Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan karunia dan hidayah-Nya kami dapat

menyelesaikan makalah ini dan dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa

terlimpah-curahkan kepada seorang reformis sejati,pembawa risalah suci yakni Nabi Muhammad SAW

yang telah membawa umat manusia keluar dari kubangan lumpur jahiliyah menuju jalan yang diridhai

oleh Allah SWT.

Terwujudnya makalah ini tidak terlepas dari bimbingan yang telah di berikan oleh beberapa pihak,

termasuk dari dosen pengampu Mata Kuliah Ahli Sunnah Wal Jamaah, MUKHYIDDIN, S.Pd., M.Pd.

Akhirnya kepada Allah SWT kami serahkan segalanya serta panjatkan doa semoga amal kebajikan

mereka diterima di sisi-Nya, serta diberikan pahala yang berlipat ganda sesuai dengan amal perbuatannya.

Tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan kami berharap semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kami khususnya, serta bagi setiap pembaca pada umumnya.

Jepara, 29 September 2018

Penyusun.

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... 1

KATA PENGANTAR....................................................................................... 1

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang...................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah................................................................................. 3

C. Tujuan Penulisan................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Perjalanan dan Arti Lambang NU periode 1926 – 1942 ..................................................... 6

B. Perjalanan dan Arti Lambang NU periode 1942 – 1945 ................................................................

C. Perjalanan dan Arti Lambang NU periode 1945 – 1952 ...................................................... 7

D. Perjalanan dan Arti Lambang NU periode 1952 – 1973 ................................... 7

E. Perjalanan dan Arti Lambang NU periode 1973 – 1984................................... 8

F. Perjalanan dan Arti Lambang NU periode 1984 – 1998...................................

G. Perjalanan dan Arti Lambang NU periode 1998 – 2004 ...................................

H. Arti Lambang NU

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 11

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nahdlatul Ulama berdiri pada 16 rajab 1344 H yang bertepatan dengan 31 januari 1926 M. NU didirikan
sebagai wadah organisasi para kyai pesantren untuk perjuangan Islam Ahlussunah wal Jama’ah. NU
didirikan bukan oleh satu-dua orang saja. NU didirikan tidak secara instan begitu saja, tapi melalui proses
yang yang panjang. NU didirikan berdasarkan kesepakan para kyai pesantren saat itu. Para kyai, dalam
pendirian NU, mempunyai peranannya masing-masing.

NU mengikuti pendirian bahwa, Islam adalah agama yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala
kebaikan yang sudah dimiliki manusia. Faham keagamaan yang dianut oleh NU bersifat menyempurnakan
nilai nilai yang baik yang sudah ada dan menjadi cirri cirri suatu kelompok manusia, seperti suku maupun
bangsa dan tidak bertujuan menghapus nilai nilai tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:

1. Bagaimana perjalanan NU dari periode ke periode ?

2. Apa makna lambang NU?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Dapat megetahui perjalanan NU dari periode ke periode

2. Dapat mengetahui arti lambang NU

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perjalanan NU dari 1926-1942

Berdiri di Surabaya atas nama perkumpulan para ulama. Pada masa ini perjuangan dititik-beratkan
pada penguatan paham Ahlusunnah wal Jamaah terhadap serangan penganut ajaran Wahabi. Di antara
program kerjanya adalah menyeleksi kitab-kitab yang sesuai/tidak sesuai dengan ajaran Ahlusunnal wal
Jamaah. Di samping melakukan penguatan persatuan di antara para kyai dan pengasuh pesantren.

Pada tahun 1937, empat orang tokoh pergerakan Islam berkumpul di Surabaya untuk mendirikan
federasi organisasi Islam. Mereka adalah K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan K.H. Dahlan Ahyad
(keduanya dari NU), K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah)dan Wondoamiseno (syarikat Islam). Pertemuan
menyepakati berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia, disingkat MIAI.

