TEKNIK PCR
(POLIMERASE CHAIN REACTION)
Oleh:
Julia Riska
1205135876
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya
penulis bisa menyelesaikan laporan praktikum tentang “Teknik Pcr (Polimerase Chain
Reaction) ”. makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah pilihan
mikrobiologi Analitik..
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi sempurnanya laporan ini.
Julia Riska
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah satu dari sekian banyak negara pemasok minyak bumi (crude
oil) dunia yang diapit oleh dua benua dan dua samudera. Pembangunan pengeboran
minyak lepas pantai juga menambah resiko tercemarnya perairan Indonesia oleh
tumpahan minyak, apalagi banyaknya kecelakaan laut yang menyebabkan tumpahnya
minyak ke laut meningkat dari tahun ke tahun (Sudrajat, 2006).
Proses-proses yang berhubungan dengan ekstraksi, transportasi, dan konsumsi
bahan bakar dari kelompok hidrokarbon berisiko mengakibatkan polusi di semua
jenis ekosistem. Walaupun banyak teknik penanggulan-gan –mekanis, kimiawi, dan
biologis– sudah dikembangkan untuk mengurangi, bahkan kalau bisa menghilangkan
dampak tumpahan minyak ke lingkungan, biodegradasi oleh mikroorganisme
merupakan proses alamiah yang paling efektif untuk mengatasi polusi minyak bumi.
Untuk itu, banyak penelitian intensif telah dilakukan mengenai mikroorganisme
pengurai hidrokarbon (mikroorganisme hidrokarbonoklastik) (Yosmina H.
Tapilatu,.2012)
Aktivitas industri, baik yang berada dekat kepantai maupun di areal lepas pantai
belakangan inisemakin meningkat di perairan laut Riau. Perairan laut Dumai dan
sekitar Muara Sungai. Dumai merupakan areal aktivitas industri dan alur pelayaran
yang cukup padat. Antara lain adalah tempat pengumpulan dan pengapalan minyak
PT.Caltex Pacific Indonesia, Pertamina UP II Dumai, PT. Patra Dock, Kilang Minyak
Kelapa Sawit Bukit Kapur Reksa dan PT. Sarana Sawitindo Utama. Aktifitasindustri
tersebut diduga dapat menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan dampak
pencemaranlingkungan laut Dumai. Pencemaran minyak bumi padasedimen pantai
dan muara dapat dilihat dari warnanyayang kehitaman dan adanya tar ball.
Banyak penelitian intensif telah dilakukan mengenai mikroorganisme pengurai
hidrokarbon (mikroorganisme hidrokarbonoklastik). Beberapa contoh dalam sepuluh
tahun terakhir di antaranya adalah oleh Engelhardt et al., Abed et al, Al-Mueini et al,
Golyshin et al, dan Aoshima et al. Sampai tahun 2005, tercatat sudah teridentifikasi
79 marga bakteri, 9 marga cyanobakteri, 103 marga Fungi,dan 14 marga mikro-
eukaryota fototrof yang beberapa atau seluruh anggotanya mampu menguraikan
hidrokarbon.8 Beberapa ka-jian juga dapat dijumpai mengenai jalan metabolik
degradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme yang diamati dari tingkatan fisiologis,
biokimia, dan genetika, serta parameter-parameter lingkungan, baik fisika maupun
kimia yang memengaruhi biodegradasi hidrokarbon di lingkungan. Di samping itu,
beberapa penelitian in situtelah menunjukkan pentingnya peran mikroorganisme
hidrokarbonoklastik tersebut dalam eliminasi hidrokarbon dari lingkungan.
Bakteri hidrokarbonoklastik tidak dapat diidentifikasi secara morfologi, fisika,
kimia, biokimia saja, tetapi dengan menggunakan analisis rangkaian PCR–
penggandaan 16S rDNA untuk mengetahui hubungan kekerabatannya antar jenis atau
genus bakteri tersebut. Keunggulan PCR dalam hal kecepatan, spesifisitas dan
sensitifitasnya dalam mendeteksi suatu mikroorganisme, menjadikan teknik ini
sebagai ‘method of choice’ (Koesharyani et al., 2003).
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Polymerase Chain Reaction atau PCR adalah teknik atau metode penggandaan
(replikasi) DNA secara in-vitro. Teknik ini memungkinkan kita untuk melakukan
replikasi DNA di luar sel atau tubuh organisme hidup. Melalui teknik ini, DNA dapat
dihasilkan dalam jumlah melimpah dengan dalam waktu singkat sehingga bisa
membantu pekerjaan peneliti atau bidang lainnya terkait dengan penggunaan DNA
sebagai objek kajian. Misalnya untuk , penentuan strain atau spesies organisme
tertentu, deteksi penyakit, deteksi atau kajian gen, terapi gen, serta di bidang
forensik.Teknik ini pertama kali ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1983
sehingga beliau memperoleh hadiah Novel atas temuannya tersebut.
