k2 = P/EI akan diperoleh

𝑑2𝑦
+ k2 y = 0 (2.10)
𝑑𝑥 2

Penyelesaian persamaan diferensial ber-ordo 2 ini dapat dinyatakan sebagai :

y = A sin kx + B cos kx (2.11)

Dengan menerapkan syarat batas

a. y = 0 pada x = 0; diperoleh 0 = A sin 0 + B cos 0 didapat harga B = 0

b. y = 0 pada x = L; karena harga A tidak mungkin nol, maka diperoleh

harga

Universitas Sumatera Utara


A sin kL = 0 (2.12)

Harga kL yang memenuhi ialah kL = 0, π, 2π, 3π, … nπ

Dengan kata lain, persamaan 2.11 dapat dipenuhi oleh tiga keadaan :

1. Konstanta A = 0, tidak ada lendutan.

2. kL = 0, tidak ada beban luar.

𝑃 𝑃
3. kL = π, syarat terjadinya tekuk, dan karena k2 = maka π = L � .
𝐸𝐼 𝐸𝐼

𝑃
Apabila kedua ruas dikuadratkan π2 = L2 maka diperoleh :
𝐸𝐼

𝝅𝟐 𝑬𝑰
Pkritis = Peuler = Pcr = (2.13)
𝑳𝟐

Ragam tekuk dasar pertama, yaitu lendutan dengan lengkung tunggal ( y =

A sin x dari pers.2.11), akan terjadi bila kL = π ; dengan demikian beban kritis

Euler untuk kolom yang bersendi pada kedua ujungnya dimana L adalah panjang

tekuk yang dinotasikan Lk adalah

𝝅𝟐 𝑬𝑰
𝐏cr = (2.14)
𝑳𝒌 𝟐

Gambar 2.9. Grafik Kolom Euler

Universitas Sumatera Utara


Dari grafik dapat dilihat bahwa sampai beban Euler dicapai, kolom harus

tetap lurus. Pada beban Euler ada percabangan kesetimbangan yaitu kolom dapat

tetap lurus atau dapat dianggap berubah bentuk dengan amplitude tidak tentu.

Kelakuan ini menunjukkan bahwa keadaan kesetimbangan pada saat beban Euler

merupakan transisi dari kesetimbangan stabil dan tidak stabil.

II.4 Batas Berlakunya Persamaan Euler

Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, harus dilihat

hubungan antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom yang dinotasikan

dengan ( λ ).

Dari persamaan 2.14 apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang,

maka diperoleh :

𝑃 𝜋2 𝐸𝐼
= (2.15)
𝐴 𝐿𝑘 2 𝐴

𝐼
Karena i2 = maka diperoleh :
𝐴

𝑃 𝜋2 𝐸 𝐿𝑘
= 𝐿 2
; dimana adalah kelangsingan (λ) maka diperoleh :
𝐴 � 𝑘� 𝑖
𝑖

𝜋2 𝐸
σ= (2.16)
𝜆2

Persamaan euler ini berlaku apabila nilai tekuk dari suatu benda uji berada

diantara 100 sampai 150.

II.5 Kolom

Kolom merupakan elemen/batang tekan vertikal sebagai batang utama pada

struktur bangunan yang berfungsi untuk meneruskan beban ke pondasi, dan

Universitas Sumatera Utara


memikul beban dari balok serta rangka atap. Defenisi kolom lainnya brdasarkan

SK SNI T-15-1991-03 adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya

menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang

paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.

Kolom adalah suatu elemen struktur yang mendapat beban aksial tekan

(compress) pada ujung-ujungnya dan tidak ada beban transversal. Sehingga kolom

tidak mengalami lentur secara langsung (tidak ada beban tegak lurus terhadap

sumbunya). Pada kolom, beban aksial yang diterima sangat dominan sehingga

keruntuhan yang terjadi berupa keruntuhan tekan.

Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh.

Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban

yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom didistribusikan

ke permukaan tanah di bawahnya. Kesimpulannya, sebuah bangunan akan aman

dari kerusakan bila besar dan jenis pondasinya sesuai dengan perhitungan.

Namun, kondisi tanah pun harus benar-benar sudah mampu menerima beban dari

pondasi. Batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk elastis, dan batang

tekan yang pendek dapat dibebani sampai bahan meleleh atau bahkan sampai

daerah pengerasan regangan (strain hardening). Pada keadaan yang umum,

kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh.

Keadaan ini disebut tekuk in elastis (tidak elastis).

Kolom yang ideal memiliki sifat elastis, lurus dan sempurna jika diberi

pembebanan secara konsentris. Kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk

dan susunan tulangannya, posisi beban pada penampangnya, dan panjang kolom.

Universitas Sumatera Utara


II.5.1 Prinsip Desain Kolom

Elemen struktur kolom yang memiliki nilai perbandingan antara

panjang dan dimensi penampang melintang yang relatif kecil disebut

kolom pendek. Kemampuan kolom pendek memikul beban tidak

tergantung pada panjang kolom dan jika mengalami beban berlebihan,

kolom pendek pada umumnya akan gagal karena hancurnya material.

Dengan demikian kemampuan pikul beban batas tergantung pada kekuatan

material yang digunakan. Semakin panjang suatu elemen tekan,

menyebabkan perubahan proporsi relatif elemen hingga mencapai keadaan

yang disebut elemen langsing. Perilaku elemen langsing berbeda dengan

elemen tekan pendek.

Perilaku elemen tekan panjang terhadap beban tekan adalah apabila

bebannya kecil, elemen masih dapat mempertahankan bentuk liniernya, begitu

pula apabila bebannya bertambah. Pada saat beban mencapai nilai tertentu,

elemen tersebut tiba-tiba tidak stabil, dan berubah bentuk.

