Anda di halaman 1dari 25

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Proses Penuaan
2.1.1 Pengertian Proses Menua
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud Lanjut Usia (lansia) adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas (Kemenkes RI 2014). Fatmah
(2010), Menua atau menjadi tua (aging) merupakan proses yang akan dialami oleh
semua orang dan tidak dapat dihindari. Yang dapat diusahakan adalah tetap sehat
pada saat menua (menua sehat atau healthy aging). Proses menua dipengaruhi
oleh faktor eksogen dan endogen yang dapat menjadi faktor risiko penyakit
degenerative yang bisa dimulai sejak usia muda atau produktif, namun bersifat
subklinis.
2.1.2 Teori Penuaan
Terdapat banyak definisi dan teori yang menjelaskan menganai proses
menua. Teori penuaan dapat digolongkan menjadi 3 kelompok besar yaitu teori
penuaan biologis, teori penuaan psikologis, teori penuaan sosiologis dan teori
psikososial. Adapun penjelasan mengenai beberapa teori proses penuaan adalah
sebagai berikut:
1. Teori penuaan biologis
a. Teori neuroendokrin-imunologi
Ini berdasarkan perubahan integrasi antara sistem neuroendokrin dan
imunologi. Sistem imunologi pada tubuh manusia adalah sitem kerja sel, jaringan
dan organ yang kompleks, masing-masing memiliki fungsi tersendiri dan bekerja
bersama melindungi tubuh dan sangat tergantung pada pengeluaran hormon
(Touhy & Jett 2014).
Proses penuaan terjadi perlambatan sekresi hormon tertentu sebagai respon
tubuh sehingga berdampak pada reaksi suatu sistem saraf. Dalam hal ini lansia
lebih sering digambarkan tidak kooperatif atau tidak patuh. Peran perawat dalam
memberi pelayanan adalah dengan memperlambat intruksi dan menunggu respon
mereka (Stanley & Beare 2002).
6

b. Teori imunitas
Seiring proses penuaan, sistem imun mengalami kemunduran dalam
pertahanan terhadap mikroorganisme asing sehingga pada lansia akan mudah
mengalami infeksi dan penyakit kanker (Touhy & Jett 2014).
c. Teori wear and tear
Sel awalnya mempunyai kemampuan untuk memperbaiki diri apabila terjadi
kerusakan, hingga tiba waktunya pada usia tua, sel tidak mampu lagi memperbaiki
diri. Stresor internal dan eksternal meningkatkan beberapa kesalahan sel dan
kecepatannya (Miller 2012; Touhy & Jett 2014).
d. Teori stres oksidatif (radikal bebas)
Radikal bebas secara alami terbentuk dari aktivitas sel. Kesalahan sel adalah
hasil kerusakan random molekul pada sel. Polutan, termasuk asap, pestisida,
radiasi, bensin dan produk plastik meningkatkan radikal bebas dan menambah
tingkat kerusakan. Eksposur yang kronis terhadap radikal bebas meningkatkan
kejadian stress oksidatif. Dengan penuaan, kerusakan karena radikal bebas
menyebabkan kerusakan sel yang lebih cepat dari kemampuan sel memperbaiki
diri, dan sel mati (Moyle et al. 2014; Touhy& Jett 2014).
e. Teori cross link
Molekul yang seharusnya terpisah mungkin terikat bersama oleh reaksi
kimia, akibatnya terjadi akumulasi senyawa silang yang menyebabkan mutasi
pada sel. Kerusakan ini juga terjadi pada sel-sel yang membentuk kolagen.
Misalnya pada kulit, arteri dan tendon (Miller 2012; Touhy & Jett 2014).
f. Teori kerusakan DNA somatik
Pengkodean mengenai informasi aktivitas sel ada pada DNA. DNA
bereplikasi sebelum pembelahan sel dimulai sehingga bila terjadi kesalahan pada
pengkodean DNA maka akan berdampak pada kesalahan tingkat sel dan
mengakibatkan malfungsi organ (Touhy & Jett 2014).
g. Teori error(stochastic)
Teori ini menjelaskan penuaan merupakan hasil dari akumulasi kesalahan
pada sintesis DNA dan RNA sel, sehingga membentuk blok terhadap sel. Dengan
setiap replikasi kesalahan semakin muncul sampai ahirnya sel tidak dapat lagi
7

menjalankan fungsinya. Tanda penuaan, seperti rambut yang memutih adalah


contohnya (Touhy & Jett 2014).
2. Teori penuaan sosiologis (Moyle et al. 2014)
a. Teori pemisahan diri
Teori ini menjelaskan, pada tahap perkembangan ini lansia dan
masyarakat saling terpisah.
3. Teori psikososial (Moyle et al.2014)
a. Teori person-environment fit
Perubahan lingkungan berhubungan dengan penuaan adalah
sumber stress dan mempengaruhi kesejahteraan.
b. Teori gerotranscendence
Orang tua, bila dioptimalkan, akan menjadi perspektif berbeda
yang baru dan berkualitas.
2.2 Konsep Lansia
2.2.1 Pengertian Lansia
Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang
mengalami perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan atau organ
yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara
keseluruhan. (Fatmah, 2010). Penduduk Lanjut Usia adalah penduduk berumur 60
tahun ke atas (Undang – Undang No. 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia) (BAPPENAS, 2015). Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang
sedang mengalami suatu proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu
tertentu. Menurut WHO lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu
(Fatmah, 2010) :
1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45 – 59 tahun
2. Lansia (elderly) : usia 60 – 74 tahun
3. Lansia tua (old) : usia 75 – 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) : usia di atas 90 tahun
Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) dalam buku Fatmah (2010)
memberikan batasan lansia sebagai berikut :
8

1. Virilitas (prasenium) : masa persiapan usia lanjut yang


menampakkan kematangan jiwa (usia 55 – 59 tahun)
2. Usia lanjut dini (senescen) : kelompok yang mulai memasuki
masa usia lanjut dini (usia 60 – 64 tahun)
3. Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit
degenerative : usia di atas 65 tahun
Pengertian lansia dibedakan atas 2 macam, yaitu lansia kronologis
(kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung,
sedangkan lansia biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang
berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari keadaan
jaringan tubuhnya.
2.2.2 Klasifikasi lansia
Menurut WHO, lansia dikategorikan menjadi Elderly (60-74 tahun), Old
(75-89 tahun) dan Very old (> 90 tahun). Depkes RI(2008) menentukan lansia
dengan kategori sebagai berikut (Dewi, 2014) :
1. Pralansia : berusia 45-59 tahun.
2. Lansia : berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia risiko tinggi : berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang
berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4. Lansia potensial : lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/ atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
5. Lansia tidak potensial : lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
2.2.3 Tipe-tipe lansia
Tipe lansia menurut Nugroho dalam Dewi (2014) yang dapat dikatakan
cenderung rentan mengalami depresi, antara lain :
1. Tipe Tidak Puas
Tipe lansia yang mengalami konflik batin, menentang proses penuaan yang
menyebabkan lansia banyak menuntut karena selalu merasa kurang, pemarah dan
mudah tersinggung. Hal tersebut termasuk salah satu tanda gejala depresi yang
diawali ketidakmampuan diri dalam penyesuaian.
9

2. Tipe Pasrah
Lansia yang selalu mengikuti situasi sekitar dengan melakukan berbagai
jenis kegiatan yang ada disekelilingnya, menerima dan menunggu nasib baik, serta
tidak adanya keinginan diri untuk menuangkan bakat dan minatnya, sehingga
lansiarentan mengalami depresi
3. Tipe Bingung
Tipe lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa kurang,
menyesali perbuatan yang lalu sehingga menjadikan lansia pasif dan acuh tak
acuh. Hal ini terjadi pada tahap akhir dari semua tanda gejala dimana lansia mulai
mengasingkan diri karena merasa tidak berdaya. Beberapa tipe yang disebutkan
diatas dialami oleh lansia yang tidak dapat melakukan penyesuaian dalam
menghadapi proses menua.
2.2.4 Teori dan Tugas perkembangan lansia
Teori tahap perkembangan menurut Erikson (Erikson’s Development Stage
Theory), tugas perkembangan lansia adalah ego integrity vs despair,dimana dalam
tahap perkembangan ini, lansia melakukan penilaian terhadap apa yang telah
dialami dan dicapai dalam kehidupannya dan mampu menerima apabila
terjadiketidaksesuaian antara tujuan yang diinginkan dengan pencapaiannya, serta
keadaan saat ini atau kematian yang akan menjelang, dan jika lansia berhasil
menerima dan melewatinya maka lansia akan merasa puas (ego-integrity), namun
apabila gagal dan tidak mampu menyesuaikan maka lansia akan merasakan
keputusasaan (despair) (Papalia, et al, dalam Indriani, 2012). Kesiapan lansia
dalam beradaptasi terhadap perkembangan usia lanjut tentunya diperlukan untuk
menghindari berada pada fase despair atau keputusasaan dengan memahami tugas
perkembangan lansia, antara lain :
1. Mempersiapkan diri untuk menghadapi kondisi yang menurun.
Penting bagi lansia melakukan penyesuaian terhadap perubahan diri yang
dihadapi, agar lansia tidak merasa lemah dan tidak berdaya yang dapat dilakukan
dengan cara melakukan aktivitas ringan atau bersosialisasi.
2. Mempersiapkan diri untuk melepas pekerjaannya atau pensiun.
10

Lansia yang tidak dapat menyesuaikan penurunan pendapatan dan tetap


mengikuti gaya hidup semasa bekerja, maka lansia dapat berisiko mengalami
hutang dan gelisah dalam hidupnya.
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
Kemampuan lansia dalam bersosialisasi di masa tua sangat diperlukan
untuk menjaga kemampuan bersosialisasi dan harga diri lansia.
4. Mempersiapkan kehidupan baru.
Penting bagi lansia untuk memulai hidup baru dan membiasakan diri
beraktivitas sesuai kemampuan dirinya.\
5. Melakukan adaptasi dengan lingkungan sosial atau masyarakat.
Lansia perlu menyesuaikan diri dengan perubahan peran sosial yang
dialaminya agar hubungannya dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya
tetap baik.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya atau kematian pasangannya.
Lansia yang tidak siap menghadapi kematiannya atau pendampingnya dapat
menyebabkan depresi, untuk itu mendekatan diri pada Tuhan penting bagi lansia.
Kemampuan lansia dalam mengenali tugas perkembangan di usianya tentunya
memerlukan pengajaran atau pendidikan sebelumnya, dan hal ini bukanlah sesuatu
yang mudah mengingat tidak semua orang memiliki tipe yang peduli terhadap
pendidikan di masa usia lanjut. Lanjut usia memiliki beberapa tipe yang
digolongkan berdasarkan sikap dan perilakunya namun beberapa tipe dapat
dikatakan rentan mengalami depresi.
2.2.5 Perubahan pada lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, tentunya terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial, dan
seksual Wahab (2014).
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Indra
Terjadi gangguan pendengaran karena tulang-tulang pendengaran mulai
mengalami kekakuan, dan gangguan pada pengelihatan karena lensa kehilangan
11

elastisitas dan kaku sehingga terjadi penurunan lapang pandang dan daya
akomodasi mata (presbiopi). Terjadi penurunan kemampuan dalam indra
pengecap, serta papil berasa berkurang, penurunan penghidu menurun, dan pada
indra sentuhan jumlah reseptor kulit menurun (Potter & Perry, 2012).
b. Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem ini pada lansia antara lain jaringan penghubung (kolagen
& elastin), kartilago, penurunan masa otot dan pengenduran, cairan tulang
menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis).
c. Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi
1) Sistem kardiovaskuler
Bertambahnya masa jantung, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan
kemampuan peregangan jantung berkurang, meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
2) Sistem respirasi
Terjadi perubahan jaringan ikat paru, penurunan elastisitas paru, kapasitas
vital paru meningkat sehingga proses inspirasi lebih berat.
a. Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang dapat terjadi pada sistem pencernaan, meliputi kesehatan
gigi yang buruk dan gizi yang buruk. Indera pengecap menurun adanya iritasi
yang kronis dari selaput lendir atropi indera pengecap, hilangnya sensitifitas dan
saraf pengecap lidah terutama pada rasa asin, asam, dan pahit. Penurunan produksi
asam lambung sehingga rasa lapar menurun.
b. Sistem Perkemihan
Lansia mulai tidak dapat menahan kencing karena pengenduran otot-otot
kapasitas kandung kemih menurun, yang dapat berdampak pada laju filtrasi,
ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
c. Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
12

d. Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia wanita ditandai dengan pengecilan
organ-organ reproduksi seperti ovarium dan uterus dan pengeringan selaput lendir.
2. Perubahan Fungsional
Fungsi pada lansia meliputi bidang fisik, psikososial, kognitif dan sosial.
Penurunan fungsional yang terjadi pada lansia berhubungan dengan penyakit dan
tingkat keparahan. Perubahan fungsional ini tentunya juga merujuk pada
kemampuan dan perilaku lansia dalam aktivitas harian. Aktivitas harian atau ADL
(Activity Daily Living) berfungsi untuk menentukan tingkat kemandirian lansia.
Perubahan mendadak pada status ADL merupakan tanda perburukan masalah atau
penyakit kronis, contoh penyakit kronis dengan perubahan fungsi adalah diabetes,
penyakit kardiovaskuler, atau penyakit paru-paru kronis (Potter & Perry, 2012).
3. Perubahan Kognitif
Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia meurut Potter dan Perry (2012)
meliputi delirium, demensia, dan depresi.
a. Delirium
Delirium merupakan kondisi bingung akibat gangguan kognitif yang
reversibel dan biasanya disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1) Faktor fisiologis, penyebabnya antara lain adalah gangguan
elektrolit, hipoglikemi, dan pendarahan serebrovaskular.
Penyakit penyerta seperti infeksi dari berbagai sistem seperti
perkemihan, pernafasan dan lainnya.
2) Faktor lingkungan, disebabkan lingkungan yang asing, dan
defisit sensorik
3) Faktor psikososial, disebabkan adanya stres emosional atau
pun nyeri.
b. Demensia
Demensia adalah gangguan intelektual akibat disfungsi serebral tidak
reversibel dan progresif lambat yang dapat mengganggu fungsi kerja dan sosial.
Lansia dengan demensia memerlukan pertimbangan khusus dalam memenuhi
13

kebutuhannya seperti kebutuhan fisik, keamanan dan psikososial yang disesuaikan


untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
c. Depresi
Depresi pada lansia diakibatkan ketidakampuan penyesuaian diri lansia
terhadap perubahan yang dialaminya. Kejadian depresi juga banyak dialami pada
lansia yang menjalani perawatan di rumahsakit atau panti perawatan. Biasanya
juga terjadi pada lansia dengan demensia yang dapat terjadi bersamaan dengan
stres.
4. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial selama proses penuaan akan melibatkan proses
transisi kehidupan dan kehilangan. Transisi hidup meliputi pengalaman
kehilangan, masa pensiun dan perubahan finansial, perubahan peran dan
hubungan, perubahan kesehatan dan kemampuan fungsional, perubahan jaringan
sosial, dan relokasi.
a. Masa Pensiun
Masa ini merupakan tahap kehidupan yang ditandai transisi perubahan peran
terkadang juga timbul masalah yang berkaitan dengan isolasi sosial dan keuangan.
Lansia yang pensiun harus membangun identitas baru, mereka juga kehilangan
struktur pada kehidupan harian karena tidak lagi memiliki jadwal kerja serta
kehilangan interaksi sosial dan interpersonal di lingkungan kerja.
b. Isolasi Sosial
Isolasi sosial pada lansia terjadi akibat respons dari kehilangan peran lansia
dan menurunnya interaksi dengan orang lain. Beberapa mengalami isos juga
karena merasa ditolak dan tidak adanya dukungan keluarga.14
c. Seksualitas
Masa pensiun tentunya mempengaruhi kepercayaan diri, dan seksualitas
berperan penting dalam membantu lansia mempertahankan kepercayaan diri.
Pemeliharaan kesehatan seksual pada lansia membutuhkan integrasi dari seksual
somatik, emosional, intelektual dan sosial..
5. Perubahan Psikologis
14

Perubahan psikologis pada lansia sering terjadi karena perubahan fisik, dan
mengakibatkan berbagai masalah kesehatan jiwa di usia lanjut. Beberapa masalah
psikologis lansia menurut Yusuf, et al (2015) antara lain :
a. Paranoid
Respon perilaku yang ditunjukkan pada lansia yang mengalami perubahan
psikologis yaitu rasa curiga terhadap orang-orang disekelilingnya, agresif, dan
menarik diri.
b. Gangguan tingkah laku
Sifat buruk pada lansia bertambah seiring perubahan fungsi fisik. Lansia
merasa kehilangan harga diri, kehilangan peran, merasa tidak berguna dan tidak
berdaya, kesepian, kurang percaya diri sehingga berakibat bertambahnya sifat
buruk setiap perubahan fungsi fisik.
c. Gangguan tidur
Lansia mengalami tidur superfisial, tidak pernah mencapai total bed sleep,
merasa tengen, desakan mimpi buruk sehingga lansia bangun lebih cepat dan tidak
dapat tidur lagi.
d. Keluyuran (wandering)
Lansia yang tidak betah berada dirumah dapat menyebabkan keluyuran
namun biasanya lansia tidak dapat pulang kembali, akibat demensia.
e. Sun downing
Lansia mengalami peningkatan kecemasan saat menjelang malam, terus
mengeluh, agitasi, gelisah dan apabila hal ini terjadi dipanti dapat mempengaruhi
lansia yang lain.
f. Depresi
Banyak jenis depresi yang terjadi pada lanisa, diantaranya depresi
terselubung, keluhan fisik menonjol, berkonsultasi dengan banyakdokter, pusing,
nyeri dan sebagainya. Umumnya depresi lebih banyak dialami oleh lansia wanita
karena ketidaksiapan menghadapi masa menopause.
g. Demensia
15

Demensia merupakan sindrom gejala gangguan fungsi luhur kortikal yang


multipel, seperti daya ingat, daya tangkap, orientasi, berhitung, berbahasa, dan
fungsi nilai sebagai akibat dari gangguan fungsi otak.
h. Sindrom pasca kekuasaan (postpower syndrome)
Sindrom pasca kekuasaan adalah sekumpulan gejala yang timbul setelah
lansia tidak punya kekuasaan, kedudukan, penghasilan, pekerjaan, pasangan,
teman dan lain sebagainya.. Proses kehilangan terlalu cepat yang terjadi, serta
lingkungan yang tidak mendukung. Perubahan yang terjadi pada lansia seringkali
juga disertai dengan adanya penyakit penyerta yang menambah buruk kondisi
psikologis lansia.
2.2.6 Masalah pada Lansia
Masalah yang sering dijumpai pada lansia dapat dijabarkan dalam 14 item
gangguan yang disebut Giant Syndrome Geriatric. Adapun penjelasannya dalah
sebagai berikut:
1. Imobilisasi
Didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau
lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis.
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi
pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidak seimbangan, dan masalah psikologis. Beberapa informasi
penting meliputi lamanya menderita disabilitas yang menyebabkan imobilisasi,
penyakit yang mempengaruhi kemampuan mobilisasi, dan pemakaian obat-obatan
untuk mengeliminasi masalah iatrogenesis yang menyebabkan imobilisasi.
2. Instability (Instabilitas dan Jatuh)
Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh
pada orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik
(faktor yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan
masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah: mengobati berbagai kondisi yang
mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa
latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai,
16

serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup,
pegangan, lantai yang tidak licin (Kane et al., 2008; Cigolle et al., 2007).
3. Incontinence (Inkontinensia Urin dan Alvi)
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga menimbulkan masalah
sosial dan atau kesehatan. Inkontinensia urin merupakan salah satu sindroma
geriatrik yang sering dijumpai pada usia lanjut. Diperkirakan satu dari tiga wanita
dan 15-20% pria di atas65 tahun mengalami inkontinensia urin. Inkontinensia urin
merupakan fenomena yang tersembunyi, disebabkan oleh keengganan pasien
menyampaikannya kepada dokter dan di lain pihak dokter jarang mendiskusikan
hal ini kepada pasien (Kane et al., 2008; Cigolle et al., 2007). International
Consultation on Incontinence, WHO mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai
hilangnya tak sadar feses cair atau padat yang merupakan masalah sosial atau
higienis. Definisi lain menyatakan, Inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan
spontan atau ketidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses melalui
anus. Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia
urin (Kane et al., 2008).
4. Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada pasien
lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi
intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak
berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia tidak hanya masalah
pada memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk mengenal,
berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan
pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas (Geddes et
al.,2005; Blazer et al., 2009).
5. Infection (infeksi)
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan kematian
no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi akibat beberapa hal
antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang cukup banyak, menurunnya
daya tahan/imunitas terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi usia sehingga
sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama
pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan meningkatnya temperatur
17

badan, dan hal ini sering tidak dijumpai pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang
terinfeksi sering tidak disertai peningkatan suhu badan, malah suhu badan
0
dibawah 36 C lebih sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak
khas antara lain berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan nafsu
makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan tingkah laku sering
terjadi pada pasien usia lanjut (Kane et al., 2008).
6. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Prevalensi
gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari 21% pada kelompok usia
70 tahun sampai 39% pada kelompok usia 85 tahun. Pada dasarnya, etiologi
gangguan pendengaran sama untuk semua umur, kecuali ditambah presbikusis
untuk kelompok geriatri. Otosklerosis biasanya ditemui pada usia dewasa muda,
ditandai dengan terjadinya remodeling tulang di kapsul otik menyebabkan
gangguan pendengaran konduktif, dan jika penyakit menyebar ke telinga bagian
dalam, juga dapat menimbulkan gangguan sensorineural. Penyakit Ménière adalah
penyakit telinga bagian dalam yang menyebabkan gangguan pendengaran
berfluktuasi, tinnitus dan pusing. Gangguan pendengaran karena bising yang
disebabkan oleh energi akustik yang berlebihan yang menyebabkan trauma
permanen pada sel-sel rambut. Presbikusis sensorik yang sering sekali ditemukan
pada geriatri disebabkan oleh degenerasi dari organ korti, dan ditandai gangguan
pendengaran dengan frekuensi tinggi. Pada pasien juga ditemui adanya gangguan
pendengaran sehingga sulit untuk diajak berkomunikasi. Penatalaksanaan untuk
gangguan pendengaran pada geriatri adalah dengan cara memasangkan alat bantu
dengar atau dengan tindakan bedah berupa implantasi koklea (Salonen, 2013).
7. Isolation (Depression)
Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia lanjut
adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak, bahkan
binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan,
menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi. Keluarga yang mulai
mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien akan merasa hidup
18

sendiri dan menjadi depresi. Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri
akibat depresi yang berkepajangan
8. Iatrogenic
Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu
multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat
yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan
efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat
pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme
di hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga
terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati juga
terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian
besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat
tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.
9. Insomnia
Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang
menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga
dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar
thyroid, gangguan neurotransmitter di otak juga dapat menyebabkan insomnia.
Jam tidur yang sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
10. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal yang
mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti atrofi
thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T) meskipun tidak begitu
bermakna (tampak bermakna pada limfosit T CD8) karena limfosit T tetap
terbentuk di jaringan limfoid lainnya. Begitu juga dengan barrier infeksi pertama
pada tubuh seperti kulit dan mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin -yang
berfungsi mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran nafas-yang melemah.
Hal yang sama terjadi pada respon imun terhadap antigen, penurunan jumlah
antibodi. Segala mekanisme tersebut berakibat terhadap rentannya seseorang
terhadap agen-agen penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi
besar pada pasien lansia.
19

11. Impotence
Impotency (impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada
usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon,
syaraf, dan pembuluh darah. Ereksi terjadi karena terisinya penis dengan darah
sehingga membesar, pada gangguan vaskuler seperti sumbatan plak aterosklerosis
(juga terjadi pada perokok) dapat menyumbat aliran darah sehingga penis tidak
dapat ereksi. Penyebab lainnya adalah depresi.
12. Irritable bowel
Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-) sehingga
menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit). Penyebabnya tidak jelas,
tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan pada otot polos usus besar,
penyeab lain yang mungkin adalah gangguan syaraf sensorik usus, gangguan
sistem syaraf pusat, gangguan psikologis, stres, fermentasi gas yang dapat
merangsang syaraf, kolitis
2.2.7 Upaya perawatan dan pelayanan kesehatan lansia
Upaya pelayanan kesehatan yang diterima orang lanjut usia menurut
Padila (2014), meliputi:
1. Azas
Azas yang dianut oleh Departemen Kesehatan RI adalah meningkatkan
mutu kehidupan lanjut usia,meningkatkan kesehatan dan memperpanjang
usia.
2. Jenis
Jenis pelayanan kesehatan lansia meliputi peningkatan (promotion),
pencegahan (prevention), diagnosis dini dan pencegahan (early diagnosis
and prompt treatment), pembatasan kecacatan (disability limitation), serta
pemulihan (rehabilitation).
a. Upaya promotion
Upaya ini merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan
dukungan klien, tenaga professional dan masyarakat terhadap praktik
kesehatan yang positif menjadi norma-norma sosial
b. Upaya prevention
Upaya pencegahan mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier.
20

1) Pencegahan primer : meliputi pencegahan pada lansia sehat,


terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit dan promosi kesehatan. Jenis
pelayanan yang diberikan yaitu konseling dalam upaya menghentikan
kecanduan terhadap rokok dan alkohol, nutrisi, exercise, keamanan di
dalam dan sekitar rumah, manajemen stress dan penggunaan medikasi
yang tepat.
2) Pencegahan sekunder : meliputi pemeriksaan terhadap penderita
tanpa gejala hingga yang memiliki faktor risisko tertentu melalui upaya
kontrol hipertensi, deteksi dan pengobatan kanker, screening berupa
pemeriksaan anorektal, mammogram, papsmear, gigi mulut dan lain-
lain.
3) Pencegahan tersier : meliputi tindakan yang dilakukan pada lansia
setelah didapatkan suatu gejala penyakit dan kecacatan melalui upaya
pencegahan penambahan kecacatan dan ketergantungan, perawatan
c. Early diagnosis and prompt treatment
Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri maupun petugas
kesehatan. Atas inisiatif sendiri lansia dapat melakukan tes diri, screening
kesehatan, memanfaatkan Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia, memanfaatkan
Buku Kesehatan Pribadi (BKP) serta penandatanganan buku kontrak
kesehatan.
d. Disability limitation
Dalam hal ini, lansia telah mengalami kecacatan yang diamati melalui
kesulitan dalam memfungsikan kerangka, otot dan sistem saraf. Adapun
kecacatan dapat bersifat sementara maupun menetap. Hal-hal yang dapat
dilakukan yaitu pemeriksaan, identifikasi masalah, perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian.
e. Rehabilitation
Prinsip dalam rehabilitasi adalah mempertahankan kenyamanan
lingkungan, istirahat dan aktivitas rehabilitasi yang dilaksanakan oleh tim
rehabilitasi yang terdiri dari petugas medis, paramedis dan non medis. Hal-
hal yang perlu diperhatikan pada proses rehabilitasi yaitu kecukupan nutrisi,
fungsi pernafasan, fungsi pencernaan, saluran kemih, psikososial dan
21

komunikasi. Adapun upaya rehabilitasi dilakukan untuk mengatasi berbagai


keluhan pada lansia antara lain gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, kesulitan dalam pergerakan, serta rehabilitasi bagi lansia yang
mengalami kepikunan (demensia).
2.2.8 Pedoman Praktik Asuhan Lansia di UPTD Griya Werdha Jambangan
Tujuan dan fungsi pelayanan dari asuhan lansia di UPTD Griya Werdha
Jambangan adalah memberikan arah dan memudahkan petugas dalam
memberikan pelayanan sosial, kesehatan, dan perawatan lansiadi panti sosial, serta
meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia. Adapun tujuan pelayanan menurut
Nugroho (2008) adalah :
1. Terpenuhinya kebutuhan lansia mencakup biologis, psikologis, sosial dan
spiritual
2. Memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktifitas lansia
3. Terwujudnya kesejahteraan sosial lansia yang diliputi rasa tenang, tentram,
bahagia, dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sasaran pelayanan ini adalah lanjut usia potensial yang berusia 60 tahun ke atas,
masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan
barang dan jasa. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia berusia 60 tahun
keatas, tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan
orang lain, keluarga lanjut usia, masyarakat, kelompok dan organisasi sosial.
Petugas dalam hal ini melibatkan peran perawat gerontik yang berkewajiban untuk
memotivasi, mengarahkan, mengajarkan, dan membantu melaksanakan kegiatan
lanjut usia. Berikut merupakan kebutuhan yang diperlukan oleh lansia di Panti
Sosial, diantaranya:
1. Kebutuhan biologis
a. Makan dan minum
1) Memberi makan 3 kali/ hari
2) Menyiapkan makanan dan memenuhi gizi seimbang sesuai
petunjuk ahli gizi
3) Menyajikan pada waktu yang ditentukan
4) Memantau kesesuaian makan
22

5) Mengganti menu secara periodik


6) Menyiapkan makanan khusus untuk yang sakit sesuai dietnya.
b. Pakaian
1) Menyediakan pakaian bersih, nyaman dan mudah dipakai
2) Memantau dan menyiapkan pakaian bersih, nyaman dan
mudah dicuci
3) Memilih pakaian yang mudah dikenakan, hindarkan
penggunaan kancing dan retsleting (terutama bagi yang pikun
dan cacat).
c. Tempat tinggal
1) Menyiapkan tempat tinggal (kamar/barak) yang bersih,
nyaman, dan aman
2) Mengupayakan ventilasi yang nyaman
3) Mengupayakan penerangan yang cukup, terutama cahaya
alami
4) Menjaga kebersihan, kenyamanan dan keamanan tempat
tinggal dan lingkungan
5) Menyiapkan aksesibilitas lansia.
d. Olahraga
1) Mengidentifikasi jenis olahraga yang cocok dan dapat
dilakukan oleh lansia (senam lansia, peregangan otot dan
panca-indra, pernafasan, dan lain-lain)
2) Melaksanakan latihan olahraga secara teratur dan memantau
pelaksanaan.
e. Istirahat/tidur
1) Menyiapkan tempat tidur yang nyaman
2) Menciptakan lingkungan yang tenang, nyaman dan aman
3) Memantau penggunaan waktu istirahat/tidur
4) Bagi yang mengalami gangguan tidur, berikan minuman
hangat sebelum tidur, atau latihan fisik untuk melenturkan otot
dan melancarkan peredaran darah.
23

f. Bila sesak nafas


1) Membebaskan jalan nafas
2) Mengajarkan nafas lewat hidung, tahan ± 2 detik, lalu
keluarkan perlahan lewat mulut
3) Mengajarkan lansia untuk menghindari aktivitas yang
berlebihan
4) Memberi pertolongan pertama dengan oksigen melalui selang
sebanyak 2 liter/menit. Bila mengalami kesulitan,
konsultasikan dengan petugas kesehatan.
g. Gangguan bernafas karena batuk
1) Mengeluarkan dahak : mengencerkan dahak dengan minum air
putih hangat, buat larutan kecap, muda, dan jeruk nipis, beri
obat pengencer dahak sesuai dosis anjuran dokter. Ajarkan
batuk efektif dengan menarik nafas lewat hidung, menahannya
3 detik, kemudian hembuskan nafas perlahan dari perut.
2) Berkonsultasi dengan petugas kesehatan bila batuk tidak
kurang/ hilang setelah 2 minggu.
h. Kesulitan bernafas karena tersedak
1) Memiringkan lansia ke sisi kiri (untuk lansia yang tidak sadar)
2) Menepuk-nepuk punggung lansia dengan telapak tangan yang
dicembungkan sampai lansia merasa lebih lega
3) Merujuk ke petugas kesehatan bila benda asing tersebut tidak
dapat dikeluarkan.
i. Kekurangan nutrisi
1) Mengidentifikasi faktor penyebab
2) Merangsang selera makan
3) Memberi makan sesuai kebutuhan (menu seimbang/kualitas
bergizi, makan tepat waktu)
4) Memberi minum sebelum makan (2-3 teguk) dan diantara
makan
5) Mengatur posisi yang nyaman sesuai kondisi lansia
24

6) Bila menggunakan gigi palsu dan kacamata, gunakan saat


makan
7) Untuk lansia demensia (pikun) : bawa lansia ke toilet sebelum
makan, tempatkan lansia di tempat terlindungi (isolasi),
kenalkan lansia pada alat makan dan berikan makan tepat
waktu, hindari lansia tersedak dan bantu hingga selesai makan,
hindari percakapan tidak perlu, hindari makanan terlalu panas
atau dingin.
j. Kelebihan nutrisi (kegemukan)
1) Mengurangi makanan yang tidak perlu (kalori) dan
meningkatkan aktivitas (olahraga)
2) Memantau saat makan dan makanan sesuai kebutuhan
3) Menghindari makanan kecil/makanan tambahan.
k. Kesulitan berkemih
1) Mengidentifikasi faktor penyebab : halangan mencapai toilet,
pikun, tidak kenal toilet, kehilangan penglihatan atau
kelumpuhan
2) Mengatur agar toilet mudah dijangkau
3) Menyediakan pispot dekat tempat tidur dan mudah dijangkau
4) Menempatkan lansia pada posisi yang nyaman
5) Meyakinkan alat bantu lihat tepat dan efektif
6) Menyediakan bel untuk meminta bantuan
7) Meyakinkan lansia aman dikamar mandi
8) Untuk lansia yang pikun : ingatkan untuk berkemih setiap 2
jam, ajarkan cara untuk mengenali keinginan atau sensasi
ingin berkemih, bergegas datangi lansia bila bel berbunyi,
biasakan berkemih di toilet, hindari makanan yang dapat
merangsang berkemih, hindari obat-obatan yang dapat
merangsang berkemih
9) Konsultasi dengan petugas kesehatan bila mengalami
kesulitan.
25

l. Buang air kecil tidak lancar


1) Mengidentifikasi faktor penyebab : stroke, gangguan prostat,
pengobatan dan kurang minum
2) Merangsang dengan mengucurkan air keran dengan baskom
3) Memberi minuman air soda
4) Berkonsultasi pada petugas kesehatan bila belum berhasil.
m. Defekasi tidak lancar
1) Memberikan minum yang cukup : beri pepaya, dorong
aktivitas, beri obat pencahar dan konsultasikan bila belum
berhasil
2) Mengidentifikasi penyebab : jadwal defekasi tidak teratur,
pikun, kurang aktivitas, makanan berserat, kurang cairan, dan
gangguan saraf
3) Mengatasi penyebab sembelit.
n. Buang air besar tidak terkontrol
1) Buat jadwal defekasi konsisten setiap hari
2) Biasakan pola defekasi maksimal 5 hari sekali
3) Latihan (olahraga) rutin untuk menguatkan otot sekitar perut
4) Pastikan lansia selalu bersih setelah defekasi danganti pakaian.
o. Mandi/kebersihan diri
1) Memotivasi lanjut usia untuk mandi 2 kali sehari
2) Menggunakan sabun lunak yang mengandung minyak untuk
menambah kesehatan kulit
3) Menggunakan air hangat untuk merangsang peredaran darah
4) Membersihkan lubang telinga, mata dan menggunting kuku
5) Menjaga kebebasan pribadinya
6) Mengingatkan jadwal mandi
7) Memerhatikan keselamatan.
p. Perawatan kulit/kebersihan diri
1) Memeriksa kulit apakah ada lecet/ luka
26

2) Mengoleskan minyak pelembab kulit setiap selesai mandi agar


kulit tidak kering
3) Menggunakan air hangat untuk mandi
4) Menggunakan sabun halus.
q. Kebersihan kepala dan rambut
1) Mencuci rambut 3 kali seminggu
2) Merapikan dan menyisir rambut.
r. Kebersihan gigi dan mulut
1) Merendam kuku dalam air hangat
2) Memotong kuku secara teratur sekali dalam seminggu
3) Memotong kuku jangan terlalu pendek.
s. Kebersihan tempat tidur
1) Membersihkan dan merapikan tempat tidur setiap bangun
tidur
2) Membalik kasur yang cekung setiap kali tempat tidur
dibersihkan
3) Mengganti seprai 2 kali seminggu (sesuai kebutuhan)
4) Menjemur kasur di terik matahari.
2. Kebutuhan psikologis
a. Sering marah
1) Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab sering marah
2) Mengajarkan lansia cara marah yang baik
3) Mendampingi lansia saat marah sedang memuncak
4) Mendorong lansia mengungkapkan perasaan dan rasa
marahnya
5) Meluangkan waktu untuk memerhatikan lansia
6) Memberi pujian atas perilaku marah yang baik.
b. Rasa aman dan tenang
1) Meluangkan waktu beberapa menit untuk mendengarkan yang
dikeluhkan
2) Memberikan penjelasan secara ringkas
27

3) Jangan menuntut lansia memutuskan hal saat itu juga


4) Melibatkan orang tedekat untuk meyakinkan lansia
5) Menanyakan pada lansia kegiatan yang disukai
6) Memberi pujian pada lansia.
c. Ketergantungan
1) Mengidentifikasi ketergantungan lansia
2) Menumbuhkan rasa percaya diri agar tidak tergantung kepada
orang lain
3) Memberi kegiatan secara bertahap
4) Memberi perhatian secara wajar
5) Memberi penghargaan atas hasil kerja lansia.
d. Sedih dan kecewa
1) Mengidentifikasi penyebab kesedihan dan kekecewaan
2) Meluangkan waktu untuk bercakap-cakap dengan lansia
3) Memberi kesempatan untuk mengungkapkan perasaan
4) Menerima lansia apa adanya
5) Mengembangkan sikap positif lansia.
e. Kesepian
1) Mendampingi lansia
2) Mendengarkan keluhan
3) Mengarahkan kegiatan yang bermanfaat.
3. Kebutuhan sosial
a. Aktivitas yang bermanfaat
1) Mengidentifikasi kemampuan/potensi lansia sesuai dengan
hobi
2) Menciptakan kegiatan/peluang kerja yang bermanfaat
3) Memberi penghargaan dan hukuman yang layak atas kegiatan
yangdilakukan.
b. Kesulitan menyesuaikan diri
1) Mengidentifikasi kesulitan penyesuaian diri
28

2) Mengintegrasikan lansia ke dalam situasi, lingkungan, dan


kegiatan panti
3) Memotivasi agar dapat berinteraksi dengan situasi,
lingkungan, dan kegiatan panti.
c. Kesulitan berhubungan dengan orang lain : keluarga, sesama
lansia, atau petugas
1) Mengidentifikasi penyebab kesulitan berhubungan
2) Mendorong lansia mengungkapkan masalah/sisi hatinya yang
dipandu oleh petugas
3) Melibatkan lansia dalam kegiatan kelompok.
d. Bersosialisasi dengan sesama lansia
1) Menyediakan tempat dan waktu untuk kegiatan bersama
2) Mengarahkan kegiatan bersama sehingga berdampak positif.
e. Kunjungan keluarga
1) Menghubungi dan memotivasi keluarga lansia untuk sering
berkunjung (bersilaturahmi) atau sebaliknya, sesuai prosedur
2) Menyediakan tempat pertemuan yang nyaman
3) Memberi kesempatan kepada lansia untuk berkunjung ke
keluarga dengan ketentuan mampu secara fisik dan mental dan
membawa surat izin.
f. Rekreasi/hiburan (di dalam dan di luar panti)
1) Menyediakan sarana hiburan dalam panti, antara lain TV,
radio, dan lain-lain
2) Membuat jadwal kegiatan
3) Mengundang relawan untuk menghibur lansia sesuai dengan
kemampuan masing-masing
4) Menyelenggarakan acara dari, oleh, untuk dan bersama lansia
g. Tabungan/ simpanan bagi lansia yang berpenghasilan
1) Membantu cara menyimpan uang yang aman melalui
perbankan
29

2) Membantu mengamankan/mengalihkan uang simpanan dari


pihak yang berhak.
4. Kebutuhan spiritual
a. Bimbingan kerohanian
1) Mengenali dan memahami keyakinan dan kepercayaan yang
dianut lansia
2) Memberi motivasi untuk melakukan kegiatan keagamaan
3) Memberi pemahaman yang berhubungan dengan keagamaan
4) Mengikutsertakan lansia dalam kegiatan kerohanian
5) Menyediakan sarana dan prasarana peribadatan seperti
pembimbing, tempat beribadah dan buku keagamaan
6) Mengingatkan agar selalu melakukan ibadah
7) Memberi pujian atas usaha yang dicapai sebagai tanda
penghormatan
8) Memberi kesempatan beribadah
9) Menghubungi pemuka agama dalam rangkaian bimbingan
10) Menyelenggarakan peringatan hari besar keagamaan.
b. Akhir hayat yang bermartabat
1) Mengidentifikasi lansia yang meninggal dunia (terutama
menurut agama dan kepercayaan)
2) Mendapatkan persetujuan keluarga
3) Melaksanakan perawatan dan pemeliharaan jenazah
4) Memberi penghormatan terakhir sesuai dengan agama,
keyakinan, dan khepercayaan lansia masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai