DISUSUN OLEH:
1. Anisa (183.0012)
2. Dewi Budi A (183.0031)
3. Tiara Galang D (183.0096)
1
ASUHAN KEPERAWATAN
TN. S DENGAN DIAGNOSIS MEDIS CHRONIC KIDNEY DISEASE
DI RUANG HEMODIALISA RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada ALLAH SWT atas izinnyalah maka kami bisa
menyusun makalah ini yang masih memiliki banyak kekurangan dan semoga
dapat memenuhi kebutuhan kita semua sebagai suatu bahan penambah wawasan
pembimbing kampus dan pembing lahan yang telah memberikan arahan yang
sangat membantu dalam penyusunan makalah ini.Tak lupa ucapan terima kasih
Adapun isi dalam makalah ini mungkin masih terdapat kekurangan, namun
upaya keras telah kami lakukan demi kesempurnaan makalah ini. Terlepas dari
permasalahan bahwa keberadaan makalah ini merupakan tugas yang harus kami
selesaikan, kami tetap berharap semoga isi makalah ini dapat bermanfaat.
Oleh karena itu kami mengharapkan saran serta kritik yang bersifat
penyempurnaan selanjutnya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB 4 PEMBAHASAN
BAB 5 PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
5
BAB 1
PENDAHULUAN
6
System (USRDS) tahun 2014, yang bertanggung jawab terhadap kejadian gagal
ginjal kronik urutan pertama dan kedua yaitu diabetes melitus sebesar 34% dan
hipertensi sebesar 21%, kemudian diikuti glomerulonefritis sebesar 17%,
pielonefritis kronik sebesar 3,4%, ginjal polikistik sebesar 3,4% dan lain-lain
sebesar 21% (Adhiatma et al., 2014).
Gagal ginjal kronis semakin banyak menyerang pada usia dewasa muda.
Hal ini dikarenakan pola hidup yang tidak sehat seperti banyaknya mengkonsumsi
makanan cepat saji, kesibukan yang membuat stres, duduk seharian di kantor,
sering minum kopi, minuman berenergi, jarang mengkonsumsi air putih.
Kebiasaan kurang baik tersebut menjadi faktor risiko kerusakan pada ginjal
(Dharma dalam J, 2016). Dengan berbagai macam penyakit yang bisa
menyebabkan gagal ginjal kronik dan tingginya angka kejadian baik di Amerika
Serikat maupun di Indonesia, maka dapat di lihat bahwa kerusakan ginjal bisa
terjadi dimana saja. Kerusakan ginjal secara berkelanjutan dan jumlah nefron
berfungsi semakin kurang dan laju filtrasi glomerulus (GFR) terus semakin
menurun. Tubuh menjadi kelebihan cairan dan sampah sisa metabolisme semakin
banyak. Karena terjadi penurunan fungsi ginjal maka fungsi eksresi mengalami
gangguan. Ketika GFR turun di bawah 10 -20 ml/menit, efek uremik timbul pada
tubuh klien dan upaya penanganannya tidak diterapi dengan dialisis atau
transplantasi, maka uremia dan kematian bisa terjadi pada klien (Hasanudin,
2017).
Penyakit ginjal kronis yang telah memasuki stadium 5 atau penyakit ginjal
tahap akhir (PGTA) memerlukan terapi pengganti ginjal (TPG). Ada tiga
modalitas TPG yaitu hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi ginjal (RI,
2017). Pelayanan Dialisis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dialisis merupakan
tindakan medis pemberian pelayanan terapi pengganti fungsi ginjal sebagai bagian
dari pengobatan pasien gagal ginjal dalam upaya mempertahankan kualitas hidup
yang optimal yang terdiri dari dialisis peritoneal dan hemodialisis (RI, 2017).
7
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui asuhan keperawatan
pada Tn S dengan Dx Medis CKD.
1.3.2 Tujuan Khusus
1 Mendeskripsikan pengkajian asuhan keperawatan pada Tn. S dengan kasus
CKD
2 Mendeskripsikan diagnosa keperawatan pada Tn. S dengan kasus CKD
3 Mendeskripsikan intervensi asuhan keperawatan pada Tn. S dengan CKD
4 Mendeskripsikan implementasi asuhan keperawatan pada Tn S dengan
kasus CKD
5 Mendeskripsikan evaluasi asuhan keperawatan pada Tn S dengan kasus
CKD
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menjadikan makalah ini sebagai tambahan referensi bagi
penulisan – penulisan karya tulis maupun laporan kasus asuhan keperawatan pada
klien dengan diagnosa medis CKD.
1.4.2 Bagi Perawat
Perawat dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan dan
tambahan informasi mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medis CKD.
