Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM IV

OLEH :
PUTRI RAMADHANTI 1515005
HASABI MUNTASHIR R 1515006
ERINDAH CHRIESTIKA 1515012
DIAN HESTI HANDAYANI 1515019
SARIFATUL HIDAYAH 1515026

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA POLIMER


POLITEKNIK STMI JAKARTA
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
2017
DISTILASI

I. Prinsip percobaan
Pemisahan berdasarkan titik didih, dimana analit yang memiliki titik didih yang rendah
akan menguap lebih awal.

II. Maksud dan Tujuan


1. Mempelajari operasi pemisahan campuran biner dengan metode distilasi Batch.
2. Menentukan karakteristik kolom fraksionasi, jumlah tahap keseimbangan teoritis,
HETP, refluks minimum.
3. Menentukan volatilitas relative campuran biner.
4. Menentukan efisiensi pemisahan.

III. Teori percobaan

Operasi pemisahan untuk mendapatkan suatu bahan dengan kadar tertentu sangat penting
dalam industri kimia. Salah satu cara pemisahan yang sering dilakukakn adalah distilasi.

Proses pemisahan secara distilasi dapat dikerjakan pada berbagai jenis Menara tergantung
pada pertimbangan-pertimbangan seperti efisiensi, kapasitas dan tingkat kemurnian hasil yang
diinginkan. Alat-alat proses pemisahan dengan cara distilasi misalnya menara pelat dan Menara
dengan bahan isian.

Alat pemisah Menara distilasi dengan bahan isian digunakan untuk campuran bahan yang
korosif, campuran dalam industri makanan dan obat-obatan. Kapasitas Menara dengan bahan
isian ini kecil, akan tetapi dapat memisahkan campuran dengan lebih sempurna Karena kontak
fase yang cukup baik.

Distilasi adalah pemisahan komponen-komponen dari suatu campuran berdasarkan atas


volatilitas dari komponen-komponen tersebut. Dalam operasi pemisahan, dua fase yang
mengandung jenis komponen yang sama tetapi berbeda komposisi, saling dikontakkan sehingga
terjadi perpindahan massa secara simultan dari dua fase, gas dan cair. Perpindahan massa dari
fase cair ke fase gas terjadi dengan penguapan dari fase gas ke fase cair dengan pengembunan.
Untuk prosess ini diperlukan dan dibebaskan sejumlah panas.

Perubahan yang didapatkan dari pemisahan secara distilasi adalah komponen yang lebih
volatile lebih banyak dalam vase uap dan yang nonvolatile lebih banyak berada dalam fase cair,
(Foust,1980).

Kolom distilasi adalah sarana melaksanakan operasi pemisahan komponen-komponen


dari campuran fasa cair, khususnya yang mempunyai perbedaan titik didih dan tekanan uap yang
cukup besar. Perbedaan tekanan uap tersebut akan menyebabkan fasa uap yang ada dalam
kesetimbangan dengan fasa cairnya mempunyai komposisi yang perbedaannya cukup signifikan.
Fasa uap mengandung lebih banyak komponen yang memiliki tekanan uap rendah,sedangkan
fasa cair mengandung lebih banyak mengandung komponen yang memiliki tekanan uap tinggi.

Kolom distilasi dapat berfungsi sebagai sarana pemisahan Karena system perangkat
sebuah kolom distilasi memiliki bagian-bagian yang memiliki fungsi:

1. Menguapkan campuran fasa cair (terjadi di reboiler).


2. Mempertemukan fasa cair dan fasa uap yang berbeda komposisinya (terjadi di kolom
distilasi).
3. Mengondensasikan fasa uap (terjadi di kondensor).

Konsep pemisahan dengan cara distilasi merupakan sintesa pengetahuan dan peristiwa-
peristiwa :

1. Kesetimbangan fasa
2. Perpindahan massa
3. Perpindahan panas
4. Perubahan fasa akibat pemanasan (penguapan)
5. Perpindahan momentum

Konsep pemisahan secara distilasi tersebut dan konsep konstruksi Heat exchanger serta
konstruksi system pengontak fasa uap-cair disintesakan, menghasilkan system pemroses distilasi
yang tersusun menjadi integrase yang memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Distilasi adalah system perpindahan yang memanfaatkan perpindahan massa. Masalah
perpindahan massa dapat diselesaikan dengan du acara yang berbeda. Pertama dengan
menggunakan tahap kesetimbangan (equilibrium stage) dan kedua atas dasar proses laju difusi
(difusional forces). Distilasi dilaksanakan dengan rangkaian alat berupa kolom/Menara yang
terdiri dari piring (plat tower/tray) sehingga dengan pemanasan komponen dapat menguap,
terkondensasi, dan dapat dipisahkan secara bertahap berdasarkan tekanan uap/titiik didihnya.
Proses ini memerlukan perhitugan tahap kesetimbangan.

Faktor-faktor penting dalam merancang dan mengoperasikan kolom distilasi adalah


jumlah tray yang diperlukan untuk mendapatkan pemisah yang dikehendaki, diameter kolom,
kalor yang dikonsumsi dalam pendidih, dan rincian konstruksi tray. Sesuai dengan asas-asas
umum, analisis untuk kerja kolom distilasi tray didasarkan pada neraca massa, neraca energi, dan
kesetimbangan fasa.

Kolom diumpani dengan F (mol/jam) umpan yang berkosentrasi xf, dan menghasilkan D
(mol/jam) distilat yang berkosentrasi xd dann produk bawah yang berkosentrasi xb. Ada 2 neraca
massa yang penting:

Neraca Massa Total :

F=D+B (1)

Neraca Komponen :

F.xf =D. xd + B.xb (2)

Jumlah D adalah selisih antara laju aliran arus yang masuk dan yang keluar atas kolom.
Neraca massa pada kondensor dan akumulator adalah:

D = Va – La (3)

Selisih antara laju aliran uap dan laju aliran cairan dimanapun pada bagian atas kolom
adalah D, yang jelas terlihat bila diperhatikan bagian dari instalasi itu yang kurung permukaan
kendali I. Permukaan ini meliputi kondensor dan semua piring diatas n+1. Neraca massa total
pada permukaan tersebut adalah :

D = Vn+1 – Ln (4)
Jumlah D adalah laju aliran netto bahan ke atas pada bagian atas kolom. Berapapun
pertukaran konsentrasi komponen pada V dan L selisihnya selalu D. Neraca massa untuk
komponen a sesuai dengan persamaan :

D.xd = Va.ya – La.xa = Vn+1 .yn+1 – Ln.xn (5)

Jumlah D.xd adalah laju alir netto komponen A ke atas pada bagian atas kolom. Jumlah
ini konstan pada seluruh bagian atas kolom.

Pada bagian bawah kolom, laju alir netto juga konstan, tetapi arahnya ke bawah. Laju alir
netto total adalah B, untuk komponen a adalah B.xb, sesuai persamaan :

B = Lb – Vb = Lm – Vm-1 (6)

B.xb = Lb.xb – Vb.yb = Lm.xm – Vm-1. Ym+1 (7)

Karena kolom distilasi terdiri dari bagian atas dan bagian bawah, maka ada 2 garis
operasi, satu untuk bagian rektifikasi dan satu untuk bagian pelucutan. Persamaan garis operasi
pada bagian pelucutan adalah :

𝐿𝑛 𝑉𝑎−𝐿𝑎𝑋𝑎
yn+1 = . Xn + (8)
𝑉𝑛+1 𝑉𝑛+1

Substitusi Va.ya – La.xa menghasilkan

𝐿𝑛 𝐷.𝑥𝑑
yn+1 = 𝑉 . Xn + 𝑉 (9)
𝑛+1 𝑛+1

Gradient garis operasi adalah ratio antara aliran cairan dan uap. Jika Vn+1 dieliminasi :

𝐿𝑛 𝐷.𝑋𝑑
yn+1 = 𝐿 . Xn + 𝐿 (10)
𝑛 +𝐷 𝑛 +𝐷

Untuk bagian bawah kolom, neraca massanya adalah :

Vm+1 . ym+1 = LmXm – B.Xb (11)

Dalam bentuk lain, persamaan tersebut menjadi :

𝐿 𝐵.𝑋𝑏
ym+1 = 𝑉 𝑚 .Xm - 𝑉 (12)
𝑚+1 𝑚+1
Persamaan ini adalah persamaan garis operasi bagian pelucutan. Disini pun gradient garis
adalah ratio antara aliran zat cair dan aliran uap. Eliminasi Vm+1 akan menghasilkan

𝐿𝑚 𝐵.𝑋𝑏
ym+1 = 𝐿 .Xm - 𝐿 (13)
𝑚 −𝐵 𝑚− 𝐵

Bila garis operasi bagian atas dan bagian bawah tersebut digambarkan Bersama kurva
kesetimbangan pada diagram x-y, dapat digunakan konstruksi bertahap McCabe -Thille untuk
menghitung berapa banyaknya tray ideal yang diperlukan untuk mendapatkan suatu perbedaan
konsentrasi tertentu, baik pada bagian rektifikasi maupun pada bagian pelucutan. Jika dilihat
persamaan garis operasi, terlihat bahwa garis operasi akan merupakan garis lengkung, kecuali
jika La dan Lm konstan. Garis operasinya hanya dapat digambarkan jika perubahan konsentrasi
pada aliran dapat diketahui. Untuk menentukan garis operasi yang berbentuk kurva diperlukan
neraca entalpi.