PrinsipKerja
Secara prinsip, PCR merupakan reaksi berulang atau berantai yang melibatkan
20-40 siklus, tergantung kebutuhan, yang terdiri atas 3 tahap sebagai berikut:
1. Tahap denaturasi (melting), pada suhu 94-96oC. Pada tahap ini, ikatan
hidrogen terputus dan DNA untai ganda masing-masing terpisah menjadi
untai tunggal. Pada proses replikasi DNA secara in-vivo, proses ini dibantu
oleh sejumlah enzim seperti enzim helikase dan girase. Karena sifatnya yang
unik, dimana DNA terdenaturasi pada suhu tinggi dan kemudian dapat
terenaturasi kembali pada suhu rendah, maka sifat ini dijadikan dasar untuk
tahap denaturasi proses PCR dengan menggunakan pemanasan. Pemisahan ini
memungkinkan penempelan primer yang komplemen dengan DNA target
pada sekuen yang sesuai. Durasinya berkisar 1-5 menit, tergantung kandungan
basa GC dari sekuen DNAnya. Semakin tinggi GC nya, maka waktunya lebih
lama. Sepertihalnya pernah disebutkan bahwa ikatan GC (3 ikatan hidrogen)
lebih kuat dibandingkan dengan AT.
2. Tahap penempelan (annealing), pada suhu 45-60oC. Setelah DNA
terdenaturasi, kemudian suhu diturunkan sehingga primer dapat menempel
pada bagian DNA yang komplementer dengan urutan basanya. Penempelan
tersebut sifatnya spesifik. Suhu annealing yang tidak cocok menyebabkan
kegagalan dalam replikasi DNA yang benar. Suhu Annealing (TA) bisa
dihitung berdasarkan suhu melting (TM). Jika suhunya terlalu tinggi dari yang
seharusnya, maka primer tidak dapat menempel pada DNA cetakan, sementara
jika suhunya terlalu rendah akan menyebabkan penempelan pada daerah atau
sekuen DNA yang tidak sesuai.
3. Tahap pemanjangan (elongasi), pada suhu 72oC (opsional). Pada tahapan ini,
enzim DNA polymerase melakukan sintesis DNA dengan menambahkan
pasangan basa yang tepat, satu demi satu secara cepat, pada sisi 3’ primer
yang telah menempel pada DNA cetakan. Suhu untuk tahap ini tergantung
pada jenis enzim polimerase yang digunakan. Khusus untuk Taq Polimerase,
72oC adalah suhu yang biasa digunakan
Meskipun produk PCR berupa jutaan copy fragmen DNA, produk ini tidak tetap
dapat dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu, diperlukan teknik finishing
untuk dapat memvisualisasikan produk hasil PCR ini. Salah satu teknik yang banyak
digunakan untuk visualisasi DNA adalah dengan elektroforesin dengan menggunakan
gel atau poliakrilamid. Dengan visualisasi ini memungkinkan kita untuk menentukan
ukuran band pita DNA yang muncul sehingga menunjukkan apakah produk PCR
yang dihasilkan adalah benar dan sesuai dengan yang diinginkan.
Contoh cara kerja dari salah satu jurnal yang berjudul “Isolasi dan Karakterisasi
Bakteri Hidrokarbonoklastik dari Perairan Dumai dengan Sekuen 16S rDNA” yang
ditulis oleh Nursyirwani dan Kathy Copper Amolle.
Sumber dan Isolasi Bakteri
Bakteri hidrokarbonoklastik diisolasi dari perairan laut Dumai, Provinsi Riau.
Bakteri tersebut ditumbuhkan pada media cair yang terdiri dari: THAM atau Tris
Hydroximenthyl Amino Methans (12 gr/ L), NaCl (20 gr/ L), KCl (1,0 gr/ L),
CaCl2.6H2O (1,5 gr/ L),MgCl2.H2O (5 gr/L), MgSO4.7H2O (6 gr/ L) dan NH4Cl (4
gr/ L) yang dilarutkan dalam 1 liter aquades sebagai larutan pengencer (Media Zobell
cair). Inokulum selanjutnya diinkubasi selama 13 hari. Bakteri yang tumbuh pada
media cair selanjutnya dipindahkan pada media padat yang terdiri dari yeast extract
(5 gr/L), bactopepton (5 gr/L) dan nutrient agar (15 gr/L) yang dilarutkan dalam 1
liter aquades, elemen minor 2 ml, larutan vitamin 2 ml, dan minyak mentah jenis
Sumatran Light Crude Oil dari Unit Pengolahan II Dumai sebagai sumber karbon.