Selain K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan K.H. Dahlan Ahyad yang tercatat sebagai salah seorang
pendiri MIAI, dalam perjalanan selanjutnya K.H. A. Wahid Hasyim terpilih sebagai Ketua Dewan MIAI
jabatan tertinggi yang ada dalam organisasi itu. Ketika putera Hadratus Syeikh K.H.M. Hasyim Asy’ari
itu mengundurkan diri, posisinya digantikan oleh K.H. M. Dahlan, yang juga tokoh NU.

Selain mereka, terdapat juga nama K.H. Zainul Arifin, yang menjabat Ketua Komisi Pemberantas
Penghinaan Islam dan K.H. Machfudz Shiddiq dalam Komisi Luar Negeri MIAI. Peranan para tokoh NU
sangat dominan dalam menentukan perjalanan MIAI.

Namun ketika Jepang datang (maret 1942), semua organisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi
politik di Indonesi debekukan. Termasuk NU dan MIAI. Bahkan Rais Akbar NU K.H.M.Hasyim Asy’ari
dan Ketua Umum PBNU K.H. Machfudz Shiddiq ditahan oleh Jepang.

B. Perjalanan NU dari 1942-1945

Ketika ormas-ormas dibekukan oleh Dai Nippon, perjuangan para Kiai NU difokuskan melalui jalur
diplomasi. Tahun 1942, K.H. A. Wahid Hasyim dan beberapa kiai lain masuk sebagai anggota Chuo
Sang-in (parlemen buatan Jepang).

Lewat parlemen itu pula K.H. A.Wahid Hasyim meminta agar pemerintahan balatentara Jepang
mengijinkan NU dan Muhammadiyah diaktifkan kembali. Pada bulan September 1943, permintaan itu
baru dikabulkan. NU dan Muhammadiyah bisa beraktifitas kembali seperti di masa penjajahan Belanda.

Perjuangan diplomasi terus ditingkatkan. Pada akhir Oktober 1943, atas prakarsa NU dan
Muhammadiyah pula, didirikan wadah perjuangan baru bagi umat Islam Indonesia bernama Majelis Syuro
Muslimin Indonesia, disingkat MASYUMI, dengan K.H. A. Hasyim Asy’ari sebagai pemimpin
tertingginya. Sedangkan K.H. A Wahid Hasyim duduk sebagai wakilnya. Masyumi adalah kelanjutan dari
MIAI yang dibubarkan oleh balatentara Jepang.

Ketika pemerintahan balatentara Jepang meminta para pemuda Islam Indonesia bergabung menjadi
prajurit pembantu tentara Jepang (Heiho), K.H. A. Wahid hasyim atas nama pemimpin Masyumi, justru
meminta agar Jepang melatih kemiliteran pemuda Islam secara khusus dan terpisah. Pada 14 Oktober
1944, permintaan itu dikabulkan dengan dibentuknya Hizbullah. Mereka dilatih kemiliteran oleh para
komandan PETA dengan pengawasan prajurit Jepang. Bertindak sebagai Panglima Tertinggi Hizbullah
adalah K.H. Zainul Arifin dari NU.

Sejak itu pesantren-pesantren berubah menjadi markas pelatihan Hizbullah. Para santri menjadi
prajurit dan para gus (putra kiai) menjadi komandannya. Sedangkan para kiai sebagai penasehat spiritual
sekaligus penentu kebijakannya.

Sementara di bidang politik, selain aktif dalam pucuk pemimpinan Masyumi, K.H. A. Wahid Hasyim
juga duduk sebagai pemimpin tertinggi Shumubu (Departemen Agama), menggantikan K.H. M. Hasyim
Asy’ari yang berhalangan untuk berkantor di Jakarta.

4
C. Perjalanan NU dari 1945-1952

Ketika badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibentuk pada 29 April
1945, K.H. A. Wahid Hasyim duduk sebagai salah seorang anggotanya. Begitu juga dengan K.H. A.
Wahab Hasbullah, K.H. Masykur dan K.H. Zainul Arifin. K.H. A. Wahid Hasyim bergabung sebagai
anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ia juga tercatat sebagai salah seorang perumus
dasar negara dan turut serta sebagai penanda tangan Piagam Jakarta, bersama delapan orang lainnya.

