BANYAK MODUL INI DENGAN CATATAN TANPA MENGUBAH APAPUN SAMPUL DAN ISI.
SOAL-SOAL YANG ADA DALAM MODUL INI DIAMBIL DARI BERBAGAI SUMBER, ANTARA
LAIN BUKU KARYA PENULIS, BUKU-BUKU REFERENSI, DAN BEBERAPA SOAL KOMPETISI MATE-
MATIKA.
• Seluruh tim Panitia Seminar dan Workshop ”HOTS in MATH” yang telah bekerja
maksimal agar kegiatan pendidikan ini dapat terlaksana.
• Pudji Anggraeni (istri) dan Yusha Khanzaki (anak).
• Orang tua Penulis, Sukirno (ayah) dan Listiani (Ibu), serta semua keluarga penulis
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
• Tim EduPiad (Edukasi Olimpiade) yang bersama penulis mengembangkan pen-
didikan, khususnya melalui sosialisasi dan pembinaan Olimpiade.
• Semua guru dan dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada
penulis.
Daftar Isi
Bilangan 5
Himpunan 14
Aljabar 19
Fungsi 24
Geometri 27
Peluang 37
Statistika 40
Daftar Pustaka 44
Youtube MTKDoddyFeryanto 45
Biografi Penulis
1
Menurut saya, kehebohan, protesan siswa adalah akibat dari proses pembelajaran
selama ini yang belum banyak menekankan pada kemampuan berpikir konseptual,
menalar, menghubungkan konsep yang satu dengan konsep lainnya, menerapkan
dalam kasus-kasus, dan menganalisa suatu materi. Siswa di Indonesia pada umum-
nya masih belajar dengan penekanan hapalan, dan penerapan hapalan. Pada
mata pelajaran matematika, hal itu lebih terlihat jelas sekali dari pandangan seba-
gian besar siswa terhadap Matematika. Sebagian siswa masih menganggap bahwa
Matematika adalah pelajaran yang penuh dengan hapalan rumus dan hitungan
rumit. Banyak diantara siswa tersebut belajar Matematika dengan menghapalkan
rumus, melihat contoh soal, mengerjakan soal-soal latihan dengan melihat langkah-
langkah pada contoh soal, lalu hapalkan kembali cara pengerjaannya. Percayalah,
bahwa cara belajar Matematika seperti ini sangatlah keliru! Lucunya, masih banyak
buku pelajaran Matematika yang memang ditulis dengan susunan yang seolah-olah
mendukung proses belajar seperti itu. Buku dengan penjelasan konsep seadanya,
kemudian diikuti beberapa contoh soal, lalu diakhiri dengan latihan soal yang mana
jenis soalnya serupa dengan soal yang sudah dicontohkan sebelumnya (hanya men-
gubah bilangan-bilangannya saja).
Sebenarnya yang perlu menjadi perhatian pihak sekolah, khususnya guru adalah
perlunya pembenahan terlebih dulu pada sistem pembelajarannya. Jadi tidak serta
merta siswa dikagetkan dengan soal-soal HOTS (soal yang belum pernah ada di UN
sebelumnya) tanpa ada pembiasaan proses belajarnya terlebih dulu.
Saya mengamati ada perbedaan antara cara belajar kebanyakan siswa Olimpiade
dengan siswa pada umumnya di sekolah. Dalam mempersiapkan siswa-siswi meng-
hadapi ajang-ajang kompetisi Matematika, mereka harus dibiasakan dengan proses
belajar yang menekankan pemahaman konsep, mengkaitkan konsep yang satu den-
gan lainnya, mengaplikasikan konsep dalam suatu permasalahan, menganalisis. Saya
yakin tidak ada satupun siswa yang sudah sering mengikuti kompetisi Matematika
akan terkejut dengan soal-soal HOTS yang ada di UN. Mengapa? Karena mereka
sudah terbiasa berpikir ”problem solving”. Mereka tidak akan protes dengan alasan
”soal ini tidak pernah diajarkan di sekolah.” Mengapa? Ya karena memang soal-
soal Olimpiade juga hampir tidak ada yang pernah diajarkan mirip 100% baik itu
di pembinaan-pembinaan Olimpiade, apalagi di sekolah. Mereka terbiasa dengan
mempelajari inti konsepnya.
2
Kalau kita menilik apa tujuan diadakannya asesmen model HOTS? Yaitu untuk mem-
persiapkan generasi bangsa untuk siap menghadapi kecakapan abad 21. Tentunya
perlu adanya banyak perubahan dalam sistem pendidikan yang ada selama ini.
Bukan hanya perubahan kurikulum saja, namun juga pada aspek metode pembela-
jaran, materi pembelajaran, bahkan sampai pada fasilitas penunjang pembelajaran.
Bagaimana seharusnya proses pengembangan HOTS ini bisa berjalan baik di Indone-
sia? Ya, yang paling utama adalah proses pembelajarannya! Kita seringkali salah
fokus dengan penekanannya, seperti hal yang terjadi sekarang ini justru yang lebih
ditekankan mengenai soal HOTS-nya. Bahkan untuk kalangan guru lebih banyak dis-
ibukkan dengan pertanyaan-pertanyaan:
• ”Bagaimana membedakan soal HOTS dan yang bukan?”,
Pada modul seminar ini akan lebih difokuskan untuk memberikan gambaran bagaimana
kita dapat mengeksplorasi pembelajaran dengan penekanan konsep melalui bentuk-
bentuk soal yang dapat dikategorikan sebagai soal HOTS. Lalu apa yang dimaksud
dengan soal HOTS? Berdasarkan kepanjangan dari HOTS, jelas bahwa soal yang di-
maksudkan haruslah mengarah pada pengujian kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Pembahasan pembelajaran dan soal HOTS yang dikupas pada buku ini lebih saya
fokuskan pada sebagian materi tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Langkah kedua adalah penerapan dan pengembangan konsep. Sekali lagi hal ini
perlu sekali dilakukan dalam proses pembelajaran, khususnya Matematika. Siswa
harus dapat membuat ”peta konsep”, keterkaitan antara konsep yang satu dengan
konsep materi lainnya. Sebagai contoh, apa kaitan antara konsep pembagian den-
gan konsep perkalian? Banyak siswa yang tidak dapat menjelaskannya.
Langkah ketiga adalah pemahaman masalah. Kebiasaan proses belajar yang lebih
menekankan pada rumus, contoh soal, latihan soal yang serupa dengan contoh soal
dan hapalan cara pengerjaan yang bertahun-tahun diterapkan membuat siswa jadi
semakin seperti robot. Sehingga mereka tidak lagi peduli dengan pemahaman soal.
Seringkali saya menemui siswa dapat mengerjakan soal dengan cepat (dengan ru-
mus cepat) tetapi lucunya mereka tidak dapat memahami maksud suatu soal yang
diberikan. Ya mereka hanya mengerjakan sesuai dengan prosedur yang ”biasanya
dicontohkan” saja. Sekali lagi ini yang menyebabkan siswa akan protes jika mereka
mendapatkan soal yang tidak biasa mereka temui pada contoh-contoh sebelum-
nya. Seringkali saya menemui siswa yang sama sekali tidak mau memahami maksud
dari soal yang diberikan, kemudian mereka langsung menyerah begitu saja tanpa
4
Setelah siswa mampu memahami permasalahan yang ada, siswa harus mempunyai
keberanian untuk mencoba, bereksplorasi untuk memecahkan masalah yang ada
dengan kemudian menghubungkan dengan konsep-konsep yang sudah pernah dia
pelajari. Siswa tidak boleh terpaku pada konsep yang baru saja dijelaskan (sebelum
soal diberikan).
BILANGAN
3 1
5+2
Hasil dari 3
− 1 adalah . . .
5 2
1 1 C. 10 D. 11
A. 10 B. 11
Soal diatas tidak dapat dikategorikan sebagai soal HOTS. Mengapa? Karena soal
tersebut dapat dikerjakan siswa tanpa memerlukan pemahaman konsep yang dalam.
Siswa yang hanya mengetahui ”mekanisme” penjumlahan, pengurangan, dan pem-
bagian pecahan dapat langsung mengerjakan soal tersebut.
Sebenarnya soal tersebut cukup menarik jika siswa mengerjakannya tidak hanya men-
gandalkan mekanisme operasi pecahan. Lihat perbedaan kedua cara penyelesaian
berikut ini:
CARA 1: CARA 2:
3 1 3.2+1.5
5+2
3 1 3 1
= 5+2 5+2 10
5.2
3 1
5−2
3.2−1.5
5.2
3
− 1 = 3
− 1 × 10
5 2 5 2
11
6+5
= 10
1 = 6−5
10
11
= 11 10 = = 11
10 . 1 = 11 1
Jika siswa mengerjakan dengan cara 1, kemungkinan besar siswa hanya mampu
melakukan operasi pecahan dengan lancar. Sedangkan siswa yang mengerjakan
dengan cara 2, terlihat bahwa siswa memahami bahwa langkah awal dari operasi
penjumlahan/pengurangan pecahan adalah menyamakan penyebut. Karena ben-
tuk yang dioperasikan adalah sebagai pembilangan dan penyebut suatu pecahan,
maka akan lebih mudah jika dilakukan perkalian dengan bentuk 1, dalam soal ini
10
adalah 10 yang tidak akan mengubah nilai dari pecahan tersebut. Jika siswa melakukan
cara 2, berarti siswa juga memahami sifat operasi distributif.
Soal yang sama namun cara pengerjaan yang berbeda dapat membuat kita meli-
hat kedalaman pemahaman siswa. Namun soal aslinya adalah soal berbentuk pili-
han ganda, sehingga tentunya tidak akan terlihat tingkat kemampuan yang sampai
mana siswa miliki. Karena itu dibutuhkan soal HOTS.
5
6
Jika
1 1
a= 1 dan b= 1
3+ 3+ 31
4− 4− 14
b
maka a = ...
Meskipun untuk menyelesaikan soal diatas juga dapat dikerjakan dengan cara lang-
sung menyamakan penyebut dari penjumlahan pecahan yang paling bawah, na-
mun siswa minimal harus memiliki pemahaman ”urutan operasi”, meskipun urutan
disini terselubung bukan urutan operasi yang sudah jelas urutannya.
Jadi minimal ada dua kemampuan yang bisa diukur disini, yaitu operasi pada peca-
han dan urutan operasi.
Ada stimulus berupa bentuk ”cantik” pada pecahan, ada pengujian antar konsep
yang diuji, dan siswa dituntut untuk berpikir ”apa yang seharusnya dia lakukan dulu
agar dapat mengerjakan lebih efisien”. Dengan alasan-alasan tersebut, soal ini bisa
masuk dalam kategori soal HOTS.
Untuk soal operasi pecahan, kita juga dapat memberikan variasi soal dengan tujuan
pengujian yang berbeda.
Bagi siswa yang sering mengerjakan soal-soal kompetisi matematika pasti menge-
tahui bahwa soal diatas dapat dikerjakan dengan teknik teleskoping. Namun soal ini
masih dapat dikerjakan oleh siswa pada umumnya tanpa harus mengetahui terlebih
dulu teknik teleskoping, yaitu hanya dengan menyamakan penyebut dan melihat
pola. Mari perhatikan stimulasi seperti apa yang bisa kita berikan agar siswa mulai
belajar melihat pola. Mintalah mereka mengerjakan:
1 1
(i) + 22×33
11×22 , namun minta mereka untuk tidak mengalikan semua bilangan
pada penyebutnya;
1
(ii) Hasil dari (i), jumlahkan dengan 33×44 , minta mereka untuk tidak mengalikan
semua bilangan pada penyebutnya;
1
(iii) Hasil dari (ii), jumlahkan dengan 44×55 , minta mereka untuk tidak mengalikan
semua bilangan pada penyebutnya;
7
Minimal kemampuan yang diuji adalah menyamakan penyebut pada operasi pen-
jumlahan pecahan dan kemampuan melihat pola. Pertama, siswa harus dapat meli-
hat ”keunikan” dari bilangan-bilangan pada penyebut pecahan sehingga dapat
memutuskan cara yang efisien dalam menyamakan penyebut pecahan-pecahan
tersebut.
Untuk materi pecahan, kita juga dapat memberikan soal yang menguji kemam-
puan siswa memahami hubungan nilai pembilang dan penyebut pada suatu peca-
han. Berikut contoh yang menguji kemampuan tersebut.
Yusha memiliki empat buah kartu yang bertuliskan angka 6,7,8, dan 9. Jika dia
ingin membentuk pecahan dimana pembilang dan penyebutnya adalah bilan-
gan dua angka yang dapat disusun dari keempat kartu tersebut. Berapakah
pecahan terkecil yang dapat dia bentuk?
BAHAN DISKUSI
Berikut ini adalah contoh-contoh soal mengenai bilangan pecahan. Diskusikan apakah
soal-soal ini dapat dikategorikan sebagai soal HOTS? Kemampuan apa saja yang diuji
dalam masing-masing soal ini?
[SOAL 1] Yusha baru saja membeli pizza. Dia ingin makan bersama teman-temannya,
yaitu Andi, Budi, dan Ciko. Lalu dia membagi pizza itu menjadi 8 bagian sama
besar. Tiga potongan dia ambil untuk bagiannya. Lalu Andi, Budi, dan Ciko
menerima masing-masing 1 potongan. Kemudian 1 potongan sisanya dia bagi
lagi menjadi 4 bagian sama besar dan dia bagikan untuk dirinya dan teman-
temannya. Berapa persen dari pizza utuh, bagian yang Yusha peroleh?
3 1
[SOAL 2] Dua pecahan jumlahnya 4 dan selisihnya 12 . Tentukan kedua pecahan
itu.
PERBANDINGAN
Materi perbandingan adalah materi terapan dari bilangan. Materi perbandingan
sangat menarik dan paling banyak penggunaannya dalam kehidupan nyata sehari-
hari. Sayangnya masih banyak sekali yang terlalu menekankan ”cara aljabar” dan
8
A. 72 C. 88
B. 80 D. 108
[UN 2018]
CARA 2:
CARA 1:
Cara 1 memang tergolong cepat, namun seringkali kita memperkenalkan cara terse-
but hanya dengan bentuk ”hapalan cara” saja, sehingga siswa cenderung kurang
memahami mengapa harus seperti itu caranya. Siswa tidak benar-benar memahami
konsep perbandingan dalam penyelesaian soal ini. Hal tersebut dapat dilihat, ketika
kita menanyakan persoalan yang sedikit berbeda seperti mengenai selisih permen
Aurel dan Dhea. Biasanya mereka akan menanyakan ”caranya bagaimana?”
Dengan menggunakan cara 2 memang terlihat sedikit lebih panjang, namun disini
sangat terlihat konsep perbandingannya. Cara 2 ini juga sangat mudah dipahami
sehingga, ketika kita ubah persoalannya, siswa akan lebih cepat ”menebak” cara
penyelesaiannya. Sebagai contoh, untuk siswa yang sudah memahami cara 2 ini,
berikan mereka pertanyaan tambahan seperti:
9
Kita mulai dengan topik terapan yang masih erat hubungannya dengan topik per-
bandingan, yaitu materi skala. Pada bagian ini kita akan fokus melihat keterkaitan
terapan dengan konsep perbandingan saja. Perhatikan contoh soal yang diambil
dari UN 2018 ini:
• Kota P ke kota B 16 cm
• Kota A ke kota Q 12 cm
• Kota Q ke kota B 21 cm
Dua orang akan berangkat dari kota A menuju kota B melalui jalan yang berbeda.
Orang pertama melalui kota P, dan orang kedua melalui kota Q. Sebelum be-
rangkat kedua orang tersebut mengukur jarak pada peta yang menggunakan
skalar jarak pada peta. Berapakah selisih jarak tempuh sebenarnya perjalanan
kedua orang tersebut adalah . . .
A. 90 km C. 9 km
B. 30 km D. 3 km
Soal diatas jelas dapat dikategorikan sebagai soal HOTS karena siswa harus mema-
hami dulu informasi yang diberikan di soal dan coba untuk mengolahnya terlebih
dulu.
Sekali lagi, seringkali kita juga melakukan pembelajaran materi skala dengan mem-
berikan rumus-rumus pada siswa. Berikut ini adalah rumus-rumus yang seringkali diberikan
pada materi skala:
jarak pada peta Jarak sebenarnya= Jarak pada gambar=
Skala= jarak sebenarnya Jarak pada peta
skala skala × jarak sebenarnya
10
Mari kita lihat bagaimana kita dapat mengkaitkan konsep peta dengan konsep per-
bandingan dan menggunakannya dalam pemecahan masalah soal diatas.
Skala 1: 300.000
ORANG I ORANG II
A-P-B = 14 + 16 = 30 cm A-Q-B = 12 + 21 = 33 cm
Selisihnya 3 cm. Padahal
Jarak peta Jarak sebenarnya
1 cm −→ 300.000 cm
3 cm −→ 900.000 cm
sedangkan
100.000 cm −→ 1 km
900.000 cm −→ 9 km
Materi yang masih terkait dengan perbandingan dan berhubungan dengan jarak,
yaitu materi kecepatan. Mari kita lihat soal kecepatan yang diambil dari soal UN
2018 berikut ini:
Dengan mobil, jarak 120 km dapat ditempuh dalam waktu 2 jam, sedangkan
dengan jalan kaki jarak 100 meter dapat ditempuh dalam waktu 2 menit. Per-
bandingan kecepatan mobil dan jalan kaki adalah . . .
A. 10:1 C. 30:1
B. 20:1 D. 40:1
[UN 2018]
Sama seperti pada materi skala, untuk materi kecepatan juga seringkali kita terfokus
untuk memberikan rumus-rumus kecepatan, seperti:
Jarak Jarak
Kecepatan= Waktu Jarak= Kecepatan × Waktu Waktu= Kecepatan
Seringkali juga kita terlalu fokus pada pengubahan satuan, misal mengubah satuan
dari km/jam menjadi m/s. Belum lagi kalau sekali lagi kita juga memberikan rumus-
rumus dalam mengubah satuan ke satuan lain. Sekali lagi, sebaiknya kita tekankan
terlebih dulu mengenai konsep kecepatan dan hubungannya dengan perbandin-
gan sampai siswa benar-benar paham. Setelah siswa paham konsep utamanya,
barulah kita kembangkan mengenai persoalan satuannya.
11
MOBIL
1jam menempuh 60km
60menit menempuh 60.000m
1menit menempuh 1000m
Jadi perbandingan kecepatan mobil dan jalan kaki adalah 1000 m/menit : 50 m/menit
= 20:1.
Masih pada topik yang terkait dengan perbandingan, mari kita lihat contoh soal ma-
teri persentase berikut yang diambil dari soal UN tahun 2018.
A. Rp 8.500,00 C. Rp 9.700,00
B. Rp 9.520,00 D. Rp 10.200,00
[UN 2018]
Soal diatas sebenarnya sudah sangat menarik, karena siswa harus memahami lebih
dulu kalimat soalnya sebelum dia melakukan perhitungan. Namun banyak diantara
kita sebagai guru hanya menekankan pembahasan melalui cara cepat dengan meng-
gunakan rumus persentase keuntungan:
Keuntungan
Persen Keuntungan = × 100%
modal
Sehingga sebagian besar siswa akan langsung mengerjakannya dengan cara seperti
berikut:
CARA 1:
12
Untung
12% = × 100%
340.000
12% Untung
=
100% 340.000
12
× 340.000 = Untung
100
40.800 = Untung
Total harga jual adalah Rp 340.000, 00+ Rp 40.800, 00 = Rp 380.800, 00. Sehingga harga
jual setiap kg terigu = 380.800
40 = Rp 9.520, 00.
Cara diatas sangatlah ”aljabar” dan bisa membuat siswa hanya mengandalkan ha-
palan rumus dan cara pemakaian rumus saja. Cara diatas juga kurang memberikan
kaitan antara materi yang satu dengan materi lainnya, sehingga seolah-olah antar
materi sangat terpisah. Materi persentase ini sangat dapat dikaitkan dengan materi
perbandingan. Perhatikan cara pengerjaan berikut ini:
CARA 2:
100% −→ 340.000
1% −→ 3400
12% −→ 40.800
Jadi harga jual total Rp 340.000, 00+ Rp 40.800, 00 = Rp 380.800, 00.
40 kg −→ 380.800
1 kg −→ 9.520
Jadi harga jual 1 kg nya Rp 9.520, 00.
Berikut ini diberikan contoh-contoh soal mengenai perbandingan yang mungkin bisa
dijadikan referensi.
13
[SOAL 2]: Zaki minum sirup yang kandungan gulanya 20%. Jika dia menam-
bahkan gula sekitar 20 gram lagi kedalam sirupnya, berapa persen kandungan
air dalam sirupnya?
Jika banyak siswa yang menyukai berkemah ada 27 orang, maka berapa selisih
penggemar sepak bola dan penggemar nonton?
[SOAL 4]: Yusha mendownload game sudah semenjak 10 menit yang lalu, namun
prosesnya masih 45%. Jika kecepatan proses download tersebut konstan (tetap),
berapa lama lagi dia harus menunggu agar proses download selesai?
[SOAL 5]: Kebanyakan AC ukuran 1PK akan menghabiskan daya 840 Watt (tiap
jamnya). AC merk Tekjipu mengklaim bahwa AC tersebut lebih hemat 20%. Jika
biaya listrik per kwh adalah Rp.1000,00. Berapa selisih biaya yang ditanggung
pengguna AC biasa dan pengguna AC Tekjipu dalam waktu 30 hari untuk peng-
gunaan 8 jam tiap harinya?
HIMPUNAN
Himpunan adalah materi yang sebenarnya sangat perlu diperkenalkan sebelum berbicara
mengenai persamaan dan ketaksamaan aljabar. Mengapa demikian? Karena pada
saat membecirakan penyelesaian dari persamaan dan ketaksamaan aljabar ten-
tunya kita akan membicarakan himpunan penyelesaian.
Mari kita lihat contoh soal yang diambil dari soal UN 2018 berikut:
A. 10 C. 14
B. 12 D. 16
Mari kita lihat pembahasan soal diatas dengan pendekatan berikut ini.
Himpunan A dapat juga ditulis menjadi A = {4, 6, 8, 10, 12}. Sekarang kita akan mengam-
bil 3 anggota untuk dijadikan himpunan bagian. Misal kita sebut anggota-anggota
yang kita ambil adalah a, b, dan c.
• Banyak cara mengambil anggota dari A untuk dijadikan a adalah 5, yaitu kita
bisa saja mengambil 4, 6, 8, 10, ataupun 12;
• Karena salah satu dari {4, 6, 8, 10, 12} sudah diambil menjadi adan tidak boleh
dipilih lagi, maka banyaknya pilihan untuk dijadikan b hanya ada 4 pilihan;
• Dua bilangan dari {4, 6, 8, 10, 12} sudah diambil untuk dijadikan a dan b (tidak
boleh dipilih lagi) maka kita tinggal mempunyai 3 pilihan lagi untuk dijadikan c.
14
15
Begitu juga untuk a = 6, 8, 10, atau 12, sehingga banyaknya himpunan yang terdiri dari
3 anggota untuk sementara ada
5 × 3 = 60
Namun, perlu diperhatikan bahwa himpunan {4, 6, 8}, {4, 8, 6}, {6, 4, 8}, {6, 8, 4},{8, 4, 6},
dan {8, 6, 4} (ada sebanyak 3 × 2 × 1) kesemuanya dianggap himpunan yang sama,
sehingga cukup dihitung satu kali saja. Begitu juga untuk himpunan-himpunan jenis
lainnya, seperti {4, 6, 10}, {4, 6, 12}, {6, 8, 10}, {6, 8, 12}, dan lainnya yang masing-masing
mempunyai 6 bentuk sama, masing-masing hanya dihitung satu kali saja. Jadi dapat
disimpulkan bahwa banyaknya himpunan 3 anggota yang merupakan subhimpunan
dari A ada sebanyak
60
= 10 buah
6
Memang mungkin pembahasan diatas terlihat sangat panjang dibandingkan jika
kita langsung memberikan cara segitiga Pascal. Tapi perlu diketahui bahwa yang
terpenting dalam pembelajaran Matematika adalah dapat memahami konsep ter-
lebih dulu. Ditambah lagi konsep diatas adalah awal dari konsep yang nantinya
dikembangkan menjadi segitiga Pascal. Jika siswa diarahkan dengan proses pem-
belajaran seperti diatas hingga kemudian kita kembangkan menjadi bentuk segitiga
Pascal (walaupun mungkin tidak melewati perumusan kombinasi dan hanya melalui
pola saja), siswa akan memahami keterkaitan antara banyaknya himpunan bagian
dengan segitiga Pascal. Dengan pembiasaan proses berpikir seperti di atas, siswa
juga kedepannya akan sangat mudah menerima konsep-konsep Kombinatorik yang
sangat terkait dengan topik Peluang.
Jika diatas adalah pemaparan mengenai bagaimana sebaiknya konsep menen-
tukan banyaknya himpunan bagian diperkenalkan, sekarang kita akan membahas
seberapa jauh soal untuk materi himpunan dapat dikembangkan menjadi soal HOTS.
SOAL B
SOAL A
Dalam sebuah kelompok terdiri
Hasil pendataan 30 balita di suatu dari 50 orang dimana tiap-tiap orang
puskesmas terdapat 6 balita pernah tersebut berambut hitam atau merah
diberi vaksin imunisasi penyakit cam- dan mempunyai bola mata biru atau
pak dan polio, 3 balita belum pernah coklat. 14 orang berambut hitam
diberi vaksin imunisasi kedua penyakit dan bermata biru, 31 orang beram-
tersebut. Banyak balita yang diberi but merah dan 18 orang bermata
vaksin campak 2 kali lipat dari vaksin coklat. Berapa banyaknya orang
polio. Banyak balita yang diberi vaksin yang bermata coklat dan berambut
imunisasi campak adalah . . . merah?
A. 11 balita A. 5 orang
B. 15 balita B. 11 orang
C. 16 balita C. 13 orang
D. 22 balita D. 19 orang
Apa yang paling membedakan antara kedua soal diatas?
Seringkali kita hanya terfokus pada dua atau maksimal tiga himpunan dimana tidak
ada pasangan himpunan yang merupakan disjungsi eksklusif (dua pernyataan berni-
lai benar apabila hanya satu dari dua pernyataan bernilai benar). Secara disadari
atau tidak oleh kita, ketika kita menjelaskan mengenai cara menentukan banyaknya
anggota yang ada pada suatu soal himpunan, gambaran diagram Venn yang pal-
ing sering muncul di pikiran kita hanya berbentuk:
Benar bukan?? Padahal ada banyak sekali bentuk diagram Venn yang mengkait-
kan hubungan antar himpunan. Perhatikan gambar diagram-diagram Venn berikut:
17
Masih banyak lagi bentuk-bentuk diagram Venn yang berbicara mengenai hubun-
gan antar himpunan. Lalu bagaimana dengan bentuk diagram Venn pada SOAL B
diatas?
Ada dua himpunan mengenai rambut, dimana seseorang hanya bisa berambut hi-
tam atau berambut merah saja tetapi tidak bisa keduanya (disjungsi eksklusif). Ada
dua himpunan lagi mengenai warna mata, dimana seseorang hanya bisa bermata
biru atau bermata coklat, tetapi tidak bisa keduanya. Namun himpunan jenis rambut
bisa berpotongan dengan himpunan jenis mata. Lalu bagai-
mana jika kita ingin menggambarkan diagram Venn-nya??
Jarang terpikirkan oleh kita bukan untuk bentuk diagram Venn diatas?!
Uniknya, jika kita menggunakan diagram Venn diatas untuk menyelesaikan SOAL B
tersebut, kita akan terbentur dengan kesulitan. Disini kemampuan siswa untuk men-
cari solusi sangat diuji.
Salah satu cara penyelesaian yang mudah adalah dengan menggunakan bentuk
tabel.
Rambut hitam Rambut merah Total
Mata biru 14 A B
Mata coklat C D 18
Total E 31 F
Karena semuanya ada 50 orang maka F = 50, sehingga E = 50 − 31 = 19. Akibatnya
18
Berikut ini diberikan beberapa contoh soal. Diskusikan kemampuan apa saja yang
diuji dalam soal-soal tersebut!
[SOAL 1]:
Seorang ilmuwan melakukan percobaan terhadap 50 ekor kelinci, dan mela-
porkan hasilnya sbb:
• 25 ekor diantaranya kelici jantan.
• 25 ekor dilatih menghindari jebakan, 10 ekor diantaranya jantan.
• 20 ekor (dari total 50 ekor) berhasil menghindari jebakan, 4 ekor diantaranya
jantan.
• 15 ekor yang pernah dilatih berhasil menghindari jebakan, 3 ekor diantaranya
jantan.
Berapa ekor kelici betina yang tidak pernah dilatih , tidak dapat menghindari
jebakan?
[SOAL 2]: Dalam suatu ruangan, 25 dari semuanya mengenakan syal dan 34 -nya
menggunakan topi. Berapa minimum orang dalam ruangan yang mengenakan
keduanya?
ALJABAR
OPERASI ALJABAR
Pada tingkat SMP, materi aljabar yang seringkali menjadi penekanan adalah masih
pada taraf operasi bentuk-bentuk aljabar seperti sifat operasi komutatif, asosiatif, dan
distributifnya. Kemudian materi dikembangkan dengan penjabaran dan pemfak-
toran bentuk aljabar. Setelah itu baru materi masuk pada penyelesaian persamaan
dan ketaksamaan aljabar.
Seringkali soal yang sudah ada pada umumnya langsung tertuju dengan jelas se-
cara bentuk aljabarnya. Perhatikan soal yang diambil dari soal UN 2018 ini:
Soal diatas hanya membutuhkan pemahaman operasi aljabar dan ketrampilan berhi-
tung saja. Tidak ada/sedikit sekali proses menganalisa dalam mengerjakan soal di
atas. Bedakan dengan soal berikut ini:
Hasil dari
8 × 222 × 333 − 2 × 333 × 111 + 7 × 222 × 111 − 333 × 111 − 4 × 222 × 333 − 10 × 222 × 111
adalah . . .
Perhatikan bahwa soal diatas hanya mengganti variabel pada soal UN sebelumnya
dengan bilangan-bilangan yang ”cantik”, namun tentunya soal ini menstimulus siswa
untuk memikirkan keputusan apa yang harus dia lakukan. Apakah dia harus langsung
menghitung ataukah dia harus memikirkan cara yang lebih efisien lagi? Keputusan
dia dalam menentukan cara menyelesaikan ini adalah salah satu proses belajar yang
penting. Siswa dapat belajar menerima ”konsekuensi” dari keputusannya. Jika dia
memilih langsung menghitungnya, tentu dia akan dihadapkan pada waktu hitung
yang cukup lama. Namun jika dia memilih untuk menyederhanakan dulu, dia belajar
untuk melihat pola yang ada, menentukan sifat-sifat operasi apa saja yang akan dia
gunakan.
19
20
SOAL A:
Jika a 6= 2, maka bentuk pal- SOAL B:
ing sederhana dari: Nilai dari
(4 × 7 + 2)(6 × 9 + 2)(8 × 11 + 2) . . . (100 × 103 + 2)
a(a + 3) + 2
(5 × 8 + 2)(7 × 10 + 2)(9 × 12 + 2) . . . (99 × 102 + 2)
(a + 1)(a + 4) + 2
adalah . . .
adalah . . .
510
a+1 a+2 A. 512 C. 510
A. a+2 C. a+3
B. 511
510 D. 512
B. a+1
a+3 D. a−2
a+2
Kedua soal diatas merupakan contoh soal pemfaktoran bentuk aljabar. Ide penyele-
saiannya juga sama. Namun soal manakah yang menurut Anda lebih menstimulasi
siswa untuk mencapai tujuan mengembangkan kemampuan berpikir analisis? Men-
gapa?
BENTUK AKAR
Bentuk akar adalah materi yang sebenarnya sangat erat kaitannya dengan materi
aljabar, khususnya materi penjabaran dan pemfaktoran bentuk aljabar. Namun ser-
ingkali kita sebagai guru langsung memberikan ”shortcut” cara merasionalkan penye-
but bentuk akar dengan kalimat ’Kalikan dengan sekawannya!’. Padahal istilah ben-
tuk sekawan sebenarnya adalah upaya untuk mengkuadratkan bentuk akar √ 2. San-
√
gat perlu dijelaskan bahwa prosedur merasionalkan bentuk
√ √penyebut (a m ± c n)
dapat dilakukan dengan mengalikan sekawannya (a m ∓ b n) karena
(x + y)(x − y) = x2 − y 2
21
Shortcut ”Kalikan dengan sekawan” juga hanya langsung berlaku dan mudah di-
lakukan untuk pecahan-pecahan yang penyebutnya dua suku. Bagaimana dengan
soal seperti ini?
(a) (b)
1 1
√ √ √ √ √ √ √
2− 2+ 3− 6 10 + 14 + 15 + 21
Kedua soal diatas sebenarnya pada penyelesaiannya juga hanya dengan menga-
likan bentuk sekawan dari bentuk dua suku, namun dibutuhkan analisa dan kemam-
puan untuk memfaktorkan terlebih dulu. Berikut ini diberikan pembahasan untuk poin
(a). Perhatikan bagian penyebutnya dapat kita faktorkan:
√ √ √ √ √ √ √ √
2− 2+ 3− 6= 2 2+ 3− 2 3
√ √ √ √
= 2( 2 − 1) − 3( 2 − 1)
√ √ √
= ( 2 − 1)( 2 − 3)
Jelas bahwa untuk bentuk di atas kita tidak mengenal istilah ”sekawan”nya. Lalu
bagaimana merasionalkan penyebut diatas? Perlu dikembangkan kembali bentuk
identitas aljabar. Ingatkan kembali/arahkan siswa pada identitas aljabar:
m3 + n3 = (m + n)(m2 − mn + n2 )
√
sehingga dengan memisalkan 3 3 = a dan mengalikan pembilang dan penyebut
dengan (a + 1) maka diperoleh hasil 4(a+1)
a3 +1 sehingga penyebut dapat berbentuk ra-
sional.
22
SOAL B
SOAL A
Jika persamaan ax + 4 = 3x − b
Jika penyelesaian −2(3x − 4) + 6 = mempunyai lebih dari satu solusi,
3(3x + 2) − 7 adalah p, maka nilai maka nilai dari (4a + b)2018 adalah
2p − 3 adalah . . . ...
A. −5 C. 1 A. 0 D. Tidak da-
pat diten-
B. −1 D. 5 B. 1
tukan
C. 22018
Soal A hanya membutuhkan kemampuan pengoperasian aljabar (salah satunya den-
gan menggunakan sifat distributif) saja, namun kurang menggali ke tingkat yang lebih
dalam. Sedangkan soal B, walaupun disini tidak terlalu menguji keterampilan sifat
operasi distributifnya, namun tetap menguji kemampuan menyatakan nilai variabel
x sebagai solusi, ditambah lagi ada pengujian pemahaman mengenai bentuk solusi
dari persamaan suatu persamaan.
(a − 3)x = −(4 + b)
Jika dikatakan persamaan tersebut memiliki lebih dari satu solusi maka hal itu berarti
nilai (a − 3) dan (4 + b) keduanya sama dengan 0. Karena untuk 0.x = 0 nilai x bisa
berapapun bilangan real.
SOAL A SOAL B
siswa berpikir apa yang membuat arah ketaksamaan bisa berbeda. Ketika kita men-
coba menyelesaikan ketaksamaan, maka kita akan memperoleh bentuk
5b − a
x>
2a − b
namun pada soal justru dikatakan bahwa solusinya adalah x < 107 . Ada perbedaan
arah ketaksamaan. Pada bagian ini siswa diuji pemahaman sifat dasar ketaksamaan
bahwa, jika m > n dan c < 0 maka perkalian/pembagian terhadap c akan men-
gubah ketaksamaan, sehingga m.c < n.c. Sehingga siswa yang dapat menyimpulkan
bahwa pastilah (2a − b) < 0 adalah siswa yang sudah sangat memahami konsep
dasar ketaksamaan tersebut. Sehingga pembagian dengan (2a − b) pastilah akan
mengubah arah ketaksamaan
5b − a
x<
2a − b
Kemudian dapat dilanjutkan bahwa
5b−a 10
2a−b = 7 dan (2a − b) < 0
b
sehingga akan diperoleh kesimpulan a = 53 , b < 0, dan a < 0. Akibatnya
2021b + ax > b
2020b > −ax
−2020b
>x
a
tidak ada perubahan arah ketaksamaan karena −a > 0. Sehingga diperoleh solusi
x < −1212.
FUNGSI
Materi fungsi baru diperkenalkan di tingkat SMP. Fokus materi masih tertuju pada pen-
definisian relasi, fungsi, jenis-jenis fungsi, dan cara mensubstitusi suatu nilai pada rumus
fungsi, atau mencari bentuk fungsi (biasanya masih linear).
SOAL A SOAL B
Sekarang masih pada penekanan yang sama, yaitu pemahaman substitusi dari fungsi,
soal-soal berikut ini bisa dijadikan contoh pengembangan HOTS-nya:
Misalkan G(n) adalah nilai dari jumlah angka-angka genap penyusun n. Misal
G(1456) = 4 + 6 = 10. Berapa nilai dari
24
25
Jika f adalah fungsi sehingga f (xy) = f (x − y) dan f (6) = 1, maka nilai f (−2) −
f (4) = . . .
FUNGSI LINEAR
Fungsi linear atau bisa juga disebut fungsi garis adalah jenis fungsi yang dibahas di
tingkat SMP. Mari kita lihat kedua soal berikut ini:
SOAL B
A. −2
B. − 12
1
C. 2
A. 90 persegi
D. 2
B. 100 persegi
C. 120 persegi
D. 150 persegi
Penekanan pada kedua soal adalah sama-sama mengenai gradien garis. Perbe-
daannya adalah untuk SOAL A, siswa langsung dapat menentukan gradien garis
dengan pendefinisian yang sudah diberikan. Sedangkan untuk SOAL B, siswa yang
belum memahami keterkaitan penyelesaian soal ini dengan gradien garis akan merasa
kesulitan menyelesaikan soal ini. Bahkan untuk menyelesaikan soal ini juga dibutuhkan
pemahaman teorema Pythagoras. Sehingga jelas soal ini dapat dikategorikan seba-
gai soal HOTS yang bisa diberikan pada siswa untuk Ujian Nasional. Sekarang mari
kita lihat untuk penyelesaian SOAL B berikut ini.
Terlihat bahwa untuk persegipanjang ukuran terkecil diatas, garis memotong 4 buah
persegi satuan yang terpotong.
Sekarang kita cari pada garis AE ada berapa banyak persegipanjang kecil-kecil
seperti itu. Cukup dengan mengukur panjang AE dan membaginya dengan pan-
jang diagonal persegipanjang terkecil itu (yaitu RQ) maka kita akan memperoleh
banyaknya persegipanjang kecil yang melalui garis AE.
Dengan cara yang sama dapat diperoleh juga bahwa ada 40 buah persegi satuan
yang terpotong oleh garis BE. Sehingga total persegi satuan yang terpotong ada
120 buah persegi.
GEOMETRI
Geometri yang paling banyak dipelajari di tingkat SMP adalah geometri non-koordinat.
Dimulai dari materi garis dan sudut, keliling dan luas, kekongruenan dan kesebangu-
nan.
D. b dan s
27
28
A. 35o C. 50o
B. 40o D. 85o
Untuk menyelesaikan soal diatas siswa bukan hanya harus mengetahui pendefinisian
korelasi antar sudut, tetapi harus bisa menerapkannya. Memang didalam penyele-
saian soal diatas dibutuhkan pengetahuan bahwa jumlah besar sudut dalam pada
suatu segitiga selalu 180o , namun pembuktian dari jumlah besar sudut dalam suatu
segitiga samadengan 180o itu sendiri dapat dilakukan dengan menggunakan hubun-
gan antar sudut.
Mari kita akan lihat pembuktian dari teorema yang sangat sering digunakan ini:
Misalkan 4ABC adalah suatu segitiga. Perpanjang garis dua buah sisinya. Misal per-
panjang AC dan BC seperti pada gambar:
Buat sebuah garis yang melalui titik C yang sejajar dengan garis AB. Sekarang per-
hatikan gambar, bahwa
C2 =β (sehadap)
C3 =γ (bertolakbelakang)
C4 =α (sehadap)
sehingga
β + γ + α = C2 + C3 + C4 = 180o
29
Pemahasan topik hubungan sudut antar garis menjadi sangat menarik bukan?! Ya,
topik ini menjadi salah satu pondasi yang penting dalam mempelajari geometri non-
koordinat, sehingga siswa diharapkan tidak hanya sekedar tahu pendefinisian hubun-
gan antar sudut tetapi benar-benar harus dapat menggunakannya dalam menye-
lesaikan permasalahan-permasalahan geometri jika konsep ini diperlukan.
Seringkali soal mengenai keliling bangun datar, kita hanya terpaku pada bentuk peng-
gabungan beberapa bangun datar kemudian meminta siswa untuk menentukan ke-
liling dari gabungan bangun datar tersebut. Tetapi sebenarnya untuk konsep keliling
paling dasarpun kita dapat membuat sebuah soal yang dapat menguji kemampuan
berpikir kritis. Lihat contoh berikut ini:
Andi dihukum karena tidak mengerjakan PR. Dia diberikan pilihan untuk lari men-
gelilingi lapangan dengan dua cara seperti yang digambarkan dibawah. Jika
gambar ini digambar di kertas berpetak dimana jarak garis yang satu dengan
lainnya pada petak adalah 1 m, maka cara manakah yang sebaiknya dia pilih?
Berikan pendapatmu!
Pada soal ini, siswa harus dapat mengolah informasi mengenai, memahami konsep
keliling bangun datar, dan sekaligus memberikan kesimpulan mengenai pilihannya.
Disini siswa yang dapat melihat konsep dasar keliling dapat cepat menyelesaikan
soal ini.
Untuk soal mengenai luas kita juga terlalu sering berkutat pada soal berbentuk peng-
gabungan beberapa bangun datar dan kemudian meminta siswa untuk menen-
tukan luas gabungan bangun datar tersebut. Padahal untuk konsep luas yang pal-
ing dasar juga dapat kita olah menjadi soal yang menarik dan memacu siswa untuk
berpikir kritis dan kreatif. Perhatikan soal-soal berikut ini:
30
Gambar ini terdiri dari 24 persegi satuan. Ayo gambarkan sebuah garis lurus yang
membagi gambar menjadi 2 bagian yang besarnya sama!
Soal diatas sudah masuk dalam kategori soal HOTS. Jelas bahwa siswa harus paham
benar konsep luas bidang datar, analisa dan kekreatifan ”problem solving” siswa san-
gat diperlukan untuk dapat menyelesaikan soal ini dengan benar dan cepat.
Soal pengembangan dari konsep dasar luas dapat dikembangkan menjadi sangat
menarik seperti pada contoh soal berikut:
Buatlah sebuah garis yang ditarik dari titik D sehingga garis tersebut membagi
segiempat ABCD menjadi dua bagian yang perbandingan luasnya 1 : 2.
(a) Dua segitiga yang panjang alas dan tingginya sama maka mempunyai luas
yang sama.
(b) Dua segitiga yang memenuhi kaidah SAS (Side-Angel-Side) dimana sisi-sisi
yang bersesuaian mempunyai perbandingan yang sama maka kedua se-
gitiga itu sebangun.
Langkah-langkah:
31
(iii) Buat garis yang sejajar DB dan melalui C sehingga berpotongan dengan AB di
N . Perhatikan bahwa [CDB] = [N DB];
(iv) Buat sebarang garis g dari titik A;
(v) Buatlah tiga lingkaran dengan jari-jari sama dimana titik pusatnya berada pada
garis g dengan posisi seperti pada gambar. Misal P adalah titik potong lingkaran
terakhir dengan garis g. Hubungkan P N ;
(vi) Buat garis-garis yang melalui titik-titik pusat lingkaran dan sejajar garis P N se-
hingga membentuk tiga buah segitiga yang sebangun. Misal Q adalah titik po-
tong AB dengan garis yang ditarik dari titik pusat lingkaran kedua.;
Kedua soal diatas memang hanya cocok dibuat dalam bentuk essay, namun jelas
bahwa kedua contoh diatas masuk dalam kategori soal HOTS.
Masih pada topik luas bangun datar, perhatikan contoh soal yang diambil dari soal
UN 2018 ini.
Luas karton yang diperlukan untuk membuat huruf kapital H tersebut adalah . . .
A. 24 cm2 C. 16 cm2
B. 18 cm2 D. 7 cm2
Soal diatas memang menguji kemampuan siswa dalam menghitung luas daerah
yang terbentuk dari persegipanjang-persegipanjang. Disini kemampuan siswa untuk
menentukan pembagian daerah agar bangun datar berbentuk H itu lebih mudah di-
hitung diperlukan. Tapi tidak memerlukan analisa yang cukup menantang, dan tidak
ada keterkaitan dengan materi lain. Soal ini masih belum bisa dikategorikan sebagai
soal HOTS.
3
√ √
A. 17 34 C. 3 34
6
√ √
B. 17 34 D. 6 34
Soal diatas bukan hanya terkait dengan luas satu bentuk bangun datar saja, melainkan
terkait dengan luas persegipanjang, luas segitiga, dan luas jajargenjang. Bahkan
ada penggunaan teorema Pythagoras didalamnya. Kemampuan siswa dalam meng-
gunakan konsep luas dan Pythagoras diperlukan untuk menyelesaikan soal ini. Ten-
tunya soal ini sebaiknya diberikan siswa yang juga sudah mempelajari materi Pythago-
ras.
33
Jelas bahwa soal diatas dapat dikategorikan sebagai soal HOTS karena menguji ke-
mampuan siswa dalam mengkaitkan konsep satu topik ke topik lainnya.
Fadil berada di atas sebuah mercusuar yang memiliki ketinggian 90 meter. Fadil
melihat kapal A dan kapal B. Jarak Fadil ke kapal A 150 meter dan jarak Fadil
ke kapal B 410 meter. Posisi alas mercusuar, kapal A, dan kapal B segaris. Jarak
kapal A dan kapal B adalah . . .
Untuk dapat menyelesaikan soal di atas kemampuan siswa dalam memodelkan per-
masalahan kedalam model matematika sangat diperlukan. Namun soal di atas hanya
menguji sedikit kemampuan pemodelan dan penggunaan teorema Pythagoras saja,
sehingga mudah sekali ditebak penyelesaiannya.
Topik kekongruenan dan kesebangunan adalah salah satu topik yang sangat penting
dalam geometri. Konsep kekongruenan dan kesebangunan juga merupakan konsep
yang sering sekali membaur dengan materi lainnya pada suatu soal. Sayangnya,
masih banyak soal ”satu topik” yang dihadirkan untuk menguji konsep kekongruenan
dan kesebangunan. Sebagai contoh, perhatikan dua soal yang diambil dari soal UN
2018 ini:
34
SOAL B
SOAL A
Sebuah lingkaran dalam meny-
inggung ketiga sisi segitiga samasisi
Pada gambar berikut, 4P QR dan
ABC. Jika jari-jari lingkaran itu adalah
4ST U merupakan dua segitiga kon-
2 cm, maka luas lingkaran besar
gruen. Besar ∠R = ∠U dan ∠Q = ∠S.
adalah . . . cm2 (nyatakan dalam π)
Manakah pasangan sisi yang sama
panjang?
A. P R = SU C. P Q = SU
B. QR = T U D. P Q = ST A. 56π C. 76π
B. 64π D. 84π
SOAL A hanya menguji pemahaman siswa akan konsep paling dasar dari kaidah-
kaidah kekongruenan segitiga. Tidak ada kemampuan lain yang diuji selain itu, se-
hingga soal tersebut jelas tidak dapat dikategorikan sebagai soal HOTS. Bagaimana
dengan SOAL B? Apakah Anda langsung melihat segitiga-segitiga yang kongruen?
Tidak! Namun soal ini akan lebih mudah jika siswa mampu menghubungkan soal ini
dengan konsep kekongruenan segitiga. Mari kita lihat pembahasan dari soal ini.
LuasABC = KelilingABC × r
√
s × 12 s 3 3
= s×2
2 2
1 2√
s 3 = 3s
4
12
s= √
3
√ ! √
v
√
u
ts2 + s 3 = s 7 = 6√ 7 cm
u
2 2 3
√ 2
6√ 7
Jadi luas lingkaran besar adalah π × 3
= 84π cm2 .
Sekarang untuk soal kesebangunan, mari kita lihat dua contoh berikut:
SOAL A
Perhatikan gambar!
SOAL B
SOAL A, selain menguji pemahaman siswa akan kaidah kesebangunan, soal ini juga
menguji kemampuan penggunaan kesebangunan. Namun sayangnya siswa den-
gan mudah sekali menebak bahwa soal ini pasti berbicara tentang kesebangunan,
sehingga siswa tidak perlu banyak menganalisa dan langusng dapat menebak arah
penyelesaian soal ini.
Berbeda dengan SOAL A, dimana arah penyelesaian sudah sangat jelas sehingga
36
√ √
CB = 12 + 32 = 10. Segitiga
OAP kongruen dengan OP Q, se-
hingga QP = AP = 15.
√ √ √
akibatnya OR = 5 − r. Panjang RP = 52 + 152 = 5 10, sehingga RQ = 5 10 − 15.
Jelas ada beberapa pemahaman konsep antar topik yang digunakan dalam menye-
lesaikan soal tersebut, antara lain kesebangunan dan teorema Pythagoras.
PELUANG
Materi Peluang yang dipelajari di tingkat SMP biasanya sangat terbatas pada kasus-
kasus yang dapat dengan mudah dijabarkan datanya. Sebagai contoh menge-
nai kasus lemparan beberapa koin, lemparan (maksimal) 2 dadu, pengambilan be-
berapa bola. Sebenarnya topik peluang dapat dikembangkan lebih leluasa lagi
jika siswa diperkenalkan terlebih dulu dengan konsep Kombinatorik, minimal konsep
kaidah penjumlahan dan perkalian. Memang akan lebih bagus lagi jika sampai pada
topik Permutasi dan Kombinasi. Sayangnya di tingkat SMP, topik Peluang tanpa di-
dahului topik Kombinatorik. Selain membatasi pengembangan topik, dasar konsep
Peluang yang dimiliki siswa juga akan kurang mantap.
Untuk hal yang paling dasar seperti pada saat pendataan, seringkali kita hanya ter-
paku pada cara penjabaran langsung. Seperti pada kasus pelemparan uang atau
dadu, seringkali kita terpaku langsung pada penjabaran tabel.
Yusha melempar dua dadu (6 sisi). Berapa peluang dia akan memperoleh pasan-
gan mata dadu dengan jumlah bilangannya prima?
dari gambar tabel diatas jelas bahwa peluang Yusha mendapatkan pasangan mata
dadu berjumlah bilangan prima adalah 15 5
36 = 12 .
37
38
CARA 2: Mata dadu terkecil adalah 1 dan terbesarnya adalah 6, sehingga jika (a, b)
adalah pasangan mata dadu maka 2 ≤ a + b ≤ 12. Jadi bilangan prima yang
mungkin menjadi hasil dari penjumlahan dua mata dadu adalah {2, 3, 5, 7, 11}. Se-
hingga pasangan-pasangan yang menghasilkan jumlah bilangan prima:
Pasangan Banyaknya
(1,1),(1,2),(1,4),(1,6) 4
(2,1),(2,3),(2,5) 3
(3,2),(3,4) 2
(4,1),(4,3) 2
(5,2),(5,6) 2
(6,1),(6,2) 2
TOTAL 15
Memang terlihat bahwa cara 2 cukup rumit dan panjang, namun pemahaman kon-
sep yang diterapkan pada cara 2 kedepannya sangat bisa dikembangkan. Mari kita
lihat contoh soal berikut ini:
Zaki melempar 4 dadu enam sisi. Berapa peluang Zaki memperoleh 4 mata dadu
yang jumlahnya merupakan bilangan ganjil?
Bagaimana jika kita tetap menggunakan cara 1 (yaitu dengan membuatkan pema-
paran tabelnya)?? Tentu hal itu sulit dilakukan. Namun kita masih dapat mengerjakan
soal tersebut dengan menggunakan konsep yang diterapkan pada cara 2. Tentukan
dibutuhkan juga pengembangan konsep Kombinatorik agar penyelesaian jauh lebih
mudah.
39
Sekarang mari kita lihat dua soal berikut ini:
SOAL B
SOAL A
Yusha memiliki 18 bola merah, 12
Sebuah kantong berisi bola yang bola biru, dan 10 bola kuning. Kemu-
terdiri atas 18 bola merah, 12 bola dian secara rahasia, Zaki membagi
biru, dan 10 bola kuning. Jika diambil40 bola tersebut dengan mema-
sebuah bola secara acak, maka sukkannya kedalam 2 kotak, dimana
peluang terambilnya bola berwarna tidak ada kotak yang kosong. Jika
biru adalah . . . Yusha mengambil satu bola di kotak
7 3
I dan satu bola di kotak II, berapa
A. 10 C. 10 besar peluang Yusha memperoleh
4
B. 10 1
D. 10 bola warna biru pada kedua kotak
tersebut?
SOAL A hanya menguji pemahaman siswa mengenai pendefinisian peluang, sedan-
gkan untuk menyelesaikan SOAL B siswa membutuhkan pemahaman
masalah, dan konsep kombinatorik sebelum dia menentukan peluang yang diminta.
Sekali lagi memang untuk dapat mengembangkan soal topik Peluang, akan sangat
mudah sekali asalkan konsep Peluang dimulai dari Kombinatorik. Apakah kita siap
memperkenalkan Kombinatorik di tingkat SMP??
STATISTIKA
Statistika di tingkat SMP hanya berkutat pada membaca data dan ukuran pemusatan
data: mean, median, dan modus.
MEMBACA DATA
SOAL B
Masih mengenai materi pendataan, namun kali ini dalam bentuk diagram lingkaran.
Berikut ini dua contoh soalnya.
40
41
SOAL A
SOAL B
A. 36 buah C. 90 buah
B. 54 buah D. 126 buah
Pada SOAL A diatas, siswa hanya diuji kemampuan membaca data saja dan sedikit
analisis bagian daerah. Sedangkan pada SOAL B siswa diharapkan mampu mengkonek-
sikan antara konsep sudut, persentase, dan pengurangan.
PEMUSATAN DATA
Kita beralih ke contoh soal pemusatan data,
SOAL B
SOAL A
Nilai rata-rata matematika dari 18
Berikut ini adalah nilai matematika siswa adalah 76. Nilai tersebut belum
siswa kelas VII: termasuk nilai Adi dan Nia. Setelah
nilai Adi dimasukkan nilai rata-rata
60, 75, 76, 80, 80, 75, 65, 90, menjadi 77. Nilai Adi 5 lebihnya dari
66, 55, 60, 75, 80, 75, 80 nilai Nia. Nilai rata-rata setelah nilai
Adi dan Nia dimasukkan adalah . . .
Jika nilai Adi dan Nia sama, yaitu 80
dimasukkan dalam data diatas, maka
A. 77, 65 C. 73, 15
berapa nilai rata-rata kelas itu?
B. 77, 4 D. 68, 4
SOAL A hanya menguji kemampuan siswa dalam mengaplikasikan ”rumus” rata-rata
saja tanpa ada analisa lebih dalam ataupun pemahaman konsep lain. Sedangkan
pada SOAL B, siswa diharapkan memahami informasi yang diberikan pada soal dan
42
Berikut ini adalah contoh-contoh soal. Diskusikan apakah soal-soal tersebut dapat
dikategorikan sebagai soal HOTS/tidak. Lalu kemampuan apakah yang harus dimiliki
siswa agar mampu menyelesaikan soal-soal tersebut?
[SOAL 2]: Pada sekelompok data yang rata-ratanya 11, ditambahkan satu data
baru yang besarnya 29 sehingga rata-ratanya menjadi 13. Berapa banyaknya
data asal?
[SOAL 3]: Diagram nilai latihan ujian matematika siswa kelas VII sebagai berikut:
44
YOUTUBE MTK DoddyFeryanto
www.youtube.com/DoddyFeryanto
Kedepannya akan ada Playlist khusus yang didedikasikan untuk Guru yang memba-
has mengenai ”How to Teach Math” yang berisi pembahasan pembelajaran Matem-
atika dengan menekankan konsep.
45
Doddy Feryanto lahir di Purwokerto pada
tahun 1983. Pada tahun 2001 melan-
jutkan pendidikannya di Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung di bidang Matem-
atika. Kemudian pada tahun 2005 melan-
jutkan pendidikan di Institut Teknologi Ban-
dung untuk program studi Matematika
dan memperoleh gelar Magister Sains.
Pada masa kuliah di Universitas Kato- juga pernah mengajar di Sekolah Anak
lik Parahyangan pernah menjadi asisten Indonesia (SAI) dan juga berkarya di Lem-
untuk matakuliah Kalkulus dan memper- baga Olimpiade Pendidikan Indonesia
oleh Penghargaan sebagai Mahasiswa selama satu tahun.
Berprestasi, Penghargaan Mahasiswa Ter-
baik dan Penghargaan Mahasiswa den- Sekarang, penulis adalah salah satu
gan Indeks Prestasi Tertinggi. Dia juga pendiri Edukasi Olimpiade Indonesia
pernah menjabat sebagai wakil ketua (EduPiad), sebuah lembaga pendidikan
Himpunan jurusan Matematika dan se- pembinaan Olimpiade.
bagai ketua tim materi untuk Kompetisi Penulis juga merupakan salah satu
Matematika Unpar pada tahun 2002. pendiri sebuah lembaga pendidikan
Pensil Peduli yang lebih memfokuskan diri
Pada tahun 2008 bekerja sama dengan pada pendidikan daerah untuk pengem-
Surya Institut untuk menjadi pengajar bangan daerah.
program Olimpiade Matematika. Pada
tahun yang sama juga mengajar seba- Disamping kegiatannya mengajar
gai dosen Matematika Teknik I dan II di STT ke daerah-daerah dan menga-
PLN hingga tahun 2009. Pada tahun 2009 jar olimpiade bidang Matematika,
resmi bergabung di Surya Institut seba- penulis juga mempunyai sebuah chan-
gai pengajar Matematika untuk program nel pembelajaran Matematika di
matrikulasi yang kemudian dikenal den- youtube.com/DoddyFeryanto yang bisa
gan Surya Intensif Program (SIP). Penulis diakses oleh siapapun secara gratis.
Jl.Prabu Kiansantang
085813642454
Grand Duta Tangerang D1/20
youtube.com/DoddyFeryanto
Tangerang