Anda di halaman 1dari 9

ANALISA

DAMPAK BENCANA ALAM TSUNAMI PADA KESEHATAN

Oleh:

IGA Putu Wahyu W (H1A012022)

Bq Fitri W (H1A212010)

Oktavianus P (H1A212046)

Tri Anna Fitriani (H1A012060)

Pembimbing:

dr. Oxy Tjahjo Wahjuni, Sp.EM

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF MULOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2017
1. DEFINISI

Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami = gelombang, secara harafiah berarti

"ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan
permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala
arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian
dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000
km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang.
Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per
jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman
gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan
korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material
yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami. Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah
merusak apa saja yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban
jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air
bersih.
2. PENYEBAB TSUNAMI
Tsunami terjadi karena adanya gangguan impulsif terhadap air laut akibat terjadinya
perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba. Ini terjadi karena tiga sebab, yaitu : gempa bumi,
letusan gunung api dan longsoran (land slide) yang terjadi di dasar laut. Dari ketiga penyebab
tsunami, gempa bumi merupakan penyebab utama. Besar kecilnya gelombang tsunami sangat
ditentukan oleh karakteristik gempa bumi yang menyebabkannya. Bagian terbesar sumber
gangguan implusif yang menimbulkan tsunami dahsyat adalah gempa bumi yang terjadi di dasar
laut. Walaupun erupsi vulkanik juga dapat menimbulkan tsunami dahsyat, seperti letusan gunung
Krakatau pada tahun 1883.
Gempa bumi di dasar laut ini menimbulkan gangguan air laut, yang disebabkan
berubahnya profil dasar laut. Profil dasar laut ini umumnya disebabkan karena adanya gempa
bumi tektonik yang bisa menyebabkan gerakan tanah tegak lurus dengan permukaan air laut atau
permukaan bumi. Apabila gerakan tanah horizontal dengan permukaan laut, maka tidak akan
terjadi tsunami.
Apabila gempa terjadi didasar laut, walaupun gerakan tanah akibat gempa ini horizontal,
tetapi karena energi gempa besar, maka dapat meruntuhkan tebing-tebing (bukit-bukit) di laut,
yang dengan sendirinya gerakan dari runtuhan in adalah tegak lurus dengan permukaan laut.
Sehingga walaupun tidak terjadi gempa bumi tetapi karena keadaan bukit/tebing laut sudah labil,
maka gaya gravitasi dan arus laut sudah bisa menimbulkan tanah longsor dan akhirnya terjadi
tsunami. Hal ini pernah terjadi di Larantuka tahun 1976 dan di Padang tahun 1980.
Gempa-gempa yang paling mungkin dapat menimbulkan tsunami adalah :
1. Gempa bumi yang terjadi di dasar laut.
2. Kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km.
3. Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 Skala Richter.
4. Jenis pensesaran gempa tergolong sesar naik atau sesar turun. Gaya-gaya semacam ini
biasanya terjadi pada zona bukaan dan zona sesar.