Gambar 2.10 Perubahan bentuk kolom yang dibebani

Universitas Sumatera Utara


Hal inilah yang dibuat fenomena tekuk (buckling) apabila suatu elemen

struktur kolom telah menekuk, maka kolom tersebut tidak mempunyai

kemampuan lagi untuk menerima beban tambahan. Jika sedikit saja ditambahkan

beban akan menyebabkan elemen struktur tersebut runtuh. Dengan demikian,

kemampuan atau kapasitas pikul beban untuk elemen struktur kolom itu adalah

besar beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal. Struktur

yang sudah mengalami tekuk tidak akan mempunyai kemampuan layan lagi.

Apabila suatu elemen struktur kolom mulai tidak stabil, seperti halnya

mengalami beban tekuk, maka elemen tersebut tidak dapat memberikan gaya

tahanan internal lagi untuk mempertahankan bentuk liniernya. Gaya tahanannya

lebih kecil daripada beban tekuk. Kolom yang tepat berada dalam kondisi

mengalami beban tekuk sama saja dengan sistem yang berada dalam kondisi

keseimbangan netral. Sistem dalam kondisi demikian mempunyai kecenderungan

mempertahankan konfigurasi semula.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk (Pcr) pada suatu

elemen struktur tekan panjang. Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:

a. Panjang Kolom

Pada umumnya kapasitas pikul beban kolom berbanding terbalik

dengan kuadrat panjang ekemennya. Disamping itu, faktor lain yang

menentukan besar beban tekuk adalah karakteristik kekuan elemen

struktur (jenis material, bentuk, dan ukuran penampang).

Universitas Sumatera Utara


b. Kekakuan

Kekauan elemen struktur dipengaruhi oleh banyaknya material dan

distribusinya. Bentuk berpenampang simetris (misalnya bujursangkar atau

lingkaran) tidak mempunyai arah tekuk khusus seperti penampang

segiempat. Ukuran distribusi material (bentuk dan ukuran penampang)

dalam hal ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersia (I).

c. Kondisi ujung elemen struktur

Apabila ujung-ujung kolom bebas berotasi, kolom tersebut

mempunyai kemampuan pikul beban lebih kecil dibandingkan dengan

kolom sama yang ujung-ujungnya dijepit. Adanya tahanan ujung

menambah kekakuan sehingga juga meningkatkan kestabilan yang

mencegah tekuk. Mengekang dengan menggunakan bracing pada suatu

kolom di suatu arah juga meningkatkan kekakuan.

II.5.2 Pembagian Kolom

Gambar 2.11 Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan

Berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya kolom dibagi menjadi :

Universitas Sumatera Utara


• Kolom segiempat atau bujursangkar dengan tulangan memanjang dan

sengkang.

• Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa

sengkang atau spiral.

• Kolom komposit yaitu kolom yang bahan – bahannya terdiri dari dua jenis

material yang berbeda sifatnya, yang disatukan sedemikian rupa untuk

mendapatkan kekuatan yang lebih baik.

Berdasarkan posisi beban pada penampangnya kolom dibagi menjadi :

• Kolom yang mengalami beban sentris (gambar 2.12.a) berarti tidak

mengalami lentur.

• Kolom dengan beban eksentrisitas (gambar 2.13.b) mengalami momen

lentur selain gaya aksial. Momen inie dapat dikonversikan menjadi suatu

beban P dengan eksentrisitas e.


P P
e

(a) (b)
Gambar 2.12 Jenis kolom berdasarkan posisi pada penampang

1) Berdasarkan panjang kolom dalam hubungannya dengan dimensi lateralnya

kolom diklasifikasikan menjadi :

Universitas Sumatera Utara


• Kolom pendek adalah kolom yang nilai perbandingan antara panjangnya

dengan dimensi penampang melintang relatif kecil. Jenis kolom ini tidak

tergantung pada panjangnya dan apabila mengalami beban berlebihan akan

mengalami kegagalan karena hancurnya material. Hal ini berarti, kolom

pendek tidak mengalami bahaya tekuk. Oleh karena itu, kapasitas pikul-

beban batas kolom ini tergantung pada kekuatan material yang digunakan.

• Kolom panjang yaitu jika ketinggian dari kolom lebih besar dari tiga kali

dimensi lateralnya (panjang/lebar). Jenis kolom ini akan mengalami

kegagalan akibat tekuk dan ketinggiannya atau panjangnya turut

mempengaruhi kapasitas pikul-beban. Perilaku kolom panjang terhadap

beban tekan diilustrasikan pada gambar 2.15a. Apabila bebannya kecil,

kolom masih dapat mempertahankan bentuk linearnya, begitu pula jika

bebannya bertambah. Hingga pada saat beban yang diterima terus

bertambah mencapai taraf tertentu, kolom tersebut tiba-tiba berubah bentuk

seperti pada gambar 2.15b. Inilah yang disebut dengan fenomena tekuk

(buckling). Apabila suatu kolom telah menekuk, maka kolom tersebut tidak

akan mampu lagi menerima beban tambahan sehingga sedikit saja

penambahan beban akan dapat menyebabkan kolom tersebut runtuh/hancur

seperti gambar 2.15c. Dengan demikian, kapasitas pikul bebannya adalah

besar beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal.

Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangannya leleh karena tarik atau

terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu, kolom juga dapat

mengalami keruntuhan apabila terjadi ketidakstabilan lateral, yakni terjadi

tekuk (buckling). Tekuk adalah suatu ragam kegagalan yang diakibatkan oleh

Universitas Sumatera Utara


ketidakstabilan suatu elemen struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban yaitu

beban tekuk. Beban tekuk adalah beban yang dapat menyebabakan suatu

kolom menekuk, beban ini disebut juga beban kritis (Pcr).

Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk (beban kritis) suatu kolom

panjang dimana panjang kolom merupakan salah satu faktor penting. Pada

umumnya kapasitas pikul-beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat

panjang elemen. Faktor lain yang juga mempengaruhi besar beban tekuk adalah

karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material dan bentuk serta ukuran

penampang). Suatu elemen yang mempunyai kekakuan kecil lebih mudah

mengalami tekuk dibandingkan dengan elemen berkekakuan besar. Semakin

panjang suatu elemen struktur maka kekakuannya semakin kecil.

