Anda di halaman 1dari 50

UNTUK KEPENTINGAN PENDIDIKAN, DIPERBOLEHKAN BAGI SIAPAPUN UNTUK MEMPER-

BANYAK MODUL INI DENGAN CATATAN TANPA MENGUBAH APAPUN SAMPUL DAN ISI.

SOAL-SOAL YANG ADA DALAM MODUL INI DIAMBIL DARI BERBAGAI SUMBER, ANTARA
LAIN BUKU KARYA PENULIS, BUKU-BUKU REFERENSI, DAN BEBERAPA SOAL KOMPETISI MATE-
MATIKA.

DILARANG MENGAMBIL/MENGUBAH SEBAGIAN/SEMUA BAGIAN DARI BUKU INI TANPA


IJIN PENULIS.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
• Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya dan perlindungan-Nya kepada
penulis dan keluarga.
• Ibu Sri Hastati Fajar Asia, M.Pd selaku Ketua MGMP Matematika Kecamatan
Duren Sawit, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk bisa
mengisi materi di Seminar ”HOTS in MATH”.
• Bapak Ghelvinny, selaku Ketua Panitia yang telah menjembatani kesempatan
kepada penulis untuk bisa mengisi acara Seminar ”HOTS in MATH” sehingga
modul ini dapat ditulis sesuai dengan topik seminar.

• Seluruh tim Panitia Seminar dan Workshop ”HOTS in MATH” yang telah bekerja
maksimal agar kegiatan pendidikan ini dapat terlaksana.
• Pudji Anggraeni (istri) dan Yusha Khanzaki (anak).
• Orang tua Penulis, Sukirno (ayah) dan Listiani (Ibu), serta semua keluarga penulis
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
• Tim EduPiad (Edukasi Olimpiade) yang bersama penulis mengembangkan pen-
didikan, khususnya melalui sosialisasi dan pembinaan Olimpiade.
• Semua guru dan dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepada
penulis.

• Semua siswa yang banyak memberikan inspirasi bagi penulis.


• Berbagai pihak-pihak yang tidak disebutkan namanya namun telah berkon-
tribusi dalam hidup penulis, sekali lagi terima kasih atas kebersamaannya.
DAFTAR ISI

Ucapan Terima Kasih

Daftar Isi

Apa itu HOTS? Mengapa Harus Heboh? 1

Langkah Pembelajaran HOTS 3

Bilangan 5

Himpunan 14

Aljabar 19

Fungsi 24

Geometri 27

Peluang 37

Statistika 40

Tips Membuat Soal HOTS 43

Daftar Pustaka 44

Youtube MTKDoddyFeryanto 45

Biografi Penulis
1

APA ITU HOTS? MENGAPA HARUS HEBOH?


Akhir-akhir ini cukup heboh dengan munculnya soal-soal yang sering disebut seba-
gai soal HOTS pada Ujian Nasional di berbagai tingkatan sekolah. Banyak siswa men-
geluh karena tidak bisa mengerjakan soal-soal HOTS di UN. Banyak diantaranya berko-
mentar bahwa soal-soal seperti itu tidak pernah diajarkan di sekolah. Hal yang sebe-
narnya terjadi adalah bahwa bentuk soal-soal itu (yang mereka sebut sebagai soal
HOTS) belum pernah keluar di UN tahun-tahun sebelumnya! Materi, konsep dasar
untuk mengerjakan soal-soal itu sebenarnya sudah mereka pelajari. Lalu mengapa
banyak siswa yang mengatakan bahwa soal-soal itu belum diajarkan di sekolah? Ya,
salah satu jawabannya adalah karena yang mereka sebut sebagai ”soal yang su-
dah pernah diajarkan” adalah ”soal yang sering mereka peroleh dan sudah ada
rumus/cara cepatnya.”

Menurut saya, kehebohan, protesan siswa adalah akibat dari proses pembelajaran
selama ini yang belum banyak menekankan pada kemampuan berpikir konseptual,
menalar, menghubungkan konsep yang satu dengan konsep lainnya, menerapkan
dalam kasus-kasus, dan menganalisa suatu materi. Siswa di Indonesia pada umum-
nya masih belajar dengan penekanan hapalan, dan penerapan hapalan. Pada
mata pelajaran matematika, hal itu lebih terlihat jelas sekali dari pandangan seba-
gian besar siswa terhadap Matematika. Sebagian siswa masih menganggap bahwa
Matematika adalah pelajaran yang penuh dengan hapalan rumus dan hitungan
rumit. Banyak diantara siswa tersebut belajar Matematika dengan menghapalkan
rumus, melihat contoh soal, mengerjakan soal-soal latihan dengan melihat langkah-
langkah pada contoh soal, lalu hapalkan kembali cara pengerjaannya. Percayalah,
bahwa cara belajar Matematika seperti ini sangatlah keliru! Lucunya, masih banyak
buku pelajaran Matematika yang memang ditulis dengan susunan yang seolah-olah
mendukung proses belajar seperti itu. Buku dengan penjelasan konsep seadanya,
kemudian diikuti beberapa contoh soal, lalu diakhiri dengan latihan soal yang mana
jenis soalnya serupa dengan soal yang sudah dicontohkan sebelumnya (hanya men-
gubah bilangan-bilangannya saja).

Sebenarnya yang perlu menjadi perhatian pihak sekolah, khususnya guru adalah
perlunya pembenahan terlebih dulu pada sistem pembelajarannya. Jadi tidak serta
merta siswa dikagetkan dengan soal-soal HOTS (soal yang belum pernah ada di UN
sebelumnya) tanpa ada pembiasaan proses belajarnya terlebih dulu.

Saya mengamati ada perbedaan antara cara belajar kebanyakan siswa Olimpiade
dengan siswa pada umumnya di sekolah. Dalam mempersiapkan siswa-siswi meng-
hadapi ajang-ajang kompetisi Matematika, mereka harus dibiasakan dengan proses
belajar yang menekankan pemahaman konsep, mengkaitkan konsep yang satu den-
gan lainnya, mengaplikasikan konsep dalam suatu permasalahan, menganalisis. Saya
yakin tidak ada satupun siswa yang sudah sering mengikuti kompetisi Matematika
akan terkejut dengan soal-soal HOTS yang ada di UN. Mengapa? Karena mereka
sudah terbiasa berpikir ”problem solving”. Mereka tidak akan protes dengan alasan
”soal ini tidak pernah diajarkan di sekolah.” Mengapa? Ya karena memang soal-
soal Olimpiade juga hampir tidak ada yang pernah diajarkan mirip 100% baik itu
di pembinaan-pembinaan Olimpiade, apalagi di sekolah. Mereka terbiasa dengan
mempelajari inti konsepnya.
2

Kalau kita menilik apa tujuan diadakannya asesmen model HOTS? Yaitu untuk mem-
persiapkan generasi bangsa untuk siap menghadapi kecakapan abad 21. Tentunya
perlu adanya banyak perubahan dalam sistem pendidikan yang ada selama ini.
Bukan hanya perubahan kurikulum saja, namun juga pada aspek metode pembela-
jaran, materi pembelajaran, bahkan sampai pada fasilitas penunjang pembelajaran.

Bagaimana seharusnya proses pengembangan HOTS ini bisa berjalan baik di Indone-
sia? Ya, yang paling utama adalah proses pembelajarannya! Kita seringkali salah
fokus dengan penekanannya, seperti hal yang terjadi sekarang ini justru yang lebih
ditekankan mengenai soal HOTS-nya. Bahkan untuk kalangan guru lebih banyak dis-
ibukkan dengan pertanyaan-pertanyaan:
• ”Bagaimana membedakan soal HOTS dan yang bukan?”,

• ”Bagaimana cara membuat soal HOTS?”


dibandingkan dengan berfokus terlebih dulu dengan pemahaman dan proses pem-
belajarannya. Lompatan proses yang juga mengakibatkan kekhawatiran para guru.
Khawatir jika siswanya nanti tidak dapat mengerjakan soal-soal HOTS di UN karena
soal HOTS masih belum terbaca polanya sehingga masih belum bisa dibuatkan ”ru-
mus cepat”-nya. Sekali lagi saya katakan, pembelajaran yang benar seharusnya
bukan begitu! Pendidikan kita baik disadari maupun tidak, sudah terlalu lama ter-
pusat pada hasil dan seringkali mengabaikan proses.

Pada modul seminar ini akan lebih difokuskan untuk memberikan gambaran bagaimana
kita dapat mengeksplorasi pembelajaran dengan penekanan konsep melalui bentuk-
bentuk soal yang dapat dikategorikan sebagai soal HOTS. Lalu apa yang dimaksud
dengan soal HOTS? Berdasarkan kepanjangan dari HOTS, jelas bahwa soal yang di-
maksudkan haruslah mengarah pada pengujian kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Soal-soal HOTS mengukur kemampuan:


(1) transfer satu konsep ke konsep lainnya;

(2) memproses dan menerapkan informasi;


(3) mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda;
(4) menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah;

(5) menelaah ide dan informasi secara kritis.

Pembahasan pembelajaran dan soal HOTS yang dikupas pada buku ini lebih saya
fokuskan pada sebagian materi tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Semoga buku ini dapat membantu memberikan sedikit ”pencerahan” mengenai


arah pembelajaran HOTS yang memang sudah seharusnya diterapkan untuk kema-
juan bangsa. Semoga buku ini dapat membantu para guru dalam mengembangkan
kualitas pendidikan.
3

LANGKAH PEMBELAJARAN HOTS


Sebelumnya sudah saya ungkapkan pendapat saya bahwa hal yang terpenting un-
tuk menyiapkan siswa untuk memperoleh kecakapan abad 21 ada banyak peruba-
han yang dilakukan pada sistem pembelajaran, bukan hanya fokus pada penerapan
soal HOTS di UN saja.

Beberapa langkah pembelajaran Matematika yang sebaiknya dilakukan adalah se-


bagai berikut:
(1) Penekanan dan pemahaman konsep
(2) Penerapan dan pengembangan konsep
(3) Pemahaman masalah
(4) Peyelesaian masalah dengan mengkaitkannya pada konsep materi yang telah
dipelajari.
Keempat langkah diatas selama ini kurang dipraktekkan dalam pembelajaran Matem-
atika pada umumnya di sekolah-sekolah di Indonesia. Mulai dari penekanan dan
pemahaman konsep, masih banyak guru yang terburu-buru memberikan rumus, ring-
kasan materi, dan kemudian contoh soal agar pembelajaran jadi lebih singkat dan
”lebih mudah dipahami”. Memang pada awalnya seolah-olah metode seperti ini
jauh lebih mudah dipahami dan diterima oleh sebagian siswa, namun ini bukanlah
proses belajar. Metode seperti ini hanya akan menjadikan siswa ”bermental robot”
melakukan sesuai prosedur yang ada tanpa menumbuhkan rasa ingin tahu ”men-
gapa mereka harus melakukan prosedur itu”. Sayangnya metode pembelajaran
seperti ini banyak sekali terjadi di kelas-kelas dan bahkan sudah berpuluh-puluh tahun.
Memang banyak alasan mengapa beberapa guru melakukan metode mengajar
seperti ini, seperti kurangnya jam pembelajaran sehingga tidak memungkinkan ma-
teri dijelaskan secara konsep mendalam, kurangnya sarana untuk memperkenalkan
konsep secara konkret, dan lain-lain. Memang seperti yang sudah saya katakan
bahwa pembenahan sistem pembelajaran yang perlu dilakukan sangat banyak.

Langkah kedua adalah penerapan dan pengembangan konsep. Sekali lagi hal ini
perlu sekali dilakukan dalam proses pembelajaran, khususnya Matematika. Siswa
harus dapat membuat ”peta konsep”, keterkaitan antara konsep yang satu dengan
konsep materi lainnya. Sebagai contoh, apa kaitan antara konsep pembagian den-
gan konsep perkalian? Banyak siswa yang tidak dapat menjelaskannya.

Langkah ketiga adalah pemahaman masalah. Kebiasaan proses belajar yang lebih
menekankan pada rumus, contoh soal, latihan soal yang serupa dengan contoh soal
dan hapalan cara pengerjaan yang bertahun-tahun diterapkan membuat siswa jadi
semakin seperti robot. Sehingga mereka tidak lagi peduli dengan pemahaman soal.
Seringkali saya menemui siswa dapat mengerjakan soal dengan cepat (dengan ru-
mus cepat) tetapi lucunya mereka tidak dapat memahami maksud suatu soal yang
diberikan. Ya mereka hanya mengerjakan sesuai dengan prosedur yang ”biasanya
dicontohkan” saja. Sekali lagi ini yang menyebabkan siswa akan protes jika mereka
mendapatkan soal yang tidak biasa mereka temui pada contoh-contoh sebelum-
nya. Seringkali saya menemui siswa yang sama sekali tidak mau memahami maksud
dari soal yang diberikan, kemudian mereka langsung menyerah begitu saja tanpa
4

ada upaya memecahkan permasalahan.

Setelah siswa mampu memahami permasalahan yang ada, siswa harus mempunyai
keberanian untuk mencoba, bereksplorasi untuk memecahkan masalah yang ada
dengan kemudian menghubungkan dengan konsep-konsep yang sudah pernah dia
pelajari. Siswa tidak boleh terpaku pada konsep yang baru saja dijelaskan (sebelum
soal diberikan).
BILANGAN

BILANGAN PECAHAN DAN OPERASINYA


Mari kita lihat contoh soal berikut yang diambil dari soal UN tahun 2018.

3 1
5+2
Hasil dari 3
− 1 adalah . . .
5 2

1 1 C. 10 D. 11
A. 10 B. 11

Soal diatas tidak dapat dikategorikan sebagai soal HOTS. Mengapa? Karena soal
tersebut dapat dikerjakan siswa tanpa memerlukan pemahaman konsep yang dalam.
Siswa yang hanya mengetahui ”mekanisme” penjumlahan, pengurangan, dan pem-
bagian pecahan dapat langsung mengerjakan soal tersebut.

Sebenarnya soal tersebut cukup menarik jika siswa mengerjakannya tidak hanya men-
gandalkan mekanisme operasi pecahan. Lihat perbedaan kedua cara penyelesaian
berikut ini:
CARA 1: CARA 2:
3 1 3.2+1.5
5+2
3 1 3 1
= 5+2 5+2 10
5.2
3 1
5−2
3.2−1.5
5.2
3
− 1 = 3
− 1 × 10
5 2 5 2

11
6+5
= 10
1 = 6−5
10

11
= 11 10 = = 11
10 . 1 = 11 1

Jika siswa mengerjakan dengan cara 1, kemungkinan besar siswa hanya mampu
melakukan operasi pecahan dengan lancar. Sedangkan siswa yang mengerjakan
dengan cara 2, terlihat bahwa siswa memahami bahwa langkah awal dari operasi
penjumlahan/pengurangan pecahan adalah menyamakan penyebut. Karena ben-
tuk yang dioperasikan adalah sebagai pembilangan dan penyebut suatu pecahan,
maka akan lebih mudah jika dilakukan perkalian dengan bentuk 1, dalam soal ini
10
adalah 10 yang tidak akan mengubah nilai dari pecahan tersebut. Jika siswa melakukan
cara 2, berarti siswa juga memahami sifat operasi distributif.

Soal yang sama namun cara pengerjaan yang berbeda dapat membuat kita meli-
hat kedalaman pemahaman siswa. Namun soal aslinya adalah soal berbentuk pili-
han ganda, sehingga tentunya tidak akan terlihat tingkat kemampuan yang sampai
mana siswa miliki. Karena itu dibutuhkan soal HOTS.

5
6

Lihat bentuk soal ini:

Jika
1 1
a= 1 dan b= 1
3+ 3+ 31
4− 4− 14

b
maka a = ...

Meskipun untuk menyelesaikan soal diatas juga dapat dikerjakan dengan cara lang-
sung menyamakan penyebut dari penjumlahan pecahan yang paling bawah, na-
mun siswa minimal harus memiliki pemahaman ”urutan operasi”, meskipun urutan
disini terselubung bukan urutan operasi yang sudah jelas urutannya.

Jadi minimal ada dua kemampuan yang bisa diukur disini, yaitu operasi pada peca-
han dan urutan operasi.

Ada stimulus berupa bentuk ”cantik” pada pecahan, ada pengujian antar konsep
yang diuji, dan siswa dituntut untuk berpikir ”apa yang seharusnya dia lakukan dulu
agar dapat mengerjakan lebih efisien”. Dengan alasan-alasan tersebut, soal ini bisa
masuk dalam kategori soal HOTS.

Untuk soal operasi pecahan, kita juga dapat memberikan variasi soal dengan tujuan
pengujian yang berbeda.

Tentukan hasil dari


1 1 1 1
+ + + ... +
11 × 22 22 × 33 33 × 44 88 × 99
adalah . . .

Bagi siswa yang sering mengerjakan soal-soal kompetisi matematika pasti menge-
tahui bahwa soal diatas dapat dikerjakan dengan teknik teleskoping. Namun soal ini
masih dapat dikerjakan oleh siswa pada umumnya tanpa harus mengetahui terlebih
dulu teknik teleskoping, yaitu hanya dengan menyamakan penyebut dan melihat
pola. Mari perhatikan stimulasi seperti apa yang bisa kita berikan agar siswa mulai
belajar melihat pola. Mintalah mereka mengerjakan:
1 1
(i) + 22×33
11×22 , namun minta mereka untuk tidak mengalikan semua bilangan
pada penyebutnya;
1
(ii) Hasil dari (i), jumlahkan dengan 33×44 , minta mereka untuk tidak mengalikan
semua bilangan pada penyebutnya;
1
(iii) Hasil dari (ii), jumlahkan dengan 44×55 , minta mereka untuk tidak mengalikan
semua bilangan pada penyebutnya;
7

dan seterusnya hingga siswa menyadari pola bilangan yang terbentuk.

Minimal kemampuan yang diuji adalah menyamakan penyebut pada operasi pen-
jumlahan pecahan dan kemampuan melihat pola. Pertama, siswa harus dapat meli-
hat ”keunikan” dari bilangan-bilangan pada penyebut pecahan sehingga dapat
memutuskan cara yang efisien dalam menyamakan penyebut pecahan-pecahan
tersebut.

Untuk materi pecahan, kita juga dapat memberikan soal yang menguji kemam-
puan siswa memahami hubungan nilai pembilang dan penyebut pada suatu peca-
han. Berikut contoh yang menguji kemampuan tersebut.

Yusha memiliki empat buah kartu yang bertuliskan angka 6,7,8, dan 9. Jika dia
ingin membentuk pecahan dimana pembilang dan penyebutnya adalah bilan-
gan dua angka yang dapat disusun dari keempat kartu tersebut. Berapakah
pecahan terkecil yang dapat dia bentuk?

BAHAN DISKUSI

Berikut ini adalah contoh-contoh soal mengenai bilangan pecahan. Diskusikan apakah
soal-soal ini dapat dikategorikan sebagai soal HOTS? Kemampuan apa saja yang diuji
dalam masing-masing soal ini?

[SOAL 1] Yusha baru saja membeli pizza. Dia ingin makan bersama teman-temannya,
yaitu Andi, Budi, dan Ciko. Lalu dia membagi pizza itu menjadi 8 bagian sama
besar. Tiga potongan dia ambil untuk bagiannya. Lalu Andi, Budi, dan Ciko
menerima masing-masing 1 potongan. Kemudian 1 potongan sisanya dia bagi
lagi menjadi 4 bagian sama besar dan dia bagikan untuk dirinya dan teman-
temannya. Berapa persen dari pizza utuh, bagian yang Yusha peroleh?

3 1
[SOAL 2] Dua pecahan jumlahnya 4 dan selisihnya 12 . Tentukan kedua pecahan
itu.

[SOAL 3] Tentukan nilai dari


1 1 1 1
+ + + ... +
10 100 1000 1000.000.000

PERBANDINGAN
Materi perbandingan adalah materi terapan dari bilangan. Materi perbandingan
sangat menarik dan paling banyak penggunaannya dalam kehidupan nyata sehari-
hari. Sayangnya masih banyak sekali yang terlalu menekankan ”cara aljabar” dan
8

”hapalan cara” dalam menyelesaikan permasalahan perbandingan. Mari kita lihat


soal yang diambil dari UN 2018 berikut ini dan cara-cara penyelesaiannya.

Perbandingan permen Aurel, Rani, dan Dhea 5 : 3 : 2. Sedangkan jumlah per-


men Aurel dan Rani 64. Jumlah permen tiga orang tersebut adalah . . .

A. 72 C. 88
B. 80 D. 108

[UN 2018]

Sekarang mari kita lihat kedua cara berikut ini:

CARA 2:

CARA 1:

Uang total = 5+3+2


5+3 × 64
= 10
8 × 64
= 80
Permen Aurel dan Rani 8 = 64,
sehingga 1 = 8. Jadi jumlah per-
men tiga orang itu adalah 10 =
80 buah.

Cara 1 memang tergolong cepat, namun seringkali kita memperkenalkan cara terse-
but hanya dengan bentuk ”hapalan cara” saja, sehingga siswa cenderung kurang
memahami mengapa harus seperti itu caranya. Siswa tidak benar-benar memahami
konsep perbandingan dalam penyelesaian soal ini. Hal tersebut dapat dilihat, ketika
kita menanyakan persoalan yang sedikit berbeda seperti mengenai selisih permen
Aurel dan Dhea. Biasanya mereka akan menanyakan ”caranya bagaimana?”

Dengan menggunakan cara 2 memang terlihat sedikit lebih panjang, namun disini
sangat terlihat konsep perbandingannya. Cara 2 ini juga sangat mudah dipahami
sehingga, ketika kita ubah persoalannya, siswa akan lebih cepat ”menebak” cara
penyelesaiannya. Sebagai contoh, untuk siswa yang sudah memahami cara 2 ini,
berikan mereka pertanyaan tambahan seperti:

(a) Berapa selisih permen Aurel dengan Dhea?

(b) Berapa jumlah uang Rani dengan Dhea?

Biarkan siswa ”menebak” bagaimana cara menyelesaikannya dengan melihat bagan


diatas.


9

TERAPAN DARI PERBANDINGAN


Seringkali kita lebih mengkaitkan topik-topik terapan seperti skala, persentase, ke-
cepatan dengan pendekatan aljabar. Sebenarnya hal itu boleh-boleh saja. Na-
mun perlu kita pahami bahwa siswa tingkat SMP baru saja mengenal aljabar (mulai
dari operasinya, penjabaran, dan pemfaktoran). Siswa masih belum terbiasa meng-
gunakan aljabar dan memodelkan suatu masalah dalam bentuk aljabar. Tentu saja
hal itu akan membuat siswa kesulitan memahami konsepnya. Akan lebih ”cantik” jika
topik-topik terapan tersebut lebih kita dekatkan dengan topik perbandingan. Sekali
lagi, asalkan konsep perbandingan yang kita kenalkan adalah konsep logika bukan
lagi-lagi langsung menggunakan pendekatan aljabar.

Setelah siswa dapat memahami penyelesaian terapan dengan pendekatan perbandin-


gan, baru akan lebih baik lagi jika kemudian diperkenalkan juga penyelesaian den-
gan aljabarnya, mengingat materi aljabar juga sudah diperkenalkan sebelumnya.
Dengan memperkenalkan cara penyelesaian dengan pendekatan dua topik berbeda,
siswa akan lebih memahami keterkaitan antar topik.

Kita mulai dengan topik terapan yang masih erat hubungannya dengan topik per-
bandingan, yaitu materi skala. Pada bagian ini kita akan fokus melihat keterkaitan
terapan dengan konsep perbandingan saja. Perhatikan contoh soal yang diambil
dari UN 2018 ini:

Sebuah peta mempunyai skala 1:300.000. Pada peta tersebut jarak:


• Kota A ke kota P 14 cm

• Kota P ke kota B 16 cm
• Kota A ke kota Q 12 cm
• Kota Q ke kota B 21 cm
Dua orang akan berangkat dari kota A menuju kota B melalui jalan yang berbeda.
Orang pertama melalui kota P, dan orang kedua melalui kota Q. Sebelum be-
rangkat kedua orang tersebut mengukur jarak pada peta yang menggunakan
skalar jarak pada peta. Berapakah selisih jarak tempuh sebenarnya perjalanan
kedua orang tersebut adalah . . .

A. 90 km C. 9 km
B. 30 km D. 3 km

Soal diatas jelas dapat dikategorikan sebagai soal HOTS karena siswa harus mema-
hami dulu informasi yang diberikan di soal dan coba untuk mengolahnya terlebih
dulu.

Sekali lagi, seringkali kita juga melakukan pembelajaran materi skala dengan mem-
berikan rumus-rumus pada siswa. Berikut ini adalah rumus-rumus yang seringkali diberikan
pada materi skala:
jarak pada peta Jarak sebenarnya= Jarak pada gambar=
Skala= jarak sebenarnya Jarak pada peta
skala skala × jarak sebenarnya
10

Dengan memberikan rumus-rumus diatas tanpa memberikan konsep mendalam men-


genai pemahaman skala, maka siswa akan terjebak pada hapalan rumus saja. Untuk
materi skala, seringkali terjadi ”kesalahan penekanan konsep” pada saat pembela-
jaran, yaitu materi lebih ditekankan pada pengubahan satuan panjang. Memang
benar bahwa satuan adalah sangat penting diperhatikan, namun sebaiknya jangan
bebankan siswa pada permasalahan pengubahan satuan sebelum siswa mema-
hami konsep perbandingan pada skala.

Mari kita lihat bagaimana kita dapat mengkaitkan konsep peta dengan konsep per-
bandingan dan menggunakannya dalam pemecahan masalah soal diatas.

Skala 1: 300.000

ORANG I ORANG II
A-P-B = 14 + 16 = 30 cm A-Q-B = 12 + 21 = 33 cm
Selisihnya 3 cm. Padahal
Jarak peta Jarak sebenarnya
1 cm −→ 300.000 cm
3 cm −→ 900.000 cm

sedangkan
100.000 cm −→ 1 km
900.000 cm −→ 9 km

Materi yang masih terkait dengan perbandingan dan berhubungan dengan jarak,
yaitu materi kecepatan. Mari kita lihat soal kecepatan yang diambil dari soal UN
2018 berikut ini:

Dengan mobil, jarak 120 km dapat ditempuh dalam waktu 2 jam, sedangkan
dengan jalan kaki jarak 100 meter dapat ditempuh dalam waktu 2 menit. Per-
bandingan kecepatan mobil dan jalan kaki adalah . . .

A. 10:1 C. 30:1
B. 20:1 D. 40:1

[UN 2018]

Sama seperti pada materi skala, untuk materi kecepatan juga seringkali kita terfokus
untuk memberikan rumus-rumus kecepatan, seperti:
Jarak Jarak
Kecepatan= Waktu Jarak= Kecepatan × Waktu Waktu= Kecepatan

Seringkali juga kita terlalu fokus pada pengubahan satuan, misal mengubah satuan
dari km/jam menjadi m/s. Belum lagi kalau sekali lagi kita juga memberikan rumus-
rumus dalam mengubah satuan ke satuan lain. Sekali lagi, sebaiknya kita tekankan
terlebih dulu mengenai konsep kecepatan dan hubungannya dengan perbandin-
gan sampai siswa benar-benar paham. Setelah siswa paham konsep utamanya,
barulah kita kembangkan mengenai persoalan satuannya.
11

Mari kita lihat bagaimana menghubungkan kecepatan dengan perbandingan den-


gan melihat pemecahan soal UN diatas.

MOBIL JALAN KAKI


2jam menempuh 120km 2menit menempuh 100m
1jam menempuh 60km 1menit menempuh 50m

Dalam membandingkan dua hal, kita samakan dulu satuannya. Karena

MOBIL
1jam menempuh 60km
60menit menempuh 60.000m
1menit menempuh 1000m

Jadi perbandingan kecepatan mobil dan jalan kaki adalah 1000 m/menit : 50 m/menit
= 20:1.

Masih pada topik yang terkait dengan perbandingan, mari kita lihat contoh soal ma-
teri persentase berikut yang diambil dari soal UN tahun 2018.

Seorang pedagang membeli 40 kg terigu seharga Rp 340.000,00. Terigu tersebut


dijual dengan keuntungan 12%. Berapakah harga penjualan setiap kg terigu
tersebut?

A. Rp 8.500,00 C. Rp 9.700,00
B. Rp 9.520,00 D. Rp 10.200,00

[UN 2018]

Soal diatas sebenarnya sudah sangat menarik, karena siswa harus memahami lebih
dulu kalimat soalnya sebelum dia melakukan perhitungan. Namun banyak diantara
kita sebagai guru hanya menekankan pembahasan melalui cara cepat dengan meng-
gunakan rumus persentase keuntungan:

Keuntungan
Persen Keuntungan = × 100%
modal

Sehingga sebagian besar siswa akan langsung mengerjakannya dengan cara seperti
berikut:

CARA 1:
12

Untung
12% = × 100%
340.000
12% Untung
=
100% 340.000
12
× 340.000 = Untung
100
40.800 = Untung

Total harga jual adalah Rp 340.000, 00+ Rp 40.800, 00 = Rp 380.800, 00. Sehingga harga
jual setiap kg terigu = 380.800
40 = Rp 9.520, 00.

Cara diatas sangatlah ”aljabar” dan bisa membuat siswa hanya mengandalkan ha-
palan rumus dan cara pemakaian rumus saja. Cara diatas juga kurang memberikan
kaitan antara materi yang satu dengan materi lainnya, sehingga seolah-olah antar
materi sangat terpisah. Materi persentase ini sangat dapat dikaitkan dengan materi
perbandingan. Perhatikan cara pengerjaan berikut ini:

CARA 2:
100% −→ 340.000
1% −→ 3400
12% −→ 40.800
Jadi harga jual total Rp 340.000, 00+ Rp 40.800, 00 = Rp 380.800, 00.
40 kg −→ 380.800
1 kg −→ 9.520
Jadi harga jual 1 kg nya Rp 9.520, 00.

Cara 2 diatas dikerjakan dengan menggunakan konsep perbandingan. Sehingga


siswa dapat memahami benar keterkaitan materi yang satu dengan yang lainnya.
Mereka juga dapat melihat kegunaan dari memahami konsep perbandingan untuk
menyelesaikan masalah persentase.

Untuk soal materi perbandingan yang sudah ada pada umumnya sudah dianggap
baik. Hanya saja karena pendekatan pembelajaran yang kurang tepat, yaitu den-
gan hapalan rumus dan cara pengerjaan yang membuat penyelesaian dari soal-soal
ini sangat membosankan dan terkesan tidak melatih logika. Padahal dilihat dari soal-
soal yang memang sudah sering muncul, sebenarnya sudah cukup menarik. Tapi
memang perlu diakui bahwa soal-soal yang sudah ada terpaku pada topik-topik
tertentu saja seperti kecepatan kendaraan (pada materi kecepatan), persentase
uang,diskon, dan suku bunga (pada materi persentase). Padahal ada banyak topik
yang bisa dijadikan soal menarik dan memberikan stimulasi bagi siswa karena topik
tersebut menyangkut minat dan hal-hal yang sering mereka dengar sehari-hari.

Berikut ini diberikan contoh-contoh soal mengenai perbandingan yang mungkin bisa
dijadikan referensi.
13

[SOAL 1]: Yusha menge-”charge” handphone-nya dari keadaan 0% sampai penuh


selama 3 jam. Jika dari keadaan 15% dan dia hanya punya waktu 100 menit, be-
rapa persen kondisi baterai handphone-nya nanti?

[SOAL 2]: Zaki minum sirup yang kandungan gulanya 20%. Jika dia menam-
bahkan gula sekitar 20 gram lagi kedalam sirupnya, berapa persen kandungan
air dalam sirupnya?

[SOAL 3]: Berikut ini didata hobi dari siswa-siswi di sekolah:

Jika banyak siswa yang menyukai berkemah ada 27 orang, maka berapa selisih
penggemar sepak bola dan penggemar nonton?

[SOAL 4]: Yusha mendownload game sudah semenjak 10 menit yang lalu, namun
prosesnya masih 45%. Jika kecepatan proses download tersebut konstan (tetap),
berapa lama lagi dia harus menunggu agar proses download selesai?

[SOAL 5]: Kebanyakan AC ukuran 1PK akan menghabiskan daya 840 Watt (tiap
jamnya). AC merk Tekjipu mengklaim bahwa AC tersebut lebih hemat 20%. Jika
biaya listrik per kwh adalah Rp.1000,00. Berapa selisih biaya yang ditanggung
pengguna AC biasa dan pengguna AC Tekjipu dalam waktu 30 hari untuk peng-
gunaan 8 jam tiap harinya?
HIMPUNAN

Himpunan adalah materi yang sebenarnya sangat perlu diperkenalkan sebelum berbicara
mengenai persamaan dan ketaksamaan aljabar. Mengapa demikian? Karena pada
saat membecirakan penyelesaian dari persamaan dan ketaksamaan aljabar ten-
tunya kita akan membicarakan himpunan penyelesaian.

Mari kita lihat contoh soal yang diambil dari soal UN 2018 berikut:

Diketahui himpunan A = {x|2 < x ≤ 12, x ∈ bilangan genap}. Banyaknya him-


punan bagian A yang memiliki 3 anggota adalah . . .

A. 10 C. 14

B. 12 D. 16

Permasalahan mengenai banyaknya anggota himpunan bagian dari suatu himpunan


adalah topik yang sebenarnya sangat menarik. Hanya saja seringkali kita sebagai
guru juga terlalu terburu-buru mengkaitkan penyelesaian soal ini dengan menghubungkan-
nya dengan segitiga Pascal tanpa memberikan gambaran konsep mengapa kedua
topik itu bisa saling terkait. Padahal justru kebiasaan pembelajaran seperti itu (tanpa
mengedepankan logika dan keterkaitan konsep) yang akan semakin menjauhkan
kita pada pembelajaran HOTS.

Mari kita lihat pembahasan soal diatas dengan pendekatan berikut ini.

Himpunan A dapat juga ditulis menjadi A = {4, 6, 8, 10, 12}. Sekarang kita akan mengam-
bil 3 anggota untuk dijadikan himpunan bagian. Misal kita sebut anggota-anggota
yang kita ambil adalah a, b, dan c.

• Banyak cara mengambil anggota dari A untuk dijadikan a adalah 5, yaitu kita
bisa saja mengambil 4, 6, 8, 10, ataupun 12;

• Karena salah satu dari {4, 6, 8, 10, 12} sudah diambil menjadi adan tidak boleh
dipilih lagi, maka banyaknya pilihan untuk dijadikan b hanya ada 4 pilihan;

• Dua bilangan dari {4, 6, 8, 10, 12} sudah diambil untuk dijadikan a dan b (tidak
boleh dipilih lagi) maka kita tinggal mempunyai 3 pilihan lagi untuk dijadikan c.

Sekarang perhatikan bagan ini:

14
15

Begitu juga untuk a = 6, 8, 10, atau 12, sehingga banyaknya himpunan yang terdiri dari
3 anggota untuk sementara ada
5 × 3 = 60
Namun, perlu diperhatikan bahwa himpunan {4, 6, 8}, {4, 8, 6}, {6, 4, 8}, {6, 8, 4},{8, 4, 6},
dan {8, 6, 4} (ada sebanyak 3 × 2 × 1) kesemuanya dianggap himpunan yang sama,
sehingga cukup dihitung satu kali saja. Begitu juga untuk himpunan-himpunan jenis
lainnya, seperti {4, 6, 10}, {4, 6, 12}, {6, 8, 10}, {6, 8, 12}, dan lainnya yang masing-masing
mempunyai 6 bentuk sama, masing-masing hanya dihitung satu kali saja. Jadi dapat
disimpulkan bahwa banyaknya himpunan 3 anggota yang merupakan subhimpunan
dari A ada sebanyak
60
= 10 buah
6
Memang mungkin pembahasan diatas terlihat sangat panjang dibandingkan jika
kita langsung memberikan cara segitiga Pascal. Tapi perlu diketahui bahwa yang
terpenting dalam pembelajaran Matematika adalah dapat memahami konsep ter-
lebih dulu. Ditambah lagi konsep diatas adalah awal dari konsep yang nantinya
dikembangkan menjadi segitiga Pascal. Jika siswa diarahkan dengan proses pem-
belajaran seperti diatas hingga kemudian kita kembangkan menjadi bentuk segitiga
Pascal (walaupun mungkin tidak melewati perumusan kombinasi dan hanya melalui
pola saja), siswa akan memahami keterkaitan antara banyaknya himpunan bagian
dengan segitiga Pascal. Dengan pembiasaan proses berpikir seperti di atas, siswa
juga kedepannya akan sangat mudah menerima konsep-konsep Kombinatorik yang
sangat terkait dengan topik Peluang.

Jika diatas adalah pemaparan mengenai bagaimana sebaiknya konsep menen-
tukan banyaknya himpunan bagian diperkenalkan, sekarang kita akan membahas
seberapa jauh soal untuk materi himpunan dapat dikembangkan menjadi soal HOTS.

Mari kita lihat contoh kedua soal ini:


16

SOAL B
SOAL A
Dalam sebuah kelompok terdiri
Hasil pendataan 30 balita di suatu dari 50 orang dimana tiap-tiap orang
puskesmas terdapat 6 balita pernah tersebut berambut hitam atau merah
diberi vaksin imunisasi penyakit cam- dan mempunyai bola mata biru atau
pak dan polio, 3 balita belum pernah coklat. 14 orang berambut hitam
diberi vaksin imunisasi kedua penyakit dan bermata biru, 31 orang beram-
tersebut. Banyak balita yang diberi but merah dan 18 orang bermata
vaksin campak 2 kali lipat dari vaksin coklat. Berapa banyaknya orang
polio. Banyak balita yang diberi vaksin yang bermata coklat dan berambut
imunisasi campak adalah . . . merah?
A. 11 balita A. 5 orang
B. 15 balita B. 11 orang
C. 16 balita C. 13 orang
D. 22 balita D. 19 orang
Apa yang paling membedakan antara kedua soal diatas?

Seringkali kita hanya terfokus pada dua atau maksimal tiga himpunan dimana tidak
ada pasangan himpunan yang merupakan disjungsi eksklusif (dua pernyataan berni-
lai benar apabila hanya satu dari dua pernyataan bernilai benar). Secara disadari
atau tidak oleh kita, ketika kita menjelaskan mengenai cara menentukan banyaknya
anggota yang ada pada suatu soal himpunan, gambaran diagram Venn yang pal-
ing sering muncul di pikiran kita hanya berbentuk:

Benar bukan?? Padahal ada banyak sekali bentuk diagram Venn yang mengkait-
kan hubungan antar himpunan. Perhatikan gambar diagram-diagram Venn berikut:
17

Masih banyak lagi bentuk-bentuk diagram Venn yang berbicara mengenai hubun-
gan antar himpunan. Lalu bagaimana dengan bentuk diagram Venn pada SOAL B
diatas?

Ada dua himpunan mengenai rambut, dimana seseorang hanya bisa berambut hi-
tam atau berambut merah saja tetapi tidak bisa keduanya (disjungsi eksklusif). Ada
dua himpunan lagi mengenai warna mata, dimana seseorang hanya bisa bermata
biru atau bermata coklat, tetapi tidak bisa keduanya. Namun himpunan jenis rambut
bisa berpotongan dengan himpunan jenis mata. Lalu bagai-
mana jika kita ingin menggambarkan diagram Venn-nya??

Jarang terpikirkan oleh kita bukan untuk bentuk diagram Venn diatas?!

Lalu bagaimana cara penyelesaiannya?

Uniknya, jika kita menggunakan diagram Venn diatas untuk menyelesaikan SOAL B
tersebut, kita akan terbentur dengan kesulitan. Disini kemampuan siswa untuk men-
cari solusi sangat diuji.

Salah satu cara penyelesaian yang mudah adalah dengan menggunakan bentuk
tabel.
Rambut hitam Rambut merah Total
Mata biru 14 A B
Mata coklat C D 18
Total E 31 F
Karena semuanya ada 50 orang maka F = 50, sehingga E = 50 − 31 = 19. Akibatnya
18

C = 19 − 14 = 5 dan D = 18 − 5 = 13. Jadi banyaknya orang yang bermata coklat


dan berambut merah ada 13 orang.


Berikut ini diberikan beberapa contoh soal. Diskusikan kemampuan apa saja yang
diuji dalam soal-soal tersebut!

[SOAL 1]:
Seorang ilmuwan melakukan percobaan terhadap 50 ekor kelinci, dan mela-
porkan hasilnya sbb:
• 25 ekor diantaranya kelici jantan.
• 25 ekor dilatih menghindari jebakan, 10 ekor diantaranya jantan.
• 20 ekor (dari total 50 ekor) berhasil menghindari jebakan, 4 ekor diantaranya
jantan.
• 15 ekor yang pernah dilatih berhasil menghindari jebakan, 3 ekor diantaranya
jantan.
Berapa ekor kelici betina yang tidak pernah dilatih , tidak dapat menghindari
jebakan?

[SOAL 2]: Dalam suatu ruangan, 25 dari semuanya mengenakan syal dan 34 -nya
menggunakan topi. Berapa minimum orang dalam ruangan yang mengenakan
keduanya?
ALJABAR

OPERASI ALJABAR
Pada tingkat SMP, materi aljabar yang seringkali menjadi penekanan adalah masih
pada taraf operasi bentuk-bentuk aljabar seperti sifat operasi komutatif, asosiatif, dan
distributifnya. Kemudian materi dikembangkan dengan penjabaran dan pemfak-
toran bentuk aljabar. Setelah itu baru materi masuk pada penyelesaian persamaan
dan ketaksamaan aljabar.

Seringkali soal yang sudah ada pada umumnya langsung tertuju dengan jelas se-
cara bentuk aljabarnya. Perhatikan soal yang diambil dari soal UN 2018 ini:

Bentuk sederhana dari 8xy − 2yz + 7xz − yz − 4xy − 10xz adalah . . .

A. 4xy − 3yz − 3xz D. 12xy − yz + 7xz


B. 4xy − 2yz + 3xz
C. 12xy + yz − 17xz [UN 2018]

Soal diatas hanya membutuhkan pemahaman operasi aljabar dan ketrampilan berhi-
tung saja. Tidak ada/sedikit sekali proses menganalisa dalam mengerjakan soal di
atas. Bedakan dengan soal berikut ini:

Hasil dari

8 × 222 × 333 − 2 × 333 × 111 + 7 × 222 × 111 − 333 × 111 − 4 × 222 × 333 − 10 × 222 × 111

adalah . . .

Perhatikan bahwa soal diatas hanya mengganti variabel pada soal UN sebelumnya
dengan bilangan-bilangan yang ”cantik”, namun tentunya soal ini menstimulus siswa
untuk memikirkan keputusan apa yang harus dia lakukan. Apakah dia harus langsung
menghitung ataukah dia harus memikirkan cara yang lebih efisien lagi? Keputusan
dia dalam menentukan cara menyelesaikan ini adalah salah satu proses belajar yang
penting. Siswa dapat belajar menerima ”konsekuensi” dari keputusannya. Jika dia
memilih langsung menghitungnya, tentu dia akan dihadapkan pada waktu hitung
yang cukup lama. Namun jika dia memilih untuk menyederhanakan dulu, dia belajar
untuk melihat pola yang ada, menentukan sifat-sifat operasi apa saja yang akan dia
gunakan.

19
20

PENJABARAN DAN PEMFAKTORAN ALJABAR


Mari kita lihat dua contoh soal berikut ini:
SOAL A SOAL B
Nilai dari Nilai dari
a2 201820192
= ... = ...
(a − 1)2 + (a + 1)2 − 2 201820182 + 201820202 − 2
1 1 1 1
A. 4 C. 2 A. 4 C. 2
1 a 1 a
B. 3 D. a+2 B. 3 D. a+2
Kedua soal diatas sebenarnya soal yang serupa, yang keduanya mengenai materi
penjabaran bentuk aljabar. Namun menurut Anda, soal manakah yang lebih men-
stimulasi pikiran siswa?

Perhatikan kembali kedua soal berikut ini:

SOAL A:
Jika a 6= 2, maka bentuk pal- SOAL B:
ing sederhana dari: Nilai dari
(4 × 7 + 2)(6 × 9 + 2)(8 × 11 + 2) . . . (100 × 103 + 2)
a(a + 3) + 2
(5 × 8 + 2)(7 × 10 + 2)(9 × 12 + 2) . . . (99 × 102 + 2)
(a + 1)(a + 4) + 2
adalah . . .
adalah . . .
510
a+1 a+2 A. 512 C. 510
A. a+2 C. a+3
B. 511
510 D. 512
B. a+1
a+3 D. a−2
a+2
Kedua soal diatas merupakan contoh soal pemfaktoran bentuk aljabar. Ide penyele-
saiannya juga sama. Namun soal manakah yang menurut Anda lebih menstimulasi
siswa untuk mencapai tujuan mengembangkan kemampuan berpikir analisis? Men-
gapa?


BENTUK AKAR
Bentuk akar adalah materi yang sebenarnya sangat erat kaitannya dengan materi
aljabar, khususnya materi penjabaran dan pemfaktoran bentuk aljabar. Namun ser-
ingkali kita sebagai guru langsung memberikan ”shortcut” cara merasionalkan penye-
but bentuk akar dengan kalimat ’Kalikan dengan sekawannya!’. Padahal istilah ben-
tuk sekawan sebenarnya adalah upaya untuk mengkuadratkan bentuk akar √ 2. San-

gat perlu dijelaskan bahwa prosedur merasionalkan bentuk
√ √penyebut (a m ± c n)
dapat dilakukan dengan mengalikan sekawannya (a m ∓ b n) karena

(x + y)(x − y) = x2 − y 2
21

sehingga bentuk akar pada penyebut dapat dihilangkan oleh pengkuadratan.

Shortcut ”Kalikan dengan sekawan” juga hanya langsung berlaku dan mudah di-
lakukan untuk pecahan-pecahan yang penyebutnya dua suku. Bagaimana dengan
soal seperti ini?

Rasionalkan penyebut pada pecahan bentuk-bentuk ini.

(a) (b)
1 1
√ √ √ √ √ √ √
2− 2+ 3− 6 10 + 14 + 15 + 21

Kedua soal diatas sebenarnya pada penyelesaiannya juga hanya dengan menga-
likan bentuk sekawan dari bentuk dua suku, namun dibutuhkan analisa dan kemam-
puan untuk memfaktorkan terlebih dulu. Berikut ini diberikan pembahasan untuk poin
(a). Perhatikan bagian penyebutnya dapat kita faktorkan:
√ √ √ √ √ √ √ √
2− 2+ 3− 6= 2 2+ 3− 2 3
√ √ √ √
= 2( 2 − 1) − 3( 2 − 1)
√ √ √
= ( 2 − 1)( 2 − 3)

dengan mengalikan pembilang dan penyebut


√ √dengan
√ sekawan masing-masing suku
penyebut, yaitu dengan mengalikan ( 2 + 1)( 2 + 3) maka pecahan akan menjadi
pecahan yang penyebutnya sudah rasional.

Masih dalam topik bentuk akar dan masih dalam pembahasan merasionalkan penye-
but, sebenarnya masih sangat luas pengembangan soal yang dapat dilakukan. Jadi
”shortcut: ’Kalikan dengan sekawan’” menjadi sangat mempersempit jenis soal yang
akan dapat dikerjakan siswa. Perhatikan contoh soal ini:

Rasionalkan penyebut dari pecahan bentuk berikut:


4

3
√3
9− 3+1

Jelas bahwa untuk bentuk di atas kita tidak mengenal istilah ”sekawan”nya. Lalu
bagaimana merasionalkan penyebut diatas? Perlu dikembangkan kembali bentuk
identitas aljabar. Ingatkan kembali/arahkan siswa pada identitas aljabar:

m3 + n3 = (m + n)(m2 − mn + n2 )

sehingga dengan memisalkan 3 3 = a dan mengalikan pembilang dan penyebut
dengan (a + 1) maka diperoleh hasil 4(a+1)
a3 +1 sehingga penyebut dapat berbentuk ra-
sional.

22

PERSAMAAN DAN KETAKSAMAAN ALJABAR


Berikut ini adalah kedua contoh soal persamaan linear berikut ini:

SOAL B
SOAL A
Jika persamaan ax + 4 = 3x − b
Jika penyelesaian −2(3x − 4) + 6 = mempunyai lebih dari satu solusi,
3(3x + 2) − 7 adalah p, maka nilai maka nilai dari (4a + b)2018 adalah
2p − 3 adalah . . . ...

A. −5 C. 1 A. 0 D. Tidak da-
pat diten-
B. −1 D. 5 B. 1
tukan
C. 22018
Soal A hanya membutuhkan kemampuan pengoperasian aljabar (salah satunya den-
gan menggunakan sifat distributif) saja, namun kurang menggali ke tingkat yang lebih
dalam. Sedangkan soal B, walaupun disini tidak terlalu menguji keterampilan sifat
operasi distributifnya, namun tetap menguji kemampuan menyatakan nilai variabel
x sebagai solusi, ditambah lagi ada pengujian pemahaman mengenai bentuk solusi
dari persamaan suatu persamaan.

Jika kita lihat penyederhanaan dari soal B, adalah

(a − 3)x = −(4 + b)

Jika dikatakan persamaan tersebut memiliki lebih dari satu solusi maka hal itu berarti
nilai (a − 3) dan (4 + b) keduanya sama dengan 0. Karena untuk 0.x = 0 nilai x bisa
berapapun bilangan real.

Lanjut ke contoh soal materi ketaksamaan, khususnya ketaksamaan linear. Perhatikan


dua contoh soal berikut:

SOAL A SOAL B

Himpunan penyelesaian pertidaksamaan Solusi dari ketaksamaan


dari x − 1 ≥ 2x − 5, x bilangan bulat adalah (2a − b)x + a − 5b > 0 adalah
... x < 10 7 . Solusi dari ketaksamaan
2021b + ax > b.
A. {x|x ≤ −4, x bil bulat}
A. x > −1212
B. {x|x ≤ 4, x bil bulat}
B. x < −1212
C. {x|x ≤ 6, x bil bulat}
C. x > 1212
D. {x|x ≤ −6, x bil bulat}
D. x < 1212
Pada soal A hanya menguji kemampuan siswa dalam menyelesaikan ketaksamaan
linear hanya dengan menggunakan sifat operasi saja. Tidak ada pengujian kemam-
puan lain pada soal A. Bandingkan dengan soal B. Pada soal B, bukan hanya menguji
kemampuan siswa dalam menyelesaikan ketaksamaan linear namun juga memaksa
23

siswa berpikir apa yang membuat arah ketaksamaan bisa berbeda. Ketika kita men-
coba menyelesaikan ketaksamaan, maka kita akan memperoleh bentuk
5b − a
x>
2a − b

namun pada soal justru dikatakan bahwa solusinya adalah x < 107 . Ada perbedaan
arah ketaksamaan. Pada bagian ini siswa diuji pemahaman sifat dasar ketaksamaan
bahwa, jika m > n dan c < 0 maka perkalian/pembagian terhadap c akan men-
gubah ketaksamaan, sehingga m.c < n.c. Sehingga siswa yang dapat menyimpulkan
bahwa pastilah (2a − b) < 0 adalah siswa yang sudah sangat memahami konsep
dasar ketaksamaan tersebut. Sehingga pembagian dengan (2a − b) pastilah akan
mengubah arah ketaksamaan
5b − a
x<
2a − b
Kemudian dapat dilanjutkan bahwa
5b−a 10
2a−b = 7 dan (2a − b) < 0

b
sehingga akan diperoleh kesimpulan a = 53 , b < 0, dan a < 0. Akibatnya

2021b + ax > b
2020b > −ax
−2020b
>x
a
tidak ada perubahan arah ketaksamaan karena −a > 0. Sehingga diperoleh solusi
x < −1212.

FUNGSI

Materi fungsi baru diperkenalkan di tingkat SMP. Fokus materi masih tertuju pada pen-
definisian relasi, fungsi, jenis-jenis fungsi, dan cara mensubstitusi suatu nilai pada rumus
fungsi, atau mencari bentuk fungsi (biasanya masih linear).

SUBSTITUSI DALAM FUNGSI


Mari kita lihat dua contoh soal mengenai fungsi berikut:

SOAL A SOAL B

Diketahui rumus fungsi f (x) = 5x + 3. Jika f (x + f (x + 1)) = x + 3 dan


Jika f (p) = −7 dan f (3) = q, maka nilai f (2) = 0, maka nilai dari f (1452)
p + q adalah . . . adalah . . .
A. 20 A. 788
B. 16 B. 766
C. −14 C. 899
D. −32 D. 988
Kedua soal sebenarnya menguji pemahaman siswa mengenai substitusi di dalam su-
atu fungsi. SOAL B adalah jenis soal yang merupakan pengembangan variasinya,
dimana didalam fungsi terdapat nilai fungsi itu sendiri. Untuk penyelesaiannya Anda
bisa mencobanya. Butuh sedikit ketelatenan dalam menyelesaikan SOAL B.


Sekarang masih pada penekanan yang sama, yaitu pemahaman substitusi dari fungsi,
soal-soal berikut ini bisa dijadikan contoh pengembangan HOTS-nya:

Misalkan G(n) adalah nilai dari jumlah angka-angka genap penyusun n. Misal
G(1456) = 4 + 6 = 10. Berapa nilai dari

G(1) + G(2) + G(3) + . . . + G(100)?

24
25

Jika f adalah fungsi sehingga f (xy) = f (x − y) dan f (6) = 1, maka nilai f (−2) −
f (4) = . . .

FUNGSI LINEAR
Fungsi linear atau bisa juga disebut fungsi garis adalah jenis fungsi yang dibahas di
tingkat SMP. Mari kita lihat kedua soal berikut ini:

SOAL B

Sebuah persegipanjang ABCD,


dengan panjang AB = 100, BC = 40
SOAL A dan titik E diantara D dan C sehingga
DE = 60. Persegipanjang ABCD
Gradien garis yang tegak lurus ter- kemudian dibagi menjadi persegi-
hadap garis m adalah . . . persegi satuan dengan ukuran 1 × 1
sebanyak 4000 persegi satuan. Be-
rapa banyak persegi satuan yang
terpotong oleh garis AE dan BE?

A. −2
B. − 12
1
C. 2
A. 90 persegi
D. 2
B. 100 persegi

C. 120 persegi
D. 150 persegi
Penekanan pada kedua soal adalah sama-sama mengenai gradien garis. Perbe-
daannya adalah untuk SOAL A, siswa langsung dapat menentukan gradien garis
dengan pendefinisian yang sudah diberikan. Sedangkan untuk SOAL B, siswa yang
belum memahami keterkaitan penyelesaian soal ini dengan gradien garis akan merasa
kesulitan menyelesaikan soal ini. Bahkan untuk menyelesaikan soal ini juga dibutuhkan
pemahaman teorema Pythagoras. Sehingga jelas soal ini dapat dikategorikan seba-
gai soal HOTS yang bisa diberikan pada siswa untuk Ujian Nasional. Sekarang mari
kita lihat untuk penyelesaian SOAL B berikut ini.

Perbandingan DA : DE = 40 : 60 = 2 : 3, sehingga bentuk persegipanjang terkecil


yang dilalui garis AE dimana kedua ujungnya berada pada koordinat (x, y) dimana
keduanya bilangan bulat adalah persegipanjang berukuran seperti gambar:
26

Terlihat bahwa untuk persegipanjang ukuran terkecil diatas, garis memotong 4 buah
persegi satuan yang terpotong.

Sekarang kita cari pada garis AE ada berapa banyak persegipanjang kecil-kecil
seperti itu. Cukup dengan mengukur panjang AE dan membaginya dengan pan-
jang diagonal persegipanjang terkecil itu (yaitu RQ) maka kita akan memperoleh
banyaknya persegipanjang kecil yang melalui garis AE.

Untuk menyelesaikan soal ini memang dibutuhkan pemahaman topik


√ lain, yaitu Teo-

rema Pythagoras. Dengan Pythagoras dapat diperoleh AE = 20 13 dan RQ = 13
sehinggga ada 20 buah persegipanjang terkecil yang melalui AE. Jadi ada 20 × 4 =
80 buah persegi satuan yang terpotong garis AE.

Dengan cara yang sama dapat diperoleh juga bahwa ada 40 buah persegi satuan
yang terpotong oleh garis BE. Sehingga total persegi satuan yang terpotong ada
120 buah persegi.

GEOMETRI

Geometri yang paling banyak dipelajari di tingkat SMP adalah geometri non-koordinat.
Dimulai dari materi garis dan sudut, keliling dan luas, kekongruenan dan kesebangu-
nan.

GARIS DAN SUDUT


Perhatikan soal yang diambil dari UN 2018 berikut ini:

Perhatikan gambar berikut!

Pasangan sudut dalam berseberangan adalah?


A. d dan q
B. a dan p
C. c dan b

D. b dan s

Soal diatas hanya menguji pemahaman siswa mengenai pendefinisian hubungan


antar sudut (dalam hal ini adalah pasangan sudut dalam berseberangan). Tidak
ada pengujian kemampuan lain dalam soal tersebut. Jelas bahwa soal diatas tidak
dapat dikategorikan sebagai soal HOTS.

Sekarang perhatikan soal berikut ini:

Diketahui garis L1 sejajar garis L2 dan garis L3 sejajar garis L4 .

27
28

Besar sudut y − x adalah . . .

A. 35o C. 50o
B. 40o D. 85o

Untuk menyelesaikan soal diatas siswa bukan hanya harus mengetahui pendefinisian
korelasi antar sudut, tetapi harus bisa menerapkannya. Memang didalam penyele-
saian soal diatas dibutuhkan pengetahuan bahwa jumlah besar sudut dalam pada
suatu segitiga selalu 180o , namun pembuktian dari jumlah besar sudut dalam suatu
segitiga samadengan 180o itu sendiri dapat dilakukan dengan menggunakan hubun-
gan antar sudut.

Mari kita akan lihat pembuktian dari teorema yang sangat sering digunakan ini:

Jumlah besar sudut dalam pada suatu segitiga adalah 180o

Misalkan 4ABC adalah suatu segitiga. Perpanjang garis dua buah sisinya. Misal per-
panjang AC dan BC seperti pada gambar:

Buat sebuah garis yang melalui titik C yang sejajar dengan garis AB. Sekarang per-
hatikan gambar, bahwa

C2 =β (sehadap)
C3 =γ (bertolakbelakang)
C4 =α (sehadap)

sehingga
β + γ + α = C2 + C3 + C4 = 180o
29


Pemahasan topik hubungan sudut antar garis menjadi sangat menarik bukan?! Ya,
topik ini menjadi salah satu pondasi yang penting dalam mempelajari geometri non-
koordinat, sehingga siswa diharapkan tidak hanya sekedar tahu pendefinisian hubun-
gan antar sudut tetapi benar-benar harus dapat menggunakannya dalam menye-
lesaikan permasalahan-permasalahan geometri jika konsep ini diperlukan.


KELILING, LUAS, DAN PYTHAGORAS


Keliling dan luas bangun datar adalah topik geometri yang dibahas di tingkat SMP.
Begitu juga dengan teorema Pythagoras. Pada soal setingkat HOTS, seringkali ketiga
topik tersebut melebur menjadi satu dalam penyelesaiannya.

Seringkali soal mengenai keliling bangun datar, kita hanya terpaku pada bentuk peng-
gabungan beberapa bangun datar kemudian meminta siswa untuk menentukan ke-
liling dari gabungan bangun datar tersebut. Tetapi sebenarnya untuk konsep keliling
paling dasarpun kita dapat membuat sebuah soal yang dapat menguji kemampuan
berpikir kritis. Lihat contoh berikut ini:

Andi dihukum karena tidak mengerjakan PR. Dia diberikan pilihan untuk lari men-
gelilingi lapangan dengan dua cara seperti yang digambarkan dibawah. Jika
gambar ini digambar di kertas berpetak dimana jarak garis yang satu dengan
lainnya pada petak adalah 1 m, maka cara manakah yang sebaiknya dia pilih?
Berikan pendapatmu!

Pada soal ini, siswa harus dapat mengolah informasi mengenai, memahami konsep
keliling bangun datar, dan sekaligus memberikan kesimpulan mengenai pilihannya.
Disini siswa yang dapat melihat konsep dasar keliling dapat cepat menyelesaikan
soal ini.

Untuk soal mengenai luas kita juga terlalu sering berkutat pada soal berbentuk peng-
gabungan beberapa bangun datar dan kemudian meminta siswa untuk menen-
tukan luas gabungan bangun datar tersebut. Padahal untuk konsep luas yang pal-
ing dasar juga dapat kita olah menjadi soal yang menarik dan memacu siswa untuk
berpikir kritis dan kreatif. Perhatikan soal-soal berikut ini:
30

Gambar ini terdiri dari 24 persegi satuan. Ayo gambarkan sebuah garis lurus yang
membagi gambar menjadi 2 bagian yang besarnya sama!

Soal diatas sudah masuk dalam kategori soal HOTS. Jelas bahwa siswa harus paham
benar konsep luas bidang datar, analisa dan kekreatifan ”problem solving” siswa san-
gat diperlukan untuk dapat menyelesaikan soal ini dengan benar dan cepat.

Soal pengembangan dari konsep dasar luas dapat dikembangkan menjadi sangat
menarik seperti pada contoh soal berikut:

Buatlah sebuah garis yang ditarik dari titik D sehingga garis tersebut membagi
segiempat ABCD menjadi dua bagian yang perbandingan luasnya 1 : 2.

Soal diatas memang sangat membutuhkan eksplorasi dan pemahaman konstruksi


geometri. Sayangnya dalam pelajaran di sekolah (khususnya di Indonesia), sangat
jarang sekolah yang mengajarkan materi konstruksi geometri pada saat belajar men-
genai geometri. Apa itu konstruksi geometri? Konstruksi geometri merupakan topik
membentuk gambar-gambar geometri menggunakan kaidah-kaidah yang benar.
Hal itu dilakukan hanya dengan menggunakan alat penggaris (tanpa skala) dan
jangka saja. Mungkin sebagai gambarannya, berikut ini dibahas mengenai cara
penyelesaian soal di atas.

Kita akan menggunakan dua sifat dalam geometri, yaitu:

(a) Dua segitiga yang panjang alas dan tingginya sama maka mempunyai luas
yang sama.
(b) Dua segitiga yang memenuhi kaidah SAS (Side-Angel-Side) dimana sisi-sisi
yang bersesuaian mempunyai perbandingan yang sama maka kedua se-
gitiga itu sebangun.

Langkah-langkah:
31

(i) Perpanjang garis AB;


(ii) Hubungkan DB;

(iii) Buat garis yang sejajar DB dan melalui C sehingga berpotongan dengan AB di
N . Perhatikan bahwa [CDB] = [N DB];
(iv) Buat sebarang garis g dari titik A;
(v) Buatlah tiga lingkaran dengan jari-jari sama dimana titik pusatnya berada pada
garis g dengan posisi seperti pada gambar. Misal P adalah titik potong lingkaran
terakhir dengan garis g. Hubungkan P N ;
(vi) Buat garis-garis yang melalui titik-titik pusat lingkaran dan sejajar garis P N se-
hingga membentuk tiga buah segitiga yang sebangun. Misal Q adalah titik po-
tong AB dengan garis yang ditarik dari titik pusat lingkaran kedua.;

(vii) Hubungkan DQ sehingga DQ membagi segimpat ABCD menjadi dua bagian


dengan [ADQ] : [DQBC] = 1 : 2.

Kedua soal diatas memang hanya cocok dibuat dalam bentuk essay, namun jelas
bahwa kedua contoh diatas masuk dalam kategori soal HOTS.


Masih pada topik luas bangun datar, perhatikan contoh soal yang diambil dari soal
UN 2018 ini.

Perhatikan gambar di bawah ini!


32

Luas karton yang diperlukan untuk membuat huruf kapital H tersebut adalah . . .

A. 24 cm2 C. 16 cm2
B. 18 cm2 D. 7 cm2
Soal diatas memang menguji kemampuan siswa dalam menghitung luas daerah
yang terbentuk dari persegipanjang-persegipanjang. Disini kemampuan siswa untuk
menentukan pembagian daerah agar bangun datar berbentuk H itu lebih mudah di-
hitung diperlukan. Tapi tidak memerlukan analisa yang cukup menantang, dan tidak
ada keterkaitan dengan materi lain. Soal ini masih belum bisa dikategorikan sebagai
soal HOTS.

Perhatikan soal mengenai luas berikut ini:

ABCD adalah sebuah persegipanjang dengan AD = 6 dan AB = 12. Garis F D


sejajar BE dan tegak lurus EG seperti pada gambar. Jika luas DEBF = 12 satuan
luas, maka panjang EG = . . . satuan panjang.

3
√ √
A. 17 34 C. 3 34
6
√ √
B. 17 34 D. 6 34

Soal diatas bukan hanya terkait dengan luas satu bentuk bangun datar saja, melainkan
terkait dengan luas persegipanjang, luas segitiga, dan luas jajargenjang. Bahkan
ada penggunaan teorema Pythagoras didalamnya. Kemampuan siswa dalam meng-
gunakan konsep luas dan Pythagoras diperlukan untuk menyelesaikan soal ini. Ten-
tunya soal ini sebaiknya diberikan siswa yang juga sudah mempelajari materi Pythago-
ras.
33

Jelas bahwa soal diatas dapat dikategorikan sebagai soal HOTS karena menguji ke-
mampuan siswa dalam mengkaitkan konsep satu topik ke topik lainnya.

Pada soal-soal di atas beberapa kali dikatakan penggunaan teorema Pythagoras.


Sebenarnya teorema Pythagoras sangat banyak sekali penggunaannya, namun ser-
ingkali ketika kita sebegai guru dalam membuat soal mengenai Pythagoras, hanya
terpaku pada teorema itu saja. Padahal banyak sekali soal mengenai keliling, luas,
jarak, yang dalam penyelesaiannya juga terdapat penggunaan teorema Pythago-
ras.

Perhatikan contoh soal UN 2018 mengenai teorema Pythagoras berikut:

Fadil berada di atas sebuah mercusuar yang memiliki ketinggian 90 meter. Fadil
melihat kapal A dan kapal B. Jarak Fadil ke kapal A 150 meter dan jarak Fadil
ke kapal B 410 meter. Posisi alas mercusuar, kapal A, dan kapal B segaris. Jarak
kapal A dan kapal B adalah . . .

A. 240 meter C. 280 meter

B. 250 meter D. 300 meter

Untuk dapat menyelesaikan soal di atas kemampuan siswa dalam memodelkan per-
masalahan kedalam model matematika sangat diperlukan. Namun soal di atas hanya
menguji sedikit kemampuan pemodelan dan penggunaan teorema Pythagoras saja,
sehingga mudah sekali ditebak penyelesaiannya.

KEKONGRUENAN DAN KESEBANGUNAN SEGITIGA

Topik kekongruenan dan kesebangunan adalah salah satu topik yang sangat penting
dalam geometri. Konsep kekongruenan dan kesebangunan juga merupakan konsep
yang sering sekali membaur dengan materi lainnya pada suatu soal. Sayangnya,
masih banyak soal ”satu topik” yang dihadirkan untuk menguji konsep kekongruenan
dan kesebangunan. Sebagai contoh, perhatikan dua soal yang diambil dari soal UN
2018 ini:
34

SOAL B
SOAL A
Sebuah lingkaran dalam meny-
inggung ketiga sisi segitiga samasisi
Pada gambar berikut, 4P QR dan
ABC. Jika jari-jari lingkaran itu adalah
4ST U merupakan dua segitiga kon-
2 cm, maka luas lingkaran besar
gruen. Besar ∠R = ∠U dan ∠Q = ∠S.
adalah . . . cm2 (nyatakan dalam π)
Manakah pasangan sisi yang sama
panjang?

A. P R = SU C. P Q = SU
B. QR = T U D. P Q = ST A. 56π C. 76π
B. 64π D. 84π
SOAL A hanya menguji pemahaman siswa akan konsep paling dasar dari kaidah-
kaidah kekongruenan segitiga. Tidak ada kemampuan lain yang diuji selain itu, se-
hingga soal tersebut jelas tidak dapat dikategorikan sebagai soal HOTS. Bagaimana
dengan SOAL B? Apakah Anda langsung melihat segitiga-segitiga yang kongruen?
Tidak! Namun soal ini akan lebih mudah jika siswa mampu menghubungkan soal ini
dengan konsep kekongruenan segitiga. Mari kita lihat pembahasan dari soal ini.

Misal T adalah titik pusat


lingkaran. Karena 4ABC
adalah segitiga samasisi maka
∠A = ∠B = ∠C = 60o . Akibat-
nya 4AT B, 4BT C dan 4AT C
ketiganya sebangun (bahkan
kongruen) karena mempunyai
alas dan tinggi (jari-jari lingkaran)
sama dan semua sudutnya
juga sama. Misal panjang sisi
segitiga ABC adalah s maka
panjang garis tingginya adalah
q
s 2

s − 2 = 12 s 3.

2
35

LuasABC = KelilingABC × r

s × 12 s 3 3
= s×2
2 2
1 2√
s 3 = 3s
4
12
s= √
3

Panjang diagonal persegipanjang yang menyinggung segitiga ABC adalah

√ ! √
v

u
ts2 + s 3 = s 7 = 6√ 7 cm
u
2 2 3

 √ 2
6√ 7
Jadi luas lingkaran besar adalah π × 3
= 84π cm2 .

Sekarang untuk soal kesebangunan, mari kita lihat dua contoh berikut:

SOAL A

Perhatikan gambar!
SOAL B

Pada pagi hari yang cerah, suatu


bola raksasa ditempatkan di tanah la-
pang yang datar. Panjang bayangan
bola tersebut apabila diukur dari titik
singgung bola dengan tanah adalah
15 m. Di samping bola tersebut ter-
dapat tiang vertikal dengan tinggi
1 m yang mempunyai bayangan
sepanjang 3 m. Radius bola tersebut
adalah . . . m.

Diketahui AB = BC = CD. Panjang A. √12 C. √ 15


5+3 10+3
BF adalah . . .
B. √ 12 D. √15
10−3 5−3
A. 6 cm C. 8 cm
B. 7 cm D. 9 cm

SOAL A, selain menguji pemahaman siswa akan kaidah kesebangunan, soal ini juga
menguji kemampuan penggunaan kesebangunan. Namun sayangnya siswa den-
gan mudah sekali menebak bahwa soal ini pasti berbicara tentang kesebangunan,
sehingga siswa tidak perlu banyak menganalisa dan langusng dapat menebak arah
penyelesaian soal ini.

Berbeda dengan SOAL A, dimana arah penyelesaian sudah sangat jelas sehingga
36

kurang menguji kemampuan pemecahan masalah, SOAL B selain menguji pema-


haman akan kaidah kesebangunan dan penggunaannya, namun sebelumnya siswa
diharapkan mempunyai ”feel” akan penggunaan kaidah kesebangunan tersebut.
SOAL B jelas menguji kemampuan siswa dalam memodelkan permasalahan kedalam
bentuk permasalahan matematika, juga menguji kemampuan siswa dalam memec-
ahkan masalah dengan mengetahui konsep apakah yang harus dia gunakan untuk
menyelesaikan soal tersebut. Mari kita lihat pembahasan dari soal tersebut.

√ √
CB = 12 + 32 = 10. Segitiga
OAP kongruen dengan OP Q, se-
hingga QP = AP = 15.

Segitiga ABC sebangun dengan AP R, sehingga


AC AR
=
AB AP
1 AR
=
3 15
5 = AR

√ √ √
akibatnya OR = 5 − r. Panjang RP = 52 + 152 = 5 10, sehingga RQ = 5 10 − 15.

Pada segitiga OQR, berlaku:

OR2 = OQ2 + QR2



(5 − r)2 = r2 + (5 10 − 15)2

25 − 10r + r2 = r2 + 250 − 150 10 + 225

25 − 10r = 475 − 150 10
√ 15
r = 15 10 − 45 = √
10 + 3

Jadi jari-jari bola itu adalah √ 15 .


10+3

Jelas ada beberapa pemahaman konsep antar topik yang digunakan dalam menye-
lesaikan soal tersebut, antara lain kesebangunan dan teorema Pythagoras.

PELUANG

Materi Peluang yang dipelajari di tingkat SMP biasanya sangat terbatas pada kasus-
kasus yang dapat dengan mudah dijabarkan datanya. Sebagai contoh menge-
nai kasus lemparan beberapa koin, lemparan (maksimal) 2 dadu, pengambilan be-
berapa bola. Sebenarnya topik peluang dapat dikembangkan lebih leluasa lagi
jika siswa diperkenalkan terlebih dulu dengan konsep Kombinatorik, minimal konsep
kaidah penjumlahan dan perkalian. Memang akan lebih bagus lagi jika sampai pada
topik Permutasi dan Kombinasi. Sayangnya di tingkat SMP, topik Peluang tanpa di-
dahului topik Kombinatorik. Selain membatasi pengembangan topik, dasar konsep
Peluang yang dimiliki siswa juga akan kurang mantap.

Untuk hal yang paling dasar seperti pada saat pendataan, seringkali kita hanya ter-
paku pada cara penjabaran langsung. Seperti pada kasus pelemparan uang atau
dadu, seringkali kita terpaku langsung pada penjabaran tabel.

Mari kita lihat untuk dua cara penyelesaian soal berikut:

Yusha melempar dua dadu (6 sisi). Berapa peluang dia akan memperoleh pasan-
gan mata dadu dengan jumlah bilangannya prima?

CARA 1: Dengan menggambar tabel:

dari gambar tabel diatas jelas bahwa peluang Yusha mendapatkan pasangan mata
dadu berjumlah bilangan prima adalah 15 5
36 = 12 .

Sekarang perhatikan cara 2 berikut ini:

37
38

CARA 2: Mata dadu terkecil adalah 1 dan terbesarnya adalah 6, sehingga jika (a, b)
adalah pasangan mata dadu maka 2 ≤ a + b ≤ 12. Jadi bilangan prima yang
mungkin menjadi hasil dari penjumlahan dua mata dadu adalah {2, 3, 5, 7, 11}. Se-
hingga pasangan-pasangan yang menghasilkan jumlah bilangan prima:
Pasangan Banyaknya
(1,1),(1,2),(1,4),(1,6) 4
(2,1),(2,3),(2,5) 3
(3,2),(3,4) 2
(4,1),(4,3) 2
(5,2),(5,6) 2
(6,1),(6,2) 2
TOTAL 15

Sedangkan banyaknya semua kemungkinan kemunculan dilihat dengan kemungki-


nan dadu I yang bisa memunculkan {1, 2, 3, 4, 5, 6} begitu juga dengan dadu II yang
bisa memunculkan {1, 2, 3, 4, 5, 6} juga. Perhatikan, misal untuk Dadu I yang mengelu-
arkan angka 1,

ada 6 kemungkinan. Begitu juga jika dadu I mengeluarkan 2, 3, 4, 5, atau 6 yang


masing-masing mempunyai 6 kemungkinan. Jadi banyaknya semua kemungkinan
ada
6 × 6 = 36
sehingga peluangnya Yusha mendapatkan pasangan mata dadu berjumlah prima
15 5
adalah 36 = 12 .

Memang terlihat bahwa cara 2 cukup rumit dan panjang, namun pemahaman kon-
sep yang diterapkan pada cara 2 kedepannya sangat bisa dikembangkan. Mari kita
lihat contoh soal berikut ini:

Zaki melempar 4 dadu enam sisi. Berapa peluang Zaki memperoleh 4 mata dadu
yang jumlahnya merupakan bilangan ganjil?

Bagaimana jika kita tetap menggunakan cara 1 (yaitu dengan membuatkan pema-
paran tabelnya)?? Tentu hal itu sulit dilakukan. Namun kita masih dapat mengerjakan
soal tersebut dengan menggunakan konsep yang diterapkan pada cara 2. Tentukan
dibutuhkan juga pengembangan konsep Kombinatorik agar penyelesaian jauh lebih
mudah.
39


Sekarang mari kita lihat dua soal berikut ini:

SOAL B
SOAL A
Yusha memiliki 18 bola merah, 12
Sebuah kantong berisi bola yang bola biru, dan 10 bola kuning. Kemu-
terdiri atas 18 bola merah, 12 bola dian secara rahasia, Zaki membagi
biru, dan 10 bola kuning. Jika diambil40 bola tersebut dengan mema-
sebuah bola secara acak, maka sukkannya kedalam 2 kotak, dimana
peluang terambilnya bola berwarna tidak ada kotak yang kosong. Jika
biru adalah . . . Yusha mengambil satu bola di kotak
7 3
I dan satu bola di kotak II, berapa
A. 10 C. 10 besar peluang Yusha memperoleh
4
B. 10 1
D. 10 bola warna biru pada kedua kotak
tersebut?
SOAL A hanya menguji pemahaman siswa mengenai pendefinisian peluang, sedan-
gkan untuk menyelesaikan SOAL B siswa membutuhkan pemahaman
masalah, dan konsep kombinatorik sebelum dia menentukan peluang yang diminta.

Sekali lagi memang untuk dapat mengembangkan soal topik Peluang, akan sangat
mudah sekali asalkan konsep Peluang dimulai dari Kombinatorik. Apakah kita siap
memperkenalkan Kombinatorik di tingkat SMP??
STATISTIKA

Statistika di tingkat SMP hanya berkutat pada membaca data dan ukuran pemusatan
data: mean, median, dan modus.

MEMBACA DATA

Perhatikan contoh soal berikut ini:

SOAL B

SOAL A Sebuah toko sepatu, sebulan mampu


menjual 240 pasang sepatu dalam
Ukuran jumlah yang berbagai ukuran. Sepatu ukuran 36
sepatu terjual terjual 38 pasang, ukuran 37 terjual
ukuran 36 38 pasang 45 pasang. Sepatu ukuran 38 terjual
ukuran 37 45 pasang sama banyak dengan sepatu ukuran
ukuran 38 36 pasang 36. Sepatu ukuran 39 terjual n pasang
ukuran 39 55 pasang dan selebihnya terjual ukuran 40 dan
ukuran 40 33 pasang 41 masing-masing sama banyak.
ukuran 41 33 pasang Ukuran sepatu yang paling banyak
Ukuran sepatu yang paling banyak terjual adalah . . .
terjual adalah . . .
A. 37 C. 39
B. 38 D. 40
Pada SOAL A diatas, data sudah tersaji dengan sangat jelas dan rapih. Siswa hanya
diuji untuk memahami data yang diberikan saja. Sedangkan SOAL B diatas siswa
harus mampu mengolah informasi dan mendatakan dengan lebih sistematis agar
dapat menyelesaikan soal tersebut dengan benar. Memang soal ini tergolong san-
gat mudah, namun karena ada proses pengolahan data, koneksi antara pengo-
lahan data dan konsep pengurangan dan pembagian dalam pelengkapan data,
maka soal ini dapat dimasukkan dalam soal HOTS.

Masih mengenai materi pendataan, namun kali ini dalam bentuk diagram lingkaran.
Berikut ini dua contoh soalnya.

40
41

SOAL A

SOAL B

Perhatikan diagram berikut!

Perhatikan diagram berikut!

Diagram tersebut menggambarkan


jenis pakaian yang diproduksi suatu
Diagram tersebut menggambarkan konveksi. Banyak jaket 18 buah lebih
jenis pakaian yang diproduksi suatu banyak dari celana pendek. Selisih
konveksi. Selisih banyak kaos dengan banyak kaos dengan kemeja adalah
kemeja adalah . . . ...

A. 36 buah C. 90 buah
B. 54 buah D. 126 buah
Pada SOAL A diatas, siswa hanya diuji kemampuan membaca data saja dan sedikit
analisis bagian daerah. Sedangkan pada SOAL B siswa diharapkan mampu mengkonek-
sikan antara konsep sudut, persentase, dan pengurangan.


PEMUSATAN DATA
Kita beralih ke contoh soal pemusatan data,

SOAL B
SOAL A
Nilai rata-rata matematika dari 18
Berikut ini adalah nilai matematika siswa adalah 76. Nilai tersebut belum
siswa kelas VII: termasuk nilai Adi dan Nia. Setelah
nilai Adi dimasukkan nilai rata-rata
60, 75, 76, 80, 80, 75, 65, 90, menjadi 77. Nilai Adi 5 lebihnya dari
66, 55, 60, 75, 80, 75, 80 nilai Nia. Nilai rata-rata setelah nilai
Adi dan Nia dimasukkan adalah . . .
Jika nilai Adi dan Nia sama, yaitu 80
dimasukkan dalam data diatas, maka
A. 77, 65 C. 73, 15
berapa nilai rata-rata kelas itu?
B. 77, 4 D. 68, 4
SOAL A hanya menguji kemampuan siswa dalam mengaplikasikan ”rumus” rata-rata
saja tanpa ada analisa lebih dalam ataupun pemahaman konsep lain. Sedangkan
pada SOAL B, siswa diharapkan memahami informasi yang diberikan pada soal dan
42

mampu menyatakannya dalam kalimat matematika agar dapat diselesaikan. Disini


ada penerapan konsep rata-rata dan aljabar dasar.

Berikut ini adalah contoh-contoh soal. Diskusikan apakah soal-soal tersebut dapat
dikategorikan sebagai soal HOTS/tidak. Lalu kemampuan apakah yang harus dimiliki
siswa agar mampu menyelesaikan soal-soal tersebut?

[SOAL 1]: Rata-rata 15 bilangan adalah 13, 4. Rata-rata 8 bilangan pertama


adalah 12, 5, Rata-rata 6 bilangan berikutnya 15, maka berapa bilangan yang
ke-15?

[SOAL 2]: Pada sekelompok data yang rata-ratanya 11, ditambahkan satu data
baru yang besarnya 29 sehingga rata-ratanya menjadi 13. Berapa banyaknya
data asal?

[SOAL 3]: Diagram nilai latihan ujian matematika siswa kelas VII sebagai berikut:

Tentukan banyak siswa yang memiliki nilai di bawah rata-rata!


43

TIPS MEMBUAT SOAL HOTS


Setelah membahas mengenai perbedaan dan contoh beberapa soal yang dapat
dikategorikan soal HOTS dan mana soal yang tidak dapat dikategorikan sebagai soal
HOTS, sekarang kita akan membahas tips-tips untuk membuat soal HOTS. Berikut ini
beberapa langkah tersebut:
(i) Kuasai konsep materi.
Menguasai konsep materi sangat penting bagi seorang guru. Tidak mungkin
seorang guru dapat membuat soal yang ”berkualitas” sehingga dapat dima-
sukkan dalam kategori HOTS jika guru tersebut tidak begitu menguasai konsep-
nya. Seorang guru yang baik harus selalu berusaha mengembangkan kemam-
puannya baik dalam pedagogi (how to teach), maupun pemahaman konsep
materi. Seringkali guru terlalu terpaku pada materi yang sudah ada di buku
pelajaran yang selalu digunakan, mulai dari urutan bahwan penjelasan yang
diberikan di buku. Sekali lagi, guru harus juga terus mengembangkan berpikir
kritisnya untuk terus belajar dari berbagai sumber.
(ii) Biasakan memberikan stimulus pada tiap soal.
Sekali lagi stimulus tidak harus selalu berbentuk soal cerita, tabel, ataupun gam-
bar menarik. Dalam matematika, stimulus bisa saja berbentuk pola menarik,
bentuk bilangan yang unik, dan lain-lain yang merangsang rasa penasaran siswa.
(iii) Biasakan mengkaitkan materi yang satu dengan materi lainnya.
Salah satu karakteristik soal HOTS adalah menguji kemampuan siswa dalam mema-
hami, menggunakan keterkaitan konsep satu konteks dengan konteks lainnya.
Sehingga guru pembuat soal juga harus membiasakan diri dalam membuat soal
tidak terpaku pada satu konteks materi saja, melainkan berusaha mengkaitkan
dengan kontek materi lainnya yang masih terkait.
(iv) Biasakan untuk melihat soal-soal Olimpiade Matematika.
Memang soal HOTS tidak selalu soal yang sulit dan soal sulit tidak selalu dalam
kategori soal HOTS. Namun perlu saya perjelas disini bahwa dalam Matematika,
soal sulit yang tidak dapat dimasukkan kedalam kategori HOTS dalam konteks
soal sekolah adalah soal yang:
– menekankan pada hitungan yang rumit saja, bukan menekankan pada
”pencarian pola dan penyimpulan pola.”
– konteksnya terlalu jauh dari materi-materi yang diberikan di sekolah.
Hampir semua soal Olimpiade matematika yang baik tidak menekankan hitun-
gan pada penyelesaiannya. Namun memang banyak soal olimpiade matem-
atika yang cukup ”melenceng” jauh dari konteks materi-materi yang diberikan
di sekolah. Namun soal-soal Olimpiade sangat bagus untuk dijadikan wawasan,
ide dalam membuat soal-soal HOTS.
(v) Mulailah dengan berlatih mengubah soal bukan HOTS menjadi soal HOTS versi
Anda.
Biasanya dalam hal membuat soal, akan terasa lebih mudah ”membuat lebih
kreatif” soal yang sudah ada menjadi soal HOTS dibandingkan langsung mem-
buat soal HOTS untuk konteks yang sama. Biasakan untuk mengubah soal-soal
yang masih belum dapat dikategorikan sebagai soal HOTS untuk menjadi soal
HOTS versi Anda.
DAFTAR PUSTAKA

1. Feryanto,Doddy. Langkah Menang Olimpiade Sains. Jakarta: Bina Prestasi In-


sani.
2. Moektijono,Tobi. Kumpulan Soal Unik. Jakarta : Grasindo.

3. Jiagu,Xu. Lecture Notes on Mathematical Olympiad Courses. Singapore: World


Scientific.
4. Soal-soal Olimpiade Sains Nasional (OSN) tingkat SMP.

44
YOUTUBE MTK DoddyFeryanto

www.youtube.com/DoddyFeryanto

Channel YouTube ini dibuat


dengan tujuan untuk men-
gajak pengunjung untuk
belajar matematika dengan
menekankan pemahaman
konsep untuk setiap pem-
bahasan materi dan soal.
Didalam channel ini terdapat
banyak topik, antara lain:
Aljabar, Teori Bilangan, Kom-
binatorik, Geometri, Terapan.

Didalam channel ini juga


banyak sekali dibahas materi
dan soal-soal Olimpiade dari
berbagai sumber kompetisi
Matematika, baik untuk
tingkat SD/MI, SMP?MTs,
maupun SMA/MA. Semua
materi sudah dikategorikan
kedalam Playlist-playlist se-
hingga memudahkan untuk
pengunjung channel meng-
gunakannya sebagai media
belajar.

Kedepannya akan ada Playlist khusus yang didedikasikan untuk Guru yang memba-
has mengenai ”How to Teach Math” yang berisi pembahasan pembelajaran Matem-
atika dengan menekankan konsep.

45
Doddy Feryanto lahir di Purwokerto pada
tahun 1983. Pada tahun 2001 melan-
jutkan pendidikannya di Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung di bidang Matem-
atika. Kemudian pada tahun 2005 melan-
jutkan pendidikan di Institut Teknologi Ban-
dung untuk program studi Matematika
dan memperoleh gelar Magister Sains.

Pada masa kuliah di Universitas Kato- juga pernah mengajar di Sekolah Anak
lik Parahyangan pernah menjadi asisten Indonesia (SAI) dan juga berkarya di Lem-
untuk matakuliah Kalkulus dan memper- baga Olimpiade Pendidikan Indonesia
oleh Penghargaan sebagai Mahasiswa selama satu tahun.
Berprestasi, Penghargaan Mahasiswa Ter-
baik dan Penghargaan Mahasiswa den- Sekarang, penulis adalah salah satu
gan Indeks Prestasi Tertinggi. Dia juga pendiri Edukasi Olimpiade Indonesia
pernah menjabat sebagai wakil ketua (EduPiad), sebuah lembaga pendidikan
Himpunan jurusan Matematika dan se- pembinaan Olimpiade.
bagai ketua tim materi untuk Kompetisi Penulis juga merupakan salah satu
Matematika Unpar pada tahun 2002. pendiri sebuah lembaga pendidikan
Pensil Peduli yang lebih memfokuskan diri
Pada tahun 2008 bekerja sama dengan pada pendidikan daerah untuk pengem-
Surya Institut untuk menjadi pengajar bangan daerah.
program Olimpiade Matematika. Pada
tahun yang sama juga mengajar seba- Disamping kegiatannya mengajar
gai dosen Matematika Teknik I dan II di STT ke daerah-daerah dan menga-
PLN hingga tahun 2009. Pada tahun 2009 jar olimpiade bidang Matematika,
resmi bergabung di Surya Institut seba- penulis juga mempunyai sebuah chan-
gai pengajar Matematika untuk program nel pembelajaran Matematika di
matrikulasi yang kemudian dikenal den- youtube.com/DoddyFeryanto yang bisa
gan Surya Intensif Program (SIP). Penulis diakses oleh siapapun secara gratis.
Jl.Prabu Kiansantang
085813642454
Grand Duta Tangerang D1/20
youtube.com/DoddyFeryanto
Tangerang

Anda mungkin juga menyukai