LP SNH Fix Wahyu
LP SNH Fix Wahyu
OLEH :
NIM : P07120216079
SEMESTER V
3. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visual
spasial dan kehilangan sensori.
Tanda dan gejala yang muncul sangat bergnatung kepada bagian/daerah otak mana yang
terkena dan dapat mempengaruhi terhadap :
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan
penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
C. Klasifikasi
Stroke non hemoragik dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinis dan proses patologis
(kausal).
1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Transient Ischemic Attack (TIA) atau Serangan Iskemik Sepintas
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak sepintas
dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih dari 24 jam.
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) atau Defisit Neurologik Iskemik Sepintas
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3 minggu
c. Stroke in Evolution/Progressive Stroke atau Stroke Progresif
Stroke in evolution adalah defisit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampe
bbrpa hari
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran
darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam
sampai beberapa hari.
e. Completed Stroke/Permanent Stroke atau Stroke Komplit
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan
peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa memburuk lagi.
G. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah :
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
H. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop. Pemberian ini diharapkan
mencegah peristiwa trombolitik / emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi
dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat
tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis
atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai
berikut :
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan
adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan
jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk
menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6. Pengkajian Fokus:
a. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis,
hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia dan
hipertensi arterial.
c. Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan
diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi
kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan serta dysphagia.
f. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan berbagai
tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.
Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan
kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan
orientasi.
j. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
7. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CMC → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai penurunan abnormal aktifitas
psikomotor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu ingin tidur → dirangsang
bangun lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
a) Spontan (4)
b) Dengan perintah (3)
c) Dengan nyeri (2)
d) Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
a) Berorientasi (5)
b) Bicara membingungkan (4)
c) Kata-kata tidak tepat (3)
d) Suara tidak dapat dimengerti (2)
e) Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
a) Dengan perintah (6)
b) Melokalisasi nyeri (5)
c) Menarik area yang nyeri (4)
d) Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
e) Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
f) Tidak berespon (1)
8. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal,
dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan
yang tidak begitu nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari
serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari
girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.
Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya),
seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah terjadi
pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum
terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit
katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh
emosi yang labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk dan
mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi
yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan,
perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia
global, afasia, dan mudah frustrasi.
9. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-XII :
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua
atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah
ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
10. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
yang berlawanan dari otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
11. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual.
12. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh
sampai kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan otot dinyatakan dengan
menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam posisi
duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan
menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
4 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
1) Reflek Fisiologis
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih dari 300.
tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan
reflek hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari
lutut.
b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan lengan bawah
ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa ditempat kan pada tendon m.bisep
(diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada
kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi,
hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan dengan reflek hamer
(tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon yang normal
adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan
hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot
– otot bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan reflek ini kaki
yang diperiksa diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral lateral.tendon
achiles dipukul dengan reflek hamer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi
kaki.
e) Reflek Superfisial
(1) Reflek kulit perut
(2) Reflek kremeaster
(3) Reflek kornea
(4) Reflek bulbokavernosus
(5) Reflek plantar
2) Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada penyakit traktus
kortikospital.
b) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan
pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain di dada
klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien di
fleksikan kedada secara pasif. Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada
sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit tibia ekstensi
lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang Mischiadicus.
B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke
otak
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
3. Resiko dekubitus berhubungan dengan imobilitas fisik
4. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kemampuan otot, kelemahan otot atau
perubahan ketajaman penglihatan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi nervus hipoglosus
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi otot facial/oral
7. Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nervus vagus atau hilangnya
refluks muntah
C. Intervensi Keperawatan
Refluks nasal Reflek menelan sesuai dengan banyak (mis., lebih besar drai 250cc pada
Tersedak sebelum menelan waktunya selang makanan atau lebih besar 100cc
Mempertahankan posisi kepala
Tahap Kedua : Faring pada selang PEG)
dan batang tubuh netral Hindari pemberian cairan atau penggunaan
Abnormalitas fase faring pada
Penerimaan makanan zat yang kental
pemeriksaan menelan Mempelajari temuan [akan] Potong makanan menjadi potongan-
Batuk menelan potongan kecil
Peruahan kualitas suara
Deman dengan etiologi tidak jelas Haluskan obat-obatan dalam bentuk pil
Tersedak
Gangguan posisi kepala Batuk seelum pemberian
Muntah Terapi Menelan
Infeksi paru berulang Jelaskan rasionalislatihan menelan ini
Peningkatan usaha menelan
Keterlambatan berulang Refluks lambung kepada pasien atau keluarga
Tidak nyaman dengan menelan Bantu pasien untuk duduk tegak (sebisa
Ketidakadekuatan elevasi laring
mungkin mendekati 900) untuk
Menelan berulang
makan/latihan makan
Menolak makanan
Bantu pasien untuk memposisikan kepala
Muntah fleksi menhadap kedepan sebagai persiapan
Refluks nasal menelan (dagu dilipa).
Suara seperti kumur Bantu pasien untuk berada pada posisi
Chang, Ester . 2010 . Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2 Penerbit Jakarta:
EGC
Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2016. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi 2015 – 2017. Jakarta:
EGC
Gloria, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Amerika: Elsevier
Mosby
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis &
NANDA NIC – NOC. Yogyakarta: Mediaction
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis &
NANDA NIC – NOC Edisi revisi jilid 3. Yogyakarta: Mediaction
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth .
Jakarta : E G C.