Kekakuan elemen struktur juga berkaitan dengan banyaknya dan distribusi

material yang ada dan sifat material. Ukuran distribusi ini pada umumnya dapat

dinyatakan dengan momen inersia I yang menggabungkan banyak material yang

ada dengan distribusinya. Sedangkan ukuran untuk sifat material adalah modulus

elastisitas E. Semakin tinggi nilai E, semakin tinggi pula kekakuannya. Hal ini

berarti semakin besar pula tahanan kolom yang terbuat dari material itu untuk

mencegah tekuk.

Faktor lain yang turut mempengaruhi besarnya beban tekuk adalah kondisi

ujung elemen struktur. Suatu kolom dengan ujung-ujung bebas berotasi

mempunyai kemampuan pikul-beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom

sama yang ujung-ujungnya dijepit. Adanya tahanan ujung menambah kekakuan

sehingga juga meningkatkan kestabilannya dalam mencegah tekuk. Berikut ini

Universitas Sumatera Utara


adalah keterkaitan besarnya beban tekuk dengan berbagai kondisi ujung elemen

struktur.

Gambar 2.13 Berbagai kondisi ujung kolom

Fenomena tekuk yang terjadi pada kolom panjang telah diamati oleh

beberapa ilmuwan salah satunya adalah Leonheardt Euler yang dikenal dengan

teori tekuk euler.

II.5.3 Kelangsingan Kolom

Kelangsingan kolom adalah perbandingan antara panjang efektif kolom

pada arah yang ditinjau terhadap jari-jari girasi penampang kolom pada arah itu,

atau:

Kelangsingan, λ= (r = ix / iy)

Nilai kelangsingan kolom, tidak boleh melebihi 175.

Universitas Sumatera Utara


𝐼
𝑖=� (2.17)
𝐹

𝐿𝑘
𝜆= (2.18)
𝑖

𝐼
𝐼𝑥 = 𝑏 ℎ3 (2.19)
12

𝐼
𝐼𝑦 = ℎ 𝑏3 (2.20)
12

𝐹 = 𝑏𝑥ℎ (2.21)

2 𝐼𝑥 𝐼 ℎ2
𝑖𝑥 = � =� = 0.289 ℎ (2.22)
𝐹 12

2 𝐼𝑦 𝐼 𝑏2
𝑖𝑦 = � =� = 0.289 𝑏 (2.23)
2𝐹 12

Jika b<h dan Iy<Ix, maka Y adalah sumbu lemah. Untuk mengimbangi ix=iy

maka digunakan kolom ganda

2 𝐼𝑥 𝐼 ℎ2
𝑖𝑥 = � =� = 0.289 ℎ
2𝐹 12

𝐼
𝐼𝑦 = 2 ℎ 𝑏 3 + 2 b h (0.5 𝑏)2 (2.24)
12

𝐼𝑦 13
𝑖𝑦 = � = � 𝑏 2 = 0.8165 b (2.25)
𝐹 12

Sambungan kayu dengan menggunakan baut direncanakan untuk

memperbesar dimensi bahan kosntruksi kolom karena tidak semua dimensi kolom

kayu bisa diperoleh dengan kayu murni tanpa sambungan sehingga diperlukan

adanya sambungan untuk memperbesar dimensi kolom tersebut. Tekuk murni

akibat beban aksial sesungguhnya hanya terjadi bila anggapan-anggapan di bawah

ini berlaku :

Universitas Sumatera Utara


1) Sifat tegangan-tegangan tekan sama di seluruh titik pada penampang.

2) Kolom lurus sempurna dan prismatic.

3) Resultante beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai

melentur.

4) Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi

ekivalen dapat ditentukan.

5) Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan

gaya geser dapat diabaikan.

6) Puntiran atau distorsi penampang melintang tidak terjadi selama melentur.

Kolom biasanya merupakan satu kesatuan dengan struktur dan pada

hakekatnya tidak dapat berlaku secara bebas (independent). Dalam prakteknya,

tekuk diartikan sebagai perbatasan antara lendutan stabil dan tak stabil pada

batang tekan, bukan kondisi sesaat yang terjadi pada batang langsing elastis yang

diisolir.

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, penentuan beban batas tidak

selaras dengan hasil percobaan. Hasil percobaan mencakup pengaruh bengkokan

awal pada batang eksentrisitas beban yang tak terduga, tekuk setempat atau lateral

dan tegangan sisa.

Kurva tipikal dari beban batas hasil pengamatan dapat diperlihatkan pada

gambar 2.14. Oleh karena itu, rumus perencanaan didasarkan pada hasil empiris

ini. Secara umum, tekuk elastis Euler menentukan kekuatan batang dengan angka

kelangsingan yang besar, dan tegangan leleh digunakan untuk kolom yang

pendek, serta kurva transisi dipakai untuk tekuk inelastic.

Universitas Sumatera Utara


σ

𝑷 𝝅𝟐 𝑬
=
𝑨 𝝀𝟐

σ1

Jangkauan hasil percobaan

Gambar 2.14 Jangkauan Kekuatan Kolom yang Umum Terhadap Angka


Kelangsingan

II.5.4 Stabilitas Struktur Kolom

Masalah kesetimbangan erat kaitannya dengan stabilitas suatu struktur

batang. Konsep dari stabilitas sering diterangkan dengan menggangap

kesetimbangan dari bola pejal dalam beberapa posisi yaitu :

II.5.4.1 Kesetimbangan stabil

Gambar 2.15a kesetimbangan stabil

Universitas Sumatera Utara


Bola berada pada permukaan yang cekung, apabila diberi gangguan kecil

bola akan kembali ke posisi semula setelah berisolasi beberapa kali. Pada batang

diberi muatan P, dari samping diberikan F yang menekan batang, maka akan

terjadi lendutan. Bila gaya F dihilangkan, lenturan hilang dan batang kembali

lurus. Keadaan kesetimbangan ini disebut kesetimbangan stabil (stable

equilibrium)

II.5.4.2 Kesetimbangan Netral

Gambar 2.15b kesetimbangan netral

Apabila bola berada pada permukaan yang datar, apabila diberi gangguan

kecil maka gangguan kecil ini tidak akan merubah gaya-gaya kesetimbangan

maupun energi potensial bola. Batang diberi muatan P yang lebih besar dari P

pada kesetimbangan stabil. Dari samping ditekan F maka terjadi lendutan,

walaupun F dihilangkan tetapi lenturan masih tetap ada. Dimana P = Pcr. Keadaan

kesetimbangan ini disebut keadaan kesetimbangan netral (precarious

equilibrium).