Pada distilasi, laju aliran molar uap dan zat cair pada masing-masing kolom itu hampir
mendekati garis lurus. Hal ini akibat kalor penguapan molal yang hampir sama, sehingga setiap
mol komponen yang titik didihnya tinggi yang terkondensasi pada waktu uapnya mengalir ke
atas akan membebasan energi sebanyak yang diperlukan untuk menguapkan 1 mol komponen
yang titik didihnya rendah. Perubahan entalpi aliran cairan dan kehilangan kalor dari kolom
biasanya mengakibatkan perlunya pembentukan uap yang agak lebih banyak pada bagian bawah
kolom, sehingga ratio molar aliran uap pada bagian bawah akan mendekati 1. Karena itu, dalam
merancang kolom distilasi biasanya digunakan konsep constant molal overflow, sehingga dalam
persamaan garis operasi tanda tray n,n-1,n+1,m,m+1 pada L dan V dapat dianggap sama. Dalam
model ini, persamaan-persamaan neraca massa adalah linier dan garis operasinya berupa garis
lurus. Garis operasi dapat digambar bila diketahui dua titik Akibatnya, metode McCabe-Thiele
dapat digunakan tanpa memerlukan neraca entalpi.

Analisis kolom fraksionasi dimudahkan lagi dengan menggunakan besaran refluks ratio.
Ada dua macam refluks ratio yang baisa digunakan, yaitu refluks ratio terhadap hasil Rd dan
refluks ratio terhadap uap (aliran uap komponen) Rv. Persamaan kedua refluks ratio tersebut

𝐿 𝑉−𝐷
Rd = 𝐷 = (14)
𝐷

𝐿 𝐿
Rv = 𝑉 = 𝐿+𝐷 (15)
Karena itu persamaan garis operasi untuk bagian rektifikasi yang mengikuti constan molal
overflow dapat disederhanakan :

𝑅𝑑 𝑋𝑑
yn+1 = 𝑅 .Xd + 𝑅 (16)
𝑑 −1 𝑑 +1

Titik potong y dari garis ini adalah xd/(Rd+1). Konsentrasi xd ditentukan kondisi rancangan, dan
rd merupakan variable operasi yang dapat dikendalikan dan mengatur pembagian antara refluks
dan hasil atas, atau dengan mengubah banyaknya uap yang terbentuk dalam reboiler untuk laju
distilat tertentu.

Karena kemiringan garis rektifikasi adalah Rd/(Rd+1), kemiringan dapat bertambah bila
refluks ratio ditingkatkan sampai V=L saat Rd tak terhingga, bergradien 1, sehingga garis
operasi menjadi berhimpitan dengan diagonal, yang disebut refluks total. Pada refluks total
jumlah tray minimum, tetapi produk atas dan bawah adalah 0 pada setiap umpan dengan laju alir
tertentu.
𝑦𝑎
⁄𝑥𝑎
Jika : αab = 𝑦𝑏 (17)
⁄𝑥𝑏

Jumlah tray minimum dapat dihitung dengan persamaan :

𝑋𝑑(1−𝑥𝑏)
log[ ⁄𝑋 ]
𝑏(1−𝑥𝑑)
Nmin = –1 (18)
log 𝛼𝑎𝑏

Persamaan tersebut adalah persamaan Fenske. Jika perubahan nilai αab bagian dasar dan puncak
kolom tidak signifikan nilai αab yang digunakan adalah rata-rata geometriknya.

Jika refluks kurang dari refluks total jumlah tray yang dibutuhkan untuk mendapatkan
pemisahan tertentu akan lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk refkuks total. Pada refluks
ratio yang kecil, jumlah tray akan besar, dan pada refluks ratio minimum jumlah tray menjadi
tak terhingga. Semua kolom distilasi yang menghasilkan produk atas dan produk bawah dalam
jumlah tertentu harus beroperasi pada refluks ratio yang besarya antara Rd minimum (saat
jumlah tray tak terhingga) dan saat Rd tak terhingga (jumlah tray minimum)

Refluks ratio minimum dapat diperoleh dengan menggerakkan garis operasi sambal
menurunkan refluks ratio. Pada refluks total dari operasi yang berhimpitan dengan diagonal. Jika
refluks diturunkan perpotongan garis operasi atas dan bawah akan bergerak sepanjang garis
umpan kearah kurva kesetimbangan. Luas diagram yang dapat digunakan untuk konstruksi tahap
makin kecil. Dan jumlah tahap meningkat. Jika salah sat ugaris operasi tersebut menyentuh
kurva kesetimbangan jumlah tahap yang diperlukan sebelum melintas titik singgung ini menjadi
tak terhingga. Pada kondisi refluks ratio disebut minimum. Jika x’ dan y’ adalah koordinat
perpotongan garis operasi dengan kurva kesetimbangan, refluks ratio minimum (Rdm) dapat
dihitung dengan persamaan :

𝑋
Rdm = 𝑦𝑑−𝑦′
′ −𝑥′ (19)

Prinsip Operasi

Pada operasi destilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila campuran
cair ada dalam keadaan setimbang dangan uapnya, komposisi uap dan cairan berbeda. Uap akan
mengandung lebih banyak komponen yang lebih mudah menguap, sedangkan cairan akan
mengandung lebih sedikit komponen yang mudah menguap. Bila uap dipisahkan dari cairan dan
uap tersebut dikondensasikan, akan didapatkan cairan yang berbed dari cairan yang pertama,
dengan lebih banyak kompoen yang lebih mudah menguap dibandingkan cairan yang tidak
teruapkan. Bila kemudian cairan dari kondensasi uap tersebut diuapkan lagi sebagian, akan
didapatkan uap dengan kadar komponen yang mudah menguap lebih tinggi. Untuk menunjukkan
uraian diatas,berikut digambarkan secara skematis:

1. Keadaan Awal

Campuran A dan B (Fasa cair), A adalah komponen yang lebih


mudah menguap

XA,0 = Fraksi berat A di fasa cair

XB,0 = Fraksi berat B di fasa cair

XA + XB = 1
2. Campuran diuapkan sebagian, uap dan cairannya
dibiarkan dalam keadaan setimbang

XA,1 = Fraksi berat A di fasa cair (setimbang)

XB,1 = Fraksi berat B di fasa cair (setimbang)

XA + XB = 1

yA,1 = Fraksi berat A di fasa uap (setimbang)

yB,1 = Fraksi berat B di fasa uap (setimbang)

yA +yB = 1

Pada keadaan ini maka yA,1 > XA,1 dan yB,1 < XB,1 bila dibandingkan dengan keadaan mula:
yA,1 > XA,1> XA,2 dan yB,1 < XB,1 < XB,2.

3. Uap dipisahkan dari cairannya dan dikondensasikan, maka didapat dua cairan, caira I
dan cairan II. Cairan I mengandung lebih sedikit komponen A (lebih mudah menguap)
dibandingkan cairan II

Gambar I: Skema proses perpindahan massa pada peristiwa distilasi

Kesetimbangan Uap-Cair

Keberhasilan suatu operasi distilasi tergantung pada keadaan setimbang yang terjadi
antara fasa uap dan fasa cairan dari suatu campuran. Dalam hal ini akan ditinjau dari campuran
biner yang terdiri dari komponen A (yang lebih mudah menguap) dan komponen B (yang kurang
mudah menguap).

Karena pada umumnya proses distilasi digunakan dalam keadaan buble temperature dan
dew temperature, dengan komposisi uap ditunjukkan pada gambar 2, sedangkan komposisi uap
dan cairan yang ada dalam kesetimbangan ditunjukkan pada gambar 3.

Dalam banyak campuran biner, titik didih campuran terletak diantara titik didih
komponen yang lebih mudah menguap (Ta) dan titik didih komponen yang kuranf mudah
menguap (Tb). Untuk setiap suhu, harga yA selalu lebih besar dari XA.

Ada beberapa komponen yang titik didihnya diatas dan dibawah titik didih kedua
komponennya. Campuran pertama disebut azeotrop maksimum seperti dilihat pada gambar 5
sedengkan campuran kedua disebut azeotrop minimum seperti gambar 6. Dalam kedua hal, yA
selalu lebih kecil daei xA. Pada titik azeotrop, yA sama dengan xA dan campuran cairan dengan
komposisi sama dengan titik azeotrop tidak dapat dipisahkan dengan cara distilasi.

Gambar 2 : kesetimbangan uap cair pada temperature buble dan temperature dew

xA,1 dan yA,1 adalah komposisi cairandan uap pada


keadaan setimbang.

