Oleh:
Nicho Saputra Nugraha, S. Ked
Vinka Refiyana Detty, S. Ked
Dika Dwiyasa, S. Ked
Ghiena Inayati Abishasahata, S. Ked
Kms M. Afif Rahman, S. Ked
Ade Indah Permata Sari, S. Ked
Bella Safira Alisa, S. Ked
Nur Haniyyah, S. Ked
Pembimbing:
dr. H. E. Iskandar, Sp.M(K)MARS
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Endoftalmitis Eksogen
Oculi Dextra”. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior
di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. E. Iskandar.
Sp.M(K)MARS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan
ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................... 3
BAB I - PENDAHULUAN....................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Sa Uriang, Prabumulih
Tanggal Pemeriksaan : 02 Maret 2018
5
Riwayat darah tinggi (+) terkontrol dengan pemakaian obat
amlodipine
e. Riwayat Operasi
Riwayat operasi katarak mata kanan tanggal 29 Desember 2017 di
Rumah Sakit Pertamina Prabumulih.
Riwayat operasi katarak mata kiri bulan Juli tahun 2017 di Rumah
Sakit Pertamina Prabumulih.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
b. Status Oftalmologis
6
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 1/300 6/15 ph (6/12)
Tekanan intraocular
39.2 mmhg 11.0 mmHg
KBM Ortoforia
GBM
5. Diagnosis banding
Endoftalmitis eksogen OD
Endoftalmitis endogen OD
Panoftalmitis OD
6. Diagnosis Kerja
Endoftalmitis eksogen OD
7. Tatalaksana
Informed consent
KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)
o Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang kemungkinan
terjadi infeksi pada mata pasca operasi.
Farmakologi
o Moxifloxasin ED 1 tetes/1 jam OD
o Timolol 0,5% ED 1 tetes/12 jam OD
o Prednisoline Acetat 1 tetes/2 jam OD
o SA 1% ED 3 x 1 tetes/hari OD
o Asam mefanamat 3x500mg diberikan jika nyeri mata.
Non-Farmakologi
o Dirujuk ke dokter spesialis mata untuk tindak lanjut.
8. Prognosis
• Okuli Dekstra
o Quo ad vitam : bonam
o Quo ad functionam : dubia ad malam
o Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Sklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang hampir
seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta
berbatasan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus optikus di
posterior. Pita – pita kolagen dan jaringan elastin membentang di sepanjang foramen
sclera posterior, membentuk lamina kribrosa, yang diantaranya dilalui oleh berkas
akson nervus optikus. Permukaan luar sclera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan
tipis jaringan elastic halus, episklera yang mengandung banyak pembuluh darah yang
mendarahi sclera (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).
1.2 Kornea
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm di pusatnya, diameter
horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. kornea memiliki lima
lapisan, yaitu (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015):
a. Epitel
Tebal dari epitel adalah 50 μm. Epitel kornea memiliki lima lapis sel epitel tak
bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel polygonal, dan sel gepeng.
b. Membran Bowman
9
Membrane bowman terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
c. Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri atas
lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya. Pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian periger serta kolagen
ini bercabang.
d. Membran Descement
Membrane descement merupakan membrane aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea.
e. Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan
tebalnya 20-40 μm. lapisan ini berperan dalam mempertahankan deturgensi
stroma kornea.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh darah limbus, humor
aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan sebagian besar oksigen
dari atmosfer. Saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmicus)
nervus kranialis V (trigeminus) (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).
10
1.3 Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sclera. Koroid
tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid. Bagian dalam pembuluh darah koroid
dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid dialirkan melalui empat
vena vortikosa, satu di setiap kuadran posterior (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).
1.5 Iris
Iris merupakan perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris memiliki
permukaan yang relative datar dengan celah yang berbentuk bulat ditengahnya, yang
disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur banyaknya cahaya yang
masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan miosis atau midriasi pupil
(Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).
1.6 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di sebelah
anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya terdapat vitreous humor.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang akan memperbolehkan air
dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus
lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamela
konsentris yang panjang. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium
yang dikenal sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari banyak fibril yang berasal dari
permukaan badan siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa (Riordan-Eva dan
Whitcher, 2015).
11
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke
perifer menuju sudut bilik mata depan (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).
1.9 Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang
tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula lutea yang berdiameter
5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh
cabang-cabang pembuluh darah retina temporal (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:
a. Membran limitan interna merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
b. Lapisan serat saraf merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
c. Lapisan sel ganglion merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
d. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
e. Lapisan inti dalam merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller.
12
Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
f. Lapisan pleksiformis luar merupakan lapisan aseluler dan tempat sinaps sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
g. Lapisan inti luar merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel kerucut
h. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi
i. Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor) merupakan lapisan terluar
retina, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut
j. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel epithelial
berpigmen.
B. ENDOFTALMITIS
Endoftalmitis merupakan suatu kondisi peradangan yang berat pada intraokular
(yaitu, aqueous humor dan/atau vitreous humor) yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri atau jamur. Kejadian ini paling sering terjadi setelah operasi
intraokular, tetapi dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari trauma tembus mata atau
dari jaringan periokular yang berdekatan. Endoftalmitis dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan yang menetap.
Endoftalmitis merupakan peradangan supuratif di bagian dalam bola mata yang
meliputi uvea, vitreus dan retina dengan aliran eksudat ke dalam kamera okuli
anterior dan kamera okuli posterior. Peradangan supuratif ini juga dapat membentuk
abses di dalam badan kaca.
Gambar 2. Peradangan pada segmen anterior, edema kornea, dan hipopian pada
endoftalmitis
2.1 Etiologi
Endoftalmitis disebabkan oleh banyak mikroorganisme tergantung dari
geografi. Bakteri dan jamur merupakan agen potensial yang dapat menyebabkan
13
endoftalmitis. Bakteri gram positif (Streptokokus dan Stafilokokus) mendominasi
penyebab infeksi di Asia dibandingkan bakteri gram negatif. Sebuah penelitian di
Asia melaporkan bahwa 11,1% - 17,54% dari total kasus endoftalmitis disebabkan
oleh jamur, dimana sisanya disebabkan oleh bakteri (Sadiq, 2015).
2.2 Epidemiologi
14
yang lebih proksimal untuk arah aliran darah arteri dari arteri anonima dextra ke
arteri carotis dextra.
Sejak tahun 1980, infeksi candida dilaporkan pada pengguna narkoba IV telah
meningkat. Jumlah orang yang beririko dapat meningkat karena penyebaran AIDS,
pengguna immunosupresan, ataupun prosedur yang lebih invasive seperti
transplantasi sumsung tulang.
Sebagian besar kasus endoftalmitis eksogen yaitu sekitar 60% terjadi setelah
operasi intraokuler. Endoftalmitis eksogen akibat proses operatif ini biasanya dimulai
dalam waktu 1 minggu setelah operasi. Di Amerika Serikat, endoftalmitis post
operasi katarak yang paling sering terjadi yaitu sekitar 0,1-0,3% dari operasi lain
yang juga dapat menimbulkan komplikasi ini. Hal tersebut meningkat selama 3 tahun
terakhir. Endoftalmitis juga dapat terjadi setelah injeksi intravitreal diperkirakan
sekitar 0,029% dari 10.000 suntikan.Endoftalmitis pasca trauma terjadi 4-13% dari
semua cedera mata tembus. Keterlambatan penanganan cedera tembus memiliki
hubungan erat terhadap peningkatan insiden endoftalmitis.
Komplikasi setelah operasi filtrasi anti-glaukoma berikisar sekitar 10%,
sedangkan jumlah kasus dengan insiden yang lebih kecil yaitu pada operasi
Keratoplasty, vitrectomy, implantasi lensa intraokuler sekunder. Hanya 2-8% dari
kasus endoftalmitis yang diakibatkan oleh infeksi endogen.
2.3 Patofisiologi
Gejala subjektif:
Mata merah dan nyeri pada bola mata
Penurunan tajam penglihatan
Fotofobia
Nyeri kepala
Mata terasa bengkak
Kelopak mata bengkak, kadang sulit dibuka
Gambar 3. Endoftalmitis
Pada pemeriksaan luar mata, funduskopi dan slit lamp dapat ditemukan gejala
objektif:
Edema palpebra superior
Kemosis dan hiperemi konjungtiva
Kornea keruh
Hipopion
Kekeruhan badan kaca (vitreus)
Injeksi silier dan injeksi konjungtiva
16
Keratik presipitat
Proptosis
Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat ataupun
hilang sama sekali
Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, didalam badan kaca ditemukan masa
putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit didalam badan kaca dengan
proyeksi sinar yang baik.
2.6 Klasifikasi
Endoftalmitis eksogen
Pada endoftalmitis eksogen organisme yang menginfeksi mata berasal
dari lingkungan luar. Endoftalmitis eksogen dikategorikan menjadi:
Endoftalmitis Post Operatif
Pada endoftalmitis post operatif, bakteri penyebab tersering merupakan flora
normal pada kulit dan konjungtiva. Endoftalmitis ini sering terjadi setelah
operasi katarak, implantasi IOL, glaucoma, keratoplasti, eksisi pterigium,
pembedahan strabismus, parasintesis, pembedahan vitreus, dan lain-lain.
Endoftalmitis Post Trauma
Endoftalmitis paling sering terjadi setelah trauma mata, yaitu trauma yang
menimbulkan luka robek pada mata.
Endoftalmitis Endogen
Pada endoftalmitis endogen, organisme disebarkan melalui aliran darah.
Endoftalmitis endogen beresiko terjadi pada:
Memiliki faktor predisposisi, seperti diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit
jantung rematik, sistemik lupus eritematous, AIDS dan lain-lain.
17
Invasif prosedur yang dapat mengakibatkan bakteremia seperti hemodialisis,
pemasangan kateter, total parenteral nutrisi dan lain-lain.
Infeksi pada bagian tubuh lain, seperti: endokarditis, infeksi saluran kemih,
artritis, pielonefritis, faringitis, pneumonia dan lain-lain.
Pada endoftalmitis endogen kuman penyebabnya sesuai dengan focus infeksinya
seperti Streptococcus Sp (endokarditis), Stapylococcus aureus (infeksi kulit) dan
Bacillus (invasif prosedur). Sementara bakteri Gram negatif misalnya Neisseria
gonorrhoe, H influenza dan bakteri enterik seperti Escherichia colli dan
Klebsiella.
Endoftalmitis Fakoanafilaktik
Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan endoftalmitis unilateral ataupun
bilateral yang merupakan reaksi uvea granulomatosa terhadap lensa yang
mengalami ruptur. Merupakan suatu proses autoimun terhadap jaringan tubuh
yaitu lensa, akibat lensa yang tidak terletak didalam kapsul (membran basalis
lensa). Pada endoftalmitis fakoanafilaktik, lensa dianggap sebagai benda asing
oleh tubuh, sehingga terbentuk antibodi terhadap lensa yang menimbulkan reaksi
antigen antibodi.
Bila lensa keluar dari kapsul lensa pada katarak hipermatur, lensa yang
keluar ini menimbulkan reaksi makrofag dan mengakibatkan tertutupnya saluran
keluar cairan mata yang akan menimbulkan glaukoma maka akan terjadi
glaukoma fakolitik. Kadang-kadang penyakit ini berjalan bersama trauma lensa
yang menimbulkan uveitis fakoanafilaktik sehingga terjadi uveitis simpatika.
2.7 Diagnosis
19
konjungtiva selalu ada dan kornea tampak keruh. Pupil mengecil permanen,
pada COA sering terdapat hipopion dan adanya peningkatan tekanan
intraokuler. Oleh karena adanya radang pada kapsul tenon akan
mengakibatkan terbatasnya gerakan bola mata.
3. Retinoblastoma
Retinoblastoma adalah tumor ganas intraokular yang berasal dari
jaringan retina embrional dan ditemukan pada anak-anak. Gejala
retinoblastoma dapat menyerupai penyakit mata lainnya, jika letak tumor di
makula, akan terlihat gejala awal berupa strabismus. Massa tumor yang
semakin besar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda
peradangan di vitreus menyerupai endoftalmitis.
a. Pengobatan Antibiotik
Teknik pengobatan endoftalmitis adalah memulai pemberian antibiotik
empiris yang sudah terbukti efektif terhadap mikroorganisme penyebabnya.
Antibiotik yang diberikan dapat berupa golongan Penisilin dan Sefalosporin
yang bekerja pada membran sel bakteri. Selain itu diberikan juga golongan
kloramfenikol dan aminoglikosida yang dapat menghambat sintesa protein
bakteri. Pasien dirawat di rumah sakit sekitar 3-5 hari untuk diberikan
antibiotik intravena. Terapi awal dapat diberikan berupa injeksi IV
Vancomicin 1g setiap 12 jam dan IV ceftadizime 1-2g setiap 8-12 jam. Jika
dengan pemeriksaan kultur didapatkan pasien terinfeksi bakteri Bacilus atau
bakteri anaerob lainnya, dapat direncanakan penambahan obat oral berupa
klindamisin 300 mg setiap 8 jam, amikacin 240 mg setiap 8 jam atau
gentamicin 80 mg setiap 8 jam.
b. Pengobatan Antifungal
20
Antifungal diberikan jika pasien tidak respon terhadap pemberian antibiotik
dosis tunggal ataupun kombinasi. Adanya faktor predisposisi infeksi jamur
berupa pasien datang dalam pengobatan antibiotik spektrum luas dlam
jangka waktu lama, penderita keganasan ataupun imunitas buruk (pasien
AIDS). Biasanya diberikan Flukonazol 50-400mg/kg/hari peroral atau IV.
c. Pengobatan kortikosteroid dan siklopegik
Terapi steroid diberikan untuk reaksi inflamasi disertai terbentuknya
eksudat, sehingga jaringan granulasi dapat berkurang. Efek steroid ini sangat
berguna karena dasar endoftalmitis adalah inflamasi yang terus berlanjut dan
akan mempengaruhi prognosi visus. Banyak penelitian yang menunjukkan
hasil memuaskan dengan pemberian Dexamethasone intravitreal dosis 0,4
mg dan 1 mg secara intraokular sebagai profilaksis kerusakan mata yang
lebih luas.
Pemberian siklopegik topikal berguna untuk mengurangi rasa nyeri,
menstabilkan aliran darah mata, dan mencegah terjadinya sinekia posterior.
d. Tindakan bedah
Pada kasus berat dan endoftalmitis post trauma dapat dilakukan vitrektomi
pars Plana yang bertujuan untuk mengeluarkan organisme beserta
produknya (toksi dan enzim proteolitik) yang ada dalam viterus dengan
menggunakan vitrectome. Selain itu dapat juga meningkatkan distribusi
antibiotik dan mengeluarkan membran siklitik yang terbentuk, dimana
membran ini berpotensi mengakibatkan ablasio retina.
Pemberian antibiotik empirik saat vitrektomi pars plana dapat dilakukan,
berupa injeksi intravitreal vancomicin 1mg/0,1ml dan ceftazidime 2,25
mg/0,1ml. jika ada benda asing, lakukan pengambilan benda asing
intraokular secara emergensi.
21
BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang wanita berusia berusia 73 tahun datang dengan keluhan mata kanan
kabur sejak 1 minggu yang lalu. ± 2 bulan SMRS, pasien mengeluh mata kanan
kabur, pandangan mata terasa silau (+), dan pandangan berasap (+). Keluhan mata
tenang dengan kabur perlahan, pandangan silau, berasap merupakan gejala dari
katarak. Pasien memiliki riwayat operasi katarak pada mata kanan 2 bulan yang lalu
di RS daerah.
± 1 minggu yang lalu SMRS, pasien merasa pandangan mata kanan terasa
kabur dan silau, mata merah (+), nyeri pada mata (+), kelopak mata sulit dibuka (+),
dan pusing (-). Pada pasien ini didiagnosis mengalami endoftalmitis karena pasien
memiliki gejala-gejala subjektif endoftalmitis dan pada pemeriksaan luar mata,
funduskopi dan slitlamp juga ditemukan gejala objektif dari endoftalmitis seperti
edema palpebra, mix injeksi , hipopion, kekeruhan vitreus, dan refleks fundus
menurun pada mata kanan. Kekeruhan vitreus disebabkan oleh adanya fibrin. Vitreus
bertindak sebagai media yang sangat bagus bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri
sebagai benda asing, memicu suatu respon inflamasi. Masuknya produk-produk
inflamasi menyebabkan tingginya kerusakan pada rintangan okular-darah dan
peningkatan rekrutmen sel inflamasi. Pada pasien juga ditemukan adanya
peningkatan TIO. Hal ini disebabkan oleh massa supuratif yang tertumpuk di dalam
bola mata sehingga mengakibatkan hambatan pengaliran cairan aquous humor yang
menyebabkan TIO meningkat. Keluhan mata bengkak, kelopak mata merah, dan
nyeri pada bola mata merupakan suatu tanda inflamasi pada mata.
22
Endoftalmitis adalah peradangan berat yang terjadi pada seluruh jaringan
intraokular, yaitu retina dan koroid tanpa melibatkan sklera dan kapsul tenon.
Endoftalmitis dapat terjadi eksogen dan endogen. Penyebab terbanyak endoftalmitis
eksogen yaitu sekitar 60% terjadi setelah operasi intraokuler. Pada anamnesis,
didapatkan tanda dan gejala yang dialami pasien sesuai dengan tanda dan gejala
endoftalmitis yang tertulis dalam kepustakaan, yaitu palpebra bengkak dan merah,
konjungtiva kemosis, adanya mixed injeksi, kornea edema dan keruh, adanya
hipopion dan pus dalam COA, iris edema, badan kacah keruh, reflex fundus
menghilang, penglihatan menurun.
Pada kasus ini, pasien didiagnosa Endoftalmitis Eksogen karena pasien pasca
operasi katarak 2 bulan yang lalu, dimana sebagian besar kasus endoftalmitis eksogen
yaitu sekitar 60% terjadi setelah operasi intraocular. Selain itu gejala dan tanda
sistemik termasuk demam menggigil dan mual muntah riwayat penyakit sistemik,
alergi, riwayat trauma pada mata disangkal, jadi dapat menyingkirkan kemungkinan
endoftalmitis endogen ataupun endoftalmitis trauma. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyebutkan bahwa tanda dan gejala Endoftalmitis akut pasca
bedah katarak timbul pada minggu I – minggu IV pasca operasi.
23
umur penderita yang sudah cukup tua, pada gejala klinis terdapat hipopion dan sudah
mengalami kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA
24
Smith SR, Kroll AJ, Lou PL, Ryan EA. Endogenousbacterial and fungal endophthalmitis.
Int Ophthalmol Clin 2007;47(2):173-83.
Veselinović D, Veselinović A. Endopthalmitis. Acta Medica Medianae. 2009;48(1):56-62.
LAMPIRAN
Gambar 1
Gambar 2
25
Gambar 3
26