Universitas Sumatera Utara


II.5.4.3 Kesetimbangan tidak stabil

Gambar 2.15c Kesetimbangan tidak stabil

Bila bola berada pada permukaan yang cembung, diberikan gangguan

kecil maka akan terjadi pergeseran mendadak. Batang ditekan dengan P yang

lebih besar dari Pcr. Dari samping ditekan dengan F, maka terjadi lendutan.

Gangguan kecil akan cenderung tumbuh menjadi deformasi yang berlebihan

sehingga akan patah. Kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan tidak

stabil (Unstable equilibrium).

II.6 Komponen Struktur Tertekan

Kolom ganda adalah gabungan dua buah kolom, dimana antara kolom

yang satu dengan kolom yang lain dirangkai sedemikian rupa sehingga

membentuk satu kesatuan. Untuk membentuk kolom ganda diperlukan

penghubung yang berupa pelat kopel. Hubungan kolom dengan penghubungnya

dapat dilaksanakan dengan baut, paku keling, atau las (pada baja).

Universitas Sumatera Utara


A, Ixx, dan Iyy merupakan data untuk kolom tunggal. Pada penggabungan

dua kolom tunggal, maka nilai-nilai tersebut tidak berlaku lagi. Nilai karakteristik

profil ganda didapat dengan rumus berikut :

𝐴𝑔𝑎𝑏 = 2𝐴 (2.26)

𝐼𝑥 𝑔𝑎𝑏 = 2𝐼𝑥 (2.27)

1
𝐼𝑦 𝑔𝑎𝑏 = 2 �𝐼𝑥 + 𝐴 ( 𝑎)2 � (2.28)
2

Dengan a = jarak diantara dua kolom

Komponen struktur tekan bila menerima beban yang besar sehingga

kolom tunggal tidak mencukupi, maka kolom dapat disusun dari dua atau lebih

kolom, yang disatukan dengan menggunakan pelat kopel, membentuk kolom

tersusun.

Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 9.3, komponen struktur tersusun dari

beberapa elemen yang disatukan pada seluruh panjangnya dapat dihitung sebagai

komponen struktur tunggal. Sedangkan komponen struktur tersusun dari beberapa

elemen yang dihubungkan pada tempat-tempat tertentu, menggunakan pelat kopel

baja, kekuatannya dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas bahan.

Analisa kekuatannya harus dihitung terhadap sumbu bahan dan sumbu bebas

bahan. Sumbu bahan adalah sumbu yang memotong semua elemen komponen

struktur tersebut, sedangkan sumbu bebas bahan adalah sumbu yang sama sekali

tidak, atau hanya memotong sebagian dari elemen komponen struktur tersebut.

Analisis dilakukan sebagai berikut :

Kelangsingan pada arah sumbu bahan (sumbu x) dihitung dengan :

𝑘.𝐿𝑥
𝜆𝑥 = (2.29)
𝑟𝑥

Universitas Sumatera Utara


Dan pada arah sumbu bebas bahan harus dihitung kelangsingan ideal λiy:

𝑚
𝜆𝑖𝑦 = �𝜆𝑦 2 + 𝜆𝑙 2 (2.30)
2

Dan
𝑘.𝐿𝑦 𝐿𝑥
𝜆𝑦 = 𝑑𝑎𝑛 𝜆𝑙 = (2.31)
𝑟𝑦 𝑟𝑚𝑖𝑛

Syarat penggunaan rumus di atas adalah:

a. Sebagai kopel dipakai pelat baja

b. Pelat kopel baja dipasang pada jarak sama

c. Hubungan pelat kopel baja dengan kolom adalah kaku, disambung dengan las

(pada baja) atau baut pas

d. Pelat kopel baja harus cukup kaku

pelat kopel yang digunakan harus cukup kaku sehingga memenuhi persamaan :

𝐼𝑝 𝐼𝑙
≥ 10 (2.32)
𝑎 𝐿𝑙

1
𝐼𝑝 = 2 𝑡 ℎ3 (2.33)
12

Selain ketentuan tersebutdi atas, untuk menjaga kestabilan elemen-elemen

penampang komponen struktur tersusun, maka batasan-batasan kestabilan

komponen struktur adalah :

𝜆𝑥 ≥ 1,2 𝜆𝑙 (2.34)

𝜆𝑖𝑦 ≥ 1,2 𝜆𝑙 (2.35)

𝜆𝑙 ≤ 50 (2.36)

Universitas Sumatera Utara


II.7 Pelat Kopel Baja

Kolom majemuk dihubungkan / disatukan pada tempat-tempat tertentu

dengan pelat kopel baja atau terali kisi sehingga dinamakan kolom majemuk.

Apabila beberapa kolom tunggal disatukan dengan pelat penghubung dari pangkal

kolom sampai ujung kolom, maka kolom tadi bukanlah kolom majemuk, tapi

kolom tersusun.

Berarti : pelat kopel baja adalah pelat pengikat kolom untuk kolom

majemuk yang dibuat pada jarak tertentu sepanjang kolom tersebut

sehingga kolom majemuk tersebut menjadi satu kesatuan dalam

memikul gaya tekan.

Jarak titik berat ke titik berat masing-masing plat koppel baja sepanjang

kolom dinamakan panjang satu medan. Dengan demikian pada panjang satu

medan, kolom majemuk tadi bekerja sendiri-sendiri memikul gaya tekan dengan

panjang tekuk = panjang satu medan.

Apabila panjang tekuk tersusun = lk dan panjang tekuk kolom tunggal tadi

= ll = lk / n, dimana n = jumlah medan, maka dengan menghitung gaya tekan

kolom majemuk sepanjang lk sama dengan gaya tekuk kolom tunggal ( kali jumlah

kolom) sepanjang satu medan (= ll ), maka jumlah medan ekonomis dapat

ditentukan.

Gaya tekan N akan menimbulkan lenturan andaikan plat koppel baja tidak

ada dan kolom majemuk tadi akan collaps / gagal / runtuh. Dengan adanya plat

koppel baja maka lanturan tadi tidak akan terjadi, paling sedikit jadi berkurang.

Lenturan tadi akan menimbulkan gaya lintang pada pelat kopel baja dan ternyata

Dmax terjadi pada pangkal kolom dan pada tengah kolom D=0.

Universitas Sumatera Utara


Secara teoritis tidak perlu ada pelat kopel baja pada tengah kolom, dengan

demikian diusahakan / direncanakan bahwa jumlah medan adalah ganjil → jumlah

plat koppel baja selalu genap.

Akibat lenturan tersebut timbul D = gaya lintang. Gaya lintang ini akan

menimbulkan gaya geser diantara profil majemuk, dimana gaya geser ini bekerja

pada sumbu kolom majemuk, sebagai berikut :


𝐷𝑚𝑎𝑥 𝑙1 .𝑆1
𝐿𝑚𝑎𝑥 = (2.37)
𝐼𝑦

Dimana

Lmax = gaya geser maksimum yang bekerja pada sumbu kolom majemuk

Dmax = gaya lintang maksimum

I1 = panjang satu medan

= jarak pelat kopel baja ke pelat kopel berikutnya pada sumbu sejajar

kolom majemuk

S1 =statis momen kolom tunggal terhadap sumbu kolom tersusun =

𝐴1 . 𝑏/2

A1 = luas kolom tunggal

b = jarak masing-masing kolom tunggal terhadap sumbu masing-masing

Iy = momen inersia kolom majemuk terhadap sumbu y


𝑏
𝐼𝑦 = 2 𝐴1 ( )2 + 2 𝐼𝑦𝑜 (2.38)
2

𝑏
Karena harga Iyo ≪ dari 2 𝐴1 ( )2 maka sebagai pendekatan dapat diambil :
2

𝑏 𝑏 𝑏
𝐼𝑦 = 2 𝐴1 ( )2 = 2 𝐴1 . . (2.39)
2 2 2

Maka
𝑏
𝐷𝑚𝑎𝑥 𝑙1 . 𝐴1 2 𝐷𝑚𝑎𝑥 𝑙1
𝐿𝑚𝑎𝑥 = 𝑏𝑏 = (2.40)
2 𝐴1 . 2 . 2 𝑏

Universitas Sumatera Utara


𝐷𝑚𝑎𝑥 𝑙1
𝐿𝑚𝑎𝑥 = (2.42)
𝑏

Dimana b = jarak titik berat masing-masing kolom.

II.8 Gaya Geser ( D )

Gaya geser D timbul akibat adanya kelengkungan batang sebagai hasil dari

gaya tekan N. Dari mekanika dapat ditulis hubungan antara D dan N adalah :

𝐷 = 𝑁 sin 𝜃 (2.43)

Gambar 2.16 Kelengkungan Batang Akibat Gaya Tekan

Rumus di atas akhirnya didekati dengan rumus empirik :

100 𝜆 .𝜎𝑙
𝐷 = 4,54 𝑁 � �+� � (2.44)
𝜆+100 232.221

Dimana N adalah gaya tekan yang dipikul kolom.

Gambar 2.17 Grafik Gaya Lintang

Universitas Sumatera Utara


Untuk batang-batang susun umumnya harga kelangsingan terletak pada

batas-batas 63-127. Sehingga untuk praktisnya diambil D = 0,02N.

Selanjutnya gaya lintang D dapata dipakai untuk menghitung dimensi pelat kopel

dengan rumus sebagai berikut :


𝐷 𝐿1
Untuk kolom dengan 2 batang tunggal : 𝑇 = (2.42)
𝑎

𝐷 𝐿1
Untuk kolom dengan 3 batang tunggal : 𝑇 = (2.43)
2𝑎

𝐷 𝐿1
Untuk kolom dengan 4 batang tunggal : 𝑇 ′ = 0,5 (2.44)
𝑎

𝐷 𝐿1
𝑇 ′′ = 0,3 (2.45)
𝑎

Alasan kenapa jumlah pelat kopel harus genap adalah :

Gambar 2.18 Diagram Gaya Lintang Akibat Normal Tekan

Akibat gaya tekan N, batang akan menekuk, besarnya lendutan = y


𝜋𝑥
𝑦 = 𝑓 𝑠𝑖𝑛 (2.46)
𝐿

Universitas Sumatera Utara


f = lendutan maksimum ditengah bentang
𝜋𝑥
𝑦 = 𝑓 𝑠𝑖𝑛 (2.47)
𝐿

𝑑𝑦 𝜋 𝜋𝑥
=𝑓 𝑐𝑜𝑠 (2.48)
𝑑𝑥 𝐿 𝐿

𝑑2𝑦 𝜋2 𝜋𝑥
=−𝑓 𝑠𝑖𝑛 (2.49)
𝑑𝑥 2 𝐿2 𝐿

𝑑3𝑦 𝜋3 𝜋𝑥
=−𝑓 𝑐𝑜𝑠 (2.50)
𝑑𝑥 3 𝐿3 𝐿

𝑑3𝑦
𝐷 = −𝐸𝐼 (2.51)
𝑑𝑥 3

𝜋3 𝜋𝑥
𝐷=𝑓 𝑐𝑜𝑠 (2.52)
𝐿3 𝐿

𝜋3
Untuk x = 0, maka 𝐷 = 𝐸𝐼. 𝑓 (2.53)
𝐿3

Jadi di tengah bentang D = 0 sehingga tidak perlu dipasang pelat kopel baja.