Di saat Belanda datang lagi dengan membonceng tentara sekutu sambil mengaltimatum agar pejuang
Indonesia menyerah, NU mengeluarkan Fatwa Jihad pada 22 Oktober 1945. Fatwa yang dikenal dengan
Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama itu mampu membakar semangat perjuangan kaum muslimin. Mereka
tidak gentar menghadapi kematian, karena perang tersebut dihukumi Perang Sabil (perang agama).

Setelah Indonesia merdeka, banyak tokoh NU menduduki jabatan penting dalam pemerintahan.

1. Dalam Kabinet Presidentil (2 September 1945 ), K.H. A. Wahid Hasyim duduk sebagai Menteri
Negara.

2. Dalam Kabinet Syahrir III (2 Oktober 1946) K.H. Faturrahman Kafrawi duduk sebagai Menteri
Agama dan K.H. A. Wahid Hasyim sebagai salah seorang Menteri Negara.

3. Dalam Kabinet Amir Syarifuddin II (1947) K.H. Masjkur sebagai Menteri Agama.

4. Dalam Kabinet Hatta I, Kabinet Hatta II dan Kabinet Susanto (1948-1949), K.H. Masjkur sebagai
Menteri Agma.

5. Dalam Kabinet RIS (20 September 1949-3 April 1952), K.H. A. Wahid Hasyim sebagai Menteri
Agama.

Sementara dalam dunia kemiliteran, sejak tahun 1947 seluruh lasykar dibubarkan pemerintahan,
digabung menjadi satu dalam wadah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Banyak tokoh NU yang telah
lama aktif dalam Hizbullah bergabung ke dalam TNI. Mereka turut memperkuat barisan angkatan perang
yang baru lahir itu.

D. Perjalanan NU dari 1952-1973

Lewat Muktamar NU ke-19 di palembang pada 1952, NU menjadi partai politik sendiri, setelah sekian
lama bergabung dalam Masyumi. Kekuatan NU yang sebelumnya tidak diperhitungkan, ternyata muncul
sebagai kekuatan sangat besar. Dalam pemilu pertama 1955, partai NU menduduki peringkat ketiga
setelah PNI dan Masyumi.

Banyak tokoh NU menduduki posisi penting dalam pemerintahan.

1. Dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo I, K.H. Zainul Arifin sebagai Wakil Perdana Menteri, K.H.
Masjkur sebagai Menteri Agama dan Muhammad Hanafiah sebagai menteri Agraria.

2. Dalam Kabinet Burhanuddin Harahap, Sunaryo, SH menjadi Menteri Dalam Negri dan K.H. M. Ilyas
sebagai Menteri Agama.

3. Dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo II, DR. K.H. Idham Chalid sebagai Wakil Perdana Menteri,
Sunaryo, SH sebagai Menteri Dalam Negeri, Mr Burhanuddin sebagai Menteri Perekonomian, K.H.
Fattah Yasin sebagai Menteri Sosial dan K.H. Ilyas sebagai Menteri Agama.

4. Dalam Kabinet Karya, DR. K.H. Idham Chalid sebagai Wakil Perdana Menteri, Prof. Drs. Sunarjo
sebagai Menteri Perekonomian yang kemudian digantikan oleh Drs Rahmat Mulyomiseno, K.H. M. Ilyas
sebagai Menteri Agama dan Sunaryo, SH sebagai Menteri Agraria.

5. Dalam Kabinet Kerja, K.H. A. Wahib Wahab sebagai Menteri Agama, kemudian digantikan oleh
K.H. Saaifuddin Zuhri. K.H. Mohammad Hasan sebagai Menteri PPP.

5
6. Dalam Kabinet Dwikora, DR. K.H. Idham Chalid sebagai Menko Kesra, K.H. Saifuddin Zuhri
sebagai Menteri Agama, K.H. Fattah Yasin sebagai Menteri Penghubung Alim Ulam, yang kemudian
digantikan oleh K.H. Ilyas, H. Aminuddin Aziz sebagai Menteri Negara.

7. Dalam Kabinet Ampera, DR. K.H. Idham Chalid sebagai Menko Kesra dan K.H. Saifuddin Zuhri
sebagai Menteri Agama.

8. Dalam Kabinet Pembangunan I, K.H. M. Dahlan sebagai Menteri Agama dan DR. K.H. Idham Chalid
sebagai Menko Kesra.

Selain berkiprah dalam pemerintahan, pada masa ini banyak pula tokoh NU yang menduduki posisi
pimpinan dalam Lembaga Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara. Mereka adalah:

1. K.H. Zainul Arifin, menjadi ketua DPR-GR (1962-1963).

2. H.M. Subchan ZE, Wakil Ketua MPRS (1966-1971).

3. K.H. A. Syaichu, ketua DPR-GR (1966-1971).

4. DR. K.H. Idham Chalid, ketua MPR-DPR RI (1971-1978).

Di samping banyak tokoh NU menempati posisi strategis dalam Kabinet, Lembaga Tertinggi dan
Lembaga Tinggi Negara, banyak pula yang diangkat sebagai Duta Besar RI di luar Negara.

E. Perjalanan NU dari 1973-1984

Sejak tahun 1973, Pemerintahan Orde Baru “menerbitkan” partai-partai peserta pemilu. Dari 10 partai
peserta pemilu 1971, disederhanakan menjadi dua partai: partai yang berazas nasionalis dilebur ke dalam
Partai Demokasi Indonesia (PDI), sedangkan partai-partaiyang berazas Islam dilebur menjadi Partai
Persatuan Pembangunan (PPP). Partai NU tidak diakui lagi, dan diharuskan melebur kedalam PPP.
Sedangkan Golongan Karya (Golkar), tidak diakui sebagai partai, tapi diperbolehkan sebagai salah satu
kontestan pemilu.

Pada masa ini para tokoh NU “dibersihkan” dari pemerintahan. Bahkan Menteri Agama yang sejak awal
menjadi langgangan tetap NU pun diberikan pada orang lain. Para tokoh NU juga dikikis habis dari
berbagai jabatan di pemerintahan. Hanya dua orang yang diberi posisi penting, yaitu K.H. Masjkur
sebagai Wakil Ketua MPR-DPR RI (1977-1983) dan DR. K.H. Idham Chalid sebagai Ketua Dewan
Pertimbangan Agung (1977-1982).

Dalam kancah politik maupun pemerintahan, para tokoh NU benar-benar dipinggirkan oleh Pemerintahan
Orde Baru yang didukung penuh oleh TNI dan Polri. Dalam dua kali pemilu (1977-1982) banyak tokoh
NU masuk penjara dengan aneka macam tuduhan. Sebagai dampak langsung dari sikap represif
pemerintah kala itu, banyak Cabang NU beserta Badan Otonomnya di daerah tidak aktif. Pengurusnya
ketakutan.

F. Perjalanan NU dari 1984-1998

Lewat Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada 1984, NU memasuki babak baru. Setelah matang
melintang dalam dunia politik praktis selama 32 tahun, akhirnya NU kembali ke jati dirinya seperti saat
didirikan pada tahun 1926. Peristiwa itu dikenal dengan istilah kembali ke Khittah 1926.NU telah lepas
dari politik praktis dan kembali ke jam’iyah diniyah (organisasi keagamaan) yang mengurusi dakwah dan
pendidikan.

Dalam dua kali pemuli kemudian (1987-1992), banyak tokoh NU tampil sebagai otor penggembosan PPP.
Elain karena faktor pribadi, aksi itu terjadi sebagai ekses dari campuran tangan Pemerintah Orde Baru
pada partai politik yang begitu mendalam. Amat terasa adanya unsur adu domba antara Kelompok NU
dan MI dalam tubuh PPP. Akibat dari aksi besar-besaran it, PPP benar-benar gembos. Perolehan suaranya
merosot tajam.

Sementara itu NU mulai sibuk kembali membenahi sekolah-sekolah dan rumah sakitnya yang telah lama
terabaikan. Pangajian-pengajian mulai masuk ke unit-unit pemerintahan. Hubungan ke pemerintah yang
6
telah sekian lama terputus dirajut kembali sedikit demi sedikit. Satu persatu cabang dan ranting yang mati
dihidupkan kembali.

Di sisi lain, nama NU semakin dikenal di luar negeri. Beberapa kali Ketua Umum PBNU K.H.
Abdurrahman Wahid mendapatkan penghargaan. Bahkan untuk yang pertama kalinya Ketua Umum
PBNU terpilih sebagai salah satu Presiden Agama-agama di Dunia (WCRP).

G. Perjalanan NU dari 1998-2004

Ketika terjadi euforia pasca jatuhnya Presiden Suharto dan terbukanya Orde Reformasi dalam dunia
politik (1998), NU kembali mesuk ke dalam kancah politik praktis. PBNU memfasilitasi berdirinya Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) pada 23 Juli 1998. Mau tak mau partai baru ini menyeret NU ke dalam
permainan politik lagi.

Untuk pertama kalinya, Ketua Umum PBNU K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), terpilih sebagai
Presiden Republik Indonesia keempat, 1999. Mau tak mau naiknya Gus Dur sebagai presiden membawa
dampak psikoogis bagi NU. Euforia kemenangan masuk ke berbagai lini. Banyak tokoh NU yang semula
terpinggirkan kembali masuk ke pemerintahan.

Namun ketika Gus Dur dijatuhkan lewat impeachment DPR pada 2003, dampaknya juga sangat dirasakan
oleh NU dan PKB. Posisi NU terasa goyang dimana-mana. Meski Wakil Presiden dijabata oleh Hamzah
Haz yang juga orang NU, namun tetap tidak banyak memberikan perubahan. Posisi itu semakin
diperburuk dengan gonjang-ganjing dalam tubuh PKB. Bahkan akhirnya partai itu terbelah menjadi dua.

H. Perjalanan NU dari 2004-sekarang

Lewat muktamarnya yang ke-31 di Donohudan, Solo pada 2004, NU meneguhkan kembali jati dirinya
untuk keluar dari politik praktis dan kembali ke jalan Khitta sebagaimana yang pernah diputuskan dalam
Muktamar ke-27 di Situbundo pada 1948. Perjuangan NU lebih difokuskan pada peningkatan kualitas
pendidikan, ekonomi, dan dakwah. Sementara dalam politik praktis NU menjaga jarak yang sama
terhadap semua partai politik.

Pada masa ini nama NU semakin dikenal di luar negeri. Bahkan telah membuka Pengurus Cabang
Istimewa (PCI) di beberapa negara. Tak kurang dari PCI Amerika, Australia, Inggris, Jepang, Saudi
Arabia, Sudan, Mesir, dan lain sebagainya, telah didirikan. Sedikit demi sedikit para mahasiswa NU
dikirim untuk belajar ke luar negeri, dengan biaya atau fasilitas dari PBNU.

Pada tahun 2004 NU memprakarsai berdirinya International Conference of Islamic Schoolars (ICIS,
Konferensi International Cendekiawan Islam) di Jakarta. ICIS adalah sebuah organisasi Islam yang
beranggotakan ulama-ulama moderat sedunia. Lewat ICIS itu pula nama Nahdlatul Ulama semakin
dikenal di pentas dunia sebagai pelopor gerakan Islam moderat, hingga sekarang.