3. TANDA-TANDA BENCANA TSUNAMI


1. Diawali adanya gempa bumi. Bila Anda tinggal di dekat pantai, sebaiknya berhati-hati bila
terjadi gempa bumi. Tsunami biasanya terjadi karena adanya gempa bumi yang terjadi di bawah
atau di dekat laut. Tidak hanya gempa yang terjadi di daerah Anda, tetapi juga di seluruh dunia.
Gempa ribuan kilometer jauhnya dapat menyebabkan potensi tsunami yang mematikan.
2. Dengarkan suara-suara gemuruh. Banyak korban tsunami telah mengatakan bahwa datangnya
gelombang tsunami diawali dengan suara gemuruh yang keras mirip dengan kereta barang.
3. Perhatikan penurunan air laut. Jika ada penurunan air laut yang cepat dan bukan merupakan
waktu air laut surut, maka segeralah mencari tempat perlindungan yang tinggi. Sebelum terjadi
gelombang tsunami, air laut akan terlebih dahulu surut dengan cepat dan kemudian kembali
dengan kekuatan yang sangat besar.
4. Selalu waspada pada gelombang pertama. Gelombang tsunami pertama tidak selalu yang
paling berbahaya, sehingga tetap mendekatkan diri dari garis pantai sampai keadaaan benar-
benar aman. Jangan berasumsi bahwa karena tsunami kecil di satu tempat maka akan kecil juga
pada daerah yang lain. Ukuran gelombang tsunami bervariasi dan tidak sama di semua lokasi.
Gelombang tsunami juga bisa melakukan perjalanan melalui sungai-sungai yang terhubung ke
laut.
Selain tanda-tanda tersebut, alam juga bisa memberi tanda sebelum terjadinya bencana,
seperti gerakan angin yang tidak biasa, tekanan udara atau cuaca yang ekstrem dan perilaku
hewan yang berubah. Sebagai contoh prilaku hewan yang berubah yaitu: beberapa kelelawar,
yang aktif di malam hari dan biasanya tidur di siang hari, menjadi sangat aktif setengah jam
sebelum gelombang tsunami datang.

4. MASALAH KESEHATAN AKIBAT TSUNAMI:


1. Peningkatan Angka Kesakitan (Morbiditas)
Tingginya angka kesakitan saat terjadinya bencana dibagi dalam dua kategori yaitu
sebagai berikut.
a. Kesakitan primer, yaitu kesakitan yang terjadi sebagai akibat langsung dari kejadian bencana
tersebut. Kesakitan ini dapat disebabkan trauma, baik secara fisik, termis, kimiawi, maupun
psikis
b. Kesakitan sekunder, yaitu kesakitan yang terjadi sebagai efek samping usaha penyelamatan
terhadap korban bencana. Hal ini dapat disebabkan sanitasi lingkungan yang buruk, dan
kekurangan makanan.
Pada bencana alam Tsunami angka kesakitan primer dan sekunder berjumlah banyak, trauma
baik secara fisik, termis, kimiawi maupun psikis dapat diakibatkan oleh Tsunami. Infrastruktur
dan bangunan-bangunan akan hancur apabila terkena Tsunami, kesakitan sekunder akan semakin
bertambah.

2. Tingginya Angka Kematian


Kematian akibat bencana alam dibagi dalam dua kategori, yaitu sebagai berikut :
a. Kematian Primer, yaitu kematian langsung akibat terjadi bencana
b. Kematian sekunder, yaitu kematian yang tidak langsung disebabkan oleh bencana,
melainkan diperngaruhi oleh faktor – faktor penyelamatan terhadap penderita cedera
berat, seperti kurangnya persediaan darah dan obat-obatan.
Pada Tsunami terjadi berbagai macam bencana lanjutan seperti gempa bumi dan banjir
serta terjadinya gelombang pasang, angka kematian juga menjadi salah satu masalah yang timbul
akibat Tsunami, bencana ini tidak terjadi dalam skala yang kecil, kematian secara langsung
maupun tidak langsung dapat terjadi pada Tsunami.

3. Masalah Kesehatan Lingkungan


Mencakup masalah – masalah yang berkaitan erat dengan sanitasi lingkungan, tempat
penampungan yang tidak memenuhi syarat, penyediaan air bersih, tempat pembuangan tinja,
tempat pembuangan sampah, kelengkapam tenda penampungan, dan kepadatan dari tempat
penampungan.
Kerusakan yang luas pada Tsunami juga berdampak pada kesehatan lingkungan, sumber air
bersih dan sarana lain rusak akibat Tsunami, penyakit-penyakit mengenai kesehatan lingkungan
dapat muncul akibat kerusakan yang diakibatkan Tsunami.