II.9 Sambungan Mekanis Umum

Karena alasan geometrik, pada kayu sering diperlukan sambungan untuk

memperpanjang kayu atau menggabungkan beberapa batang kayu. Sambungan

merupakan bagian terlemah dari kayu. Kegagalan konstruksi kayu lebih sering

disebabkan karena kegagalan sambungan kayu bukan karena material kayu itu

sendiri. Kegagalan dapat berupa pecah kayu diantara dua sambungan, alat

sambung yang membengkok atau lendutan yang melampaui lendutan izin.

Beberapa hal yang menyebabkan rendahnya kekuatan sambungan kayu menurut

Awaluddin ( Konstruksi kayu, 2000 ) adalah :

1. Pengurangan luas tampang.

Pemasangan alat sambung sepertu baut, pasak dan gigi menyebabkan luas

efektif tampang berkurang sehingga kekuatannya juga menjadi rendah jika

dibanding dengan kayu yang penampang utuh.

Universitas Sumatera Utara


2. Penyimpangan arah serat

Pada buhul sering terdapat gaya yang sejajar serat pada satu batang tetapi

tidak dengan batang kayu yang lain. Karena kekuatan kayu yang tidak

sejajar serat lebih kecil maka kekuatan sambungan harus didasarkan pada

kekuatan kayu yang terkecil atau tidak sejajar serat.

3. Terbatasnya luas sambungan

Jika alat sambung ditempatkan saling berdekatan pada kayu memikul

geser sejajar serat maka kemungkinan pecah kayu sangat besar karena

kayu memiliki kuat geser sejajar serat yang kecil. Oleh karena itu

penempatan alat sambung harus mengikuti aturan jarak minimal antar alat

sambung agar terhindar dari pecahnya kayu. Dengan adanya ketentuan

jarak tersebut maka luas efektif sambungan ( luas yang dapat digunakan

untuk penempatan alat sambung ) akan berkurang pula.

Dengan kata lain, sambungan yang baik adalah sambungan dengan ciri–ciri

sebagai berikut :

1. Pengurangan luas kayu yang digunakan untuk penempatan alat sambung

relatif kecil bahkan nol.

2. Memiliki nilai banding antara kuat dukung sambungan dengan kuat ultimit

batang yang disambung tinggi.

3. Menunujukkan perilaku pelelehan sebelum mencapai keruntuhan (daktail).

4. Memiliki angka penyebaran panas yang rendah.

5. Murah dan mudah di dalam pemasangannya.

Universitas Sumatera Utara


Selain itu beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan sambungan

berkaitan dengan rendahnya kekuatan sambungan yaitu :

1. Eksentrisitas sambungan yang menggunakan beberapa alat sambung, maka

titk berat kelompok alat sambung harus ditempatkan pada garis kerja gaya

agar tidak timbul momen yang dapat menurunkan kekuatan sambungan .

2. Sesaran / Slip

Sesaran yang terjadi pada sambungan kayu terbagi menjadi dua. Sesaran

yang pertama adalah sesaran awal yang terjadi akibat adanya lubang

kelonggaran yang dipergunakan untuk mempermudah penempatan alat

sambung. Selama sesaran awal, alat sambung belum memberikan

perlawanan terhadap gaya sambungan yang bekerja. Pada sambungan

dengan beberapa alat sambung, kehadiran sesaran awal yang tidak sama

diantara alat sambung dapat menurunkan kekuatan sambungan secara

keseluruhan. Setelah sesaran awal terlampaui, maka sesaran berikutnya

akan disertai oleh gaya perlawanan (tahanan lateral) dari alat sambung.

3. Mata kayu

Adanya mata kayu dapat mengurangi luas tampang kayu sehingga

mempengaruhi kekuatan kayu terutama kuat tarik dan kuat tekan sejajar

serat.

II.10 Jenis – Jenis Sambungan

Jenis – jenis sambungan dibedakan menjadi sambungan satu irisan

(menyambungkan dua batang kayu), dua irisan ( menyambungkan tiga irisan ) dan

seterusnya. Selain itu juga ada dikenal jenis sambungan takik. Menurut sifat gaya

Universitas Sumatera Utara


yang bekerja pada sambungan, sambungan dibedakan atas sambungan desak,

sambungan tarik dan sambungan momen.

II.11 Alat Sambung Mekanik

Berdasarkan interaksi gaya – gaya yang terjadi pada sambungan, alat

sambung mekanik di bagi atas dua kelompok. Kelompok pertama adalah

kelompok yang kekuatan sambungan berasal dari interaksi antar kuat lentur alat

sambung dengan kuat desak atau kuat geser kayu.. Kelompok kedua adalah

kelompok alat sambung yang kekuatan sambungannya ditentukan oleh luas

bidang dukung kayu yang disambungnya. Yang tergolong kelompok pertama

adalah paku dan baut. Sedangkan kelompok kedua adalah pasak kayu Koubler,

cincin belah ( split ring ), pelat geser, spike grid, single atau double sided toothed

plate dan toothed ring.

Pada tugas akhir ini yang digunakan adalah alat sambung jenis baut.

Berikut akan diuraikan dengan jelas dari alat sambung tersebut.

II.11.1 Baut

II.11.1.1 Umum

Alat sambung baut umumnya terbuat dari baja lunak ( mild steel )

dengan kepala berbentuk hexagonal, square, dome atau flat. Diameter baut

dipasaran antara 1/4" – 1,25". Pemasangan baut dilakukan dengan cara

diputar dengan bantuan sekrup. Untuk kemudahan sebelum pemasangan,

terlebih dahulu dibuat lubang penuntun. Lubang penuntuntidak boleh lebih

besar dari D+0,8 mm bila D<12,7mm dan D+16 mm bila ≥12,7


D mm.

Alat sambung baut digunakan pada sambungan dua irisan dengan tebal

Universitas Sumatera Utara


minimum kayu samping adalah 30 mm dan kayu tengah adalah 40 mm dan

dilengkapi cincin penutup.