Selanjutnya inokulum diinkubasi pada suhu 300-350C selama 24 jam. Isolat yang
tumbuh digoreskan lagi pada media padat segar secara berulang-ulang hingga didapat
isolat bakteri murni.
Isolasi dan amplifikasi DNA
Isolasi DNA bakteri hidrokarbonoklastik dilakukan melalui proses freeze and
thaw . Dalam kondisi aseptis, tabung eppendorf 1,5 ml diisi dengan aquabidest 100
µl; kemudian kultur bakteri murni diambil sebanyak 1 ose dan diinokulasikan ke
dalam tabung eppendorf tersebut. Selanjutnya suspensi sel dibekukan pada suhu –10
0
C sampai larutan mengkristal lalu mencairkannya pada suhu 90 0 C selama 10 menit.
Pengulangan siklus untuk efisiensi pemecahan sel dilakukan sebanyak 5 kali.
Selanjutnya dilakukan PCR dengan sekuen 16S rDNA menggunakan mesin Thermal
Cycler. Untuk proses PCR 16S volume 10 µl, ke dalam tabung eppendorf 0,2 ml
dimasukkan bahan-bahan sebagai berikut: Aquabidest 2 µl, Primer 27F 1 µl, Primer
1492R 1 µl, DNA template 1 µl, Megamix Royal 5 µl sehingga volume total=10 µl.
Kemudian mesin Thermal Cycler dijalankan dan diprogram berdasarkan suhu untuk
proses denaturasi pada suhu 940C selama 2 menit. proses annealing dengan suhu
500C selama 40 detik, suhu 720C selama 1 menit dan suhu 940C selama 40 detik, dan
pada proses ekstensi suhu diturunkan suhu 420C selama 1 menit dan pada suhu 720C
selama 5 menit. Ketiga proses ini dijalankan sebanyak 30 siklusselama satu jam.
DNA yang telah diamplifikasi diuji dengan elektroforesis pada gel agarose 1%
(untuk melihat fragmen DNA) dan gel agarose 2% (untuk mengetahui hasil purifikasi
DNA) dalam TAE buffer solution 50x (Tris base 24, 2 g, asam asetat glacial 5,71 ml,
Na2EDTA-2H2) 3,72 g, 100 ml akuades steril, pH 8). PCR untuk Reaksi Sequensing.
Untuk proses ini bahan-bahan yang dicampur adalah: Aquabidest 3 µl, Primer 2 µl,
BigDye V3.1 4 µl, Template 1 µl, total volume menjadi 10 µl. Semua bahan dicampur
menggunakan pipet. Selanjutnya larutan di spin down dengan sentrifugasi. Program
PCR 16S universal dijalankan dengan perlakuan pada suhu 960C selama 2 menit,
kemudian pada suhu 960C selama 10 detik,suhu 550C selama 5 detik dan pada suhu
600C selama 4 menit.
Analisis Sekuen
Sekuen DNA isolat bakteri hidrokarbonoklastik dibandingkan dengan sekuen DNA
pada basis data (databas e) DNA. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan
internet melalui program pelacakan database Basic Local Alignment Search Tool
(BLAST) pada National Center for Biotechnology Informatio n, National Institute
for Health, USA ( www.ncbi.nlm.nih.gov ) (Atschul et al ., 1997).
BAB II
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pembahasan makalah dapat disimpulkan bahwa untuk mengidentifikasi bakteri
hidrokarbon baik untuk mendegradasi maupun utuk menbioremediasi minyak bumi.
Perlunya dilakukanya proses menentukan spesiesselain dengan factor fisika dan
kimia yaitu dengan melakukan tes DNA dengan melihat 16s rRNA melaui
proses PCR dengan diawali isolasi bakteri kemudian amplifikasi
(denaturasi, annealing, dan elogasi), elektroforensis, sikuensing
dan dianalisis dengan menggunakan sikuensing.
3.2. Saran
Untuk pembaca diharapkanya mencari referensi lebih tentang PCR dan proses
lebih mendetai untuk proses PCR dan analisis data dari 16s rRNA.
DAFTAR PUSTAKA
Nursyirwani, Kathy Copper Amolle. 2007. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri
Hidrokarbonoklastik dari Perairan Dumai dengan Sekuen 16S rDNA. Ilmu kelautan.
12 (1). 12-17. Fakultas perikanan, jurusan ilmu kelautan, universitas riau. Pekanbaru.
Shinta Eri Andriana, Made Sudiana, Langkah Sembiring. 2009. Bakteri Laut
Pantai Sorong Papua Barat Pendegradasi Komponen Crude Oil. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. 148-157. Universitas gajah
mada. Jogjakarta.
Pavlova, E. 2006. Oil Fate During Oil Spill in the Marine Environment. Eco-
Monitoring Publishing. United States of America. http://
www.freepatensonline.com /6267888 .html (di akses 27 juni 2015).