Gambar 3 Komposisi uap dan cairan pada kesetimbangan


Gambar 5 Titik azeotrop maksimum dalam kurva kesetimbangan

Gambar 6 Kurva azeotrop minimum dalam kesetimbangan

Volatilitas Relatif

Hubungan komposisi uap dan cairan dalam keadaan setimbang dapat dinyatakan dengan
volatilitas relative yang didefinisikan sebagai berikut :
𝑦𝐴 𝑦𝐴
⁄𝑋 ⁄𝑋
α= 𝑦𝑏
𝐴
= 𝐴
1− 𝑦𝐴 (20)
⁄𝑋 [ ]
𝐵 1− 𝑋𝐴

Persamaan diatas dapat disusun menjadi :


𝛼.𝑥
YA = (1+ 𝛼.𝑥 𝐴−𝑥 (21)
𝐴 𝐴)
Dimana :

α AB = Volatilitas relative komponen A terhadap B


YA = Mol fraksi komponen A dalam fase uap
YB = Mol fraksi komponen B dalam fase uap
XA = Mol fraksi komponen A dalam fase cair
XB = Mol fraksi komponen B dalam fase cair

Bila diketahui harga-harga sebagai fungsi temperature, maka pada tekanan tetap hubungan yA
dan xA pada berbagai suhu pada keadaan setimbang dapat ditentukan. Bila konstan, dan
harganya, maka harga-harga yA pada setiap harga x1 dan sebaliknya (kurva yA terhadap xA) dapat
langsung ditentukan.

Larutan Ideal

Diagram titik didih dapat dihitung pada interval titik didih tertentu dari data tekanan uap
komponen-komponen murninya. Perhitungan ini berdasarkan Hukum Raoult. Hukum Raoult
mengatakan bahwa pada suatu temperature tertentu, tekanan hasil kali tekanan uap tersebut
dalam keadaan murni dengan fraksi mol komponen tersebut dalam larutan.

PA = PA° . XA

PB = PB°.XB = PB°. (1 – XA)

dengan :

PA = Tekanan parsial komponen A


PA° = Tekanan uap komponen A murni
PB = Tekanan uap komponen B murni
PB° = Tekanan parsial komponen B

Untuk system biner PA + PB = P, dimana P adalah tekanan total.

Bila persamaan penghubung Xa dan Ya tersebut digabungkan,didapat :

𝑃𝐴 𝑃 °.𝑥𝐴
𝐴
yA = = (24)
𝑃 𝑃
𝑃𝐵 𝑃 °.( 1 − 𝑥𝐴)
( 1 – yA ) = = 𝐵
(25)
𝑃 𝑃

𝑦𝐴
𝑋𝐴 𝑃
α= (1− 𝑦𝐴 ) = 𝑃𝐴 (26)
𝐵
(1− 𝑋𝐴 )

Bilah harga yA = xA, maka harga α = 1, dan campuran biner pada komposisi tersebut tidak dapat
dipisahkan komponen-komponennya secara distilasi.

Fraksionasi Batch

Prinsip fraksionasi adalah membuat kesetimbangan fasa uap cairan dan memisahkan uap
dan cairan yang dalam keadaan setimbang tersebut.

Gambar 7 Skema aliran perpindahan massa pada proses distilasi

Misalkan cairan Ln-1 dengan komposisi xA,n-1 dicampur dengan uap Vn+1 dengan komposisi
yA,n+1, seperti pada Gambar 7. Pencampuran tersebut berlangsung pada suatu tahap
kesetimbangan n, yang ditunjukkan pada titik m dalam Gambar 8. Pada tahap
kesetimbangan n, akan terbentuk uap dan cairan baru yang dalam keadaan setimbang (Vn dan
Ln). Uap Vn mempunyai komposisi yA,n sedang cairan Ln yang mengandung lebih banyak
komponen A (yA,n > yA,n+1) dan cairan baru Ln yang mengandung lebih sedikit komponen
A (xA,n < Xa,n-1). Demikian operasi kesetimbangan diulang berkali-kali, sehingga diperoleh
uap yang sangat kaya A dan cairan yang sangat miskin A.
Gambar 8 Kurva operasi distilasi dalam keadaan kesetimbangan

Dalam operasi fraksionasi, pencampuran dilakukan berturut-turut dalam tahap- tahap.


Sementara operasi berlangsung, cairan ditahap terendah dipanaskan sedangkan uap ditahap
teratas didinginkan. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 8. Hasil atas yang diambil disebut
distilat (D) dan yang dikembalikan ke kolom disebut refluks (Lo). Jumlah refluks
dibandingkan distilat sangat mempengaruhi hasil pemisahan. Perbandingan tersebut disebut
rasio refluks (R), diman R = Lo/D.

Neraca massa operasi Batch

Salah satu skema operasi distilasi batch ditunjukkan pada Gambar 9

Gambar 9 Skema Operasi Distilasi Batch

Pada distilasi batch, penambahan produksi distilat D (hasil atas) sama dengan
pengurangan hasil bawah (W), dan secara matematis dapat ditulis sebagai:

-dW = dD (27)
Untuk komponen A:

-d(xA,W.W) = xA,D.D (28)

dimana : W = jumlah hasil bawah

D = jumlah hasil atas

xA,W = komposisi hasil bawah

xA,D = komposisi atas

Dari kedua persamaan diferensial tersebut dapat diturunkan:

-W.dxA,W = xA,D.dW (29)

-W.dxA,W = xA,W.dW – xA,D.dW (30)

𝑑𝑊 𝑑𝑥𝐴𝑊
=𝑥 (31)
𝑊 𝐴𝐷 − 𝑥𝐴𝑊

𝑤𝑓 𝑑𝑊 𝑥𝐴 𝑑𝑥𝐴𝑊
∫𝑤𝑖 = ∫𝑥𝐴 𝑤𝑓 𝑥 (32)
𝑊 𝑤𝑖 𝐴𝐷 − 𝑥𝐴𝑊

𝑊 𝑥𝐴 𝑑𝑥𝐴𝑊
ln 𝑊𝑓 = ∫𝑥𝐴 𝑤𝑓 𝑋 (33)
𝑖 𝑤𝑖 𝐴𝐷 − 𝑋𝐴𝑊

Dimana : Wi = jumlah hasil bawah pada saat awal

Wf = jumlah hasil bawah pada saat akhir

xA,Wi = komposisi hasil bawah pada saat awal

xA,Wf = komposisi hasil bawah pada saat akhir

Hasil penurunan tersebut dikenal sebagai persamaan Rayleigh. Penyelesaian ruas kanan dari
persamaan dilakukan secara grafis.

Neraca massa total untuk suatu operasi distilasi batch adalah :


F=D+W (34)
Dimana : F = jumlah umpan

D = jumlah distilat yang dihasilkan selama operasi

W = jumlah hasil bawah yang dihasilkan (akhir operasi)

Neraca komponen A:

xA,F.F = xA,D.D + xA,W.W (35)

Dimana : xA,F = komposisi umpan

xA,D = komposisi distilat rata-rata selama operasi

xA,W = komposisi hasil bawah pada akhir operasi

Penyusunan kembali neraca massa dapat menurunkan persamaan:

𝑥𝐴𝐹 .𝐹− 𝑥𝐴𝑊 .𝑊


xAD = (36)
𝐹−𝑊

Persamaan tersebut dapat dipakai untuk menentukan komposisi distilat rata-rata pada suatu
distilasi batch.

HETP (Height Equivalent to Theoretical Plate)

Dalam operasi distilasi yang menggunakan kolom (vigreux, packed, tray) dikenal
besaran HETP. HETP adalah tinggi kolom yang bersifat sebagai satu tahap teoretis. Jadi dari
kolom setinggi HETP akan dihasilkan uap dan cairan yang berada dalam keadaan
setimbang.

𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 𝑝𝑒𝑚𝑖𝑠𝑎ℎ


HETP kolom = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎ℎ𝑎𝑝 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑚 (37)
Metode McCabe and Thiele

Penggunaan metode McCabe and Thiele terbatas pada keadaan khusus, antara lain:

a. Campuran yang akan didistilasi memiliki kurva uap jenuh dan cair jenuh bila dilukiskan pada
diagram entalpu komposisi berupa garis lurus yang saling sejajar. Keadaan seperti ini dapat
diperoleh pada beberapa system campuran bila digunakan satuan kecepatan aliran fluida dalam
mol per waktu, komposisi dalam fraksi mold an entalpi yang digunakan dalam entalpi molar.

b. Jika persyaratan satu diatas terpenuhi, maka jumlah aliran sepanjang kolom, cair dan uap
bernilai tetap ini disebut Constant Molal Flow.

Kedua keadaan diatas dipenuhi apabila digunakan asumsi sebagai berikut :

 Efek panas pencampuran dan panas hilang diabaikan


 Panas penguapa molal air dan alcohol tetap sepanjang kolom

Dengan asumsi diatas, berarti panas yang digunakan untuk penguapan sejumlah tertentu cairan
berasal dari panas yang dibebaskan dari pengembunan uap dalam jumlah yang sama.