7
I. Makna Lambang NU

Arti Lambang

a. Gambar bola dunia

melambangkan tempat hidup, tempat berjuang, dan beramal di dunia ini dan melambangkan pula bahwa
asal kejadian manusia itu dari tanah dan akan kembali ke tanah.

b. Gambar peta pada bola dunia merupakan peta Indonesia

melambangkan bahwa Nahdlatul Ulama dilahirkan di Indonesia dan berjuang untuk kejayaan Negara
Republik Indonesia.

c. Tali yang tersimpul

melambangkan persatuan yang kokoh, kuat;

Dua ikatan di bawahnya merupakan lambing hubungan antar sesama manusia dengan Tuhan;

Jumlah untaian tali sebanyak 99 buah melambangkan Asmaul Husna.

d. Sembilan bintang yang terdiri dari lima bintang di atas garis katulistiwa dengan sebuah bintang yang
paling besar terletak paling atas,

melambangkan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin umat manusia dan Rasulullah;

Empat buah bintang lainnya melambangkan kepemimpinan Khulaur Rasyidin yaitu Abu Bakar Ash
Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Empat bintang di garis katulisitiwa melambangkan empat madzab yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan
Hambali.

Jumlah bintang sebanyak 9 (sembilan) melambangkan sembilan wali penyebar agama Islam di pulau
Jawa.

e. Tulisan Arab “Nahdlatul Ulama”

menunjukkan nama dari organisasi yang berarti kebangkitan ulama. Tulisan Arab ini juga dijelaskan
dengan tulisan NU dengan huruf latin sebagai singkatan Nahdlatul Ulama.

f. Warna hijau dan putih

warna hijau melambangkan kesuburan tanah air Indonesia dan warna putih melambangkan kesucian.

8
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

Bebicara tentang Nahdlatul Ulama tidak lengkap rasanya bila kita mengulas dan mengulang kisah
perjuangan para kyai di dalamnya. Pada masanya hingga kini peran kyai sangatlah luas. Bahkan pengaruh
kyai di masyarakat masih dirasa sangat kuat, terlepas dari pro dan kontra masalah kyai di bidang politik,
kekuasaan dan negara. Ini bermula dari salah satu pesantren yang ada di jawa timur yaitu pesantren
Tebuireng yang dipimpin oleh KH Hasyim Asy’Ari. Sampai berdirinya organisasi besar di Indonesia
seperti Nahdlatul Ulama’.

Meskipun NU hadir dan mengembangkan ajaran ortodoksi yang ada, namun pembentukan terkait dengan
perkembangan Islam modern di Indonesia juga di rasakan dalam pembangunan dan perjalanan NU. Islam
di Indonesia yang dihadapkan kolonialisme Belanda dalam kurun waktu yang panjang dipengaruhi oleh
perkembagan islam di saudi Arabia pada awal abad 20.[2] Muncul gerakan wahhabi atau pemurnian
Islam, namun islam di Indonesia mau tidak mau harus mengalami reformasi agar bisa bangkit dari
ketertinggalan dan keterpu rukan yang ada sehingga hadirlah organisasi Muhammadiyah sebagai gerakan
reformasi Islam yang mengangkat kembali Islam dari keterpurukan dan keterbelakangan.

Pemikiran NU lebih cenderung mengikuti madzhab imam syaf’i, kekuatan NU Sebenarnya tidak terletak
pada kekuatan politiknya tetapi terletak di dua lembaga ini, yaitu pesantren dan tarekat atau dengan kata
lain berarti kekuatan NU terbangun dan di pusatkan pada kepemimpinan kyai dalam dua lembaga ini.
Mari kita lihat berbagai tarekat dengan jumlah pengikut yang tidak bisa di golongkan sedikit, semua
tarekat yang ada semua berpusat dan tunduk pada karisma dan kebesaran sosok sang kyai. Seolah-olah
tidak dapat menolak dan patuh sepatuh-patuhnya pada kyai meraka.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://roiszainuri.blogspot.com/2016/04/perjalanan-nu.html

http://nubagorkulon.blogspot.com/2016/09/lambang-nu-dan-maknanya.html

10

Anda mungkin juga menyukai