4. Suplai Bahan Makanan dari Obat-obatan


Kekurangan suplai bahan makanan dan obat-obatan untuk membantu korban bencana
akan menimbulkan berbagai masalah, di antaranya sebagai berikut: a) Kekurangan gizi dari
berbagai lapisan umur, dan b) Penyakit infeksi dan wabah, diantaranya infeksi pencernaan,
infeksi pernapasan akut, seperti influenza, dan penyakit kulit. Gelombang tsunami telah
menimbulkan tercampumya air laut dengan air tawar pada beberapa lokasi. Pencampuran ini
menjadikan badan air berubah payau, kondisi ini mendukung bagi perkembangbiakan nyamuk
An. sundaicus, yang pada beberapa lokasi telah ditemukan pada badan air dalam bentuk
pradewasa dan bentuk dewasanya ditemukan di dalam rumah, di luar rumah, istirahat di dinding
dalam rumah dan di sekitar kandang. Kondisi lingkungan fisik terutama struktur rumah yang
tidak dilengkapi dengan kasa pada jendela dan lubang ventilasi memperbesar peluang terjadinya
kontak antara manusia dengan nyamuk, demikian juga kondisi lingkungan biologi juga
memberikan peluang bagi terjadinya penularan penyakit yang ditularkan oleh vektor. Untuk
mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan masyarakat di lokasi bencana tsunami perlu
dilaksanakan pendidikan kesehatan masyarakat, pembagian kelambu bagi penduduk beresiko
tinggi terhadap penularan malaria dan upaya pengendalian vektor (Sugianto dkk., 2009)
Sebuah peneltian tentang dampak badai katrina di Amerika Serikat dan tsunami di
Thailand menunjukkan bahwa terdapat kasus diare diantara pengungsi. Untuk di Amerika
Serikat disebabkan oleh Vibrio vulnivicus dan parahaemolytcus, sedangkan di Thailand
disebabkan oleh Vibrio vulnivicus dan aeromonas sp. Didapatkan pula kontaminasi pada sumber
air minum (Englande, 2008). Sebuah studi tentang gangguan mental dan gejala psikososial
dilakukan diantara korban bencana badai katrina. Didapatkan adanya gangguan tidur,
kecemasan, depresi dan kekhawatiran yang luar biasa, yang bermakna secara statistik. Faktor-
faktor yang menjadi prediktor kuat terjadinya gangguan mental dan gejala psikososial pada para
korban diantaranya usia lanjut, jenis kelamin wanita, mempunyai anak, tidak bekerja, tidak
memiliki rumah lagi dan masalah keuangan (Adeola, 2009).
Adapun untuk bencana gempa dan tsunami di provinsi Nangro Aceh Darussalam, setahun
pasca tsunami, tingkat stres kepala keluarga dengan metode Family inventory of life, 84,4%
adalah stres minor. Jika menggunakan metode Holmes dan Rahe maka masih ada 44,9% kepala
keluarga yang megalami stres kategori sedang (Maryam, 2007).

5. PENANGGULANGAN DAMPAK TSUNAMI


Pergunakan system triage, yaitu suatu system yang digunakan paramedis untuk
merasakan sarana medis yang tersedia saat jumlah korban dan penderita yang butuh perawatan
melebihi sarana medis yang ada. Buat perencanaan yang baik untuk penanggulangan bencana.
Buat kategori bencana, yaitu:Kategori I, jumlah korban antara 50orang, Kategori II, jumlah
korban antara 51 – 100 orang, Kategori III, jumlah korban antara 101 – 300 orang dan Kategori
IV, jumlah korban diatas 300 orang.
Tentukan kategori rumah sakit yang mampu menampung korban. Harus ada system
komunikasi sentral untuk satu kode dengan nomer telepon khusus. Sistem ambulans dengan
petugas dinas 24 jam. Dari segi medis, melaksanakan tindakan – tindakan yang mudah, cepat,
dan menyelamatkan jiwa. Lebih mencurahkan perhatian pada penderita yang mempunyai
harapan yang lebih baik, seperti pendarahan luar, traumatic, amputasi, dan gangguan jalan napas.
Kerja sama yang lebih baik di bawah seorang pimpinan yang disebut dengan petugas
triage, yaitu suatu seleksi penderita yang menjamin supaya tak ada penderita yang tidak
mendapat perawatan medis. Menggunakan buku pedoman bagi petugas polisi, dinas kebakaran,
paramedis,dan satuan SAR dalam penanggulangan bencana