Metode Distilasi

Distilasi dilaksanakan dalam praktek menurut salah satu dari dua metoda utama. Metode
pertama didasarkan atas pembuatan uap dengan mendidihkan campuran zat cair yang akan
dipisahkan dan mengembunkan (kondensasi) uap tanpa ada zat cair yang kembali ke dalam
system destilasi (bejana didih), jadi tidak ada refluks. Metode kedua didasarkan atas
pengembalian sebagian dari kendensat ke bejana didih dalam suatu kondisi tertentu sehingga zat
cair yang dikembalikan ini mengalami kontak dengan uap yang mengalir keatas menuju
kondensor. Cara ini adalah metode yang sering dipakai dalam praktek dan disebut rektifikasi.

Kebalikannya bila komposisi dalam fase uap sama dengan komposisi fase cair, maka
proses distilasi tidak dapat dilakukan. Fase uap yang terbentuk dalam proses distilasi bila
diinginkan dengan cooler akan mengembun dan memiliki komposisi dimana komponen
ringannya lebih banyak daripada komponen berat. Pemurnian komponen tersebut dapat
dilakukan dengan distilasi bertingkst, sehingga akhirnya dapat dihasilkan komponen ringan yang
murni.

Distilasi Rektifikasi sekarang sudah berkembang dan merupakan cara destilasi yang
banyak digunakan untuk pemisahan. Suatu unit rektifikasi terdiri dari :

a. Sebuah rektifikasi atau kolom fraksionasi


b. Kolom rektifikasi atau still
c. Kondensor atau pendingin
d. Stripper
e. Reflux
f. Pompa Reflux, pompa umpan dan sebagainya.

Umpan diuapkan atau dipanaskan sampai temperature tertentu sehingga cairan tersebut
sebagian akan berupa uap dan sisanya cairan. Camputan dan cairan masuk ke dalam kolom
fraksionasi. Di dalam kolom uap akan naik ke atas, dan cairannya turun ke bawah. Uap yang
keluar dari kolom. Fraksinasi didinginkan dalam kondensor sehingga mencair. Cairan tersebutt
dimampatkan fraksinya dalam stripper dan sebagian dikembalikan dalam kolom sebagai reflux.
Keadaan ini menyebabkan komponen ringan terbawa oleh uap yang naik. Kebalikannya
komponen berat yang ada dalam fraksi uap yang akan dipindahkan ke dalam fase cair. Dengan
demikian komponen ringan dapat terkumpul dalam fase uap dan komponen berat akan terkumpul
dalam fase cair. Keadaan ini memungkinkan terjadinya pemisahan yang lebih baik, dimana
komponen ringan akan dapat dihasilkan dipuncak kolom dan komponen berat dihasilkan dari
dasar kolom.

Bentuk Kolom Distilasi

Kolom rektifikasi berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan kontak langsung yang baik
antara uap yang naik dengan cairan yang turun sehingga terjadi perpindahan massa. Perpindahan
massa dan perpindahan panas supaya terjadi dengan baik diperlukan plat-plat. Bentuk kolom
bagian dalam dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu kolom dengan plat dan kolom dengan
system packing dengan menggunakan bahan pengisi. Untuk mendapatka kontak antara uap dan
cairan yang baik, dapat juga digunakan bahan isian dengan tujuan memperluas permukaan
kontak antara uap dan caira. Ada bermacam-macam bahan isian, antara lain
keramik,plastic,gelas,dan lain-lain. Penempatan bahan isian didalam kolom dapat dilakukan
secara acak atau secara teratur. Bahan isian yang kering menyebabkan transfer massa tidak
merata, sehingga perlu dibasahi.

Proses pemisahan secara destilasi dapat dikerjakan pada berbagai jenis Menara
tergantung pada pertimbangan-pertimbangan secara efisiensi, kapasitas, dan tingkat kemurniaan
hasil yang diinginkan. Alat-alat proses pemisahan dengan cara destilasi misalnya Menara pelat
dan Menara bahan isian.

Alat pemisah Menara distilasi dengan bahan isian digunakan untuk campuran bahan yang
korosif, campuran dalam industri makanan dan obat-obatan. Kapasitas Menara dengan bahan
isian ini kecil, akan tetapi dapat memisahkan campuran dengan lebih sempurna, karena kontak
fase yang cukup baik

IV. Alat dan Bahan


Perangkat dan alat ukur
1) Satu set perangkat modul distilasi yang terdiri dari:
a. labu didih (dilengkapi termometer dan alat pengambil sampel)
b. pemanas listrik (untuk labu didih),
c. Heating Mantle
d. kolom fraksionasi batch (kolom yang dipakai adalah tipe vigreux yang
dilengkapi dengan selubung pemanas listrik yang dapat diatur dengan
menggunakan pengatur tegangan listrik),
e. kondensor,
f. pengatur dan pembagi refluks,
g. penampung distilat

Secara skematis alat yang dipakai tersusun seperti pada Gambar 10.

2) Refraktometer

3) Piknometer
4) Termometer

5) Selenoid valve

6) Stopwatch

7) Gelas ukur

8) Pipet ukur

9) Timbangan/ neraca

Bahan/ Zat Kimia :

1) Solven organik seperti etanol, metanol, aseton


2) Aqua DM
V. Rangkaian Alat

Gambar 10 Skema alat percobaan Modul Distilasi

VI. Data hasil pengamatan


- Pikno kosong = 21,82 gram
- Erlenmeyer kosong = 224,562 gram
V air Vetanol m Selisih
No
(mL) (mL) (g) (g)

1 10 0 33,118 11,99
2 9 1 31,348 10,22
3 8 2 31,318 10,19
4 7 3 31,188 10,06
5 6 4 30,885 9,57
6 5 5 30,695 9,567
7 4 6 30,475 9,347
8 3 7 30,335 9,207
9 2 8 30,115 8,987
10 1 9 29,386 8,258
11 0 10 27,398 6,27

 Gelas kosong (sebelum diisi)


- Destilat total = 22,474 gram
- Destilat parsial = 44,724 gram
- Bottom total = 44,991 gram
- Bottom parsial = 45,065 gram
 Gelas isi (sesudah diisi)
- Destilat total = 30,748 gram
- Destilat parsial = 45,659 gram
- Bottom total = 49,663 gram
- Bottom parsial = 49,427 gram
 Berat bottom total
Berat isi – Berat kosong = (49,663 – 44,991) gram
= 4,672 gram
 Berat bottom parsial
Berat isi – berat kosong = (44,427 – 45,065) gram
= 4,362 gram
 Distilat total
Berat isi – berat kosong = (30,748 – 22,474) gram
= 8,274 gram
 Distilat pasrial
Berat isi – berat kosong = (45,659 – 45,065) gram
= 0,594 gram

Penentuan densitas etanol dalam campuran etanol – air


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
ρetanol = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒

4,672 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚


ρbottom total = = 0,9344 ⁄𝑚𝐿
5 𝑚𝐿

4,362 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚


ρbottom parsial = = 0,8724 ⁄𝑚𝐿
5 𝑚𝐿

8,274 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚


ρdistilat total = = 0,1,6548 ⁄𝑚𝐿
5 𝑚𝐿

0,594 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚


ρdistilat parsial = = 0,1188 ⁄𝑚𝐿
5 𝑚𝐿

VII. Perhitungan

Penentuan densitas etanol


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛
ρetanol = 𝑥 ρair(pada 𝑠𝑢ℎ𝑢 𝑇)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑖𝑟

maquadest = 11,99 gram

Volume air = 10 mL
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎
ρair = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
11,9 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
= = 1,19 ⁄𝑚𝐿
10 𝑚𝐿

𝑘𝑔⁄
= 1190 𝑙

1. Massa campuran = 10,22 gram 8,258𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄


x 1199 𝑙 = 8258 𝑙
11,99 𝑔𝑟𝑎𝑚
10,22 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄
x 1199 𝑙 = 1022 𝑙 10. Massa campuran = 6,27 gram
11,99 𝑔𝑟𝑎𝑚

2. Massa campuran = 10,19 gram 6,27𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄


x 1199 𝑙 = 627 𝑙
11,99 𝑔𝑟𝑎𝑚
10,19 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄
x 1199 𝑙 = 1019 𝑙
11,99 𝑔𝑟𝑎𝑚

3. Massa campuran = 10,06 gram

10,06𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄


x 1199 𝑙 = 1006 𝑙
11,99 𝑔𝑟𝑎𝑚

4. Massa campuran = 9,757 gram

9,757𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄


x 1199 𝑙 = 9757 𝑙
11,99 𝑔𝑟𝑎𝑚

5. Massa campuran = 9,567 gram

9,567𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄


x 1199 𝑙 = 9567 𝑙
11,99 𝑔𝑟𝑎𝑚

6. Massa campuran = 9,347 gram

9,347𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄


x 1199 𝑙 = 9347 𝑙
11,99 𝑔𝑟𝑎𝑚

7. Massa campuran = 9,207 gram

9,207𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄


x 1199 𝑙 = 9207 𝑙
11,99 𝑔𝑟𝑎𝑚

8. Massa campuran = 8,987 gram

8,987𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑘𝑔⁄ 𝑘𝑔⁄


x 1199 𝑙 = 9897 𝑙
11,99 𝑔𝑟𝑎𝑚

9. Massa campuran = 8,258 gram


Perhitungan fraksi mol etanol dalam campuran air - etanol

% 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙


𝑀𝑟𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
Xetanol = % 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 𝜌𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (1−%𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙) 𝑥 𝑉𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑥 𝜌𝑎𝑖𝑟 𝑉 𝑥𝜌
{( )+( )+( 𝑎𝑖𝑟 𝑎𝑖𝑟 ) }
𝑀𝑟𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑀𝑟𝑎𝑖𝑟 𝑀𝑟𝑎𝑖𝑟