Alat sambung baut difungsikan untuk menahan beban tegak lurus

sumbu panjangnya. Kekuatan sambungan baut bergantung pada kuat

tumpu kayu, tegangan lentur baut dan angka kelangsingan. Ketika

kelangsingan kecil, baut menjadi sangat kaku dan distribusi tegangan

terjadi secara merata.

II.11.1.2 Geometri Sambungan Baut

Untuk baut jarak tepi, jarak ujung dan spasi alat pengencang yang

diperlukan dalam perhitungan tahanan acuan dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 2.6 Jarak tepi, jarak ujung dan persyaratan spasi sambungan baut

BEBAN SEJAJAR
KETENTUAN DIMENSI MINIMUM
ARAH SERAT

1. Jarak Tepi ( bopt )


Lm/D < 6 1,5D

Lm/D > 6 Yang terbesar dai 1,5D atau ½ jarak antar baris alat
pengencang tegak lurus
2. Jarak ujung ( aopt)
Komponen tarik 7D
Komponen tekan 4D
3. Spasi ( Sopt )
Spasi dalam baris alat 4D
pengencang
4.Jarak antar
baris alat 1,5D <127 mm ( lihat catatan 2 dan 3 )
pengencang
BEBAN TEGAK KETENTUAN DIMENSI MINIMUM
LURUS SERAT

Universitas Sumatera Utara


1. Jarak Tepi ( bopt )
Tepi yang dibebani 4D
Tepi yang tidak dibebani 1.5D
2. Jarak Ujung 4D
3. Spasi Lihat catatan 3
4. Jarak antar baris
alat
pengencang :
Lm/D > 2 2,5 D ( Lihat catatan 3 )
2 < lm < 6 ( 5 lm + 10 D )/8 ( lihat catatan 3 )
Lm/D > 6 55D ( Lihat catatan 3 )

Catatan :

1. lm adalah panjang baut pada komponen utama pada suatu sambungan atau

panjang total baut pada komponen sekunder ( 2 ls ) pada suatu sambungan.

2. Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan

ring.

3. Spasi tegak lurus arah serat antar alat – alat pengencang terluar pada suatu

sambungan tidak boleh melebihi 127 mm, kecuali bila digunakan alat

penyambung khusus atau biala ada ketentuan mengenai perubahan dimensi

kayu. Untuk lebih jelasnya mengenai jarak tepi, jarak ujung, spasi dsalam

baris alat pengencang dan jarak baris antar alat pengencang dapat dilihat

pada gambar berikut :

Universitas Sumatera Utara


B

Gambar
2.19 Geometri sambungan: (A) Sambungan Horizontal dan
(B) SambunganVertikal

II.11.1.3 Tahanan Terhadap Gaya Lateral

a. Lateral Acuan Satu Irisan

Berdasarkan PKKI NI-5 2002 tahanan acuan dari suatu sambungan

yang menggunakan alat pengencang baut satu irisan atau menyambung

dua komponen diambil sebagai nilai terkecil dari nilai-nilai yang dihitung

menggunakan semua persamaan di bawah ini:

Tabel 2 .7 Tahanan lateral acuan untuk satu baut untuk dengan satu
irisan yang menyambung dua komponen.

Moda kelelehan Tahanan lateral (Z)


𝑰𝒎 0.83 𝐷 𝑡𝑚 𝐹𝑒𝑚
𝑍 = (2.54)
𝐾θ

𝑰𝒔 0.83 𝐷 𝑡𝑠 𝐹𝑒𝑠
𝑍 = (2.55)
𝐾θ

𝑰𝑰 𝑍 =
0.93 𝑘1 𝐷 𝑡𝑠 𝐹𝑒𝑠
𝐾θ (2.56)

𝑰𝑰𝑰𝒎 1.04 𝑘2 𝐷 𝑡𝑚 𝐹𝑒𝑚


𝑍 = (1+2 𝑅e)𝐾θ
(2.57)

Universitas Sumatera Utara


𝑰𝑰𝑰𝒔 𝑍 =
1.04 𝑘3 𝐷 𝑡𝑠 𝐹𝑒𝑚
(2+𝑅e)𝐾θ (2.58)

𝑰𝑽 𝑍 =�
1.04 𝐷2
��
2 𝐹𝑦𝑏 𝐹𝑒𝑚
𝐾θ 3(1+𝑅e) (2.59)

�𝑅e+2𝑅e2 (1+𝑅t+ 𝑅t2 )+𝑅e2 𝑅e3 −𝑅e(1+𝑅t)


𝑘1 = (1+𝑅e)
(2.60)

2 𝐹𝑦𝑏 (1+2𝑅e)𝐷2
𝑘2 = (−1) + �2(1 + 𝑅e) + (2.61)
3 𝐹𝑒𝑚 𝑡s2

2(1+𝑅e) 2 𝐹𝑦𝑏 (2+𝑅e)𝐷2


𝑘3 = (−1) + � + (2.62)
𝑅e 3 𝐹𝑒𝑚 𝑡s2

b. Tahanan Lateral Acuan Dua Irisan

Tahanan lateral dua irisan pada sambungan baut berbeda dengan

tahanan lateral acuan dua irisan pada sambungan paku yang hanya

mengalikan dengan dua nilai tahanan lateral acuan satu irisan yang

terkecilnya. Pada sambungan baut tahanan lateral acuan dua irisan

dihitung sesuai dengan rumus – rumus yang telah ditentukan pada PKKI

NI – 5 2002 yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.8 Tahanan lateral acuan satu baut pada sambungan dua
irisan yang menyambung tiga komponen
Moda kelehan Tahanan lateral (Z)

𝑰𝒎 1.66 𝐷 𝑡𝑚 𝐹𝑒𝑚
𝑍 = (2.63)
𝐾θ

𝑰𝒔 1.66 𝐷 𝑡𝑠 𝐹𝑒𝑠
𝑍 = (2.64)
𝐾θ

2.08 𝑘4 𝐷 𝑡𝑠 𝐹𝑒𝑚
𝑰𝑰𝑰𝒔 𝑍 = (2+𝑅e)𝐾θ (2.65)