1.4.3 Bagi Institusi
Makalah ini dapat dipergunakan sebagai tambahan bahan bacaan bagi
mahasiswa serta dapat menjadi panduan penulisan dalam penyelesaian tugas
asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis CKD.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerusakan ginjal
2. Kerusakan glomerular filtration rate (GFR) dengan angka GFR < 60 ml/
menit/1.73.m2
9
2.1.2 Etiologi
Kondisi klinis yang dapat memungkinkan mengakibatkan gagal ginjal kronik bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal :
10
kelemahan. Kelebihan cairan tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis
metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan
sedimentasi yang tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic percarditis,
gagal jantung, adema periorbital dan edema perifer.
3. Respiratory sistem
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
sputum yang kental, uremic dan sesak napas.
4. Gastrointestinal
5. Integumen
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan neuropati perifer, nyeri, gatal pada lengan dan
kaki. Selain itu biasanya terdapat adanya kram otot, daya memori menurun, daya
kantuk semakin meningkat , pusing bahkan kejang.
7. Endokrin
8. Hematopoitiec
11
9. Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur phatologis dan
klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi).
Selama stadium ini kreatinin dan kadar BUN normal, dan penderita
asimtomatik, gangguan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan
kemih dan tes GFR yang teliti
2.1.5 Patofisiologi
Secara ringkas patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat
yang masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Hingga
fungsi ginjal turun dari 25% normal, manifestasi gagal ginjal kronik mungkin
12
akibat nefron-nefron yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang sudah rusak.
Nefron yang tersisan meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya,
serta mengalami hiportrofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron mati, maka nefrin yang tersisa akan
menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron tersebut lama-
kelamaan akan rusak dan mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya
berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untyuk meningkatkan
reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi
pembentukan jaringfan parut dan aliran darah ginjal yang akan berkurang.
Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga
dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk keadaan gagal
ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma.
Kondisi ini akan bertambah buruk dengan semakin banyaknya pembentukan
jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi
ginjal akan menurun drastis dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit
yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia
berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.
13
2.1.6 Pathway Gagal Ginjal Kronik Dengan Hipertensi
14
2.1.7 Komplikasi
15
1. Penyakit tulang
2. Penyakit kardiovaskuler
3. Anemia
4. Disfungsi seksual
Menurut baughman (2000) dalam Eko Prabowo (2014) berikut ini adalah
pemeriksaan penunjang yang dibutukan untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal
kronik antara lain :
a. Biokimiawi
Pemeriksaan pertama dari analisa ginjal adalah ureum dan kreatinin plasma.
Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal adalah dengan
anlisa Creatinine Clearence (klirens kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi
ginjal pemeriksaan kadar eletrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui
status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal
b. Urinalisis
16
Pemeriksaan ini dilakukan apabila ada atau tidaknya infeksi pada ginjal atau
ada atau tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan prenkim ginjal.
c. Ultrasonografi ginjal
2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Toto Suharto (2013) Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi
menjadi 2 tahap, yaitu tindakan konservatis dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1. Tindakan konservatif
Diet rendah natrium, diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g
Na). Asupan natrium yang terlalu longgar akan menyebabkan retensi cairan,
edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung kongestif.
17
Pengaturan cairan, cairan yang diminum penderita gagal ginjal tahap lanjut
harus diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data
asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat
badan harian. Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi
berkelebihan dan edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah mengakibatkan
dehidrasi, hipotensi dan gagal ginjal.
Diet rendah fosfat yaitu dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat
didalam usus. Gel yang dapat mengikat harus dimakan dengan makanan.
18
Dialysis digunakan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas 6 mg/100
ml pada laki-laki dan 4 ml/100 ml pada wan
1. Keluhan Utama
5. Pengkajian Psikososial
a. Integritaqs ego
b. Interaksi social
c. Tingkat pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
d. Stress emosional
19
e. Konsep diri
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat kesadaran
menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mengurangi sistem saraf
pusat. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan: RR meningkat dan tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
a. B1 (Breathing)
Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase
ini. Respon uremia didapatkan adanya pernapasan kusmaul. Pola napas cepat dan
dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
b. B1 (Blood)
c. B3 (Brain)
d. B4 (Bladder)
20
Penurunan urine output <400ml/hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga cerna
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, prutitus,
demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, defosit
fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak dan sendi keterbatasan gerak sendi,
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dan hipertensi.
7. Pemeriksaan
a. Laboratorium
1) Urine lengkap
2) Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre
dan post, kreatinin predan post, protein total, albumin, globulin,
SGOT-SGPT, bilirubin, gama gt, alkalifosfatase, kalsium,
fosfor, kalium, natrium, klorida, gula darah, SI, TIBC,
saturasitransferin, feritin serum, pth, vit D, kolesterol total,
HDL, LDL, trigliserida, asam urat,Hbs Ag, antiHCV, anti HIV,
CRP, astrup:pH/P02/pC02/HCO3.
3) Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemi,ureumikum, kreatinin meningkat,
pH darah rendah, GD klien DM menurun.
b. Radiologi
21
c. Biopsi
Dapat dilihat pembesaran jantung, gangguan irama, hiperkalemia dan
hipoksia miokard.
22
b. Monitor TTV
c. Monitor cairan
d. Manajemen pola napas
e. Berikan O2 atau jalan nafas bantuan
f. Atur posisi dengan posisi semi fowler
g. Lakukan auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun
atau tidak ada adanya suara nafas buatan
h. Ajarkan kepada keluarga pasien mengenai pembatasan asupan cairan
untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan.
3. Gangguan Integritas Kulit
a. Timbang berat badan pasien
b. Observasi TTV pasien
c. Monitor Ekstremitas bawah
d. Lakukan pengecekan kulit
e. Memberikan pengajaran perawatan kaki
f. Ajarkan pasien untuk tekhnik mengusap-ngusap tubuh di area yang
gatal.
g. Beri edukasi mengenai ketidakefektifaan mengaggaruk-garuk badan
dengan kuku di area yang gatal
h. Beri edukasi mengenai pemberian baby oil dan lotion
i. Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian lotion atau salep
4. Intoleransi Aktivitas
a. Monitor TTV
b. Monitor BB
c. Observasi keadaan aktivitas pasien
d. Manajemen aktivitas pasien
e. Ajarkan terapi latihan keseimbangan, pergerakan sendi, kontrol otot
f. Kolaborasi dengan keluarga mengenai latihan mobilisasi
5. Insomnia
a. Monitor gangguan tidur pasien
b. Manajemen lingkungan : kenyamanan
c. Pengaturan posisi tidur
23
d. Ajarkan ROM pada pasien
e. Berikan edukasi mengenai peningkatan tidur pasien dengan adanya
sentuhan atau pemijatan secara perlahan
f. Kolaborasikan dengan keluarga mengenai tekhnik relaksasi
1. Dialysis
2. Koreksi Hiperkalemia
3. Koreksi Anemia
4. Koreksi Asidosis
24
Pemberian asam akan melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.
Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100
mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan, jika diperlukan dapat diulang.
5. Pengendalian hipertensi
6. Transplantasi Ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK msks seluruh faal
ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
Hemodialisa berasal dari kata Hema yang berarti darah dan Dialysis yang
berarti pemisah/filtrasi. Jadi hemodialisa merupakan proses pembersihan pada
darah oleh akumulasi sampah buangan dan digunakan bagi pasien dengan tahap
akhir gagal ginjal atau pasien yang mempunyai penyakit akut yang membutuhkan
dialysis dengan waktu yang singkat Nur Salam(2010)
2. Tujuan Hemodialisa
25
5) Memperbaiki standar kesehatan penderita
a) Hiperglikemia
b) Asidosis
c) Kegagalan terapi konservatif
d) Kadar ureum atau jumlah kreatinin yang tinggi dalam darah
e) Kelebihan cairan
f) Perikanditis dan fungsi yang berat
g) Hiperkalesimia dan hpertensi
b. Kontraindikasi
a) Hipotensi
b) Penyakit terminal
c) Organ Brain Syndrome
d) Sindrom hepatorenal
e) Penyakit alzheimers
4. Prinsip Hemodialisa
Seperti pada ginjal, ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu :
difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.
26
5. Peralatan Inti Hemodialisa
1) Mesin Hemodialisis
2) Dialiser atau ginjal buatan
3) Dialisat
6. Komplikasi
a. Hipotensi
b. Mual dan muntah
c. Sakit kepala
d. Deman disertai menggigil
e. Gatai-gatal
f. Perdarahan amino setelah dialisis
g. Kram otot
27
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
Riwayat Sakit dan Kesehatan
Keluhan Utama Px mengatakan sesak nafas dan kedinginan
Riwayat Penyakit Px datang ke UGD RSAL pada tanggal 22 November 2018 dengan
Sekarang keluhan sering kelelahan dan jarang berkemih. Sebelumnya pasien
dianurkan pada tetangganya bahwa jika kelelahan dapat dipijatkan di
tukang pijet, namun saat setelah dipijat, seluruh badan Tn.S merasakan
kaku lalu keluarga pun memeriksakannya ke Rumah Sakit. Dokter
mengatakan bahwa Tn.S mengalami masalah pada ginjalnya yaitu
gagal ginjal kronis. Saat melakukan pemeriksaan laboratorium juga
didapatkan BUN dan Kreatinin meningkat sehingga Tn.S harus
melakukan terapi cuci darah (Hemodialisa). Saat ini sudah terhitung ±
2 bulan Tn.S melakukan cuci darah akan tetapi setiap akan melakukan
cuci darah kondisi Tn.S selalu drop/menurun. Tn.S terlihat menggigil,
28
sesak nafas sehingga Tn.S mengunakan oksigen, rasa nyilu-nyilu pada
daerah kakinya. Tn S tampak cemas ketika akan dilakukan tindakan
hemodialisa. Hasil observasi tanda-tanda vital yaitu TD : 80/60
mmHg, N: 96 x/menit, S : 37, 5 oC, RR : 26 x/menit, SPO2 : 84 %.
