Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN KASUS

TN. S DENGAN DIAGNOSIS MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE


DI RUANG HEMODIALISA RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

DISUSUN OLEH:
1. Anisa (183.0012)
2. Dewi Budi A (183.0031)
3. Tiara Galang D (183.0096)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2018/2019

1
ASUHAN KEPERAWATAN
TN. S DENGAN DIAGNOSIS MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE
DI RUANG HEMODIALISA RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

Telah disetujui oleh :

Surabaya, 20 Desember 2018

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Nur Muji A., S.Kep.,Ns.,M.Kep Sukirno,.S.Kep

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT atas izinnyalah maka kami bisa

menyusun makalah ini yang masih memiliki banyak kekurangan dan semoga

dapat memenuhi kebutuhan kita semua sebagai suatu bahan penambah wawasan

dan ilmu pengetahuan.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen

pembimbing kampus dan pembing lahan yang telah memberikan arahan yang

sangat membantu dalam penyusunan makalah ini.Tak lupa ucapan terima kasih

kepada teman-teman serta pihak-pihak lain atas bantuan dan dorongannya.

Adapun isi dalam makalah ini mungkin masih terdapat kekurangan, namun

upaya keras telah kami lakukan demi kesempurnaan makalah ini. Terlepas dari

permasalahan bahwa keberadaan makalah ini merupakan tugas yang harus kami

selesaikan, kami tetap berharap semoga isi makalah ini dapat bermanfaat.

Oleh karena itu kami mengharapkan saran serta kritik yang bersifat

membangun senantiasa kami harapkan dalam rangka perbaikan dan

penyempurnaan selanjutnya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari

kata sempurna.

Surabaya, 20 Desember 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................


Lembar Pengesahan ....................................................................................
Kata Pengantar ...........................................................................................
Daftar Isi .......................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................................
1.4 Manfaat ...............................................................................................
1.4.1 Bagi Mahasiswa .................................................................................
1.4.2 Bagi Perawat ......................................................................................
1.4.3 Bagi Institusi ......................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Gagal Ginjal ..........................................................................
2.1.1 Definisi Gagal Ginjal Kronis .............................................................
2.1.2 Etiologi ...............................................................................................
2.1.3 Manifestasi Klinis ..............................................................................
2.1.4 Perjalanan Klinis ................................................................................
2.1.5 Patofisiologi ......................................................................................
2.1.6 Pathway ..............................................................................................
2.1.7 Komplikasi .........................................................................................
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik .....................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan .................................................................................
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan ...........................................................
2.2.1 Pengkajian ..........................................................................................
2.2.2 Diagnosa yang sering muncul ............................................................
2.2.3 Intervensi dan Implementasi ..............................................................
2.2.4 Penatalaksanaan ................................................................................
2.3 Konsep Hemodialisa ..........................................................................

BAB 3 TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian ..........................................................................................


3.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................
3.3 Prioritas Masalah ................................................................................
3.4 Intervensi ............................................................................................
3.5 Implementasi dan Evaluasi ................................................................

4
BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan .......................................................................................


4.2 Hasil Observasi ..................................................................................

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan ........................................................................................


5.2 Saran ..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

5
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD)
merupakan penyakit yang sering dijumpai dimasyarakat. Gagal ginjal kronik
merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak
mampu mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia (Bayhakki dalam J, 2016).
Data terjadinya penyakit GGK di dunia semakin meningkat setiap tahun.
The United States Renal Data System (USRDS) mencatat bahwa jumlah pasien
yang dirawat karena end stage renal disease (ERDS) atau gagal ginjal kronis
global diperkirakan 3.010.000 pada tahun 2012 dengan tingkat pertumbuhan 7%.
Prevalensi gagal ginjal kronis terus mengalami peningkatan, misalnya, di Taiwan
(2.990/1.000.000 penduduk), jepang (2.590/1.000.000 penduduk), dan Amerika
Serikat (2.020/1.000.000 penduduk) (Renal, n.d.). Menurut hasil Rikesdas 2013
penyakit gagal ginjal kronis sendiri masuk dalam daftar 10 penyakit tidak
menular. Prevalensi gagal ginjal kronis tertinggi di tiga provinsi yaitu provinsi
Sulawesi Tengah yaitu 0,5% kemudian provinsi Aceh, Sulawesi Utara, Gorontalo
yaitu 0,4% dan kemudian provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur,
Banten yaitu sebesar 0,3% (Rikesdas, 2013). Data di RSAL Dr Ramelean
surabaya pada bulan November 2018 menunjukkan sebanyak 54 dari 154 px
hemodialisis menderita Hipertensi.
Penyebab kejadian gagal ginjal kronik pada pasien hemodialisis baru
menurut data yang dikumpulkan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri)
pada tahun 2011 hasilnya yaitu penyakit hipertensi berada pada urutan pertama
sebesar 34%, urutan kedua yaitu diabetes melitus sebesar 27% dan selanjutnya
ada glomerulonefritis sebesar 14%, nefropati obstruksi sebesar 8%, pielonefritis
kronik sebesar 6%, ginjal polikistik sebesar 1%, penyebab yang tidak diketahui
sebesar 1% dan penyebab lainnya sebesar 9% (Asriani dalam Adhiatma, Wahab,
Fajar, & Widyantara, 2014). Sedangkan menurut United States Renal Data

6
System (USRDS) tahun 2014, yang bertanggung jawab terhadap kejadian gagal
ginjal kronik urutan pertama dan kedua yaitu diabetes melitus sebesar 34% dan
hipertensi sebesar 21%, kemudian diikuti glomerulonefritis sebesar 17%,
pielonefritis kronik sebesar 3,4%, ginjal polikistik sebesar 3,4% dan lain-lain
sebesar 21% (Adhiatma et al., 2014).
Gagal ginjal kronis semakin banyak menyerang pada usia dewasa muda.
Hal ini dikarenakan pola hidup yang tidak sehat seperti banyaknya mengkonsumsi
makanan cepat saji, kesibukan yang membuat stres, duduk seharian di kantor,
sering minum kopi, minuman berenergi, jarang mengkonsumsi air putih.
Kebiasaan kurang baik tersebut menjadi faktor risiko kerusakan pada ginjal
(Dharma dalam J, 2016). Dengan berbagai macam penyakit yang bisa
menyebabkan gagal ginjal kronik dan tingginya angka kejadian baik di Amerika
Serikat maupun di Indonesia, maka dapat di lihat bahwa kerusakan ginjal bisa
terjadi dimana saja. Kerusakan ginjal secara berkelanjutan dan jumlah nefron
berfungsi semakin kurang dan laju filtrasi glomerulus (GFR) terus semakin
menurun. Tubuh menjadi kelebihan cairan dan sampah sisa metabolisme semakin
banyak. Karena terjadi penurunan fungsi ginjal maka fungsi eksresi mengalami
gangguan. Ketika GFR turun di bawah 10 -20 ml/menit, efek uremik timbul pada
tubuh klien dan upaya penanganannya tidak diterapi dengan dialisis atau
transplantasi, maka uremia dan kematian bisa terjadi pada klien (Hasanudin,
2017).

Penyakit ginjal kronis yang telah memasuki stadium 5 atau penyakit ginjal
tahap akhir (PGTA) memerlukan terapi pengganti ginjal (TPG). Ada tiga
modalitas TPG yaitu hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal (RI,
2017). Pelayanan Dialisis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dialisis merupakan
tindakan medis pemberian pelayanan terapi pengganti fungsi ginjal sebagai bagian
dari pengobatan pasien gagal ginjal dalam upaya mempertahankan kualitas hidup
yang optimal yang terdiri dari dialisis peritoneal dan hemodialisis (RI, 2017).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Tn S dengan dx medis CKD ?

7
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui asuhan keperawatan
pada Tn S dengan Dx Medis CKD.
1.3.2 Tujuan Khusus
1 Mendeskripsikan pengkajian asuhan keperawatan pada Tn. S dengan kasus
CKD
2 Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada Tn. S dengan kasus CKD
3 Mendeskripsikan intervensi asuhan keperawatan pada Tn. S dengan CKD
4 Mendeskripsikan implementasi asuhan keperawatan pada Tn S dengan
kasus CKD
5 Mendeskripsikan evaluasi asuhan keperawatan pada Tn S dengan kasus
CKD

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menjadikan makalah ini sebagai tambahan referensi bagi
penulisan – penulisan karya tulis maupun laporan kasus asuhan keperawatan pada
klien dengan diagnosa medis CKD.
1.4.2 Bagi Perawat
Perawat dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan dan
tambahan informasi mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medis CKD.
1.4.3 Bagi Institusi
Makalah ini dapat dipergunakan sebagai tambahan bahan bacaan bagi
mahasiswa serta dapat menjadi panduan penulisan dalam penyelesaian tugas
asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis CKD.

8
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gagal Ginjal


Secara definisi, gagal ginjal kronik disebut juga dengan Cronic Kidney
Disiase (CKD). Perbedaan kata kronis dengan akut adalah kronologis waktu da
tingkat fisiologis filtrasi. Menurut Mc Clellan (2006) dalam Eko Prabowo (2014)
dijelaskan bawha gagal ginjal kronik merupakan kondisi pada ginjal yang
persisten (keberlangsungan > 3 bulan) dengan :

1. Kerusakan ginjal
2. Kerusakan glomerular filtration rate (GFR) dengan angka GFR < 60 ml/
menit/1.73.m2

2.1.1 Definisi Gagagl Ginjal


Menurut Arif Muttaqin (2014) gagal ginjal kronik merupakan kegagalan
fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat distruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah. Oleh karena itu perlu
diketahui klasifikasi dari derajat gagal hinjal kronis untuk mengetahui
prognisanya yaitu sebagai berikut :

Stage Deskripsi GFR (ml/menit/1.73m2)


1 Kidnet Demage With Normal Or Increase ≥ 90
Of GFR
2 Kidney Demage With Mild Decrease Of 60-89
GFR
3 Moderate Decrease Of GFR 30-59
4 Safere Decrease Of GFR 15-29
5 Kidney Failure >15 (or daylis)

9
2.1.2 Etiologi
Kondisi klinis yang dapat memungkinkan mengakibatkan gagal ginjal kronik bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal :

1. Penyakit dari ginjal


a. Penyakit pada saringan (glomelurus) : glomerulonefritis
b. Infeksi kuman : pyelonefritis, ureteritis
c. Batu ginjal : nefrolitiasis
d. Kista di ginjal : polcystis kidney
e. Trauma langsung pada ginjal
f. Keganasan pada ginjal
g. Sumbatan : batu, tumor, penyempitan/striktur
2. Penyakit umum diluar ginjal
a. Penyakit siskemik : diabetes militus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. SLE
d. Infeksi di badan : TBC paru, Sifilis, malaria dan hepatitis
e. Preeklamsi
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

2.1.3 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang
bersifat siskemik. ginjal sebagai koordinasi dalam peran sirkulasi yang memiliki
banyak fungsi, sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan
mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini
adalah tanda gejala gagal ginjal kronik yang disampaikan oleh Robinson (2013)
dalam eko prabowo (2018) :

1. Ginjal dan gastrointestinal

Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulu kering,


penurunan turgor kulit, kelemahan dan mual. Kemudian terjadi penurunan
kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan
kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami

10
kelemahan. Kelebihan cairan tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis
metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan
sedimentasi yang tinggi.

2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic percarditis,
gagal jantung, adema periorbital dan edema perifer.
3. Respiratory sistem
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
sputum yang kental, uremic dan sesak napas.
4. Gastrointestinal

Biasanya menunjukkan inflamasi dan ulserasi pada mukosa gastrointestinal


karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi.

5. Integumen

Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan dan kering. Selain itu biasanya


menunjukkan adanya purpura, ekimosis, ptechie dan timbunan urea pada kulit.

6. Neurologis

Biasanya ditunjukkan dengan neuropati perifer, nyeri, gatal pada lengan dan
kaki. Selain itu biasanya terdapat adanya kram otot, daya memori menurun, daya
kantuk semakin meningkat , pusing bahkan kejang.

7. Endokrin

Bisa terjadi infersibilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan


siklus menstruasi pada wanita, penurunan sekresi sperma.

8. Hematopoitiec

Tejadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombosipenia


(tampak dari dialysis) dan kerusakan platet. Biasanya masalah yang serius pada
sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan

11
9. Muskuloskeletal

Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur phatologis dan
klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi).

2.1.4 Perjalanan Klinis


Perubahan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium
yaitu :

a. Stadium I dinamakan penurunan cadangan ginjal.

Selama stadium ini kreatinin dan kadar BUN normal, dan penderita
asimtomatik, gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan
kemih dan tes GFR yang teliti

b. Stadium II dinamakan infusiensi ginjal :


1) Pada stadium ini, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfumgsi
telah rusak
2) GFR besarnya 25% dari normal
3) Kadar BUN dan Kreatinin serum muylai meningkat dari normal
4) Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di malam hari sampai 700
ml dan poliuria (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul.
c. Stadium III dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremis
1) Sekitas 90% dari nefron telah hancur atau rusak, atau hanya sekitar
200.000 nefron saja yang masih utuh
2) Nilai GFR hanya 10% saja dari keadaan normal.
3) Kretinin dan BUN akan meningkat dan mencolok
4) Gejala-gejala yang timbul dari ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, yaitu
karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik.

2.1.5 Patofisiologi
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat
yang masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Hingga
fungsi ginjal turun dari 25% normal, manifestasi gagal ginjal kronik mungkin

12
akibat nefron-nefron yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang sudah rusak.
Nefron yang tersisan meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya,
serta mengalami hiportrofi.

Seiring dengan makin banyaknya nefron mati, maka nefrin yang tersisa akan
menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut lama-
kelamaan akan rusak dan mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya
berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untyuk meningkatkan
reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi
pembentukan jaringfan parut dan aliran darah ginjal yang akan berkurang.
Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga
dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk keadaan gagal
ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma.
Kondisi ini akan bertambah buruk dengan semakin banyaknya pembentukan
jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi
ginjal akan menurun drastis dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit
yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia
berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.

13
2.1.6 Pathway Gagal Ginjal Kronik Dengan Hipertensi

14
2.1.7 Komplikasi

Menururut Baughman (2000) dalam Eko Prabowo (2014) komplikasi yang


dapat ditimbulkan oleh penyakit gagal ginjal kronis yaitu :

15
1. Penyakit tulang

Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan


mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh
(osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur phatologis.

2. Penyakit kardiovaskuler

Ginjal sebagai kontrol sirkulasi siskemik akan berdampak secara siskemik


berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransiglukosa dan kelainan hemodinamik
(sering terjadi hipertrofi di ventrikel kiri)

3. Anemia

Selain berfunsi dalam sirkulasi, ginjal berfungsi dalam rangkaian hormonal


(endokrin), sekresi eritroprotein yang mengalami defisiensi di ginjal akan
mengakibatkan penurunan hemoglobin.

4. Disfungsi seksual

Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal maka libido sering mengalami


penurunan dan terjadi impotensi pada pria, pada wanita terjadi
hiperprolaktinemia.

2.1.8 Pemeriksaan diagnostik.

Menurut baughman (2000) dalam Eko Prabowo (2014) berikut ini adalah
pemeriksaan penunjang yang dibutukan untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal
kronik antara lain :

a. Biokimiawi

Pemeriksaan pertama dari analisa ginjal adalah ureum dan kreatinin plasma.
Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah dengan
anlisa Creatinine Clearence (klirens kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi
ginjal pemeriksaan kadar eletrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui
status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal

b. Urinalisis

16
Pemeriksaan ini dilakukan apabila ada atau tidaknya infeksi pada ginjal atau
ada atau tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan prenkim ginjal.

c. Ultrasonografi ginjal

Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang mendukung


untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya
menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal, selain itu ukuran
dari ginjal pun akan terlihat.

2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Toto Suharto (2013) Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi
menjadi 2 tahap, yaitu tindakan konservatis dan dialisis atau transplantasi ginjal.

1. Tindakan konservatif

Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau


memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif. Pengobatannya adalah sebagai
berikut :

a. Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan

Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi juga


mengurangi kalium dan fosfat, serta mengurangi ion hidrogen yang berasal
dari protein. Pembatasan asupan protein telah terbukti menormalkan
kembali kelaianan ini dan memperlambat terjadinya gagal ginjal. Jumlah
kebutuhan protein biasanya dilonggarkan sampai 60-80 g/hari apabila
penderita mendapatkan dialysis teratur

Diet rendah Kalium, hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal


ginjal lanjut, asupan kalium dikurangi. Diet yang dianjurkan adalah 40-80
mEq/hari. Penggunaan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat
menyebabkan hiperkalemia.

Diet rendah natrium, diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g
Na). Asupan natrium yang terlalu longgar akan menyebabkan retensi cairan,
edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.

17
Pengaturan cairan, cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut
harus diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data
asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat
badan harian. Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi
berkelebihan dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan
dehidrasi, hipotensi dan gagal ginjal.

b. Pencegahan dan pengobatan komplikasi

Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan cairan,


pemberian obat antihipertensi seperti metildopa (aldomet) pro-pranolol, klonidin
(catapres). Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisa maka obat anti
hipertensi dihentikan karena akan mengakibatkan hipotensi dan syok akibat
keluarnya cairan dari intavaskular melalui ultrafiltrasi.

Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosadan insulin intravena


yang akan memasukkan ke dalam sel atau dengan pemberian kalsiem glukonat
10%

Anemia, karena anemia disebabkan oleh penurunan sekresi eritropoetin oleh


ginjal. Prmgobatannya dengan pemberian eritropoetin yaitu rekombinan
eritropoetin (r-EPO), selain dengan pemberian vitamin dan asam volat, besi dan
tranfusi darah.

Diet rendah fosfat yaitu dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat
didalam usus. Gel yang dapat mengikat harus dimakan dengan makanan.

Pengobatan hiperurisemia yaitu obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia


pada penyakit ginjal lanjut adalah pemberian alopurinol. Obat ni mengurangi
kadar asam urat dengan menghambat biosintesis sebgai asam urat total yang
dihasilkan oleh tubuh.

2. Dialysis dan transplasi

Pengobatan gagal ginjal stadium akhir yaitu dengan dialysis dan


transplantasi gi njal. Dialysis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita
dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal.

18
Dialysis digunakan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6 mg/100
ml pada laki-laki dan 4 ml/100 ml pada wan

2.2 Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian

1. Keluhan Utama

Klien dengan hemodialisis biasanya mengeluhkan: Lemas, pusing, gatal,


bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar, mual, muntah, tidak nafsu makan, susah
tidur, berdebar, mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri
dada, nyeri punggung,susah berkonsentrasi, kulit kering, pandangan gelap, nyeri
otot, nyeri pada penusukkan jarum,rembes pada akses darah, keringat dingin,
batuk berdahak/tidak.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Kaji onset penurunan ouput, penurunan kesadaran, perubahan pola napas,


kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau, dan perubahan
pemenuhan nutrisi.

3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Menanyakan adanya riwayat infeksi saluran kemih, infeksi organ lain,


riwayat,kencing batu/obstruksi,riwayat konsumsi obatobatan, jamu,riwayat traum
ginjal, riwayat penyakitendokrin, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat darah
tinggi, riwayat kehamilan, riwayatdehidrasi, riwayat trauma.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Menanyakan riwayat polikistik, diabetes, hipertensi, riwayat penyakit ginjal yang


lain.

5. Pengkajian Psikososial
a. Integritaqs ego
b. Interaksi social
c. Tingkat pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
d. Stress emosional

19
e. Konsep diri
6. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mengurangi sistem saraf
pusat. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan: RR meningkat dan tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

a. B1 (Breathing)

Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase
ini. Respon uremia didapatkan adanya pernapasan kusmaul. Pola napas cepat dan
dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.

b. B1 (Blood)

Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan menemukan


adanya Friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan
tanda dan gejala yang kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik,
palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema
penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.

Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia, Anemia sebagai


akibat dari penurunan produksi produksi eritroprotein, lesi gastrointestinal uremik,
penueunan usia sel darah merah dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombosipenia.

c. B3 (Brain)

Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti


perubahan proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram otot
dan nyeri otot.

d. B4 (Bladder)

20
Penurunan urine output <400ml/hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.

e. B5 (Bowel)

Didapatkan adanya mual muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga cerna
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

f. B6 (Bone)

Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, prutitus,
demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defosit
fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak dan sendi keterbatasan gerak sendi,

Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dan hipertensi.

7. Pemeriksaan
a. Laboratorium
1) Urine lengkap
2) Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre
dan post, kreatinin predan post, protein total, albumin, globulin,
SGOT-SGPT, bilirubin, gama gt, alkalifosfatase, kalsium,
fosfor, kalium, natrium, klorida, gula darah, SI, TIBC,
saturasitransferin, feritin serum, pth, vit D, kolesterol total,
HDL, LDL, trigliserida, asam urat,Hbs Ag, antiHCV, anti HIV,
CRP, astrup:pH/P02/pC02/HCO3.
3) Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemi,ureumikum, kreatinin meningkat,
pH darah rendah, GD klien DM menurun.
b. Radiologi

Ronsen, Usg, Echo : kemungkinan ditemukan pembesaran adanya


pembesaran jantung, adanya batu saluran kencing/ginjal, gambaran keadaan
ginjal, adanya pembesaran ukuran ginjal dan vaskularisasi ginjal.

21
c. Biopsi
Dapat dilihat pembesaran jantung, gangguan irama, hiperkalemia dan
hipoksia miokard.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul


1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine
2. Pola nafas tidak efektif b.d Asidosis: Pernapasan Kusmaul, Anemia dan
Hiperkalemia
3. Gangguan rasa nyaman b.d gatal-gatal pada kulit dan kram
4. Resiko terjadi hipotensi b.d penurunan volume darah yang berlebihan
5. Gangguan integritas kulit
6. Hiperglikemia
7. Resiko cidera b.d Odema
8. Penurunan curah jantung
9. Intoleransi aktivitas
10. Insomnia

2.2.3 Intervensi dan Implementasi


1. Diagnosa kelebihan volume cairan

a. Monitor status pernafasan dan oksigenasi


b. Monitoring TTV
c. Monitor cairan
d. Manajemen pola napas
e. Berikan O2 atau jalan nafas bantuan
f. Atur posisi dengan posisi semi fowler
g. Lakukan auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun
atau tidak ada adanya suara nafas buatan
h. Ajarkan kepada keluarga pasien mengenai pembatasan asupan cairan
untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan.
2. Pola nafas tidak efektif
a. Monitor status pernafasan dan oksigenasi

22
b. Monitor TTV
c. Monitor cairan
d. Manajemen pola napas
e. Berikan O2 atau jalan nafas bantuan
f. Atur posisi dengan posisi semi fowler
g. Lakukan auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun
atau tidak ada adanya suara nafas buatan
h. Ajarkan kepada keluarga pasien mengenai pembatasan asupan cairan
untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan.
3. Gangguan Integritas Kulit
a. Timbang berat badan pasien
b. Observasi TTV pasien
c. Monitor Ekstremitas bawah
d. Lakukan pengecekan kulit
e. Memberikan pengajaran perawatan kaki
f. Ajarkan pasien untuk tekhnik mengusap-ngusap tubuh di area yang
gatal.
g. Beri edukasi mengenai ketidakefektifaan mengaggaruk-garuk badan
dengan kuku di area yang gatal
h. Beri edukasi mengenai pemberian baby oil dan lotion
i. Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian lotion atau salep
4. Intoleransi Aktivitas
a. Monitor TTV
b. Monitor BB
c. Observasi keadaan aktivitas pasien
d. Manajemen aktivitas pasien
e. Ajarkan terapi latihan keseimbangan, pergerakan sendi, kontrol otot
f. Kolaborasi dengan keluarga mengenai latihan mobilisasi
5. Insomnia
a. Monitor gangguan tidur pasien
b. Manajemen lingkungan : kenyamanan
c. Pengaturan posisi tidur

23
d. Ajarkan ROM pada pasien
e. Berikan edukasi mengenai peningkatan tidur pasien dengan adanya
sentuhan atau pemijatan secara perlahan
f. Kolaborasikan dengan keluarga mengenai tekhnik relaksasi

2.2.4 Penatalaksanaan Medis


Tujuan penatalaksanaan medis adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut :

1. Dialysis

Dialysis dapat dilakukan untuk mecegah komplikasi gagal ginjal yang


serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialysis memperbaiki
abnormalitas biokimia: menyebabkan cairan, protein dan kalium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.

2. Koreksi Hiperkalemia

Mengenadalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat


menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
bisa di diagnosis dengan EEG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya
dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat dan pemberian infus
glukosa.

3. Koreksi Anemia

Usaha pertama harus ditunjukkan untuk mengatasi faktor defisiensi,


kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Peningkatan gagal ginjal secara keseluruhan akan dapar menimbulkan
peningkatan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan apabila asa indikasi yang
kuat, misalnya ada infusiensi koroner.

4. Koreksi Asidosis

24
Pemberian asam akan melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100
mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan, jika diperlukan dapat diulang.

5. Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpha metildopa dan vasodilator dilakukan.


Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena
tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

6. Transplantasi Ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK msks seluruh faal
ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

2.3 Konsep Hemodialisa


1. Definisi Hemodialisa

Hemodialisa berasal dari kata Hema yang berarti darah dan Dialysis yang
berarti pemisah/filtrasi. Jadi hemodialisa merupakan proses pembersihan pada
darah oleh akumulasi sampah buangan dan digunakan bagi pasien dengan tahap
akhir gagal ginjal atau pasien yang mempunyai penyakit akut yang membutuhkan
dialysis dengan waktu yang singkat Nur Salam(2010)

2. Tujuan Hemodialisa

Tujuan dilakukannya hemodialisa adalah untuk mempermudah produk


limbah yang terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan dalam dialysis.
Muttaqin dan Sari (2011).

Apabila menurut Nurdin (2009) mengemukakan tujuan dilakukannya


hemodialisa sebagai berikut :

1) Membuang produk metabolisme protein seperti : urea, kreatinin dan asam


urat.
2) Membuang kelainan air
3) Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh
4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh

25
5) Memperbaiki standar kesehatan penderita

3. Indikasi dan Kontra Indikasi


a. Indikasi

Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien yang mempunyai


permasalahan pada ginjal seperti : pasien gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik
untuk sementara sampai ginjal kembali berfungsi, pasien dinyatakan memerlukan
hemodialisa apabila terdapat indikasi sebagai berikut :

a) Hiperglikemia
b) Asidosis
c) Kegagalan terapi konservatif
d) Kadar ureum atau jumlah kreatinin yang tinggi dalam darah
e) Kelebihan cairan
f) Perikanditis dan fungsi yang berat
g) Hiperkalesimia dan hpertensi

b. Kontraindikasi
a) Hipotensi
b) Penyakit terminal
c) Organ Brain Syndrome
d) Sindrom hepatorenal
e) Penyakit alzheimers

4. Prinsip Hemodialisa
Seperti pada ginjal, ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu :
difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.

a. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan


kadar didalam darah.
b. Ptroses osmosis adalah proses perpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu
perbedaan osmotalitas dan dyalisis.
c. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik di dalam darah dan dialisat.

26
5. Peralatan Inti Hemodialisa
1) Mesin Hemodialisis
2) Dialiser atau ginjal buatan
3) Dialisat

6. Komplikasi
a. Hipotensi
b. Mual dan muntah
c. Sakit kepala
d. Deman disertai menggigil
e. Gatai-gatal
f. Perdarahan amino setelah dialisis
g. Kram otot

27
BAB 3

TINJAUAN KASUS

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA PENDEKATAN
REVIEW OF SISTEM (Adaptasi Henderson & Roy)

Tgl Pengkajian : 28 November 2018 Jam : 13.00


Tgl MRS : 28 November 2018 No Rekam Medik : 35XXXX
Ruang : Hemodialisa Diagnosa Medis : CKD

Nama : Tn.S Pekerjaan : Purnawirawan


Umur : 54 tahun Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMP Status perkawinan : Kawin
Alamat : Surabaya Penanggung biaya : BPJS

3.1 Pengkajian
Riwayat Sakit dan Kesehatan
Keluhan Utama Px mengatakan sesak nafas dan kedinginan
Riwayat Penyakit Px datang ke UGD RSAL pada tanggal 22 November 2018 dengan
Sekarang keluhan sering kelelahan dan jarang berkemih. Sebelumnya pasien
dianurkan pada tetangganya bahwa jika kelelahan dapat dipijatkan di
tukang pijet, namun saat setelah dipijat, seluruh badan Tn.S merasakan
kaku lalu keluarga pun memeriksakannya ke Rumah Sakit. Dokter
mengatakan bahwa Tn.S mengalami masalah pada ginjalnya yaitu
gagal ginjal kronis. Saat melakukan pemeriksaan laboratorium juga
didapatkan BUN dan Kreatinin meningkat sehingga Tn.S harus
melakukan terapi cuci darah (Hemodialisa). Saat ini sudah terhitung ±
2 bulan Tn.S melakukan cuci darah akan tetapi setiap akan melakukan
cuci darah kondisi Tn.S selalu drop/menurun. Tn.S terlihat menggigil,

28
sesak nafas sehingga Tn.S mengunakan oksigen, rasa nyilu-nyilu pada
daerah kakinya. Tn S tampak cemas ketika akan dilakukan tindakan
hemodialisa. Hasil observasi tanda-tanda vital yaitu TD : 80/60
mmHg, N: 96 x/menit, S : 37, 5 oC, RR : 26 x/menit, SPO2 : 84 %.
Riwayat Penyakit Istri Tn.S mengatakan pada bulan Juli 2016 Tn.S mengalami
Dahulu Hipertensi dan Diabetes Mellitus, di bulan Juli 2017 dokter
mendiagnosa Tn.S mengalami Sirosis Hepatis. Pada bulan September
2018 Tn.S mengalami CKD (Chronic Kidney Disease).
Riwayat Penyakit Px mengatakan dari pihak keluarganya tidak ada yang mengalami
Keluarga riwayat penyakit seperti dirinya, namun kakek dari pihak istri memiliki
riwayat hipertensi.
Riwayat Alergi Px mengatakan memiliki riwayat alergi obat Amoxilin
Keadaan Umum : Kesadaran :
- Lemah - Composmentis
- Kooperatif
- Px terlihat menggigil
Tanda Vital TD : 110/70 mmHg BB Post
N : 96 x/menit HD
Sebelumnya : 58 kg
S : 37, 5 oC
RR : 26 x/menit BB Pre HD : 61 kg
SPO2 : 84 %.

Genogram

29
B1 : Breath/Pernafasan
Bentuk dada px Normochest, tidak terdapat otot bantu nafas tambahan, irama nafas
ireguler, pola nafas ortopnea, suara nafas vesikuler, tidak terdengar suara nafas
tambahan, px terlihat sesak nafas, px tidak batuk, tidak ada sputum dan tidak ada
tanda-tanda sianosis. Px berkeringat dingin.

MK : Ketidakefektifan Pola Nafas (00032) b.d Hiperventilasi

B2 : Blood/Sirkulasi
Irama jantung ireguler, bunyi jantung S1 S2 tunggal, CRT < 2 detik, akral DLM
(Dingin, Lembab, Pucat), terdapat Oedema pada ekstermitas bawah atau kaki, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening dan pendarahan.

MK : Tidak Ada Masalah Keperawatan

B3 : Brain/Persarafan
GCS : 456
Reflek fisiologis : Reflek patella (ekstensi lutut), Bisep (+), Trisep (+)
Reflek patologis : Negative
Nervus Kranial I : mampu mencium bau
Nervus Kranial II : mampu melihat normal
Nervus Kranial III : mampu menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah
Nervus Kranial IV : mampu menggerakkan bola mata ke dalam
Nervus Kranial V : mampu mengunyah
Nervus Kranial VI : mampu menggerakkan mata ke lateral
Nervus Kranial VII : mampu tersenyum
Nervus Kranial VIII : mampu mendengar dengan normal
Nervus Kranial IX : tidak ada kesulitan menelan
Nervus Kranial X : menelan dengan baik
Nervus Kranial XI : mampu menggerakkan bahu, kepala dengan baik
Nervus Kranial XII : menjulurkan lidah
Letak kepala simetris, tidak ada nyeri kepala.

30
MK : Tidak Ada Masalah Keperawatan

B4 : Bladder/Perkemihan
Intake cairan 500 ml/24 jam (px tidak mematuhi terapi) dan output cairan ± 110 ml/24
jam seharusnya IWL : 870 ml/24 jam, tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih, tidak
ada distensi kandung kemih.

MK : Kelebihan Volume Cairan (00026) b.d Gangguan Mekanisme Regulasi

B5 : Bowel/Pencernaan
Keluarga px mengatakan px hanya habis ¼ porsi saja dan terkadang tidak makan. BAB
px juga tidak lancar, frekuensi BAB seminggu 1 kali dan bersifat lunak berwarna
coklat gelap. Sebelum sakit frekuensi BAB 2 hari sekali bersifat lunak berwarna coklat
kekuning-kuningan. Dibagian abdomen mengalami asites

Wawancara : Tn S mengeluh nafsu makan menurun,


Inspeksi : mulut bersih, tidak ada gigi palsu, membran mukosa bibir kering, bentuk
perut buncit (asites)
Palpasi & perkusi : Tn S tidak merasakan nyeri ketika dipalpasi, Lien teraba, perkusi
menunjukkan redup.

B6 : Bone/Muskuloskeletal
Rambut kering, sering rontok, tidak berketombe, px dapat melakukan ROM walaupun
terkadang nyilu pada bagian lutut sampai ujung kaki akan tetapi akan hilang saat
dipijat-pijat, jika saat cuci darah/Hemodialisa. Tidak ada patah tulang atau trauma yang
dialami.
Kekuatan otot 555 555
xxx xxx (Oedema)

MK : Tidak Ada Masalah Keperawatan

31
Sistem Integumen
Warna kulit kuning langsat, tugor kulit elastis, bagian kuku terdapat batas tegas, kulit
terlihat kering dan bersisik dibagian lutut sampai mata kaki. terdapat pruritus
diekstremitas bagian bawah.

MK : Gangguan Integritas Kulit (D.0129) b.d Kelebihan Volume Cairan

Pola Istirahat Tidur


Px mengatakan sulit tidur, ± 1 jam bangun lagi dikarenakan kondisinya dan juga px
selalu merasa sesak dan kedinginan.
Pada saat tidur siang jam 10.00 – 14.00, tidur malam 22.00 – 00.00 bangun lagi lalu
akan tidur lagi.

MK : Gangguan Pola Tidur (D.0055) b.d Hambatan Lingkungan

Sistem Penginderaan
Sistem Penglihatan : Pupil isokor, sklera ikterus, konjungtiva anemis
Sistem Pendengaran : telinga bersih, tidak ada gangguan pada sistem pendengaran
Sistem Penciuman : bentuk hidung simetris, septum ditengah/sejajar, tidak gangguan
penciuman

Sistem Endokrin
Tidak terjadi pemebesaran pada tiroid, terakhir pemeriksaan kadar gula darah acak
pasien 332 namun sudah 1 tahun yang lalu untuk saat ini px belum melakukan
pemeriksaan lagi.

Personal Hygiene
Px mengatakan mandi sebanyak 2 kali sehari, keramas 1 kali sehari, ganti pakaian 1
kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari, memotong kuku 1 kali seminggu.

32
Psikososiocultural
Ideal diri Tn.S menginginkan dirinya sehat agar dapat menjalani aktivitas sehari-
hari dan tidak merepotkan orang lain.
Gambaran Tn.S merasa tidak bahagia karena keadaan beliau yang tidak sehat
diri sehingga merepotkan orang lain.
Peran diri Tn.S merupakan kepala keluarga walaupun saat ini Tn.S sudah tidak
bisa mencari nafkah.
Harga diri Tn.S merasa tidak berharga menjadi seorang suami dan kepala keluarga
karena tidak dapat melakukan apa-apa.
Identitas Tn.S seorang laki-laki berusia 54 tahun yang merupakan kepala
diri keluarga.
Citra tubuh Tn.S merasa tidak senang dengan tubuhnya yang sakit-sakitan, sering
mengalami BB dan penyakit ginjal yang dideritanya.
Hub.dgn Hubungan Tn.S dengan keluarganya dan lingkungan sekitar tidak ada
lingkungan hambatan dan baik-baik saja.
sekitar
Kenyakinan Tn.S beragama islam namun jarang menjalankan kewajiban sholat 5
dan nilai waktu dan jarang berdzikir.
Koping & Tn.S merasa tertekan dengan penyakitnya dan Tn.S tidak terlalu
toleransi bersemangat saat melakukan cuci darah/hemodialisa.
stres

Data Penunjang/Hasil Pemeriksaan Diagnostik


(Darah Lengkap/Kimia Klinik/Blood Gas Analisa/Radiologis)
Hasil Lab (26-11-2018) :
BUN 47,0 mg/dl (10-24)
Kreatin 9,5 mg/dl (0,6-1,1)
Natrium 122,7 mmol/L (135,00-147,00)
Kalium 3,32 mmol/L (3,50-5,00)
Chlorida 100,7 mmol/L (95,00-105,00)

33
Terapi Medis

Tgl Terapi Obat Dosis Indikasi Rute Efek Samping


28 Hemapo 3000 Terapi anemia pada SC  Pusing
Nov IU/1 pasien penyakit (Subkutan)  Hipertensi
2018 ml ginjal kronik yang  Arthralgia
menjalani  Gerenyet
dialisis/yang tidak  Pireksia
menjalani dialisis.  Pusing
 Infeksi saluran
pernapasan atas

Neurobion 5000 Neurobion juga IV (Intra  Gatal kulit


(Ampul) mg Vena
dianjurkan untuk  Ruam gatal atau
pengobatan neuritis ringan
dan neuralgia saraf  Mual
tulang belakang,  Kegelisahan
terutama lemah otot  Gatal kulit
wajah, sindrom  Kesulitan dalam
serviks, nyeri menelan
punggung bawah,  Batuk
dan iskialgia (nyeri  Kesulitan
dari bokong hingga bernafas
kaki). Obat ini juga  Banyak
dapat dipakai untuk Berkeringat
meredakan
kesemutan, kebas
(mati rasa), dan
pegal otot yang
berlangsung lama

34
Surabaya,.......................................

.....................................................
NIM

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

.................................................. ........................................................
NIP. NIP .

35
ANALISA DATA

Data/Faktor Resiko Etiologi Masalah


DS : Hiperventilasi Ketidakefektifan
- Px mengatakan sesak nafas, apabila duduk sesak Pola Nafas
berkurang. (00032, Nanda-I
2018)
DO :
- Px terlihat sesak nafas
- Pasien terlihat cemas yang berlebihan
- Pasien terlihat gelisah
- Pasien meminta pada istrinya untuk mengganti
posisi tidurnya yaitu dengan duduk agar bisa
bernapas
- Px kram di bagian kaki
- Px terlihat terengah-engah
- Pada saat intra HD didapatkan :
TD : 80/60 mmHg
RR : 26 x/menit
Nadi : 96 x/menit
SPO2 : 84%
DS : Gangguan mekanisme Kelebihan Volume
- Px mengatakan hanya mengeluarkan urine ± regulasi Cairan
110 ml/24 jam (00026, Nanda-I
- Keluarga px mengatakan Tn.S konsumsi air ± 2018)
500 ml dalam 24 jam namun sulit untuk BAK.
- Keluarga pasien mengatakan meskipun sakit
Tn.S mempunyai pola makan yang banyak

DO :
- Abdomen px terlihat asites
- Pada bagian kaki terlihat oedema

36
- Intoleransi aktivitas
- BB Post HD sebelumnya : 58 kg
- BB Sebelum HD : 61
- Pitting edema pada kaki derajat 2
- Px mengalami Oliguri ± 110 ml/24 jam
- Intake cairan 500 ml (px tidak mematuhi terapi)
DS : Hambatan Lingkungan Gangguan Pola
- Px mengatakan sulit tidur, hanya bisa tidur ± 1 Tidur (D.0055
jam bangun lagi. SDKI Edisi I 2018)
- Px mengatakan alasan tidak bisa tidur karena
merasa tidak nyaman dengan perut yang besar
dan kedinginan.
- Px mengatakan mengantuk namun tidak bisa
tidur

DO :
- Px terlihat pucat
- Px terlihat gelisah saat tidur
- Tidur px tidak tercukupi dalam 24 jam, hanya
dapat tidur 5 jam saja
- Kesulitan memulai tidur
DS : Kelebihan Volume Gangguan
- Keluarga pasien mengatakan seluruh tubuh Cairan Integritas Kulit
bagian kulit kering sudah sejak lama dan (D.0129 SDKI
bertambah parah sejak mengikuti proses HD di Edisi I 2018)
bagian kaki sampai mengalami pruritus.

DO :
- Bagian kuku terdapat batas tegas
- Kulit dari bagian mata kaki sampai ke ujung
kaki terlihat kering dan bersisik
- Warna kulit di bagian kaki hitam atau tidak

37
sama dengan warna kulit bagian wajah
- Pruritus pada ekstremitas bawah

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kelebihan Volume Cairan b.d Gangguan Mekanisme Regulasi
2. Ketidakefektifan Pola Nafas b.d Hiperventilasi
3. Gangguan Pola Tidur b.d Hambatan Lingkungan
4. Gangguan Integritas Kulit b.d Kelebihan Volume Cairan

38
3.3 Prioritas Masalah
PRIORITAS MASALAH

Tanggal Ttd
No. Masalah Keperawatan
Ditemukan Teratasi

1. Ketidakefektifan pola nafas (0032, Nanda-I 2018) b.d Hiperventilasi 28-10-2018 Masalah belum teratasi

2. Kelebihan Volume Cairan (00026, Nanda-I 2018) b.d Gangguan 28-10-2018 Masalah belum teratasi
Mekanisme Regulasi
3. Gangguan Pola Tidur (D.0055, SDKI Edisi I 2018) b.d Hambatan 28-10-2018 Masalah Belum Teratasi
Lingkungan
4 Gangguan Integritas Kulit (D.0129 SDKI Edisi I 2018 ) b.d 28-10-2018 Masalah Belum Teratasi
Kelebihan Volume Cairan

39
3.4 Intervensi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Masalah Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Dengan kriteria hasil : 1. Monitor status pernafasan dan 1. Mengetahui jumlah RR yang
Pola Nafas b.d asuhan - Px tidak terlihat sesak oksigenasi dilakukan pasien dan
Hiperventilasi keperawatan nafas 2. Monitor TTV peningkatan keadaan dengan
selama 5 jam - Px tidak terlihat 3. Monitor cairan penggunaan oksigen
diharapkan pola terengah-engah 4. Manajemen pola napas 2. mengetahui perkembangan
nafas kembali - Irama nafas reguler, 5. Berikan O2 atau jalan nafas status kesehatan pasien dan
efektif - RR : 12-20 x/menit bantuan mencegah komplkasi lanjutan
- Nadi 70-100 x/menit 6. Atur posisi dengan posisi semi 3. Mengurangi sesak yang terjadi
- SPO2 : 95-100% fowler pada pasien
7. Lakukan auskultasi suara nafas, 4. mengoptimalkan keseimbangan
catat area yang ventilasinya cairan untuk mencegah
menurun atau tidak ada adanya komplikasi lanjutan
suara nafas buatan 5. meringankan pola nafas yang
8. Ajarkan kepada keluarga pasien berlebihan
mengenai pembatasan asupan 6. posisi semifowler
cairan untuk mengoptimalkan mempermudah paru-paru untuk
keseimbangan cairan. berekspansi
7. mengetahui perkembangan atau
keadaan pasien

40
8. kelebihan cairan dapat
menambah asites px sehingga
memperburuk kondisi pola nafas
px
2. Kelebihan Setelah dilakukan Dengan kriteria hasil : 1. Monitor berat badan 1. Kenaikan berat badan yang
Volume Cairan asuhan - Berat badan setelah 2. Monitor intake dan output signifikan menunjukkan
b.d Gangguan keperawatan HD : 58 kg 3. Manajemen cairan volume cairan yang berlebih
Mekanisme selama 5 jam (mengalami 4. Beri edukasi mengenai dalam tubuh.
Regulasi diharapkan penurunan) ketidakefektifan pemberian cairan 2. Jumlah output kurang dari
kelebihan volume - Keseimbangan yang berlebih jumlah intake menunjukkan
cairan kembali elektrolit 5. Beri edukasi mengenai efek samping volume cairan tertimbun dalam
seimbang. pemberian cairan yang berlebih tubuh
6. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan 3. Manajemen cairan diperlukan
untuk melakukan HD sesuai advive agar meminimalisir volume
dokter. cairan berlebih
4. Mencegah terjadinya perut
yang membesar sehingga
membuat pasien susah untuk
bernapas
5. Cairan yang berlebih dapat
memperburuk kondisi
kelebihan cairan yang dialami
pasien.
6. Terapi hemodialisa mampu

41
membuang kelebihan cairan
yang ada didalam tubuh
3. Gangguan Pola Setelah dilakukan Dengan kriteria hasil : 1. Monitor gangguan tidur pasien 1. Mengetahui gangguan tidur
Tidur b.d asuhan - Px tidak terlihat pucat 2. Manajemen lingkungan : yang terjadi pada pasien
Hambatan keperawatan - Px tidak terlihat kenyamanan 2. Lingkungan yang nyaman
Lingkungan selama 5 jam gelisah saat tidur 3. Pengaturan posisi tidur akan memicu pasien untuk
diharapkan px da - Px menunjukkan 4. Ajarkan ROM pada pasien mudah tidur
keluarga dapat kenyamanan pada saat 5. Berikan edukasi mengenai mengatur 3. Memberikan kenyamanan
mengatasi tidur pola tidur yang benar. untuk pasien ager pasien tidur
gangguan pola - Keluarga dapat 6. Kolaborasikan dengan keluarga dengan nyenyak
tidur. menjelaskan mengenai tekhnik relaksasi 4. Memperlancar aliran darah
pentingnya ROM, dalam tubuh pasien, utuk
pentingnya mengurangi rasa nyeri dan
manajemen kondisi otot tubuh pasien tidak
lingkungan lemah
5. Membantu kualitas tidur
pasien
6. Memudahkan pasien untuk
keadaan yang tenang
4. Gangguan Setelah dilakukan Dengan kriteria hasil : 1. Monitor Ekstremitas bawah 1. Menghindari adanya pruritus
Integritas Kulit asuhan - Pasien tidak 2. Lakukan pengecekan kulit yang bertambah
b.d Kelebihan keperawatan menggaruk-garuk 3. Ajarkan pasien untuk tekhnik 2. Membantu mengurangi
Volume Cairan selama 5 jam badannya. mengusap-ngusap tubuh di area yang keadaan kulit yang kering
diharapkan gatal- - Bekas luka gatal gatal. menjadi lembab dan rasa gatal

42
gatal yang ada berkurang 4. Beri edukasi mengenai berkurang
pada pasien - Pasien mengatakan ketidakefektifaan mengaggaruk- 3. Menghindari adanya luka yang
berkurang. rasa gatal sudah garuk badan dengan kuku di area berlebihan dan adanya infeksi
berkurang yang gatal pada kulit.
- Keluaga pasien 5. Beri edukasi mengenai pemberian 4. Mengurangi kemungkinan
mengatakan sudah baby oil dan lotion luka bertambah parah.
menggunakan lotion 6. Kolaborasi dengan keluarga 5. Pemberian Baby oil dan lotion
dan baby oil untuk mengenai penanganan masalah kulit sebagai upaya Membersihkan
pasien pada saat yang dialami px kulit yang akan mengelupas
dirumah secara dan merawat kulit agar tidak
teratur. kering dan bersisik
6. Memperbaiki keadaan kulit
yang rusak

43
3.5 Implementasi dan Evaluasi

IMPLEMENTASI & EVALUASI

Hari /Tgl No Dx
Hari/Tgl No Evaluasi formatif SOAPIE
Implementasi Paraf Waktu Paraf
Waktu. Dx / Catatan perkembangan

1/12/18 2 - Melakukan monitor berat badan, 1/12/18 1 S:


13.20 pencatatan berat badan sebelum Hd 19.10 - Pasien mengatakan masih sesak karena
62 kg dan berat badan post HD merasa perutnya penuh
13.25 1 sebelumnya 59 kg. O:
- Melakukan pemeriksaan TD 100/80 - Px terlihat masih sesak nafas
mmHg, Nadi : 103 x/menit , RR 24 - Px terlihat terengah-engah
x
13.30 2 /menit SPO2 : 99 % pre HD - Px menggunakan O2
- Melakukan monitor cairan, - Irama nafas ireguler, namun tidak
13.35 2 pencatatan intake 500 ml dan output terdengar suara nafas tambahan
- Memberikan edukasi untuk tetap - RR : 26 x/menit
menjalankan edukasi diet rendah - Nadi 105 x/menit
natrium dan pembatasan intake - SPO2 : 99%
13.37 1,3 cairan A: Ketidakefektifan Pola Nafas
- Mengajarkan pasien relaksasi nafas P : Intervensi dilanjutkan No 1,2,3,4 saat
13.39 4 dalam dan distraksi. HD berikutnya
- Mengajarkan pasien untuk tekhnik
mengusap-ngusap tubuh di area

44
13.40 4 yang gatal.
- Memberi edukasi mengenai S:-
13.45 4 pemberian baby oil dan lotion 1/12/18 2 O:
- Memberi edukasi mengenai 19.20 - BB Post HD sebelumnya : 59 kg
ketidakefektifaan mengaggaruk- - BB Sebelum HD : 62
garuk badan dengan kuku di area - Sesudah HD 60 kg
13.50 1 yang gatal - Pitting edema pada kaki derajat 1
- Memonitor status pernafasan 26 - Asites
x
13.54 1 /menit dan SPO2 : 99% A: Kelebihan Volume Cairan
- Melakukan auskultasi suara nafas, P : Intervensi dilanjutkan No 1,2,3,4 saat
catat area yang ventilasinya HD berikutnya
menurun atau tidak ada adanya
14.00 3 suara nafas buatan S:
- Memonitor gangguan tidur pasien 1/12/18 3 Px mengatakan masih sulit tidur karena
14.20 2 19.30
merasa penuh dibagian perutnya
- Mengobservasi TTV pasien
14.30 2 TD : 110/80 mmHg, N : 113 x/menit, O:
RR : 25 x/menit, SPO2 : 99% - Px terlihat pucat
- Px terlihat gelisah saat tidur
15.00 2
- Pola tidur px tidak tercukupi dalam 24
- Mengajarkan kepada keluarga
pasien mengenai pembatasan asupa jam
4 n cairan untuk mengoptimalkan A : Gangguan Pola Tidur
18.37 1 keseimbangan cairan
P : Intervensi dilanjutkan no 1,2,3,dan 4

45
- Melakukan pemeriksaan TD:
19.00 110/70 mmHg, N : 105 x/menit, RR : S:
26 x/menit 1/12/18 - Keluarga pasien mengatakan gatal-gatal
- Melakukan penimbangan berat 19.35 yang ada pada tubuh pasien masih
badan setelah HD 60 kg belum ada perkembangan berkurangnya
gatal-gatal.
- Keluarga pasien mengatakan tidak
pernah memberi Tn.S lotion dan baby
oil
- Keluarga pasien mengatakan dengan
diberikannya edukasi penggunaan lotion
dan baby oil maka keluarga tertarik
dengan keinginan akan membelikannya
bahan tersebut.
O:
- Saat dilakukan inspeksi terlihat kulit
bersisik, adanya bekas luka garukan di
seluruh tubuh, kuku panjang, kulit Tn.S
di area kaki dan tangan hitam sedangkan
di wajah dan dada sawo matang.
A: Gangguan Integritas Kulit
P: Lanjutkan intervensi no 1,2,6,7

46
BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

Pada kasus ini pasien merupakan seorang laki-laki berusia 54 tahun

dengan keluhan utama dengan keluhan sering kelelahan dan jarang berkemih.

Menurut Muttaqin & Sari (2014) keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi,

mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai

penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa

kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum) dan gatal pada kulit. Dari data dan teori

diatas, dapat ditarik opini bahwa terdapat persamaan keluhan yang dialami oleh

Tn S dengan Teori. Keluhan utama yang dirasakan Tn S yaitu arang berkemih dan

rasa lelah merupakan keluhan umum yang biasa dirasakan oleh penderita gagal

ginjal kronis.

Riwayat penyakit dahulu yang diderita Tn S yaitu Hipertensi dan Diabetes

Mellitus. Tn S menderita Hipertensi sejal Juli 2016 sedangkan Diabetes Mellitus

mulai 2017. Menurut Muttaqin & Sari, (2014) penyakit diabetes mellitus dan

hipertensi merupakan faktor presdisposisi penyebab terjadinya gagal ginjal

kronik. Namun selain menjadi faktor predisposisi, gagal ginjal kronik juga dapat

menyebabkan hipertensi. Dimana pada saat penyusutan progresif nefron-nefron,

terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran beban cairan sehingga dapat

menyebabkan hipertensi (Muttaqin & Sari, 2014). Sedangkan gagal ginjal kronik

juga dapat menyebabkan diabetes mellitus. Dimana pada pasien gagal ginjal

kronik akan terjadi sindrom uremik, sehingga menyebabkan respon endokrin

47
gangguan metabolisme glukosa dan lemak yang mengakibatkan keadaan

hiperglikemia dan hipertrigliserida. Pada kasus Tn S, tidak terjadi hipertensi pada

saat pre, intra maupun post dialisa. Tekanan darah Tn S cenderung turun atau

hipotensi. Dimana hipotensi merupakan komplikasi kardiovaskuler yang

diakibatkan oleh hemodialisis atau yang disebut Intra Dialysis Hypotension

(IDH). Menurut Nasution, Tarigan, & Patrick, (2013) penyebab terjadinya IDH

adalah multifaktorial. kondisi pasien dapat mencetuskan penurunan tekanan darah

selama hemodialisis: umur, komorbid seperti diabetes dan kardiomiopati, anemia,

large interdialytic weight gain (IDWG), penggunaan obat-obat antihipertensi.

faktor-faktor yang berhubungan dengan dialisis itu sendiri dapat berkontribusi

terhadap instabilitas hemodinamik: sesi hemodialisis yang pendek, laju

ultrafiltrasi yang tinggi, temperatur dialisat yang tinggi, konsentrasi sodium

dialisat yang rendah, inflamasi yang disebabkan aktivasi dari membran dan lain-

lain.

Pada saat pengkajian Tn S mengatakan sering nyilu pada bagian lutut

sampai ujung kaki dan kulit terlihat kering dan bersisik dibagian lutut sampai

mata kaki. Kram Otot dapat disebabkan akibat terjadinya sindrom uremik.

Sehingga terjadi respon muskuloskeletal, ureum pada jaringan otot yang

menyebabkan terjadinya kram otot dan nyeri otot. Sedangkan terjadinya

hiperpigmentasi pada kulit pasien dengan gagal ginjal kronik dapat disebabkan

akibat sindorm uremik, sehingga terjadi respon integumen ureum pada jaringan

kulit yang menyebabkan terjadinya pucat, hiperpigmentasi, perubahan rambut dan

kuku, pruritus, kristal uremik, kulit kering dan pecah, berlilin serta memar

(Muttaqin & Sari, 2014).

48
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn S yaitu Kelebihan

Volume Cairan. Pada kasus gagal ginjal kronik sering ditemukan maslaah

tersebut. Hal tersebut disebabkan krena ginjal kehilangan fungsinya sehingga

tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang

berlebihan (poliuria). Hipothenuria disebabkan oleh peningkatan beban zat tiap

nefron. Hal tersebut terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut

dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat bberfungsi lama.

Terjadi osmotik diuretik, yang menyebabkan seseorang dehidrasi. Jika jumlah

nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring

urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak

dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan

dengan retensi aidan natrium (Muttaqin & Sari, 2014). Pada kasus ini, Tn S

mengalami kenaikan BB post HD yang lalu dengan pre HD rata-rata 1-2 kg tiap

HD. Kelebihan volume cairan pada Tn S juga ditandai oleh adanya pitting edema

dan asites.

Hasil Lab terakhir Tn S menunjukkan penurunan nilai kalium dengan data

Kalium 3,32 mmol/L (3,50-5,00). Penurunan kalium atau hipokalemia terjadi

pada penyakit tubuler ginjal. Dimana kondisi ini akan menyebabkan eksresi

kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan

produksi NH3 meningkat, HCO3 menurun dan natrium bertahan. Pada kasus Tn S

hasil lab menunjukkan Natrium 122,7 mmol/L (135,00-147,00) dimana natrium

masih dalam batas normal. Dari data dan teori diatas mempunyai kesamaan

hubungan antar keduanya.

49
4.2 Hasil Observasi

Menurut buku yang dikemukakan oleh Arif Muttaqin (2014) Kondisi klinis

yang dapat memungkinkan mengakibatkan gagal ginjal kronik bisa disebabkan

dari ginjal sendiri dan di luar ginjal :

1. Penyakit dari ginjal

Penyakit pada saringan (glomelurus) : glomerulonefritis, Infeksi kuman :

pyelonefritis, ureteritis, Batu ginjal : nefrolitiasis, Kista di ginjal : polcystis

kidney, Trauma langsung pada ginjal, Keganasan pada ginjal, Sumbatan :

batu, tumor, penyempitan/striktur

2. Penyakit umum diluar ginjal

Penyakit siskemik : diabetes militus, hipertensi, kolesterol tinggi,

Dyslipidemia, SLE, Infeksi di badan : TBC paru, Sifilis, malaria dan

hepatitis, Preeklamsi, Obat-obatan dan kehilangan banyak cairan yang

mendadak (luka bakar)

Menurut jurnal yang sudah dilaksanakan penelitian oleh R.M. Suryadi

Tjekyan pada tahun (2012) yang berjudul Prevalensi Dan Faktor Risiko Penyakit

Ginjal Kronik Di RSUP Dr . Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012

menyimpulkan bahwa Prevalensi penyakit ginjal kronik meningkat seiring dengan

bertambahnya usia. Kejadian penyakit ginjal kronik lebih banyak pada perempuan

dibandingkan laki-laki. Faktor risiko yang berpengaruh secara signifikan terhadap

kejadian penyakit ginjal kronik adalah riwayat hipertensi, riwayat diabetes

melitus, riwayat infeksi saluran kemih dan riwayat batu saluran kemih.

Kemungkinan seseorang menderita penyakit ginjal kronik jika memiliki keempat

faktor risiko tersebut adalah sebesar 83,5%. Jenis kelamin bukanlah merupakan

50
faktor risiko utama terjadinya penyakit ginjal kronik karena hal ini juga

berhubungan dipengaruhi oleh ras, faktor genetik, dan lingkungan. Penyakit ginjal

kronik merupakan penyakit multifaktorial. Ada beberapa hal yang diduga sebagai

faktor risiko terjadinya penyakit ginjal kronik, seperti hipertensi, diabetes melitus,

infeksi saluran kemih, riwayat batu saluran kemih, dan obesitas.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada masyarakat indonesia yang biasa

dikatakan dengan negara tropis dengan banyak pertumbuhan dan tanaman namun

masyarakat indonesia sendiri masih banyak yang tidak suka mengkonsumsi sayur

maupun buah bahkan mempunyai pola hidup dan pola makan yang tidak sehat

yang akhirnya menyebabkan hipertensi, diabetes militus dan obesitas. Karena

faktor tersebut merupakan faktor resiko terjadinya gagal ginjal maka masyarakat

indonesia sangat beresiko mempunyai penyakit gagal ginjal.

51
BAB 5

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang
ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik,
cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia
(Bayhakki dalam J, 2016). Kondisi klinis yang dapat memungkinkan
mengakibatkan gagal ginjal kronik bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar
ginjal seperti glomerulonefritis, pyelonefritis, ureteritis dan penyakit siskemik :
diabetes militus, hipertensi dan kolesterol tinggi. Untuk meminimal terjadinya
penyakit pada ginjal mulai dari gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis kita harus
membudayakan hidup yang sehat dan pola makan yang sehat agar tubuh tidak
rentan mengalami penyakit.

5.2 Saran
1. Bagi rumah sakit

Mengurangi angka kunjungan pasien dengan gagal ginjal merupakan tujuan


yang ingin dicapai secara bersama, memberikan edukasi untuk melakukan
hemodialisa secara teratur dan menjaga kesehatan ketika dirumah merupakan
tindakan yang baik untuk mencegah terjadinya komplikasi.

2. Bagi Pasien HD

Sebagai tindakan pencegahan sebaiknya banyak melakukan olahraga dan


menjaga asupan nutrisi yang sesuai arahan dokter serta istirahat yang akurat.

3. Bagi profesi keperawatan

Sebagai profesi keperawatan harus bisa mengerti dan mengetahui


bagaimana proses terjadinya gagal ginjal, tanda gejala sampai komplikasi yang
ada sehingga kita bisa memberikan asuhan keperawatan yang tepat terhadap
pasien gagal ginjal akut maupun kronis.

52
DAFTAR PUSTAKA

Adhiatma, A. T., Wahab, Z., Fajar, I., & Widyantara, E. (2014). Analisis Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada Pasien
Hemodialisis Di RSUD Tugurejo Semarang Analysis of Factors Related to
Chronic Kidney Disease in Hemodialysis Patients of RSUD Tugurejo Semarang,
1–10.

Hasanudin, F. (2017). Motion, Evaluasi Perubahan Adekuasi Hemodialisa Terhadap


Dukungan Keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Diberikan Range Of
Motion, XII(2), 59–68.

J, A. U. L. (2016). Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Kronik Usia Dewasa Muda di
RSUD Dr Moerwardi.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Nasution, A. T., Tarigan, radar R., & Patrick, J. (2013). Komplikasi Akut Intradialisis,
1–25.

Renal, T. U. S. (n.d.). end stage renal disease (ERDS.

RI, P. I. K. K. (2017).

Toto Suharto (2013) Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan Djakarta CV. Trans Info Media

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) (20017) Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia Jakarta Selatan Dewan Pengurus Pusat

Herdman, T. Heater (2018) Nanda -I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2018-2020 Jakarta EGC

Soe Moerhead dkk (2013) Nursing Intervention Clasification (NIC) Elsevier

Soe Moerhead dkk (2013) Nursing Outcomes Clasification (NOC) Elsevier

53

Anda mungkin juga menyukai