Anda di halaman 1dari 2

Socrates tidak pernah menuliskan ajaran filosofisnya.

Aristhopanes bahkan mengaktakan


bahwa Socrates tidak pernah mengajarkan berfilosofi, melainkan hidup berfilosofi.
Tujuan filosofi Socrates adalah mencari kebenaran yang berlaku selama-lamanya. Berbeda
halnya dengan par sofis pada saat itu yang beranggapan dan subyektif dan harus dihadapi
dengan pendirian yang skeptis. Socrates berpendapat, bahwa kebenaran itu tetap dan harus
dicari.
Dalam mencari kebenaran Socrates tidak selalu berfikir sendiri melainkan dengan cara dialog
dan tanya jawab dengan orang lain. Menurutnya ada kebenaran objektif, yang tidak
bergantung pada saya atau pada kita. Orang yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai
lawannya, melainkan sebagai kawan yang diajak bersama-sama mencari kebenaran.
Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan bercakap itu sendiri. Ia tidak mengajarkan, melainkan
menolong mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Sebab itu metodenya
disebut maieutik tekhne (teknik kebidanan). Metode tersebut diperoleh dengan percakapan
(konservasi). Dari situlah dia melihat kebenaran-kebenaran individual yang bersifat universal.
Dalam dialog, Sokrates melibatkan diri secara aktif dalam memanfaatkan argumentasi
rasional dengan analisis yang jelas atas klasifikasi, keyakinan dan opini yang melahirkan
kebenaran. Percakapan kritis ala Sokrates bisa membimbing manusia untuk bisa memilah dan
menemukan kebenaran yang sesungguhnya.

Metode percakapan kritis yang dilakukan Sokrates juga disebut dengan metode dialektis.
Sementara yang lain, beranggapan bahwa metode dialektis bisa disebut dengan metode
interogasi.

METODE SILOGISME DEDUKTIF


Metode ini dikembangkan oleh Aristoteles. Aristoteles menyatakan bahwa ada dua metode
yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan yang benar, yaitu metode induktif dan
deduktif. Induksi adalah cara menarik kesimpulan yang bersifat umum dari hal yang khusus.
Deduksi adalah cara menarik kesimpulan berdasarkan dua kebenaran yang pasti dan tak
diragukan lagi. Induksi berawal dari pengamatan dan pengetahuan inderawi. Sementara,
deduksi terlepas dari pengamatan dan pengetahuan inderawi.
Aristoteles dalam filsafat Barat dikenal sebagai Bapak Logika Barat. Logika adalah salah satu
karya filsafat besar yang dihasilkan oleh Aristoteles.
Sebenarnya, Logika tidak pernah digunakan oleh Aristoteles. Logika dimanfaatkan untuk
meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi-proposisi yang benar, yang dipakainya
istilah analitika. Adapun untuk meneliti argumentasi-argumentasi yang bertolak dari
proposisi-proposisi yang diragukan kebenarannya, dipakainya istilah dialektika.
Inti logika adalah silogisme. Silogisme adalah alat dan mekanisme penalaran untuk menarik
kesimpulan yang benar berdasarkan premis-premis yang benar adalah bentuk formal
penalaran deduktif. Deduksi, menurut Aristoteles, adalah metode terbaik untuk memperoleh
kesimpulan untuk meraih pengetahuan dan kebenaran baru. Itulah metode silogisme deduktif.
Silogisme adalah bentuk formal deduksi. Silogisme mempunyai tiga proposisi. Proposisi
pertama dan kedua disebut premis. Proposisi ketiga disebut kesimpulan yang ditarik dari
proposisi pertama dan kedua. Tiap proposisi mempunyai dua term. Maka, setiap silogisme
mempunyai enam term. Karena setiap term dalam satu silogisme biasa disebut dua kali, maka
dalam setiap silogisme hanya mempunyai tiga term. Apabila proposisi yang ketiga disebut
kesimpulan, maka dalam proposisi yangketiga terdapat dua term dari ketiga term yang
disebut tadi. Yang menjadi subjek konklusi disebut term minor. Predikat kesimpulan disebut
term mayor. Term yang terdapat pada dua proposisi disebut term tengah.
Pola dan sistematika penalaran silogisme-deduktif adalah penetapan kebenaran universal
kemudian menjabarkannya pada hal yang lebih khusus.

Keutamaan/kebajikan adalah pengetahuan


Baik dan buruk dikaitkan dengan soal pengetahuan, juga dengan kemauan manusia. Oleh karena itu
menurut Socrates tidak mungkin orang yang berpengetahuan dengan sengaja melakukan hal yang salah.
Kalau orang berbuat salah, hal itu disebabkan karena ia tidak berpengetahuan, tapi ia keliru.

Socrates bertanya pada mahasiswanya


’’pengetahuan itu apa? Mahasiswa itu akan menjawab ilmu pasti, ilmu perbintangan dan lain
sebagainya. Socrates menyela,’bukan itu yang kumaksud akan tetapi adalah pengertian dari
pengetahuan? Maka mahasiswa itu akan menjawab lagi’’pengetahuan adalah penglihatan,
sebab apa yang saya lihat merupakan pengetahuan yang saya dapatkan’

Anda mungkin juga menyukai