Cara penanggulangan bencana, antara lain sebagai berikut :


1. Terhadap Penyebab Primer
Cara–cara penanggulangan bencana apabila bencana tersebut terjadi karena penyebab
primer, diantaranya: menyelamatkan penduduk ke tempat yang dianggap lebih aman, melakukan
perawatan terhadap penderita yang cidera di suatu tempat yang aman, memberikan pelayanan
pengobatan kepada penderita dan menguburkan mayat serta binatang sesegera mungkin.
2. Terhadap Penyebab Sekunder
Pada daerah yang terkena bencana, penanggulangan bencana terhadap penyebab sekunder
dengan menyiapkan tempat penampungan yang memenuhi syarat sanitasi lingkungan, yaitu:
sarana air bersih, sarana jamban dan pembuangan air limbah, pencegahan khusus yang mungkin
timbul sebagai dampak bencana, menyediakan pelayanan kesehatan untuk mengawasi
kemungkinan wabah, penyediaan sarana dan prasarana medis untuk menghadapi kemungkinan
timbulnya wabah dan menyediakan suplai makanan dengan gizi yang baik untuk menghindari
terjadinya defisiensi nutrisi.
Upaya kesiapsiagaan dapat dilakukan dengan melakukan suatu rencana aksi yang
diimplementasikan dalam suatu kegiatan yang bertujuan untuk pengurangan risiko bencana.
Rencana aksi harus meliputi upaya-upaya yang dilakukan untuk pengurangan laju perubahan
iklim di setiap negara, meliputi 3 isu yang harus di perhatikan : (1) pengurangan risiko bencana;
(2) perubahan iklim global dan (3) pembangunan berkelanjutan, yang menjadi satu kesatuan
yang saling berhubungan dalam mengelola ancaman bencana alam (natural disaster). Saat
terjadinya bencana di suatu wilayah perlu dilakukan penanganan cepat (emergency response)
untuk memberi jaminan keselamatan, kesehatan dan hak-hak dasar kepada seluruh komponen
yang terlanda tanpa terkecuali, dalam masa krisis pemulihan cepat terhadap kehidupan dan
penghidupan masyarakat harus dilakukan secara terencana dan terpadu sehingga dapat ditangani
dengan cepat. Proses pemulihan (recovery) menjadi bagian dari upaya peredaman risiko bencana
dimana dalam perencanaan suatu program pemulihan harus memiliki unsur-unsur terhadap
pengurangan risiko bencana, berguna bagi keberlanjutan dan pembangunan berkelanjutan aman
dari risiko bencana (Schipper and Pelling, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Adeola, F.O, 2009, Mental health & psychososial distress sequelae of Katrina: An empirical
study of survivor, Human ecology review Vol 16(2):195-210

Maryam,S, 2007, Strategi coping keluarga yang terkena musibah germpa dan tsunami di
provinsi Nangro Aceh Darussalam, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Schipper, L and Pelling, M, 2006. Disaster Risk, Climate Change and International
Development: Scope for, and Challenges to, Integration. Journal of Disasters, Volume 30,
Number 1, Maret 2006, pp 19-38.

Sugianto, Nusa,R., Prasetyowati, H.,Lasut,D., dan Ruliansyah, A., 2009, Dampak Bencana
Tsunami Terhadap Lingkungan Fisik dan Lingkungan Biologi,
http://www.lokaciamis.litbang.depkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai