Anda di halaman 1dari 3

Pancasila Era Orde Lama (5 Juli 1959 – 11 Maret 1996)

Kedudukan pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa yang


pernah dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar untuk pertama
kalinya pada akhir dua dasa warsa setelah proklamasi kemerdekaan. Meredupnya
sinar api pancasila sebagai tuntunan hidup berbangsa dan bernegara bagi jutaan
orang diawali oleh kahendak seorang kepala pemerintahan yang terlalu gandrung
pada persatuan dan kesatuan. Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk
membangun kekuasaan yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang
dapat menyelesaikan sebuah revolusi perjuangan melawan penjajah (nekolim,
neokolonialisme) serta ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan bangsa atas
bangsa dan penghisapan manusia dengan manusia.
Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku
demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden
Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi
terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak
sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal
menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetu.
Pokok-pokok demokrasi terpimpin (22 April 1959) :
1. Demokrasi terpimpin bukan diktator.
2. Demokrasi terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan
kemasyarakatan , bidang, dan sosial.
3. Demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian
dan dasar hidup bangsa Indonesia.
4. Inti dari pimpinan adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan.
5. Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan membangun.
6. Demokrasi terpimpin adalah alat dan bukan tujuan.
Dalam kurun waktu ini sistem pemerintahan yang diterapkan adalah sistem
pemerintahan presidensiil, diawali dengan dikeluarkannya dekrit presiden 5 juli
1959. Dekrit ini terdiri dari dua bagian:

1. Bagian konsideran, yaitu pertimbangan-pertimbangan atau aiasan-alasan


yang dipakai sebelum memutuskan sesuatu yaitu:
o Bahwa anjuran Presiden atas nama pemerintah untukkembalikeUUD
1945 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante.
o Bahwa berhubungan dengan adanya pernyataan terbesar anggota-
anggota Konstituante tidak menghadiri sidang, maka Konstituante tidak
mungkin lagi menyelesaikan tugasnya.
o Bahwa hat demikian ini dapat menimbulkan keadaan ketatanegaraan
yang membahayakah persatuan dan keselamatan negara dan
sebagainya.
o Bahwa negara dengan dukungan dari sebagian besar rakyat Indonesia
dan didorong oleh
keyakinan kami sendiri, kami (Presiden) terpaksa menempuh satu-
satunya jalan untuk \ menyelamatkah negara Proklamasi. ‘
o Bahwa kami (Presiden) berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal
22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu rangkaian
kesatuan konstitusi tersebut.
2. Bagian Diktum, yaitu keputusan yang diambil sebagai hasil kesimpulan dari
pertimbangan- pertimbangan tersebut yaitu:
o Menetapkan perubahan Konstituante.
o Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
o Menetapkan tidak berlakunya lagi UUDS
o Akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnya pembentukan
MPRS yang terdiri atas anggota DPR ditambah utusan daerah dan
golongan-golongan.
o Akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnya pembentukan
DPAS.

Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam kurun waktu ini antara lain


sebagai berikut:

 Pembubaran DPR hasil pemilu 1955 melalui Penetapan Presiden Nomor 4


Tahun 1960 dibentuk DPRGR ( Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong)
yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
 Membentuk MPRS yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh
presiden.
 Membentuk DPA dan MA dengan penetapan presiden dan anggota-angotanya
diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
 Lembaga-lembaga negara, seperti yang disebutkan diatasdipimpin sendiri
oleh presiden.
 Mengangkat presiden seumur hidup melalui Ketetapan MPRS No.
II/MPRS/1963 dan Tapa MPRS No. III/MPRS/1963.
 Melalui Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1963 Manifesto Politik dari presiden
dijadikan GBHN.
 Hak buget DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan RUU
APBN untuk mendapat persetujuan DPR sebelum berlakunya tahun anggaran
yang bersangkutan. Karena DPR tidak menyetujui rancangan APBN yang
diajukan presiden, maka DPR dibubarkan 1960.
 Menteri-menteri diperboiehkan menjabat sebagai ketua MPRS, DPR-
GR.DPA, dan MA. MPRS dan DPR-GR seharusnya menjadi lembaga
perwakilan rakyat yang tugasnya mengawasi jalannya pemerintahan, malah
sebaliknya, yaitu tunduk kepada kebijksanaan presiden.

Semuanya itu bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar


1945. Puncak dari akibat memburuknya keadaan politik, keamanan, dan ekonomi,
maka timbul pemberontakan G30S/PKI yang menurut catatan sejarah telah dua kali
mengkhianati negara dan merencanakan coup d’etat (kudeta) terhadap negara
Indonesia. Akan tetapi, pemberontakan ini dapat digagalkan berkat kerja sama ABRI
dan seluruh rakyat Indonesia.
Bertitik tolak dari sejarah masa lalu yang cukup memprihatinkan dan
penyelewengan yang terjadi akibat belum dilaksanakannya Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, maka timbul kesadaran untuk melahirkan Orde Baru yang
bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secra
murni dan konsekuen.

Anda mungkin juga menyukai