Xetanol
0,97 𝑥 1 𝑥 1022
46
1x = 0,97 𝑥 1𝑥 1022 (1−0,97) 𝑥 1 𝑥 1199 9 𝑥 1199
{( )+( )+( )}
46 18 18

= 0,0348
0,97 𝑥 2 𝑥 1019
46
2x = 0,97 𝑥 2 𝑥 1019 (1−0,97) 𝑥 2 𝑥 1119 8 𝑥 1199
{( )+( )+( )}
46 18 18

= 0,0746
0,97 𝑥 3 𝑥 1006
46
3x = 0,97 𝑥 3 𝑥 1006 (1−0,97) 𝑥 3 𝑥 1199 7 𝑥 1199
{( )+( )+( )}
46 18 18

= 0,1195
0,97 𝑥 4 𝑥 957,5
46
4x = 0,97 𝑥 4 𝑥 957,5 (1−0,97) 𝑥 4 𝑥 1199 6 𝑥 1199
{( )+( )+( )}
46 18 18

= 0,1690
0,97 𝑥 5 𝑥 956,7
46
5x = 0,97 𝑥 5 𝑥 956,7 (1−0,97) 𝑥 5 𝑥 1199 5 𝑥 1199
{( )+( )+( )}
46 18 18

= 0,2286
0,97 𝑥 6 𝑥 934,7
46
6x = 0,97 𝑥 6 𝑥 934,7 (1−0,97) 𝑥 6 𝑥 1199 4 𝑥 1199
{( )+( )+( )}
46 18 18

= 0,2997
0,97 𝑥 7 𝑥 920,7
46
7x = 0,97 𝑥 7 𝑥 920,7 (1−0,97) 𝑥 7 𝑥 1199 3 𝑥 1199
{( )+( )+( )}
46 18 18

= 0,3904
0,97 𝑥 8 𝑥 898,7
46
8x = 0,97 𝑥 8 𝑥 898,7 (1−0,97) 𝑥 8 𝑥 1199 2 𝑥 1199
{( )+( )+( )}
46 18 18

= 0,5059
0,97 𝑥 9 𝑥 825,8
46
9x = 0,97 𝑥 9 𝑥 825,8 (1−0,97) 𝑥 9 𝑥 1199 1 𝑥 1199
{( )+( )+( )}
46 18 18

= 0,6512
0,97 𝑥 10 𝑥 627
46
10x = 0,97 𝑥 10𝑥 627 (1−0,97) 𝑥 10 𝑥 1199 0𝑥 1199
{( )+( )+( )}
46 18 18

= 0,8696

Vair Vetanol Berat pikno+isi ρetanol Xetanol


𝑘𝑔⁄
(mL) (mL) (gram) ( 𝑙)
10 0 31,922 1190 0,0000
9 1 31,348 1022 0,0348
8 2 31,318 1019 0,0746
7 3 31,188 1006 0,1195
6 4 30,885 975,7 0,1690
5 5 30,695 956,7 0,2286
4 6 30,475 934,7 0,2997
3 7 30,335 920,7 0,3904
2 8 30,115 898,7 0,5059
1 9 29,386 825,8 0,6512
0 10 27,398 627 0,8696
VIII. Pembahasan

Percobaan ini dilakukan untuk memisahkan campuran etanol dengan air


bedasarkan perbedaan titik didih. Pada percobaan ini dilakukan dengan
menggunakan kolom fraksionasi dengan isian rasching ring yang ditunjukkan untuk
memperluas bidang kontak antara uap dan cair. Fungsi Regulator/trafo sebagai
penyambung panas agar uap yang sudah terbentuk tidak lekas mencair sebelum sampai
ke atas (pendingin).dan ini pula yang menyebabkan destilat cepat didapat.

IX. Kesimpulan

Faktor pemisah dari kedua campuran ini adalah kecenderungan untuk menguap
(volatilitas) yang dimiliki oleh masing-masing zat dan dari percobaan terbukti bahawa alkolol
lebih volatile dari air, sehingga alcohol menguap lebih awal dari pada air.

X. Daftar Pustaka
1. Hanley, and Seader, Equilibrium Separation Operations in Chemical
Engineering, John Wiley and Sons, 1981, Chapter 9
2. Mc Cabe, W.L., Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd Edition,
McGraw-Hill Book Co., New York, 1978, Chapter 19
3. Treybal, R.E., Mass Transfer Operations, McGraw-Hill, 1981 Chapter 9
4. Perry, R., Green, D.W., and Maloney, J.O., Perry’s Chemical Engineers’
Handbook, 6th Edition, McGraw-Hill, Japan, 1984
5. McKetta, J.J., Unit Operations Handbook, Vol.1, Marcell Dekker, 1993,
Chapter 6

XI. Tugas
1. Analisa Kesalahan ? (min 5)
- Banyak etanol yang menguap karena terbuka
- Termometer atas tidak naik, karena rusak atau tidak benar
- Overheated
- Heater sudah lama
- Kemungkinan tidak semua etanol, ada bahan lain di dalam alat
- Tidak kena ke larutan
2. Jelaskan tentang macam-macam isian pada kolom distilasi!
- Bahan keramik : untuk cairan yang bersifat korosif
- Bahan plastik : cocok untuk temperature sedang dan tidak cocok untuk pelarut
organik
- Bahan logam : untuk kondisi operasi yang tidak stabil
ION EXCHANGE

I. Prinsip Percobaan
Melakukan pemisahan dengan teknik resin penukar ion berdasarkan pada jumlah
gugus ion yang dapat dipertukarkan yang terkandung dalam setiap gram bagian resin
tersebut.

II. Maksud dan Tujuan


1. Praktikan diharapkan dapat memahami prinsip kerja alat ion exchange pada proses
pelunakan air dan demineralisasi air.
2. Praktikan dapat mengetahui aplikasi alat ion exchange pada dunia industri.

III. Teori Percobaan


Ion exchange adalah suatu proses untuk pemurnian air dimana ion-ion dalam suatu
larutan ditukar dengan suatu penukar ion (berupa resin), padatan, gel. Tipe-tipe penukar
ionadalah resin penukar ion, zeolit, montmorillonite, tanah liat dan humus. Penukar ion
adalah salah satu penukar kation untuk anion bermuatan positif dan penukar anion untuk ion
bernuatan negatif. Ada juga penukar ion yang disebut mix ber yang mempunyai anion dan
kation dan dapat menggantikan resin. Pertukaran ion adalah suatu proses reversibel dimana
penukar ionnya dapat diregenerasi melalui suatu pencucian dengan suatu kelebihan ion yang
dapat ditukar.

Kegunaan Ion exchange:

1. Pada industri pemurnian air untuk menghasilkan air lunak. Hal ini terpenuhi dengan
pertukaran ion antara Ca2+, dan Mg2+ terhadap Na+ dan H+.
2. Pada industri biokimia untuk memisahkan molekul seperti protein. Proses ini
diterapkan juga pada pelunak air.
3. Pada industri makanan, hydronetallurgi, finishing metal, bahan kimia dan petrokimia,
farmasi, gula, pemanis buatan, air tanah, air minum, air industri, nuklir dan lain-lain.
4. Untuk membuat air demin dan air lunak sebagai air umpan dan make up water pada
boiler.
Proses Pertukaran Ion

Proses Softening (pelunakan)

Proses pertukaran ion dalam resin dibagi menjadi dua macam prooses,yaitu :

1. Proses Softening (pelunakan)

Proses pelunakan termasuk dalam proses pertukaran ion untuk menghilangkan ion-ion
terlarut yang tidak dapat dihilangkan melalui proses klarifikasi dan flokulasi.

Dalam proses ini air di lewatkan ke suatu kolom yang berisi resin penukar ion. Pada
waktu kontak dengan resin tersebut beberapa ion dalam air akan ditukar dengan ion lain yang
terikat dalam resin.

Pada proses ini ion yang ditukar adalah ion positif (kation) khususnya yang
mempengaruhi kesadahan air yaitu ion Ca dan Mg yang akan ditukar dengan ion Natrium
(Na+).

Tujuan pelunakan air adalah untuk menurunkan atau menghilangkan kesadahan air.
Dengan kandungan air sadah yang rendah dapat meminimalisasikan terbentuknya kerak jika
digunakan sebagai air umpan boiler dan air pendingin.

