Anda di halaman 1dari 16

PRESENTASI KASUS

ACNE VULGARIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Kulit dan Kelamin RSUD Kabupaten Temanggung

Disusun oleh :
Dita Putri Hendriyani
20174011074

Pembimbing :
dr. Rudi Agung Wuryanto, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK KULIT DAN KELAMIN


RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. M
Usia : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Wonosobo

B. ANAMNESIS
- Keluhan utama
Jerawat pada wajah
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan timbul jerawat pada wajah sejak 4 bulan yang lalu. .
Awalnya bintil kemerahan timbul pada bagian pipi sebelah kanan dan berjumlah satu
sebesar biji kacang hijau. Bintil tersebut terasa gatal dan nyeri saat dipegang. Semakin hari
bintil kemerahan bertambah banyak dan juga menjalar ke pipi kiri, dahi, dan dagu. Pasien
merasa keluhan tersebut timbul setelah seharian penuh memakai makeup tebal. Jerawat
bertambah ketika menjelang menstruasi dan mengonsumsi kacang. Pasien sudah
melakukan perawatan di salah satu skincare tetapi jerawat tak kunjung hilang, hanya
mengempis sedikit, kemudian muncul kembali. Sejak remaja jarang sekali muncul jerawat
di wajah pasien.
- Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluhan serupa (-)
 Riwayat alergi (-)
- Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluhan serupa (-)
 Riwayat alergi (-)
- Riwayat personal sosial
 Pasien adalah seorang karyawan swasta
 Pasien tidak sedang dalam keadaan stress
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign
Tekanan Darah : 110/ 80 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Respirasi : 20x/ menit
Suhu : 36,7oC
Status Generalis
Kepala : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax
Pulmo : simetris, sonor, suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor : bunyi jantung I-II reguler
Abdomen : datar, bising usus (+), supel, nyeri tekan (-/-)
Ekstremitas : akral dingin (-) oedema (-)
Status Dermatologis
Lokasi : wajah
UKK :
Papul eritem, non eritem, hiperpigmentasi, ukuran milier, multiple, polimorf, bilateral,
regional.
D. DIAGNOSIS KERJA
Acne Vulgaris
E. DIAGNOSIS BANDING
- Acneiform Eruption
- Acne Venenata
F. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi

1. Hentikan untuk sementara pemakaian tabir surya dan kosmetik yang sedang digunakan.
2. Hindari makan kacang-kacangan, gorengan, dan makanan berlemak.
3. Jangan memencet-mencet lesi
4. Pengobatan memerlukan waktu serta ada kemungkinan efek samping.

Farmakologi

R/ Doksisiklin tab 100 mg No. X


ꭍ 1 dd tab 1

R/ Retinoid Acid cream 0.05 % No. I


ꭍ 1 dd ue o.n

R/ Benzoyl Peroksida 0,5 % cream No. I


ꭍ 1 dd ue o.m
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya
komedo, papul, pustul dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu
bagian atas, dada dan punggung.

2. EPIDEMIOLOGI
Acne vulgaris dianggap penyakit kulit fisiologis karena hampir semua orang pernah
menderita penyakit ini. Insiden jerawat 85 – 100% dan biasanya terjadi pada usia remaja,
yaitu umur 14 – 17 tahun pada remaja putri dan 16 – 19 tahun pada remaja pria. Berdasarkan
penelitian GOOdman ( 1999 ), prevalensi tertinggi yaitu pada umur 16 -17 dimana pada
remaja putri berkisar 83 – 85% dan pada remaja pria berkisar 95 – 100%. Meskipun demikian,
jerawat dapat pula terjadi pada usia lebih muda atau lebih tua dari pada usia tersebut.
Acne dapat terjadi pada remaja putra maupun putri dengan insiden atau perbandingan yang
hampir sama karena meskipun seharusnya remaja putri mempunyai kemungkinan lebih tinggi
( akibat faktor hormonal, kegiatan fisik, makanan ) namun remaja putri lebih peduli pada
keindahan dan lebih sering menggunakan kosmetika. Prevalensi acne vulgaris menurun
setelah berusia 20-an tahun yaitu sebanyak 30% pada laki – laki dan 20% pada wanita, setelah
mengalami menopause wanita dapat juga terserang acne dikarenakan produksi hormon
estrogen yang berkurang. Frekuensi penyakit ini cukup tinggi diseluruh dunia, juga di
Indonesia.

3. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum
diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan, antara lain :
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi
peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne, tetapi dapat
juga pada penyakit parkinson dan akromegali.
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium
aknes, Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang
terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal pada
kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus pilosebasea
yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi substansi
kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi
sitokin pro-inflamasi.
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar
palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne,
kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.
4. Hormon
 Hormon androgen
Hormon ini memegang peranan yang penting karena kelenjar palit sangat sensitif
terhadap hormon ini. Hormon androgen berasal dari testis dan kelenjar anak ginjal (
adrenal ). Hormon ini menyebabkan kelenjar palit bertambah besar dan produksi
sebum meningkat.
 Estrogen
Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh terhadap produksi sebum.
Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis.
Hormon gonadotropin mempunyai efek menurunkan produksi sebum.
 Progesteron
Progesteron dalam jumlah fisiologis tidak mempunyai efek pada efektifitas terhadap
kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus menstruasi, akan tetapi kadang
– kadang progesteron dapat menyebabkan jerawat premenstrual.
5. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis makanan, seperti
coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada
musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari langsung.
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan keratinisasi
duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi akne
pada dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.

Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan kadang-
kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya
akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan
(inflamasi).
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan produksi
sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak
sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok
tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin
berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas oleh
P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas ini
kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat
menjadi komedogenik.
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan
aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan
mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar serum
androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5α-
reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT
poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi
timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis
estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme
dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek androgen
dalam glandula sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui
umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang
menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.

P
a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Akne:
a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c) Inflamasi papul (pustul) d) Nodul

2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer akne
yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi
hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan
kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian
menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal
tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian
membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan
daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga
menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam
linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1α.
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk menyebabkan
hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang poten yang
memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-
reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron
(DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit
follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-
reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi
proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam
patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen komplet tidak
terkena akne.
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic. Asam
linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang
yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah penanganan
dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat
asumsi bahwa asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan
mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum.
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit
follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan
mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat
pembentukan mikrokome.
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki peranan aktif
dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik,
dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki
konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak
terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya
penyakit yang diderita.
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi
perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki titer antibodi
yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi
dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-
inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi
hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan
faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan
berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang
mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin
proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan
komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului
pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan
cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan
dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas
inflamasi yang jauh lebih hebat.
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih
terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan
ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis
mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama
ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea
dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah ruptur
komedo, neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.

4. MANIFESTASI KLINIS
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel pilosebacea yang memiliki
karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul. Komedo merupakan lesi primer dari akne.
Hal tersebut dapat dilihat sebagai papul yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan
sentral yang melebar berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup biasanya
berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan pada kulit untuk
dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan
pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti
terdapat eritema dan edema. Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul dan
bergabung membentuk plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan apakan itu
serosaginosa atau pus kekuningan.
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien dengan kulit yang
lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan sampai keunguan yang memiliki
umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan warna kulit yang lebih gelap, makula
hiperpigmentasi akan terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki
penampakan yang heterogen. Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang dalam, narrow
ice-pick yang terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi canyon-type atrophic pada wajah,
skar papular putih kekuningan pada badan dan dagu, skar tipe anetoderma pada badan, serta
skar hipertrofik dan keloidal yang meninggi pada badan dan leher.
Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan lengan atas. Pada wajah
hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan sebagian kecil pada hidung, dahi, dan dagu.
Telinga dapat terlibat, dengan komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan kadang-
kadang komedo dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah nuchae,
lesi kistik yang besar dapat mendominasi.
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan tanda awal dari
produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul pada usia 8-12 tahun, yang
tampak biasanya berupak komedo yang utamanya muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut
dapat tetap menjadi ringan dalam ekspresinya dengan papul inflamasi yang kadang-kadang
terjadi. Bagaiman pun, sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan
remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat menyebar pada
tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks yang lebih berminyak dan
penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding perempuan usia muda. Perempuan dapat
mengalami perjalanan penyakit yang berat dari lesi papulopustular seminggu sebelum
mensturasi. Akne juga dapat muncul pada perempuan usia 20-35 tahun yang belum
mendapatkan akne pada saat remaja. Akne ini kebanyakan bermanifestasi sebagai papul,
pustul, dan nodul dalam persisten yang nyeri pada daerah dagu dan leher bagian atas.
5. KLASIFIKASI
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya akne
yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan tipe ( komedoal/papular,
pustular/noduokisitk) dan/atau beratnya penyakit ( ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi
kulit dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi.

1. Klasifikasi sederhana
 Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pusutl
mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit (
umumnya < 10 ).
 Akne sedang (Moderate akne ): Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak (10-
40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang disertai
penyakit yang ringan pada badan.
 Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan pustul yang sangat
banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo (40-100) dan kadang-kadang
terdapat lesi nodular dalam yang besar dan terinflamasi ( mencapai 5 ). Area yang
luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan punggung.
 Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan akne konglobata
dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular yan besar dan nyeri bersama
dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan komedo yang lebih kecil.

2. FDA global grade


 Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
 Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
 Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan
sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi nodular )
 Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin
terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodular
 Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi,
dengna sedikit lesi nodular.
Gambar.2 Akne vulgaris grade 1 Gambar.3 Akne vulgaris grade 2

Gambar.4 Akne vulgaris grade 3 Gambar.5 Akne konglobata

6. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisis, dan tes laboratorium.
a. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat pubertas, tetapi gejala
klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan mungkin memperhatikan bentuk
yang berfluktuasi berdasarkan siklus mensturasinya. Akne fulminan merupakan subtipe
akne yang jarang dan terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam,
arthralgia, myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo terbuka dan
tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo tetapi dapat berkembang
menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe lesi ditemukan pada area dengan
glandula sebacea yang banyak.
c. Pemeriksaan Penunjang
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar pasien dengan akne.
Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti hiperandrogenisme, evaluasi hormonal
untuk testeteron bebas, dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-S), lutenizing hormone
(LH), FSH dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin tidak perlu pada evaluasi dan dan
penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada peri oral dan area nasal dan tidak
responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes kultur dan sensitivitas bakteri
untuk mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat dilakukan.
7. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Non Farmakologi
a. Cuci muka tidak perlu terlalu sering dilakukan, cukup dua kali sehari dengan
memakai sabun ( bukan antiseptik )
b. Jangan biarkan rambut menutupi daerah wajah. Rambut terutama yang kotor, dapat
memperburuk kondisi pori-pori yang tersumbat.
c. Gunakan kosmetik yang berbahan dasar air .
d. Jangan memencet atau memecahkan jerawat karena dapat meninggalkan bekas
berupa jaringan parut pada kulit.
e. Asupan gizi seimbang juga bermanfaat membantu menjaga kesehatan kulit usahakan
untuk tetap rileks. Stres diketahui merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya
akne

2. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang mansih
meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin (tetrasiklin,
doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan klindamisin. Antibiotik ini
mengurangi peradangan akne dengan menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin, tetrasiklin klorida)
merupakan obat yang sering digunakan unutk akne.Obat ini digunakan sebagai terapi
lini pertama karena manfaat dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian
resistensinya cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi
peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari (500mg diberikan
dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat diturunkan 500 mg/hari. Karena
absorbsinya dihambat oleh makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum makan
dengan air untuk absorbs yang optimal.
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin) diberikan 100mg-
200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance dose, (minosiklin) biasanya
diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini lebih mahal akan tetapi larut lemak dan
diabsorbsi lebih baik di saluran pencernaan.
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen alternative. Obat ini
sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap
P.aknes dan sering dikaitkan dengan kegagalan terapi.
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan tetapi tidak baik
digunakan untuk jangka panjang karena dapat menimbulkan perimembranous colitis.
Kotrimoksasole (sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan antibiotik yang
lain dan untuk pasien dengan gram negative folikulitis.

b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling efektif dan diberikan
untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya, isotretinoin mngurangi
komedogenesis, mengecilkan ukuran glandula sabaseus hingga 90% dengan
menurunkan proliferasi dari basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan
menghambat diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung
terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan menurunkan jumlah
P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi.
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian (1mg/kgBB/hari atau
0,5mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan
jangka panjang adalah sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan
pengobatan ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn
yang berat.
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan pertama, dan
diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan dapat diberikan 0.2 untuk 3-9
bulan tambahan untuk mngoptimalkan hasil terapi.
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang lebih cepat untuk
lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.Pustule menghilang lebih cepat daripada
papul atau nodul, dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di
punggung dan badan.

c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon
terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara
sistemik mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada
akhirnya dapat mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo.
Ada tiga jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon,
estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi
hormonal harus diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi
topikal. Seperti halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat,
dalam bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-
kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan
terlihat perubahan yang nyata. Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane
hampir mirip dengan tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg
ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun)
dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi yang mengandung estrogen,
salah satu terapi pilihan adalah dengan penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang
diberikan antara 100-200 mg.
Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien perempuan dengan
target pilosabaseus unit dan menghambat produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan
untuk hormonal terapi telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen
reseptor blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan glandula
adrenal.
3. Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak
dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk
mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru dan
mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk beberapa
bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak hanya
dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya.
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:
a. Retinoid topical.
 Mekanisme kerja dari retinoid topical:
 Mengeluarkan komedo yang telah matur.
 Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
 Menghambat reaksi inflamasi.
 Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk maintenance
terapi.
b. Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan oleh Stuttgen dan
Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan juga lesi peradangan akne.Hal ini
ditunjukkan pada percobaan untuk 12 minggu menurunkan 32-81% untuk non-
inflamnatory lesi dan 17-71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam
galanic formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam solution
(0.05%). Formula topical gel ini mengandung polyoprepolymer-2, tretinoin
prenetration.
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi yang sama dengan
tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan inflammatory lesi antar 24 dan 55%
setelah 12 minggu pengobatan.
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam gel, cream, atau
solution dalam konsentrasi 0.1%. Adapalen 0.1% gel mempunya efikasi yang sama
dengan tretinoin 0.025%.
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan sebagai terapi untuk
akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream.
f. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik topical adalah rendah
iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah obat-obat yang resisten terhadap P.aknes
dan S. Aureus.Untuk mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin
ditingkatkan konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc atau
kombinasi produk denganBPOs atau retinoid.
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja
antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba.
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja
dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri
dapat timbul di mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada
keadaan di mana kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit
juga akan lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan
berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar
sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke
dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah produksi sebum menjadi masalah utama dalam
akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah dalam
jumlah produksi sebum.
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik, meningkatkan konsentrasi
dari substansi lain, selain itu juga mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal.
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang
berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan industri
farmakologi mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu terapi akne
yang tidak mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah tentang
penggunaan topikal dari 17α-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum
tersedia secara komersial.

4. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan
menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori,
pengangkatan closed comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.
Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
b. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-
nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun
waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah
2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat
yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan
harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan
menyebabkan atrofi.
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari lesi
nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan suspense (2.5-
10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat
bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus
diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular
tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair
selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja
dengan mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi
kerusakan pada dinding tersebut.
d. Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya diberikan secara
bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin dicapai. Fototerapi dapat
diberikan dua kali seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari
paparan matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi
sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi.
5. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita akne vulgaris.
Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan makanan berlemak dan
hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga saat ini belum ada evidence base yang
mendukung bahwa eliminasi makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi beberapa
pasien akan mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya
komedo, papul, pustul dan kista. Predileksi akne vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian
atas, dada dan punggung.
Pada kasus ini pasien didiagnosis Acne Vulgaris berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan muncul bintik-bintik merah pada wajah yaitu pada kedua
pipi, dahi, dan dagu. Dari pemeriksaan fisik, pada regio bucalis dextra et sinistra, frontalis, dan
mentalis didapatkan lesi berupa papul eritem, non eritem, hiperpigmentasi, ukuran milier, multipel,
bilateral, regional.

Anda mungkin juga menyukai