Riwayat Penyakit Istri Tn.S mengatakan pada bulan Juli 2016 Tn.S mengalami
Dahulu Hipertensi dan Diabetes Mellitus, di bulan Juli 2017 dokter
mendiagnosa Tn.S mengalami Sirosis Hepatis. Pada bulan September
2018 Tn.S mengalami CKD (Chronic Kidney Disease).
Riwayat Penyakit Px mengatakan dari pihak keluarganya tidak ada yang mengalami
Keluarga riwayat penyakit seperti dirinya, namun kakek dari pihak istri memiliki
riwayat hipertensi.
Riwayat Alergi Px mengatakan memiliki riwayat alergi obat Amoxilin
Keadaan Umum : Kesadaran :
- Lemah - Composmentis
- Kooperatif
- Px terlihat menggigil
Tanda Vital TD : 110/70 mmHg BB Post
N : 96 x/menit HD
Sebelumnya : 58 kg
S : 37, 5 oC
RR : 26 x/menit BB Pre HD : 61 kg
SPO2 : 84 %.
Genogram
29
B1 : Breath/Pernafasan
Bentuk dada px Normochest, tidak terdapat otot bantu nafas tambahan, irama nafas
ireguler, pola nafas ortopnea, suara nafas vesikuler, tidak terdengar suara nafas
tambahan, px terlihat sesak nafas, px tidak batuk, tidak ada sputum dan tidak ada
tanda-tanda sianosis. Px berkeringat dingin.
B2 : Blood/Sirkulasi
Irama jantung ireguler, bunyi jantung S1 S2 tunggal, CRT < 2 detik, akral DLM
(Dingin, Lembab, Pucat), terdapat Oedema pada ekstermitas bawah atau kaki, tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening dan pendarahan.
B3 : Brain/Persarafan
GCS : 456
Reflek fisiologis : Reflek patella (ekstensi lutut), Bisep (+), Trisep (+)
Reflek patologis : Negative
Nervus Kranial I : mampu mencium bau
Nervus Kranial II : mampu melihat normal
Nervus Kranial III : mampu menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah
Nervus Kranial IV : mampu menggerakkan bola mata ke dalam
Nervus Kranial V : mampu mengunyah
Nervus Kranial VI : mampu menggerakkan mata ke lateral
Nervus Kranial VII : mampu tersenyum
Nervus Kranial VIII : mampu mendengar dengan normal
Nervus Kranial IX : tidak ada kesulitan menelan
Nervus Kranial X : menelan dengan baik
Nervus Kranial XI : mampu menggerakkan bahu, kepala dengan baik
Nervus Kranial XII : menjulurkan lidah
Letak kepala simetris, tidak ada nyeri kepala.
30
MK : Tidak Ada Masalah Keperawatan
B4 : Bladder/Perkemihan
Intake cairan 500 ml/24 jam (px tidak mematuhi terapi) dan output cairan ± 110 ml/24
jam seharusnya IWL : 870 ml/24 jam, tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih, tidak
ada distensi kandung kemih.
B5 : Bowel/Pencernaan
Keluarga px mengatakan px hanya habis ¼ porsi saja dan terkadang tidak makan. BAB
px juga tidak lancar, frekuensi BAB seminggu 1 kali dan bersifat lunak berwarna
coklat gelap. Sebelum sakit frekuensi BAB 2 hari sekali bersifat lunak berwarna coklat
kekuning-kuningan. Dibagian abdomen mengalami asites
B6 : Bone/Muskuloskeletal
Rambut kering, sering rontok, tidak berketombe, px dapat melakukan ROM walaupun
terkadang nyilu pada bagian lutut sampai ujung kaki akan tetapi akan hilang saat
dipijat-pijat, jika saat cuci darah/Hemodialisa. Tidak ada patah tulang atau trauma yang
dialami.
Kekuatan otot 555 555
xxx xxx (Oedema)
31
Sistem Integumen
Warna kulit kuning langsat, tugor kulit elastis, bagian kuku terdapat batas tegas, kulit
terlihat kering dan bersisik dibagian lutut sampai mata kaki. terdapat pruritus
diekstremitas bagian bawah.
Sistem Penginderaan
Sistem Penglihatan : Pupil isokor, sklera ikterus, konjungtiva anemis
Sistem Pendengaran : telinga bersih, tidak ada gangguan pada sistem pendengaran
Sistem Penciuman : bentuk hidung simetris, septum ditengah/sejajar, tidak gangguan
penciuman
Sistem Endokrin
Tidak terjadi pemebesaran pada tiroid, terakhir pemeriksaan kadar gula darah acak
pasien 332 namun sudah 1 tahun yang lalu untuk saat ini px belum melakukan
pemeriksaan lagi.
Personal Hygiene
Px mengatakan mandi sebanyak 2 kali sehari, keramas 1 kali sehari, ganti pakaian 1
kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari, memotong kuku 1 kali seminggu.
32
Psikososiocultural
Ideal diri Tn.S menginginkan dirinya sehat agar dapat menjalani aktivitas sehari-
hari dan tidak merepotkan orang lain.
Gambaran Tn.S merasa tidak bahagia karena keadaan beliau yang tidak sehat
diri sehingga merepotkan orang lain.
Peran diri Tn.S merupakan kepala keluarga walaupun saat ini Tn.S sudah tidak
bisa mencari nafkah.
Harga diri Tn.S merasa tidak berharga menjadi seorang suami dan kepala keluarga
karena tidak dapat melakukan apa-apa.
Identitas Tn.S seorang laki-laki berusia 54 tahun yang merupakan kepala
diri keluarga.
Citra tubuh Tn.S merasa tidak senang dengan tubuhnya yang sakit-sakitan, sering
mengalami BB dan penyakit ginjal yang dideritanya.
Hub.dgn Hubungan Tn.S dengan keluarganya dan lingkungan sekitar tidak ada
lingkungan hambatan dan baik-baik saja.
sekitar
Kenyakinan Tn.S beragama islam namun jarang menjalankan kewajiban sholat 5
dan nilai waktu dan jarang berdzikir.
Koping & Tn.S merasa tertekan dengan penyakitnya dan Tn.S tidak terlalu
toleransi bersemangat saat melakukan cuci darah/hemodialisa.
stres
33
Terapi Medis
34
Surabaya,.......................................
.....................................................
NIM
.................................................. ........................................................
NIP. NIP .
35
ANALISA DATA
DO :
- Abdomen px terlihat asites
- Pada bagian kaki terlihat oedema
36
- Intoleransi aktivitas
- BB Post HD sebelumnya : 58 kg
- BB Sebelum HD : 61
- Pitting edema pada kaki derajat 2
- Px mengalami Oliguri ± 110 ml/24 jam
- Intake cairan 500 ml (px tidak mematuhi terapi)
DS : Hambatan Lingkungan Gangguan Pola
- Px mengatakan sulit tidur, hanya bisa tidur ± 1 Tidur (D.0055
jam bangun lagi. SDKI Edisi I 2018)
- Px mengatakan alasan tidak bisa tidur karena
merasa tidak nyaman dengan perut yang besar
dan kedinginan.
- Px mengatakan mengantuk namun tidak bisa
tidur
DO :
- Px terlihat pucat
- Px terlihat gelisah saat tidur
- Tidur px tidak tercukupi dalam 24 jam, hanya
dapat tidur 5 jam saja
- Kesulitan memulai tidur
DS : Kelebihan Volume Gangguan
- Keluarga pasien mengatakan seluruh tubuh Cairan Integritas Kulit
bagian kulit kering sudah sejak lama dan (D.0129 SDKI
bertambah parah sejak mengikuti proses HD di Edisi I 2018)
bagian kaki sampai mengalami pruritus.
DO :
- Bagian kuku terdapat batas tegas
- Kulit dari bagian mata kaki sampai ke ujung
kaki terlihat kering dan bersisik
- Warna kulit di bagian kaki hitam atau tidak
37
sama dengan warna kulit bagian wajah
- Pruritus pada ekstremitas bawah
38
3.3 Prioritas Masalah
PRIORITAS MASALAH
Tanggal Ttd
No. Masalah Keperawatan
Ditemukan Teratasi
1. Ketidakefektifan pola nafas (0032, Nanda-I 2018) b.d Hiperventilasi 28-10-2018 Masalah belum teratasi
2. Kelebihan Volume Cairan (00026, Nanda-I 2018) b.d Gangguan 28-10-2018 Masalah belum teratasi
Mekanisme Regulasi
3. Gangguan Pola Tidur (D.0055, SDKI Edisi I 2018) b.d Hambatan 28-10-2018 Masalah Belum Teratasi
Lingkungan
4 Gangguan Integritas Kulit (D.0129 SDKI Edisi I 2018 ) b.d 28-10-2018 Masalah Belum Teratasi
Kelebihan Volume Cairan
39
3.4 Intervensi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Dengan kriteria hasil : 1. Monitor status pernafasan dan 1. Mengetahui jumlah RR yang
Pola Nafas b.d asuhan - Px tidak terlihat sesak oksigenasi dilakukan pasien dan
Hiperventilasi keperawatan nafas 2. Monitor TTV peningkatan keadaan dengan
selama 5 jam - Px tidak terlihat 3. Monitor cairan penggunaan oksigen
diharapkan pola terengah-engah 4. Manajemen pola napas 2. mengetahui perkembangan
nafas kembali - Irama nafas reguler, 5. Berikan O2 atau jalan nafas status kesehatan pasien dan
efektif - RR : 12-20 x/menit bantuan mencegah komplkasi lanjutan
- Nadi 70-100 x/menit 6. Atur posisi dengan posisi semi 3. Mengurangi sesak yang terjadi
- SPO2 : 95-100% fowler pada pasien
7. Lakukan auskultasi suara nafas, 4. mengoptimalkan keseimbangan
catat area yang ventilasinya cairan untuk mencegah
menurun atau tidak ada adanya komplikasi lanjutan
suara nafas buatan 5. meringankan pola nafas yang
8. Ajarkan kepada keluarga pasien berlebihan
mengenai pembatasan asupan 6. posisi semifowler
cairan untuk mengoptimalkan mempermudah paru-paru untuk
keseimbangan cairan. berekspansi
7. mengetahui perkembangan atau
keadaan pasien
40
8. kelebihan cairan dapat
menambah asites px sehingga
memperburuk kondisi pola nafas
px
2. Kelebihan Setelah dilakukan Dengan kriteria hasil : 1. Monitor berat badan 1. Kenaikan berat badan yang
Volume Cairan asuhan - Berat badan setelah 2. Monitor intake dan output signifikan menunjukkan
b.d Gangguan keperawatan HD : 58 kg 3. Manajemen cairan volume cairan yang berlebih
Mekanisme selama 5 jam (mengalami 4. Beri edukasi mengenai dalam tubuh.
Regulasi diharapkan penurunan) ketidakefektifan pemberian cairan 2. Jumlah output kurang dari
kelebihan volume - Keseimbangan yang berlebih jumlah intake menunjukkan
cairan kembali elektrolit 5. Beri edukasi mengenai efek samping volume cairan tertimbun dalam
seimbang. pemberian cairan yang berlebih tubuh
6. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan 3. Manajemen cairan diperlukan
untuk melakukan HD sesuai advive agar meminimalisir volume
dokter. cairan berlebih
4. Mencegah terjadinya perut
yang membesar sehingga
membuat pasien susah untuk
bernapas
5. Cairan yang berlebih dapat
memperburuk kondisi
kelebihan cairan yang dialami
pasien.
6. Terapi hemodialisa mampu
41
membuang kelebihan cairan
yang ada didalam tubuh
3. Gangguan Pola Setelah dilakukan Dengan kriteria hasil : 1. Monitor gangguan tidur pasien 1. Mengetahui gangguan tidur
Tidur b.d asuhan - Px tidak terlihat pucat 2. Manajemen lingkungan : yang terjadi pada pasien
Hambatan keperawatan - Px tidak terlihat kenyamanan 2. Lingkungan yang nyaman
Lingkungan selama 5 jam gelisah saat tidur 3. Pengaturan posisi tidur akan memicu pasien untuk
diharapkan px da - Px menunjukkan 4. Ajarkan ROM pada pasien mudah tidur
keluarga dapat kenyamanan pada saat 5. Berikan edukasi mengenai mengatur 3. Memberikan kenyamanan
mengatasi tidur pola tidur yang benar. untuk pasien ager pasien tidur
gangguan pola - Keluarga dapat 6. Kolaborasikan dengan keluarga dengan nyenyak
tidur. menjelaskan mengenai tekhnik relaksasi 4. Memperlancar aliran darah
pentingnya ROM, dalam tubuh pasien, utuk
pentingnya mengurangi rasa nyeri dan
manajemen kondisi otot tubuh pasien tidak
lingkungan lemah
5. Membantu kualitas tidur
pasien
6. Memudahkan pasien untuk
keadaan yang tenang
4. Gangguan Setelah dilakukan Dengan kriteria hasil : 1. Monitor Ekstremitas bawah 1. Menghindari adanya pruritus
Integritas Kulit asuhan - Pasien tidak 2. Lakukan pengecekan kulit yang bertambah
b.d Kelebihan keperawatan menggaruk-garuk 3. Ajarkan pasien untuk tekhnik 2. Membantu mengurangi
Volume Cairan selama 5 jam badannya. mengusap-ngusap tubuh di area yang keadaan kulit yang kering
diharapkan gatal- - Bekas luka gatal gatal. menjadi lembab dan rasa gatal
42
gatal yang ada berkurang 4. Beri edukasi mengenai berkurang
pada pasien - Pasien mengatakan ketidakefektifaan mengaggaruk- 3. Menghindari adanya luka yang
berkurang. rasa gatal sudah garuk badan dengan kuku di area berlebihan dan adanya infeksi
berkurang yang gatal pada kulit.
- Keluaga pasien 5. Beri edukasi mengenai pemberian 4. Mengurangi kemungkinan
mengatakan sudah baby oil dan lotion luka bertambah parah.
menggunakan lotion 6. Kolaborasi dengan keluarga 5. Pemberian Baby oil dan lotion
dan baby oil untuk mengenai penanganan masalah kulit sebagai upaya Membersihkan
pasien pada saat yang dialami px kulit yang akan mengelupas
dirumah secara dan merawat kulit agar tidak
teratur. kering dan bersisik
6. Memperbaiki keadaan kulit
yang rusak
43
3.5 Implementasi dan Evaluasi
Hari /Tgl No Dx
Hari/Tgl No Evaluasi formatif SOAPIE
Implementasi Paraf Waktu Paraf
Waktu. Dx / Catatan perkembangan
44
13.40 4 yang gatal.
- Memberi edukasi mengenai S:-
13.45 4 pemberian baby oil dan lotion 1/12/18 2 O:
- Memberi edukasi mengenai 19.20 - BB Post HD sebelumnya : 59 kg
ketidakefektifaan mengaggaruk- - BB Sebelum HD : 62
garuk badan dengan kuku di area - Sesudah HD 60 kg
13.50 1 yang gatal - Pitting edema pada kaki derajat 1
- Memonitor status pernafasan 26 - Asites
x
13.54 1 /menit dan SPO2 : 99% A: Kelebihan Volume Cairan
- Melakukan auskultasi suara nafas, P : Intervensi dilanjutkan No 1,2,3,4 saat
catat area yang ventilasinya HD berikutnya
menurun atau tidak ada adanya
14.00 3 suara nafas buatan S:
- Memonitor gangguan tidur pasien 1/12/18 3 Px mengatakan masih sulit tidur karena
14.20 2 19.30
merasa penuh dibagian perutnya
- Mengobservasi TTV pasien
14.30 2 TD : 110/80 mmHg, N : 113 x/menit, O:
RR : 25 x/menit, SPO2 : 99% - Px terlihat pucat
- Px terlihat gelisah saat tidur
15.00 2
- Pola tidur px tidak tercukupi dalam 24
- Mengajarkan kepada keluarga
pasien mengenai pembatasan asupa jam
4 n cairan untuk mengoptimalkan A : Gangguan Pola Tidur
18.37 1 keseimbangan cairan
P : Intervensi dilanjutkan no 1,2,3,dan 4
45
- Melakukan pemeriksaan TD:
19.00 110/70 mmHg, N : 105 x/menit, RR : S:
26 x/menit 1/12/18 - Keluarga pasien mengatakan gatal-gatal
- Melakukan penimbangan berat 19.35 yang ada pada tubuh pasien masih
badan setelah HD 60 kg belum ada perkembangan berkurangnya
gatal-gatal.
- Keluarga pasien mengatakan tidak
pernah memberi Tn.S lotion dan baby
oil
- Keluarga pasien mengatakan dengan
diberikannya edukasi penggunaan lotion
dan baby oil maka keluarga tertarik
dengan keinginan akan membelikannya
bahan tersebut.
O:
- Saat dilakukan inspeksi terlihat kulit
bersisik, adanya bekas luka garukan di
seluruh tubuh, kuku panjang, kulit Tn.S
di area kaki dan tangan hitam sedangkan
di wajah dan dada sawo matang.
A: Gangguan Integritas Kulit
P: Lanjutkan intervensi no 1,2,6,7
46
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
dengan keluhan utama dengan keluhan sering kelelahan dan jarang berkemih.
Menurut Muttaqin & Sari (2014) keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi,
mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum) dan gatal pada kulit. Dari data dan teori
diatas, dapat ditarik opini bahwa terdapat persamaan keluhan yang dialami oleh
Tn S dengan Teori. Keluhan utama yang dirasakan Tn S yaitu arang berkemih dan
rasa lelah merupakan keluhan umum yang biasa dirasakan oleh penderita gagal
ginjal kronis.
mulai 2017. Menurut Muttaqin & Sari, (2014) penyakit diabetes mellitus dan
kronik. Namun selain menjadi faktor predisposisi, gagal ginjal kronik juga dapat
terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran beban cairan sehingga dapat
menyebabkan hipertensi (Muttaqin & Sari, 2014). Sedangkan gagal ginjal kronik
juga dapat menyebabkan diabetes mellitus. Dimana pada pasien gagal ginjal
47
gangguan metabolisme glukosa dan lemak yang mengakibatkan keadaan
saat pre, intra maupun post dialisa. Tekanan darah Tn S cenderung turun atau
(IDH). Menurut Nasution, Tarigan, & Patrick, (2013) penyebab terjadinya IDH
dialisat yang rendah, inflamasi yang disebabkan aktivasi dari membran dan lain-
lain.
sampai ujung kaki dan kulit terlihat kering dan bersisik dibagian lutut sampai
mata kaki. Kram Otot dapat disebabkan akibat terjadinya sindrom uremik.
hiperpigmentasi pada kulit pasien dengan gagal ginjal kronik dapat disebabkan
akibat sindorm uremik, sehingga terjadi respon integumen ureum pada jaringan
kuku, pruritus, kristal uremik, kulit kering dan pecah, berlilin serta memar
48
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn S yaitu Kelebihan
Volume Cairan. Pada kasus gagal ginjal kronik sering ditemukan maslaah
nefron. Hal tersebut terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut
dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat bberfungsi lama.
nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring
urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak
dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan
dengan retensi aidan natrium (Muttaqin & Sari, 2014). Pada kasus ini, Tn S
mengalami kenaikan BB post HD yang lalu dengan pre HD rata-rata 1-2 kg tiap
HD. Kelebihan volume cairan pada Tn S juga ditandai oleh adanya pitting edema
dan asites.
pada penyakit tubuler ginjal. Dimana kondisi ini akan menyebabkan eksresi
produksi NH3 meningkat, HCO3 menurun dan natrium bertahan. Pada kasus Tn S
masih dalam batas normal. Dari data dan teori diatas mempunyai kesamaan
49
4.2 Hasil Observasi
Menurut buku yang dikemukakan oleh Arif Muttaqin (2014) Kondisi klinis
Tjekyan pada tahun (2012) yang berjudul Prevalensi Dan Faktor Risiko Penyakit
bertambahnya usia. Kejadian penyakit ginjal kronik lebih banyak pada perempuan
melitus, riwayat infeksi saluran kemih dan riwayat batu saluran kemih.
faktor risiko tersebut adalah sebesar 83,5%. Jenis kelamin bukanlah merupakan
50
faktor risiko utama terjadinya penyakit ginjal kronik karena hal ini juga
berhubungan dipengaruhi oleh ras, faktor genetik, dan lingkungan. Penyakit ginjal
kronik merupakan penyakit multifaktorial. Ada beberapa hal yang diduga sebagai
faktor risiko terjadinya penyakit ginjal kronik, seperti hipertensi, diabetes melitus,
dikatakan dengan negara tropis dengan banyak pertumbuhan dan tanaman namun
masyarakat indonesia sendiri masih banyak yang tidak suka mengkonsumsi sayur
maupun buah bahkan mempunyai pola hidup dan pola makan yang tidak sehat
faktor tersebut merupakan faktor resiko terjadinya gagal ginjal maka masyarakat
51
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang
ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan metabolik,
cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya uremia dan azotemia
(Bayhakki dalam J, 2016). Kondisi klinis yang dapat memungkinkan
mengakibatkan gagal ginjal kronik bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar
ginjal seperti glomerulonefritis, pyelonefritis, ureteritis dan penyakit siskemik :
diabetes militus, hipertensi dan kolesterol tinggi. Untuk meminimal terjadinya
penyakit pada ginjal mulai dari gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis kita harus
membudayakan hidup yang sehat dan pola makan yang sehat agar tubuh tidak
rentan mengalami penyakit.
5.2 Saran
1. Bagi rumah sakit
2. Bagi Pasien HD
52
DAFTAR PUSTAKA
Adhiatma, A. T., Wahab, Z., Fajar, I., & Widyantara, E. (2014). Analisis Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada Pasien
Hemodialisis Di RSUD Tugurejo Semarang Analysis of Factors Related to
Chronic Kidney Disease in Hemodialysis Patients of RSUD Tugurejo Semarang,
1–10.
J, A. U. L. (2016). Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Kronik Usia Dewasa Muda di
RSUD Dr Moerwardi.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nasution, A. T., Tarigan, radar R., & Patrick, J. (2013). Komplikasi Akut Intradialisis,
1–25.
RI, P. I. K. K. (2017).
Toto Suharto (2013) Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan Djakarta CV. Trans Info Media
53