𝑰𝑽 2.08 𝐷2 2 𝐹𝑦𝑏 𝐹𝑒𝑚


𝑍 =� �� (2.61)
𝐾θ 3(1+𝑅e)

Universitas Sumatera Utara


2(1+𝑅e) 𝐹𝑦𝑏 (2+𝑅e)𝐷2
𝑘4 = (−1) + � + (2.62)
𝑅e 3 𝐹𝑒𝑚 𝑡s2

𝑡𝑚
𝑅𝑡 = (6.63)
𝑡𝑠

𝐹𝑚
𝑅𝑒 = (2.64)
𝐹𝑠

Ө
𝐾θ = 1 + (2.65)
3600

Dimana Fem dan Fes adalah kuat tumpu kayu utama dan kuat tumpu kayu

samping. Untuk sudut sejajar serat dan tegak lurus serat, nilai kuat tumpu

kayu adalah Fe// = 77,25 G dan Fe┴ = 212 𝐺 1.45 𝐷0.5 .

c. Tahan Lateral Terkoreksi

Tahanan lateral terkoreksi Z’ dihitung dengan mengalikan tahanan

lateral acuan yang terkecil dengan faktor – faktor koreksi. Beberapa faktor

koreksi pada sambungan baut adalah :

1. Faktor geometri tahanan lateral acuan harus dikalikan dengan faktor

geometri sambungan ( CΔ ), dimana (CΔ) dalah nilai terkecil dari

faktor – faktor geometri yang dipersyaratkan untuk jarak ujung atau

spasi dalam baris alat pengencang. Jarak ujung. Bila jarak ujung

yang diukur dari pusat alat pengencang ( a ) lebih besar atau sama

dengan (aopt) pada tabel 2.6 maka CΔ = 10. Bila aopt / 2 ≤ a < aopt,

maka CΔ = a / aopt.

2. Spasi dalam baris alat pengencang. Bila Spasi dalam baris alat

pengencang ( s ) lebih besar atau sama dengan s opt maka CΔ = 1,. Jika

3D ≤ s < s opt, maka CΔ = s / sopt.

3. Faktor aksi kelompok. Faktor – faktor yang mempengaruhi faktor aksi

kelompok Cg adalah kemiringan kurva beban dan sesaran baut, jumlah

Universitas Sumatera Utara


baut, spasi alat sambung dalam satu baris. Nilai faktor aksi kelompok

dapat dihitung dengan persamaan berikut.


1
Cg = ∑𝑛𝑟
𝑖=1 𝑎𝑖 (2.66)
𝑛𝑓

Dimana

𝑚(1−m2𝑛𝑖 ) 1+𝑅𝐸𝐴
𝑎𝑖 = � �� � (2.67)
�1+𝑅𝐸𝐴 m𝑛𝑖 �(1+m)−1+m2𝑛𝑖 1−m

𝑚 = 𝑢 − √𝑢2 + 1 (2.68)

𝑆 1 1
𝑢 =1+γ � + � (2.69)
2 (𝐸𝐴)𝑚 (𝐸𝐴)𝑠

 ai adalah jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i

yang bervadiasi dari 1 hingga ni

 ni adalah jumlah alat pengencang dengan spasi yang seragam pada baris

ke – i.

 γ adalah modulus bebab atau modulus gelincir untuk satu alat

pengencang. Nilai γ diambil sebesar 0.2461.5 DKN/mm.

 S adalah spasi dalam baris alat pengencang jarak pusat kepusat antar alat

pengencang dalam satu baris.

 n f adalah jumlah total alat pengencang

 n r adalah jumlah baris alat pengencang dalam sambungan.

 (EA)m dan (EA)s adalah kekakuan aksial kayu utama dan kayu samping.

(𝐸𝐴) min
 R 𝐸𝐴 =
(𝐸𝐴) max

(𝐸𝐴) min adalah nilai yang terkecil antara(𝐸𝐴)m dan (𝐸𝐴)s

(𝐸𝐴)max adalah nilai yang terbesar antara (𝐸𝐴)m dan (𝐸𝐴)s

Universitas Sumatera Utara


II.12 Analisis Kolom Gabungan

Untuk pertimbangan kekuatan dan penampilan, kadang kolom kayu dibuat

lebih dari satu batang, umumnya berupa batang ganda yang dirangkai atau berupa

boks. Gambar 2.20. menunjukkan contoh kolom dari batang gabungan.

Gambar 2.20 Penampang kolom dari batang gabungan

Untuk menghitung kolom ganda, dianggap kolom tersebut memiliki lebar

yang sama dengan jumlah lebar batang gabungan. Sehingga didapat besaran jari-

jari (i) dan momen inersia yang diperhitungkan (I) untuk batang kolom ganda

sebagai berikut :

2 𝐼𝑥 𝐼 ℎ2
𝑖𝑥 = � =� = 0.289 ℎ
2𝐹 12

1
𝐼= (𝐼𝑡 + 3𝐼𝑔 ) (2.70)
4

Dimana : h = tinggi tampang batang kolom

I = Momen inersia yang diperhitungkan

It = Momen inersia teoritis

Ig = Momen inersia geser sehingga batang kolom gabungan

berimpit

Universitas Sumatera Utara


Syarat lain yang harus dipenuhi untuk perhitungan adalah bahwa jarak antar

bagian (a) harus diambil dua kali jarak tebal bagian, a =2b dan besaran momen

inersia tiap elemen/bagian kolom (le) harus memenuhi persamaan berikut (PKKI,

1961)

𝐼𝑒 = 10 𝑆 20 (2.71)

Dimana : Ie = Momen inersia elemen batang tunggal

S = Gaya batang (ton)

Lk = Panjang tekuk (m)

n = Jumlah batang penyusun kolom gabungan

Selanjutnya perhitungan tegangan yang terjadi dihitung seperti persamaan

tegangan pada kolom tunggal dengan memperhitungkan kelangsingan dan faktor

tekuk.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai