Anda di halaman 1dari 26

Long Case

Endoftalmitis Eksogen Oculi Dextra

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:
Nicho Saputra Nugraha, S. Ked
Vinka Refiyana Detty, S. Ked
Dika Dwiyasa, S. Ked
Ghiena Inayati Abishasahata, S. Ked
Kms M. Afif Rahman, S. Ked
Ade Indah Permata Sari, S. Ked
Bella Safira Alisa, S. Ked
Nur Haniyyah, S. Ked

Pembimbing:
dr. H. E. Iskandar, Sp.M(K)MARS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Endoftalmitis Eksogen
Oculi Dextra”. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior
di Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H. E. Iskandar.
Sp.M(K)MARS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Kritik dan saran yang membangun dari berbagai
pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan
ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................... 3

BAB I - PENDAHULUAN....................................................................... 4

BAB II – STATUS PASIEN....................................................................... 5

BAB III – TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 9

BAB IV – ANALISIS KASUS................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

Endoftalmitis merupakan salah satu kegawatdaruratan dalam bidang


oftalmologi yang dapat menyebabkan kebutaan. Endoftalmitis merupakan suatu
kondisi peradangan yang berat pada intraokular (yaitu, aqueous humor dan/atau
vitreous humor) yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur. Kejadian
ini paling sering terjadi setelah operasi intraokular, tetapi dapat juga terjadi sebagai
komplikasi dari trauma tembus mata atau dari jaringan periokular yang berdekatan.
Terdapat dua jenis endoftalmitis yaitu endoftalmitis endogen dan eksogen.
Endoftalmitis endogen terjadi akibat dari penyebaran hematogen organisme dari
sumber infeksi. Endoftalmitis eksogen terjadi akibat inokulasi langsung dari suatu
mikroorganisme yang berasal dari luar sebagai suatu komplikasi dari operasi mata,
benda asing, trauma tumpul atau trauma penetrasi okular.
Sebagian besar kasus endoftalmitis merupakan endoftalmitis eksogen yang
terjadi setelah operasi intraokular. Endoftalmitis eksogen akibat dari operasi biasanya
akan muncul satu hari atau bahkan dua minggu setelah operasi dilakukan.
Endoftalmitis pasca operasi katarak merupakan bentuk yang umum dari kejadian
endoftalmitis eksogen dengan angka kejadian sekitar 0,05% -0,3%. kasus.
Berdasarkan penelitian dari Endophthalmitis Viterctomy Study (EVS),
sebagian besar pasien dengan endoftalmitis pasca operasi akan mengeluhkan
kehilangan penglihatan (94,3%), mata merah (82,1%), mata nyeri (74,3%), dan
edema palpebral (34,5%). Gejala klasik lainnya dari endoftalmitis adalah hipopion
yang merupakan lapisan eksudat putih pada bilik mata anterior.
Ketika diagnosis endoftalmitis sudah ditegakkan, penanganan segera harus
dilakukan. Pemeriksaan diagnostik dan tatalaksana lanjutan harus dilakukan tanpa
penundaan. Vitreus tap segera dilakukan dengan menginsisi vitreus melalui pars
plana untuk mendapatkan sampel yang akan dilakukan kultur miikrobiologi dan tes
sensitifitas. Antibiotik diberikan dalam waktu kurang dari satu jam setelah diagnosis
klinis ditegakkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

4
BAB II
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 73 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Sa Uriang, Prabumulih
Tanggal Pemeriksaan : 02 Maret 2018

2. Anamnesis (Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 02 Maret 2018)


a. Keluhan Utama
Mata kanan kabur sejak ±1 minggu yang lalu.

b. Riwayat Perjalanan Penyakit


± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh mata kanan
kabur. Pasien juga terasa matanya silau dan pandangan terasa berasap.
Pasien berobat ke Rumah Sakit Pertamina Prabumulih dan dikatakan sakit
katarak. Pasien kemudian dilakukan operasi katarak. Setelah operasi
katarak, pasien merasakan pandangannya terang kembali.
± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa pandangan
mata kanan kabur dan terasa silau. Pasien mengeluh mata merah ada,
pasien terasa pusing, kelopak mata bengkak (+). Nyeri mata ada. Pasien
berobat ke Rumah Pertamina Prabumulih dan dirujuk ke Rumah Sakit
Mohammad Husein, Palembang.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)
 Riwayat memakai kacamata (-)
 Riwayat trauma pada mata (-)
 Riwayat penggunaan obat (-)
 Riwayat kencing manis (-)

5
 Riwayat darah tinggi (+) terkontrol dengan pemakaian obat
amlodipine

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

e. Riwayat Operasi
 Riwayat operasi katarak mata kanan tanggal 29 Desember 2017 di
Rumah Sakit Pertamina Prabumulih.
 Riwayat operasi katarak mata kiri bulan Juli tahun 2017 di Rumah
Sakit Pertamina Prabumulih.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis

Keadaan umum Baik


Kesadaran compos mentis
Tekanan darah 120/80 mmHg
Nadi 86 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas 18 kali/menit
Suhu 36,7o C

b. Status Oftalmologis

6
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Visus 1/300 6/15 ph (6/12)
Tekanan intraocular
39.2 mmhg 11.0 mmHg

KBM Ortoforia
GBM

Nyeri (-) Nyeri(-)


Palpebra Tenang Edema (+)
Konjungtiva Mixed Injection (+) Tenang
Kornea Edema (+), 1 jahitan Jernih
di arah jam 8
BMD Hipopion < 1/3 BMD, Sedang
fluid level, sel (+),
flare (-)
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil Bulat, sentral, refleks Bulat, sentral,
cahaya menurun, refleks cahaya (+),
diameter 4 mm diameter 3 mm
Lensa IOL (+) anterior IOL (+) sentral
chamber
Vitreous Fibrin (+) Jernih
Segmen Posterior
Refleks RFOD (-) RFOS (+)
Fundus

Papil Tidak dapat dinilai Bulat, batas tegas,


warna merah (N),
c/d 0.3 a:v 2:3
Makula Tidak dapat dinilai Refleks fovea (+)
Retina Tidak dapat dinilai Kontur pembuluh
darah baik
4. Pemeriksaan Penunjang
 Ultrasonografi
7
 Kultur dan resistensi dari sampel dan vitreous

5. Diagnosis banding
 Endoftalmitis eksogen OD
 Endoftalmitis endogen OD
 Panoftalmitis OD

6. Diagnosis Kerja
 Endoftalmitis eksogen OD

7. Tatalaksana
 Informed consent
 KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)
o Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang kemungkinan
terjadi infeksi pada mata pasca operasi.
 Farmakologi
o Moxifloxasin ED 1 tetes/1 jam OD
o Timolol 0,5% ED 1 tetes/12 jam OD
o Prednisoline Acetat 1 tetes/2 jam OD
o SA 1% ED 3 x 1 tetes/hari OD
o Asam mefanamat 3x500mg diberikan jika nyeri mata.
 Non-Farmakologi
o Dirujuk ke dokter spesialis mata untuk tindak lanjut.

8. Prognosis
• Okuli Dekstra
o Quo ad vitam : bonam
o Quo ad functionam : dubia ad malam
o Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI BOLA MATA


Bola mata tertanam di dalam corpus adiposum orbitae, tetapi dipisahkan dari
corpus adiposum ini oleh selubung fasial bola mata. Bola mata terdiri dari tiga
lapisan, dari luar ke dalam adalah tunica fibrosa, tunica vasculosa yang berpigmen,
dan tunica nervosa (Snell, 2014).

1.1 Sklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar, yang hampir
seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta
berbatasan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus optikus di
posterior. Pita – pita kolagen dan jaringan elastin membentang di sepanjang foramen
sclera posterior, membentuk lamina kribrosa, yang diantaranya dilalui oleh berkas
akson nervus optikus. Permukaan luar sclera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan
tipis jaringan elastic halus, episklera yang mengandung banyak pembuluh darah yang
mendarahi sclera (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).

1.2 Kornea
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm di pusatnya, diameter
horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. kornea memiliki lima
lapisan, yaitu (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015):
a. Epitel
Tebal dari epitel adalah 50 μm. Epitel kornea memiliki lima lapis sel epitel tak
bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel polygonal, dan sel gepeng.
b. Membran Bowman

9
Membrane bowman terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
c. Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma terdiri atas
lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya. Pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian periger serta kolagen
ini bercabang.
d. Membran Descement
Membrane descement merupakan membrane aselular dan merupakan batas
belakang stroma kornea.
e. Endotel
Endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk heksagonal, dan
tebalnya 20-40 μm. lapisan ini berperan dalam mempertahankan deturgensi
stroma kornea.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh darah limbus, humor
aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan sebagian besar oksigen
dari atmosfer. Saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmicus)
nervus kranialis V (trigeminus) (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).

Gambar 1. Lapisan Kornea

10
1.3 Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sclera. Koroid
tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid. Bagian dalam pembuluh darah koroid
dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid dialirkan melalui empat
vena vortikosa, satu di setiap kuadran posterior (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).

1.4 Korpus Siliaris


Badan siliar merupakan susunan otot melingkar yang berfungsi mengubah
tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat focus untuk objek dekat maupun jauh
dalam lapang pandang. Badan siliar terdiri atas zona anterior yang berombar-ombak,
pars plikata yang merupakan pembentuk aqueous humor, dan zona posterior yang
datar, pars plana (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).

1.5 Iris
Iris merupakan perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris memiliki
permukaan yang relative datar dengan celah yang berbentuk bulat ditengahnya, yang
disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur banyaknya cahaya yang
masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan miosis atau midriasi pupil
(Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).

1.6 Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di sebelah
anterior lensa terdapat aqueous humor, di posteriornya terdapat vitreous humor.
Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang akan memperbolehkan air
dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus
lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamela
konsentris yang panjang. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium
yang dikenal sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari banyak fibril yang berasal dari
permukaan badan siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa (Riordan-Eva dan
Whitcher, 2015).

1.7 Aqueous Humor

11
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke
perifer menuju sudut bilik mata depan (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).

1.8 Vitreous Humor


Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous humor
normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsul lensa posterior, serat-
serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi optici. Basis vitreous
mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup ke lapisan epitel pars plana
dan retina tepat di belakang ora serrata. Vitreous humor mengandung air sekitar 99%.
Sisa 1% meliputi dua komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk
dan konsistensi mirip gel karena kemampuannya mengikat banyak air (Riordan-Eva
dan Whitcher, 2015).

1.9 Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang
tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub
posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula lutea yang berdiameter
5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh
cabang-cabang pembuluh darah retina temporal (Riordan-Eva dan Whitcher, 2015).
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:
a. Membran limitan interna merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
b. Lapisan serat saraf merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf
optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah
retina.
c. Lapisan sel ganglion merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
d. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
e. Lapisan inti dalam merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller.
12
Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
f. Lapisan pleksiformis luar merupakan lapisan aseluler dan tempat sinaps sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
g. Lapisan inti luar merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel kerucut
h. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi
i. Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor) merupakan lapisan terluar
retina, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut
j. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel epithelial
berpigmen.

B. ENDOFTALMITIS
Endoftalmitis merupakan suatu kondisi peradangan yang berat pada intraokular
(yaitu, aqueous humor dan/atau vitreous humor) yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri atau jamur. Kejadian ini paling sering terjadi setelah operasi
intraokular, tetapi dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari trauma tembus mata atau
dari jaringan periokular yang berdekatan. Endoftalmitis dapat menyebabkan
hilangnya penglihatan yang menetap.
Endoftalmitis merupakan peradangan supuratif di bagian dalam bola mata yang
meliputi uvea, vitreus dan retina dengan aliran eksudat ke dalam kamera okuli
anterior dan kamera okuli posterior. Peradangan supuratif ini juga dapat membentuk
abses di dalam badan kaca.

Gambar 2. Peradangan pada segmen anterior, edema kornea, dan hipopian pada
endoftalmitis

2.1 Etiologi
Endoftalmitis disebabkan oleh banyak mikroorganisme tergantung dari
geografi. Bakteri dan jamur merupakan agen potensial yang dapat menyebabkan

13
endoftalmitis. Bakteri gram positif (Streptokokus dan Stafilokokus) mendominasi
penyebab infeksi di Asia dibandingkan bakteri gram negatif. Sebuah penelitian di
Asia melaporkan bahwa 11,1% - 17,54% dari total kasus endoftalmitis disebabkan
oleh jamur, dimana sisanya disebabkan oleh bakteri (Sadiq, 2015).

Tabel 1. Mikroorganisme penyebab Endoftalmitis

Prevalensi Spesies Bakteri


(%)*
33-77 % CNS (coagulase-negative staphylococcus)
10-21 % Staphylococcus aureus
9-19 % BHS (β-haemolytic streptococci), S. pneumonia
6-22% Bakteri Gram-negatif termasuk Ps. Aeruginosa
8% Jamur (Candida sp. Aspergilus sp. Fusarium sp.)
* tergantung dari geografi

Etiologi endoftalmitis secara umum dibagi dua, yaitu endoftalmitis endogen


dan endoftalmitis eksogen. Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri
atau jamur dari fokus infeksi di dalam tubuh yang menyebar secara hematogen atau
akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya endocarditis. Endoftalmitis eksogen dapat
terjadi akibat trauma tembus, infeksi sekunder dan komplikasi yang terjadi pada
tindakan pembedahan yang membuka bola mata (Packer et al., 2011).
Endoftlamitis fakoanafilatik adalah endoftalmitis unilateral ataupun bilateral
yang merupakan akibat reaksi uvea granulomatosa terhadap lensa yang ruptur.
Endoftalmitis jenis ini merupakan suatu penyakit autoimun terhadap jaringan tubuh
sendiri yang diakibatkan jaringan tubuh tidak mengenali jaringan lensa yang tidak
terletak didalam kapsul. Terbentuk antibodi didalam tubuh terhadap lensa sehingga
terjadi reaksi antigen antibodi yang akan menimbulkan endoftalmitis fakoanafilatik
(Rao et al., 1997).

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat kasus endoftalmitis jarang terjadi, hanya 2-15% dari


semua kasus endoftalmitis. Kejadian per tahunnya dapat dirata-ratakan yaitu 5 per
10.000 pasien rawat inap. Dalam kasus unilateral, mata kanan dua kali lebih mungkin
untuk terinfeksi dibandingkan mata kiri. Hal tersebut mungkin dikarenakan lokasi

14
yang lebih proksimal untuk arah aliran darah arteri dari arteri anonima dextra ke
arteri carotis dextra.
Sejak tahun 1980, infeksi candida dilaporkan pada pengguna narkoba IV telah
meningkat. Jumlah orang yang beririko dapat meningkat karena penyebaran AIDS,
pengguna immunosupresan, ataupun prosedur yang lebih invasive seperti
transplantasi sumsung tulang.
Sebagian besar kasus endoftalmitis eksogen yaitu sekitar 60% terjadi setelah
operasi intraokuler. Endoftalmitis eksogen akibat proses operatif ini biasanya dimulai
dalam waktu 1 minggu setelah operasi. Di Amerika Serikat, endoftalmitis post
operasi katarak yang paling sering terjadi yaitu sekitar 0,1-0,3% dari operasi lain
yang juga dapat menimbulkan komplikasi ini. Hal tersebut meningkat selama 3 tahun
terakhir. Endoftalmitis juga dapat terjadi setelah injeksi intravitreal diperkirakan
sekitar 0,029% dari 10.000 suntikan.Endoftalmitis pasca trauma terjadi 4-13% dari
semua cedera mata tembus. Keterlambatan penanganan cedera tembus memiliki
hubungan erat terhadap peningkatan insiden endoftalmitis.
Komplikasi setelah operasi filtrasi anti-glaukoma berikisar sekitar 10%,
sedangkan jumlah kasus dengan insiden yang lebih kecil yaitu pada operasi
Keratoplasty, vitrectomy, implantasi lensa intraokuler sekunder. Hanya 2-8% dari
kasus endoftalmitis yang diakibatkan oleh infeksi endogen.

2.3 Patofisiologi

Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier)


memberikan ketahanan alami terhadap serangan dari mikroorganisme. Masuknya
bakteri ke dalam mata terjadi karena rusaknya rintangan-rintangan okular. Ini bisa
disebabkan oleh invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan
dalam endotelium vaskular yang disebabkan oleh substrat yang dilepaskan selama
infeksi. Penetrasi melalui kornea atau sklera mengakibatkan gangguan eksogen pada
mata. Jika masuknya lewat sistem vaskular, maka jalur endogen akan terbentuk.
Setelah bakteri-bakteri memperoleh jalan masuk ke dalam mata, proliferasi akan
berlangsung dengan cepat. Kerusakan jaringan intraokular dapat juga disebabkan
oleh invasi langsung oleh mikroorganisme dan atau dari mediator inflamasi dari
respon kekebalan.
Vitreus bertindak sebagai media yang sangat bagus bagi pertumbuhan bakteri.
Bakteri yang sering menyebabkan endoftalmitis adalah staphylococcus,
streptococcus, pneumococcus, pseudomonas dan bacillus cereus. Bakteri sebagai
benda asing, memicu suatu respon inflamasi. Masuknya produk-produk inflamasi
15
menyebabkan tingginya kerusakan pada rintangan okular-darah dan peningkatan
rekrutmen sel inflamasi.
Kerusakan pada mata terjadi akibat rusaknya sel-sel inflamasi yang
melepaskan enzim proteolitik serta racun yang dihasilkan oleh bakteri. Kerusakan
terjadi disemua level jaringan yang berhubungan dengan sel-sel inflamasi dan racun-
racun.
Endoftalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris,
retina, atau koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan okular,
mengarah kepada eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu, peradangan
dapat menyebar ke jaringan lunak orbital. Setiap prosedur operasi yang mengganggu
Integritas Bola Mata Dapat Menyebabkan Endoftalmitis Eksogen.

2.4 Gejala Klinis

Gejala subjektif:
 Mata merah dan nyeri pada bola mata
 Penurunan tajam penglihatan
 Fotofobia
 Nyeri kepala
 Mata terasa bengkak
 Kelopak mata bengkak, kadang sulit dibuka

Gambar 3. Endoftalmitis

Pada pemeriksaan luar mata, funduskopi dan slit lamp dapat ditemukan gejala
objektif:
 Edema palpebra superior
 Kemosis dan hiperemi konjungtiva
 Kornea keruh
 Hipopion
 Kekeruhan badan kaca (vitreus)
 Injeksi silier dan injeksi konjungtiva

16
 Keratik presipitat
 Proptosis
 Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat ataupun
hilang sama sekali
 Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, didalam badan kaca ditemukan masa
putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit didalam badan kaca dengan
proyeksi sinar yang baik.

2.5 Manifestasi klinis berdasarkan etiologinya, yaitu:


1. Bakteri
 Onset cepat (1-7 hari post operatif)
 Nyeri, mata merah dan kemosis
 Edem palpebra dan spasme otot palpebra
 Visus menurun dengan cepat
 Hipopion
 Diffuse glaucoma
2. Fungi
 Onset terlambat (8-14 hari atau lebih)
 Sedikit nyeri dan merah
 Transient hipopion
 Lesi satelit
 Puff ball opacities pada vitreus
 Visus tidak begitu menurun

2.6 Klasifikasi

Endoftalmitis eksogen
Pada endoftalmitis eksogen organisme yang menginfeksi mata berasal
dari lingkungan luar. Endoftalmitis eksogen dikategorikan menjadi:
 Endoftalmitis Post Operatif
Pada endoftalmitis post operatif, bakteri penyebab tersering merupakan flora
normal pada kulit dan konjungtiva. Endoftalmitis ini sering terjadi setelah
operasi katarak, implantasi IOL, glaucoma, keratoplasti, eksisi pterigium,
pembedahan strabismus, parasintesis, pembedahan vitreus, dan lain-lain.
 Endoftalmitis Post Trauma
Endoftalmitis paling sering terjadi setelah trauma mata, yaitu trauma yang
menimbulkan luka robek pada mata.
Endoftalmitis Endogen
Pada endoftalmitis endogen, organisme disebarkan melalui aliran darah.
Endoftalmitis endogen beresiko terjadi pada:
 Memiliki faktor predisposisi, seperti diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit
jantung rematik, sistemik lupus eritematous, AIDS dan lain-lain.

17
 Invasif prosedur yang dapat mengakibatkan bakteremia seperti hemodialisis,
pemasangan kateter, total parenteral nutrisi dan lain-lain.
 Infeksi pada bagian tubuh lain, seperti: endokarditis, infeksi saluran kemih,
artritis, pielonefritis, faringitis, pneumonia dan lain-lain.
 Pada endoftalmitis endogen kuman penyebabnya sesuai dengan focus infeksinya
seperti Streptococcus Sp (endokarditis), Stapylococcus aureus (infeksi kulit) dan
Bacillus (invasif prosedur). Sementara bakteri Gram negatif misalnya Neisseria
gonorrhoe, H influenza dan bakteri enterik seperti Escherichia colli dan
Klebsiella.
Endoftalmitis Fakoanafilaktik
Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan endoftalmitis unilateral ataupun
bilateral yang merupakan reaksi uvea granulomatosa terhadap lensa yang
mengalami ruptur. Merupakan suatu proses autoimun terhadap jaringan tubuh
yaitu lensa, akibat lensa yang tidak terletak didalam kapsul (membran basalis
lensa). Pada endoftalmitis fakoanafilaktik, lensa dianggap sebagai benda asing
oleh tubuh, sehingga terbentuk antibodi terhadap lensa yang menimbulkan reaksi
antigen antibodi.
Bila lensa keluar dari kapsul lensa pada katarak hipermatur, lensa yang
keluar ini menimbulkan reaksi makrofag dan mengakibatkan tertutupnya saluran
keluar cairan mata yang akan menimbulkan glaukoma maka akan terjadi
glaukoma fakolitik. Kadang-kadang penyakit ini berjalan bersama trauma lensa
yang menimbulkan uveitis fakoanafilaktik sehingga terjadi uveitis simpatika.

2.7 Diagnosis

Diagnosis endoftalmitis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang


lengkap meliputi adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata
disertai dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan
karena adanya kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen
maka penderita perlu dianamnesis mengenai ada atau tidaknya penyakit sistemik
yang dideritanya. Untuk endoftalmitis fakoanafilaktik, dapat dinyatakan tentang
adanya riwayat gejala subjektif katarak yang diderita pasien sebelumnya.
Adapun gejala yang dikeluhkan pasien (gejala subjektif) dan gejala yang
didapatkan melalui pemeriksaan fisik dapat mengarahkan pada diagnosis
endoftalmitis.
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:
18
Laboratorium
 Endoftalmitis eksogen: sampel vitreous (vitreous tap) diambil untuk diteliti
mikroorganisme penyebab dari endoftalmitis.
 Endoftalmitis endogen: darah lengkap dan kimia darah mengetahui sumber
infeksi
Studi Imaging
 B-scan (USG): tentukan apakah ada keterlibatan peradangan vitreous. Hal ini
juga penting untuk mengetahui dari ablasi retina dan Choroidal, yang nantinya
penting dalam pengelolaan dan prognosis.
 Chest x-ray - Mengevaluasi untuk sumber infeksi
 USG Jantung - Mengevaluasi untuk endokarditis sebagai sumber infeksi
Prosedur Diagnosa (evaluasi ophtalmologi)
 Periksa visus
 Slit lamp
 Tekanan intraokular
 Funduskopi
 Ultrasonografi

2.8 Diagnosis Banding


1. Panuveitis
Panuveitis (uveitis difus) adalah sebuah inflamasi general pada
seluruh traktus uvea (iris, badan siliar, dan koroid) dan mengenai retina serta
viterus. Penyebab panuveitis adalah tuberkulosis, sindrom Koyanagi –
Harada, simpatetik ophtalmikus, Bechet’s disease dan sarcoidosis. Ciri
morfologi yang khas pada panuveitis ini tidak ada, tapi ada beberapa gejala
yang hampir sama dengan gejala uveitis berupa mata merah (hiperemis
konjungtiva), nyeri mata, fotofobia, pandangan mata menurun dan kabur,
serta epifora.
2. Panoftalmitis
Panoftalmitis merupakan peradangan seluruh bola mata termasuk
sklera dan kapsul Tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses.
Infeksi dapat disebabkan oleh organisme piogenik yang masuk kedalam
mata melalui luka pada kornea (eksogen) ataupun peredaran darah
(endogen).
Umumnya pasien datang dengan keluhan demam, sakit kepala dan
kadang-kadang muntah, rasa nyeri, mata merah, kelopak mata bengkak atau
edem, serta terdapat penurunan tajam penglihatan. Pada pemeriksaan fisik
dapata ditemukan injeksi konjungtiva dan siliar yang hebat, chemosis

19
konjungtiva selalu ada dan kornea tampak keruh. Pupil mengecil permanen,
pada COA sering terdapat hipopion dan adanya peningkatan tekanan
intraokuler. Oleh karena adanya radang pada kapsul tenon akan
mengakibatkan terbatasnya gerakan bola mata.

3. Retinoblastoma
Retinoblastoma adalah tumor ganas intraokular yang berasal dari
jaringan retina embrional dan ditemukan pada anak-anak. Gejala
retinoblastoma dapat menyerupai penyakit mata lainnya, jika letak tumor di
makula, akan terlihat gejala awal berupa strabismus. Massa tumor yang
semakin besar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda
peradangan di vitreus menyerupai endoftalmitis.

2.9 Pengobatan Endoftalmitis

Pada endoftalmitis eksogen maupun endogen akan menunjukkan


keadaan visus yang buruk. Hal ini disebabkan oleh enzim proteolitik dan produk
toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya. Produk-produk ini
akan merusak retina. Oleh karena itu pengobatan ditujukan bukan untuk
perbaikan visus, tapi untuk menghentikan inflamasi yang terjadi, membatasi
infeksi agar tidak terjadi penyulit dan keadaan yang lebih berat.

a. Pengobatan Antibiotik
Teknik pengobatan endoftalmitis adalah memulai pemberian antibiotik
empiris yang sudah terbukti efektif terhadap mikroorganisme penyebabnya.
Antibiotik yang diberikan dapat berupa golongan Penisilin dan Sefalosporin
yang bekerja pada membran sel bakteri. Selain itu diberikan juga golongan
kloramfenikol dan aminoglikosida yang dapat menghambat sintesa protein
bakteri. Pasien dirawat di rumah sakit sekitar 3-5 hari untuk diberikan
antibiotik intravena. Terapi awal dapat diberikan berupa injeksi IV
Vancomicin 1g setiap 12 jam dan IV ceftadizime 1-2g setiap 8-12 jam. Jika
dengan pemeriksaan kultur didapatkan pasien terinfeksi bakteri Bacilus atau
bakteri anaerob lainnya, dapat direncanakan penambahan obat oral berupa
klindamisin 300 mg setiap 8 jam, amikacin 240 mg setiap 8 jam atau
gentamicin 80 mg setiap 8 jam.
b. Pengobatan Antifungal
20
Antifungal diberikan jika pasien tidak respon terhadap pemberian antibiotik
dosis tunggal ataupun kombinasi. Adanya faktor predisposisi infeksi jamur
berupa pasien datang dalam pengobatan antibiotik spektrum luas dlam
jangka waktu lama, penderita keganasan ataupun imunitas buruk (pasien
AIDS). Biasanya diberikan Flukonazol 50-400mg/kg/hari peroral atau IV.
c. Pengobatan kortikosteroid dan siklopegik
Terapi steroid diberikan untuk reaksi inflamasi disertai terbentuknya
eksudat, sehingga jaringan granulasi dapat berkurang. Efek steroid ini sangat
berguna karena dasar endoftalmitis adalah inflamasi yang terus berlanjut dan
akan mempengaruhi prognosi visus. Banyak penelitian yang menunjukkan
hasil memuaskan dengan pemberian Dexamethasone intravitreal dosis 0,4
mg dan 1 mg secara intraokular sebagai profilaksis kerusakan mata yang
lebih luas.
Pemberian siklopegik topikal berguna untuk mengurangi rasa nyeri,
menstabilkan aliran darah mata, dan mencegah terjadinya sinekia posterior.
d. Tindakan bedah
Pada kasus berat dan endoftalmitis post trauma dapat dilakukan vitrektomi
pars Plana yang bertujuan untuk mengeluarkan organisme beserta
produknya (toksi dan enzim proteolitik) yang ada dalam viterus dengan
menggunakan vitrectome. Selain itu dapat juga meningkatkan distribusi
antibiotik dan mengeluarkan membran siklitik yang terbentuk, dimana
membran ini berpotensi mengakibatkan ablasio retina.
Pemberian antibiotik empirik saat vitrektomi pars plana dapat dilakukan,
berupa injeksi intravitreal vancomicin 1mg/0,1ml dan ceftazidime 2,25
mg/0,1ml. jika ada benda asing, lakukan pengambilan benda asing
intraokular secara emergensi.

21
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang wanita berusia berusia 73 tahun datang dengan keluhan mata kanan
kabur sejak 1 minggu yang lalu. ± 2 bulan SMRS, pasien mengeluh mata kanan
kabur, pandangan mata terasa silau (+), dan pandangan berasap (+). Keluhan mata
tenang dengan kabur perlahan, pandangan silau, berasap merupakan gejala dari
katarak. Pasien memiliki riwayat operasi katarak pada mata kanan 2 bulan yang lalu
di RS daerah.
± 1 minggu yang lalu SMRS, pasien merasa pandangan mata kanan terasa
kabur dan silau, mata merah (+), nyeri pada mata (+), kelopak mata sulit dibuka (+),
dan pusing (-). Pada pasien ini didiagnosis mengalami endoftalmitis karena pasien
memiliki gejala-gejala subjektif endoftalmitis dan pada pemeriksaan luar mata,
funduskopi dan slitlamp juga ditemukan gejala objektif dari endoftalmitis seperti
edema palpebra, mix injeksi , hipopion, kekeruhan vitreus, dan refleks fundus
menurun pada mata kanan. Kekeruhan vitreus disebabkan oleh adanya fibrin. Vitreus
bertindak sebagai media yang sangat bagus bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri
sebagai benda asing, memicu suatu respon inflamasi. Masuknya produk-produk
inflamasi menyebabkan tingginya kerusakan pada rintangan okular-darah dan
peningkatan rekrutmen sel inflamasi. Pada pasien juga ditemukan adanya
peningkatan TIO. Hal ini disebabkan oleh massa supuratif yang tertumpuk di dalam
bola mata sehingga mengakibatkan hambatan pengaliran cairan aquous humor yang
menyebabkan TIO meningkat. Keluhan mata bengkak, kelopak mata merah, dan
nyeri pada bola mata merupakan suatu tanda inflamasi pada mata.

22
Endoftalmitis adalah peradangan berat yang terjadi pada seluruh jaringan
intraokular, yaitu retina dan koroid tanpa melibatkan sklera dan kapsul tenon.
Endoftalmitis dapat terjadi eksogen dan endogen. Penyebab terbanyak endoftalmitis
eksogen yaitu sekitar 60% terjadi setelah operasi intraokuler. Pada anamnesis,
didapatkan tanda dan gejala yang dialami pasien sesuai dengan tanda dan gejala
endoftalmitis yang tertulis dalam kepustakaan, yaitu palpebra bengkak dan merah,
konjungtiva kemosis, adanya mixed injeksi, kornea edema dan keruh, adanya
hipopion dan pus dalam COA, iris edema, badan kacah keruh, reflex fundus
menghilang, penglihatan menurun.

Pada kasus ini, pasien didiagnosa Endoftalmitis Eksogen karena pasien pasca
operasi katarak 2 bulan yang lalu, dimana sebagian besar kasus endoftalmitis eksogen
yaitu sekitar 60% terjadi setelah operasi intraocular. Selain itu gejala dan tanda
sistemik termasuk demam menggigil dan mual muntah riwayat penyakit sistemik,
alergi, riwayat trauma pada mata disangkal, jadi dapat menyingkirkan kemungkinan
endoftalmitis endogen ataupun endoftalmitis trauma. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan yang menyebutkan bahwa tanda dan gejala Endoftalmitis akut pasca
bedah katarak timbul pada minggu I – minggu IV pasca operasi.

Pemeriksaan penunjang yang penting adalah kultur cairan hipopion maupun


viterus. Penanganan untuk endoftalmitis adalah dengan terapi antibiotic, terapi
steroid (dengan hati-hati), dan terapi suportif. Untuk terapi antibiotik, diberikan
Moxifloxasin ED 1 tetes/ 1 jam OD adalah antibiotik golongan kuinolon yang
mempunyai daya antibiotik yang kuat untuk kuman baik gram negatif, gram positif,
dan kuman atipik. Sebagai terapi steroid, diberikan Prednisolon Acetate 1 tetes/ 2 jam
OD. Tujuan pemberian steroid adalah sebagai antiinflamasi. Diberikan SA 1% ED
3x1 tetes/hari OD. Atropin tetes mata berfungsi meredakan rasa nyeri dan membantu
proses pemulihan bagian mata yang meradang, kemudian ditambah anti nyeri Asam
Mefenamat 3x500mg diberikan ketika mata terasa nyeri. Terapi suportif Timolol
0,5% 2x1 diberikan untuk menurunkan TIO penderita.

Dengan terapi yang optimal sekalipun, endoftalmitis memiliki prognosis yang


buruk. Prognosis penderita endoftalmitis tergantung dari kondisi imunitas penderita,
durasi dari endoftalmitis, virulensi bakteri, jangka waktu infeksi sampai
penatalaksanaan. Pada kasus ini, prognosis pasien dubia ad malam karena mengingat

23
umur penderita yang sudah cukup tua, pada gejala klinis terdapat hipopion dan sudah
mengalami kebutaan.

DAFTAR PUSTAKA

Callegan MC, Elenbert M, Parke DW. Bacterial endophthalmitis: Epidemiology,


therapeutics, and bacterialhost interactions. Clin Microbiol Rev 2002;15:1:111-24
Hanscom TA. Postoperative edophthalmitis. Clin Infect Dis 2004; 38:4:542-6.
Jackson TL, Eykyn SJ, Graham EM, Stanford MR. Endogenous bacterial endophtalmitis:
a 17-year prospective series and review of 267 reported cases. Survey of
ophthalmology. 2003;48(4):403-23.
Miller JJ,Scott IU, Flynn HW. Endophthalmitis caused by Streptococcus pneumoniae. Am
J Ophtalmol 2004; 138:2:231-6.
Olver J, Cassidy L, Jutley G, Crawley L. Ophtalmology at a Glance: John Wiley & Sons;
2014.
Packer M, dkk. Prevention, Diagnosis, and Management of Acute Postoperative Bacterial
Endophthalmitis. J Cataract Refract Surg. 2011:37; 1699-1714.
Rao N, Cousins S, Forster D, Meisler D, Opremcap E, Turgeon P. Intraocular
inflammation and uveitis. Basic and Clinical Science Course (San Francisco:
American Academy of Ophthalmology, 1997-1998), Section. 1997;9:57-80.
Riordan-Eva P, Whitcher J. Vaughan & Asbury’s. General Ophthalmology: Wiley Online
Library; 2008.
Sadiq MA, dkk. Endogenous Endophthalmitis: Diagnosis, Management, and Prognosis.
Journal of Ophtalmic Inflammation and Infection. 2015:5(32);
1-11.
Sidarta I. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke 4, cetakan ke 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012

24
Smith SR, Kroll AJ, Lou PL, Ryan EA. Endogenousbacterial and fungal endophthalmitis.
Int Ophthalmol Clin 2007;47(2):173-83.
Veselinović D, Veselinović A. Endopthalmitis. Acta Medica Medianae. 2009;48(1):56-62.

LAMPIRAN

Gambar 1

Gambar 2

25
Gambar 3

26

Anda mungkin juga menyukai