Tahapan deionizer:

Tahap kation exchange

Pada tahap ini kandungan garam mineral dikurangi. Kation dan garam-garam mineral
adalah Ca, Mg, Na, K. Mineral tersebut memiliki afinitas yang lebih tinggi dari H2 sehingga
pada proses kation exchange, kation-kation tersebut dapat menggeser ion dalam
persenyawaan resin. Reaksi yang terjadi adalah:

2 R-SO3 + Ca SO 4 (R-So3)2Ca

Tahap Anion Exchange

Merupakan tahao lanjutan dari kation exchange. Prinsip kerjanya sama dengan kation
exchange hanya saja resin yang digunakan berbeda yaitu:

 Weakly basic anion exchange, hanya dapat menghilangkan klor dan nitrat.
Reaksinya :

RNH3 + HCl RNH3Cl + H2O


 Strong basic anion exchange, dapat menhilangkan anion-anion kuat, asam silika, sulfat
dan karbonat.
Reaksi yang terjadi:

R4NaOH + HiO3 R4NHSiO3 + H2O

Air yang dihasilkan dari proses diatas ditampung dalam tangki air murni (pure water
tank).

Reaksi yang terjadi selama proses pelunakan air adalah:

R- Na + Ca++ R-Ca + Na+

Mg++ R-Mg

Dimana

 R-Ca akan terikat pada resin,


 kation Na+ akan terbawa oleh air.
Setelah gugus Na+ pada resin terpakai habis (tertukar seluruhnya) maka resin harus
diaktifkan kembali dengan cara regenerasi dengan menggunakan larutan NaCl.

Reaksi yang terjadi selama regenerasi resin:

Na + R-Ca R- Na+ + Ca++

R-Mg Mg++

Dimana:

 R-Na merupakan resin yang siap dipakai kembali


 Kation Ca++ dan kation Mg++ akan dibuang
Air yang dihasilkan dari proses pelunakan disebut soft water yang umumnya dipakai
sebagai air make-up dan air umpan boiler yang beroperasi pada tekanan rendah.

Secara umum proses yang terjadi pada proses penukaran ion adalah:

1. Proses pertukaran ion (service)


2. Back wash
Pencucian untuk menghilangkan pedatan yang terperangkap di pori-pori antar resin,
aliran mengalir dari bawah ke atas.

3. Regenerasi (pengaktifan kembali)


Proses regenerasi menggunakan regenerant seperti NaCl atau HCl sesuai kebutuhan
dimana aliran mengalir dari atas ke bawah.

4. Rinse (pengambilan regenerant)


Proses ini bertujuan untuk menghilangkan regenerant yang masih tersisa pada kolom.

Diagram yang terjadi selama proses softening adalah sbb:

Proses Deionisasi

Jika pada proses pelunakan yang ditukar adalah ion-ion hardness yaitu Ca dan Mg
maka pada proses deionisasi (denineralisasi) semua kation termasuk ion natrium ditukar
dengan ion hidrogen (H+) dan semua anion ditukar dengan hidroksil (OH-). Yang dapat
ditukar anionnya yaitu terdiri dari; bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-), silikat (SiO32-),
sulfat (SO42-) dan klorida (Cl-).

Dalam pelaksanaannya proses deionisasi dilaksanakan 2 tahap yaitu:

1. Pertukaran kation
R-H + Ca++ R-Ca
Mg++ R-Mg + H+

Na+ R-Na
Dimana

 R-Ca, R-Mg dan R-Na akan terikat pada resin


 Ion H+ akan terbawa air

2. Pertukaran Anion
R-OH + HCO3- R – HCO3 + H2O

Terikat di resin terbawa air

Sama seperti pada proses pelunakan setelah kapasitas penukar ion terpakai habis
maka perlu dilakukan regenerasi dengan regenerant yang sesuai. Larutan asam klorida atau
asam sulfat biasa digunakan untuk penukar kation dan penukar anion.

Reaksi yang terjadi selama proses regenerasi:

1. Pertukaran Kation
R-Ca Ca++

R-Mg + H+ R-H (dipakai lagi) + Mg++

R-Na Na+

2. Pertukaran Anion
R-HCO3 +OH- R-OH + HCO3-

Air yang dihasilkan dari proses ini disebut demin water dan banyak digunakan
sebagai air make-up atau air umpan boiler tekanan tinggiataupun tekanan rendah dan sedang.
Proses pertukaran yang terjadi dalam kolom penukar ion diperlihatkan pada gambar dibawah
ini :
Diagram proses yang terjadi selama proses softening :

Proses adsorpsi molekul dari laruran kedalam permukaan pori-pori padatan memberikan
banyak kesempatan untuk pemurnian dari aliran proses, sebagai regenerasi komponen-
komponen berharga dan pelunakan air. Seringkali partikel padatan tetap berada pada bed-bed
atau kolom.

Resin ion excahnge dari resin:

Na+ + RH H+ + Rna

Dimana R merupakan resin yang berasal dari grup tipe asam. Resin mempunyai
kapasitas pertukaran ion yang terbatas. Jumlah total tetap dari resin asam per gramnya sama
dengan jumlah konsentrasi dari R-H dan R-Na dengan konstan.

Seperti terulis pada persamaan

RH + RNa = qm

Hal yang sama juga terdapat pad fase larutan di luar resin yaitu total konsentrasi
molar dari H2 dan sodium adalah konstan.

Seperti terlihat pada persamaan : H+ + Na+ = Co

Persamaan pada kesetimbangan adalah:

H+ RNa / Na+ RH = (Co-C)q* / c (qm- q+)

Dimana G dan q* mewakili konsentrasi kesetimbangan dari natrium.

Resin Penukar Ion

Resin penukar ion adalah suatu matriks yang tidak dapat larut , yang memiliki diameter ±
1-2 mm. Resin tersebut pada umumnya berwarna putih atau kekuning-kuningan terbuat dari
suatu substrat polimer organik. Ada beberapa jenis resin penukar ion yang berbeda.

Resin ini digunakan secara ekstensif untuk pelunakan air selama proses pemurnian air.
Pada perkembangan selanjutnya sebagai bahan alternaatif yang lebih fleksibel pengganti resin
menggunakan zeolit alami atau turuan.

Kebanyakan resin penukar ion terbuat dari polisytrene yang memiliki ikatan cross linker
pada umumnya dicapai dengan menambahkan suatu proporsi kecil divinyl benzene ke dalam
styrene. N0n-crosslinker polimer juga digunakan hanya saja jarang dipakai karena
kecenderungan polimer tersebut untuk mengubah dimensi pada ikatan ion. Bagaimanapun
banyak sedikitnya ikatan crosslinked tergantung kapasitas resin dan untuk memperpanjang
waktunya dapat dicapai kesetimbangan ion dalam larutan dan dalam resin.
Diagram alir proses ion exchange :

IV. Alat dan Bahan


Alat
1. Alat ion exhange
2. Beaker glass
3. Buret
4. Pipet
5. Erlenmeyer
6. Timbangan digital
Bahan
1. CaCl2 0,05 N
2. NaCl 10%
3. Asam oksalat 0,05 NNaOH 0,05 N

V. Prosedur Percobaan
1. Buat larutan NaOH 0,075 N dalam 100 ml H2O
2. Buat larutan Asam Oksalat 0.08 N dalam 50 ml
3. Buat larutan CaCl2 0,05 N dalam 2 L H2O
4. Standarisasi Asam Oksalat dengan NaOH (hingga berwarna pink seulas)
5. Ambil 50 ml CaCl2 kemudian titrasi dengan NaOH
6. Isi “kotak water taste” dengan air secukupnya
7. Nyalakan matering pump pada 70, atur valve pada 70
8. Masukan CaCl2 kedalam kotak kosong
9. Nyalakam kembali kembali matering pump pada 50, dan valve pada 60
10. Hitung waktu hingga 7 menit
11. Ambil 50 ml, lalu titrasi dengan NaOH
VI. Rangkaian Alat

1. Water/Chemicals tank 5. Cation Resin Test Column


2. Sump Tank 6. Anion Resin Test Column
3. Conductivity meter 7. Flowmeter
4. Drainage 8. Pump

VII. Data pengamatan

Pembuatan larutan
 Buat larutan NaOH 0,075 N dalam 100 ml

𝑔𝑟 1000
𝑁 = 𝑀𝑟 𝑥 𝑣
𝑔𝑟 1000
0,075 = 𝑥
40 100

𝑔𝑟 = 0,3𝑔𝑟

 Buat larutan CaCl2 0,05 N dalam 2000 ml


𝑔𝑟 1000
𝑁 = 𝑀𝑟 𝑥 𝑣
𝑔𝑟 1000
0,05 = 111⁄ 𝑥 2000
1

𝑔𝑟 = 11,11 𝑔𝑟

 Buat larutan Asam Oksalat 0,08 N dalam 50 ml


𝑔𝑟 1000
𝑁 = 𝑀𝑟 𝑥 𝑣
𝑔𝑟 1000
0,08 = 𝑥
63 50

𝑔𝑟 = 0,252𝑔𝑟

 Standarisai NaOH dengan asam oksalat


Vasam oksalat . Nasam oksalat = VNaOH . NNaOH

25ml . Nasam oksalat = 27 ml . 0,075 N

Nasam oksalat = 0,081 N

VIII. Perhitungan
 Konsentrasi CaCl2 dengan NaOH (setelah percobaan)
VCaCl2 . NCaCl2 = VNaOH . NNaOH

25 ml. NCaCl2 = 0,3 ml . 0,05 N

NCaCl2 = 6x10-4 N

 Konsentrasi CaCl2 dengan NaOH (sebelum percobaan)


V CaCl2 . NCaCl2 = VNaOH . NNaOH

30 ml. NCaCl2 = 1 ml . 0,05 N

NCaCl2 = 1,66x10-3 N

 Menghitung KPK
(𝐶1−𝐶2) 𝑥 𝑉𝑝 𝑥 𝐵𝑀⁄𝐵𝐸
= 𝑥100%
𝑉𝑁𝑎𝐶𝑙

(6𝑋10−4 𝑁−1,66𝑋10−3 𝑁) 𝑥 2000𝑚𝑙 𝑥 111⁄1𝑋100%


= 1000 𝑚𝑙

= 3,55 %

IX. Pembahansan

Sebelum dilakukan proses ion exchange dilakukan terlebih dahulu proses pembilasan
resin kation dengan menggunakan air deionisasi. Pada proses kation exchange ion Ca2+ diikat
oleh resin dan air melepaskan ion H+ nya. Pada proses regenerasi resin kation dilakukan ion
Cl- dan NaCl mengikat ion Ca2+.

X. Kesimpulan
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui aplikasi dari proses demineralisasi
air yaitu proses penghilangan kandungan ion-ion baik itu positif maupun ion negatif
pada air. Berdasarkan percobaan, KPK resin yang digunakan adalah 3.56 %.
EKSTRAKSI

I. PRINSIP PERCOBAAN
Pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan dimana adanya distribusi zat terlarut
dalam dua pelarut (solvent) yang tidak saling bercampur.

II. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Mempelajari operasi ekstraksi cair-cair larutan asam benzoat dengan metode “Cross
Current”.
2. Menghitung jumlah stage, stage effisiensi dan persen recovery.

III. TEORI PERCOBAAN

Hampir semua proses dalam industri kimia memerlukan operasi pemisahan fase, baik
padat, cairan, maupun gas menjadi komponen penyusunnya. Operasi pemisahan yang sering
dilakukan antara lain adalah distilasi, evaporasi, absorpsi, ekstraksi. Pemilihan operasi
pemisahan yang akan digunakan tergantung pada karakteristik dari fase-fase yang akan
dipisahkan, sifat-sifat fisika, maupun sifat-sifat kimia dari bahan yang akan dipisahkan dan
juga tinjauan ekonomi terhadap operasi pemisahan.

Pemisahan secara ekstraksi merupakan pemisahan tidak langsung karena ekstraksi


dengan menggunakan suatu pelarut (solven) akan menghasilkan suatu larutan baru (ekstrak)
yang harus dipisahkan lebih lanjut dengan distilasi atau evaporasi. Sedangkan pemisahan
secara distilasi dan evaporasi merupakan pemisahan langsung dengan hasil yang diperoleh
berupa bahan murni. Dibandingkan dengan proses distilasi pada penguapan air untuk larutan
encer, maka ditinjau dari segi ekonomi akan lebih ekonomis bila dilakukan secara ekstraksi.
Selain itu ekstraksi juga merupakan suatu alternatif yang menarik jika dibandingkan dengan
distilasi. Hal-hal yang memungkinkan berkembangnya proses pemisahan dengan cara
ekstraksi di dalam industri kimia pada masa yang akan datang.

Bila dua fase yang mempunyai komposisi berbeda dikontakkan, maka dapat terjadi
perpindahan komposisi dari fase yang satu ke fase lainnya dan juga sebaliknya. Jika dua fase
dibiarkan berkontak cukup lama maka akan dicapai kaadaan setimbang dan pada keadaan ini
tidak terjadi perubahan dalam komposisi dari fase-fase itu.

Kejadian yang banyak dijumpai adalah perpindahan massa dari dua fase hanya sebagian saja yang
melarut sempurna sehingga pada kesetimbangan masih ada dua fase yang dapat dipisahkan satu
dari yang lain.
Biasanya dua fase ini mempunyai komposisi yang berbeda dari satu dengan lainnya
dan juga berbeda dari komposisi-komposisi dua fase yang semula dikontakkan. Jadi jumlah
relatif komponen-komponen yang terpindahkan diantara fase-fase itu berbeda sehingga
dicapai pemisahan. Pada kondisi tertentu perulangan kontak dan pemissahan fase dapat
memberikan pemisahan komponen yang hampir sempurna.

Pemisahan dengan cara ekstraksi sering dilakukan untuk mengambil komponen-


komponen yang mungkin mempunyai nilai ekonomis dari suatu larutan dengan menggunakan
dengan suatu pelarut (solven). Di dalam ekstraksi jika fase yang ada berupa cair-cair
seringkali disebut sebagai ekstraksi solven (solven ekstraction). Ektraksi cair merupakan
pemisahan unsur-unsur pokok dari suatu larutan melalui persinggungan dengan cairan lain
yang tidak dapat larut (Treybal, 1981). Dasar pemisahan dengan cara ektraksi adalah
perbedaan daya larut suatu komponen di dalam pelarut. Larutan yang akan diekstraksi disebut
umpan (feed) dan cairan yang akan dikontakkan dengan umpan disebut solven. Dengan
demikian akan didapat dua fase yang masing-masing disebut sebagai fase kaya solven
(ekstrak) dan fase cairan sisa yang solutnya telah dipisahkan (rafinat).

Proses ekstraksi merupakan proses difusi komponen-komponen dari fase yang satu ke
fase yang lainnya. Kecepatan perpindahan massa dalam masing-masing fase tergantung dari
gradien konsentrasi yang ada dalam masing-masing fase. Untuk sistem campuran asam
benzoat dalam benzene dengan air sebagai pelarut kedua diketahui kelarutan benzene dalam
air sebesar 0,0722 perseratus bagian air, sedangkan kelarutan asam benzoat dalam air sebesar
0,217 perseratus bagian air (Perry, 1984). Dengan adanya perbedaan daya larut komponen
penyusun umpan dalam pelarutnya ini maka dapat dijalankan suatu proses ekstraksi.

Ekstraksi ada dua jenis, yaitu ekstraksi cross current (arus silang) dan ekstraksi
counter current (arus berlawanan). Ekstraksi arus silang merupakn sebuah cascade atau stage
berturutan dengan rafinat dari suatu stage dikontakkan dengan penambahan larutan pelarut
kedua yang masih baru pada stage berikutnya (Perry, 1984). Ekstraksi jenis ini umumnya
digunakan untuk skala laboratorium karena fase ekstrak dan rafinat dapat dianalisis setelah
masing-masing stage menghasilkan data kesetimbangan, tetapi ekstraksi ini tidak ekonomis
bila dipakai untuk skala industri karena memerlukan pelarut yang banyak dan konsentrasi
solut dalam ekstrak yang terbentuk rendah (Perry, 1984).

Ekstraksi arus berlawanan merupakan rancangan ekstraksi dengan cara memasukkan


solven ekstrak ke dalam stage atau akhir ekstraksi terdahulu tempat umpan masuk dan dua
fase masing-masing masuk ke dalam stage secara berlawanan (Perry, 1984).

Ekstraksi banyak dipakai dalam skala industri karena lebih ekonomis. Peristiwa
perpindahan massa yang terjadi pada proses ekstraksi dapat dijabarkan sebagai berikut :

Ekstraksi Arus Silang (Cross Current):

S1 S2 S3

Ys Ys Ys

1 L1 2 L2 n Ln
Z1 Z2 Zn
F
E1 X1 E2 X2 En Xn

Xf Y1 Y2 Yn

Stage 1 Stage 2 Stage 3

Gambar 1. Ekstraksi Cross Current

Neraca Massa Total :


Ln-1 + Sn = En + Ln =  n ………..(1)

Neraca Massa Komponen :

Ln-1.Xn-1 + Sn.Ys = En.Yn + Ln.Xn =  n . Zn ………..(2)


Ekstraksi Arus Berlawanan (Counter Current) :

L1 X1 Ln Xn
F XF L2 X2

En Yn E2 Y2 E1 Y1

Gambar 2. Ekstraksi Counter Current

Neraca Massa Total :


F + S = Ln + E1 =  ………..(3)
Neraca Massa Komponen :

F . XF + S . YS = Ln . Xn + E1 . Y1 =  . Z ………..(4)

Dalam stage setimbang dua fase tercampur baik selama waktu secukupnya sehingga
dimungkinkan terjadinya kesetimbangan termodinamis diantara fase-fase yang meninggalkan
stage. Pada kesetimbangan tidak terjadi perubahan komposisi dari fase-fase itu lebih lanjut
pada keadaan kondisi operasi tertentu.

Dalam alat industri sebenarnya tidaklah menguntungkan membiarkan kontak fase


cukup lama sampai dicapai kesetimbangan. Oleh karena itu stage sebenarnya tidak
melaksanakan perubahan komposisi sebesar yang dilaksanakan oleh stage setimbang.
Effisiensi stage didefinisikan sebagai perbandingan dari perubahan komposisi dalam stage
setimbang (Foust, 1980). Stage setimbang disebut juga stage ideal atau stage teoritis.
Effisiemsi stage merupakan faktor koreksi untuk menerapkan model fisis dari suatu stage
setimbang di dalam penggunaan praktek dari alat industri (Foust, 1980). Effisiensi stage
untuk alat industri berkisar antara beberapa persen sampai seratus persen.

Persamaan untuk menghitung effisiensi stage :


𝜂=
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
x 100% ..........(5)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛

Sedangkan persen recovery merupakan perbandingan antara banyaknya solute terambil


dengan solute mula-mula.

Persamaan untuk menghitung persen recovery :

% Recovery =
𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
𝑥 100% ..........(6)
𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎

Ekstraksi pelarut atau sering disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan atau
pengambilan zat terlarut dala m larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan pelarut
lain (biasanya organik).

Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) di antara dua fasa cair yang
tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan
“bersih” baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk
analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak
digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia dan
anorganik di laboratorium. Alat yang digunakan dapat berupa corong pemisah (paling
sederhana), alat ekstraksi soxhlet sampai yang paling rumit berupa alat “Counter Current
Craig”.

Menurut Estien Yazid (2005), berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, suatu ekstraksi
dibedakan menjadi ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair.

1. Ekstraksi padat-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk
padatan. Ekstraksi jenis ini banyak dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang
terkandung di dalam bahan alam seperti steroid, hormon, antibiotika dan lipida pada biji-
bijian.

2. Ekstraksi cair-cair; zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair.
Ekstraksi cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut banyak dilakukan untuk memisahkan
zat seperti iod atau logam-logam tertentu dalam larutan air.
B. Ekstraksi Cair-cair

Ekstraksi cair-cair digunakan untuk memisahkan senyawa atas dasar perbedaan kelarutan
pada dua jenis pelarut yang berbeda yang tidak saling bercampur. Jika analit berada dalam
pelarut anorganik, maka pelarut yang digunakan adalah pelarut organik, dan sebaliknya.

Pada metode ekstraksi cair-cair, ekstraksi dapat dilakukan dengan cara bertahap (batch) atau
dengan cara kontinyu. Cara paling sederhana dan banyak dilakukan adalah ekstraksi
bertahap. Tekniknya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstrak yang tidak bercampur
dengan pelarut pertama melalui corong pemisah, kemudian dilakukan pengocokan sampai
terjadi kesetimbangan konsentrasi solut pada kedua pelarut. Setelah didiamkan beberapa saat
akan terbentuk dua lapisan dan lapisan yang berada di bawah dengan kerapatan lebih besar
dapat dipisahkan untuk dilakukan analisis selanjutnya.

Cara ini digunakan jika harga D cukup besar (˃ 1000). Bila hal ini terjadi, maka satu kali
ekstraksi sudah cukup untuk memperoleh solut secara kuantitatif. Nmaun demikian, ekstraksi
akan semakin efektif jika dilakukan berulangkali menggunakan pelarut dengan volume
sedikit demi sedikit.

Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tak dapat campur, ada suatu
hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam dua fase pada kesetimbangan.
Nernst pertama kalinya memberikan pernyataan yang jelas mengenai hukun distribusi ketika
pada tahun 1981 ia menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua
cairan yang tak dapat campur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada
kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperatur tertentu:

= tetapan

menyatakan konsentrasi zat terlarut A dalam fase cair 1. Meskipun hubungan ini berlaku
cukup baik dalam kasus-kasus tertentu, pada kenyataannya hubungan ini tidaklah eksak.
Yang benar, dalam pengertian termodinamik, angka banding aktivitas bukannya rasio
konsentrasi yang seharusnya konstan. Aktivitas suatu spesies kimia dalam satu fase
memelihara suatu rasio yang konstan terhadap aktivitas spesies itu dalam fase cair yang lain:

= KDA

Di sini menyatakan aktivitas zat terlarut A dalam fase 1. Tetapan sejati KDA disebut
koefisien distribusi dari spesies A.

Ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif
bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin. Pada
saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang
pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai
syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah
yang sempit). Agar terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi
yang besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara
kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi tetes-tetes kecil
(misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk).

Tentu saja pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh karena akan menyebabkan
terbentuknya emulsi yang tidak dapat lagi atau sukar sekali dipisah. Turbulensi pada saat
mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang penting perbedaan konsentrasi sebagai gaya
penggerak pada bidang batas tetap ada. Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan
sedapat mungkin segera disingkirkan dari bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang
telah terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu kembali menjadi sebuah fasa homogen
dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat dipisahkan dari cairan yang
lain.

C. Ekstraksi Padat-cair

Ekstraksi padat cair digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat pada padatan
menggunakan pelarut organik. Padatan yang akan diekstrak dilembutkan terlebih dahulu,
dapat dengan cara ditumbuk atau dapat juga diiris-iris menjadi bagian yang tipis-tipis.
Kemudian padatan yang telah halus dibungkus dengan kertas saring. Padatan yang telah
terbungkus kertas saring dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet. Pelarut organik
dimasukkan ke dalam pelarut godog. Kemudian peralatan ekstraksi dirangkai dengan
menggunakan pendingin air. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut organik sampai
semua analit terekstrak.

IV. ALAT DAN BAHAN


 PERALATAN
Susunan alat yang digunakan pada percobaan seperti pada gambar di bawah ini :

0
Alat :
1
 Corong pemisah
0

2
0
 Buret

3
0 Erlenmeyer
4


0

5
Beaker glass
0

 Kaca Arloji
 Corong Biasa
 Gelas Ukur 100 ml
BAHAN-BAHAN

a. Air Aquadest (aq)


b. Benzene
c. NaOH
d. Asam Oksalat
e. Asam Benzoat
f. Indikator PP

V. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Dibuat larutan asam oksalat 0,05 N dalam 100 ml


2. Dibuat larutan NaOH 0,05 N dalam 200 ml, kemudian dilakukan standarisasi.
3. Dibuat larutan umpan dengan melarutkan 1 gr asam benzoat 50 ml larutan benzene.
4. Ke dalam larutan umpan ditambahkan aquadest sebanyak 50 ml sebagai pelarut kedua
di dalam corong pemisah.
5. Dilakukan pengocokan sampai beberapa menit.
6. Kemudian dilakukan pemisahan lapisan benzene dengan air.
7. Lapisan air sebagai ekstrak yang sudah terpisah dititrasi dengan larutan NaOH hingga
titik akhir.
8. Penambahan aquadest sebanyak 50 ml dan titrasi terhadap air ekstrak diulangi sampai
n kali ( n stage, hingga didapatkan keadaan setimbang).

Analisis Data
Dari hasil titrasi terhadap ekstrak pada setiap stage maka akan diperoleh volume
NaOH yang diperlukan untuk titrasi hingga tercapai titik ekuivalen. Data volume NaOH ini
digunakan untuk mendapatkan konsentrasi NaOH yang kemudian dipakai untuk menentukan
konsentrasi solute dalam solven ekstrak pada setiap stage. Dengan mengetahui konsentrasi
solute dalam solven ekstrak ini maka dapat ditentukan jumlah solute yang terserap dengan
persamaan sebagai berikut :

Asam Benzoat Terserap :


 VEi . Ci . BM Asam Benzoat

Selanjutnya fraksi berat umpan ekstrak dan rafinat ditentukan dengan mengambil asumsi bahwa solven
benar-benar tidak melarutkan. Persamaan yang dipakai :

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑠. 𝑏𝑒𝑛𝑠𝑜𝑎𝑡 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎


XF =
(𝑣𝑜𝑙.𝑏𝑒𝑛𝑧𝑒𝑛𝑒 𝑥 𝜌 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑒𝑛𝑒)+𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑠.𝑏𝑒𝑛𝑧𝑒𝑛𝑒 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎

𝑀𝑅
dan, XR =
𝑀𝑅 +(𝑣𝑜𝑙.𝑏𝑒𝑛𝑧𝑒𝑛𝑒 𝑥 𝜌 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑒𝑛𝑒)

dengan

MR = (berat as. benzoat mula-mula – berat as. benzoat terserap)

Komposisi rafinat teoritis dihitung dengan asumsi :

 Keluar dari stage komposisi dalam keadaan setimbang Ei , Li.


 Solven tidak saling melarutkan.
Persamaan yang dipakai adalah :

Neraca massa total :

Ln-1 + Sn = En + Ln =  n ….............(1)

Untuk stage pertama : F + S1 = E1 + L1 =  1

Neraca massa komponen :

Ln-1 . Xn-1 + Sn . YS = En . Yn + Ln . Xn =  n . Zn …….(2)

Untuk stage pertama :

F. Xf + S 1 . Y1 = E1 .Y1 + L1 . X1 =  1 . Z1

Pada percobaan ini solven ekstrak berupa air murni (aquadest) sehingga komposisi YS = 0

Effisiensi stage overall dan persen recovery dihitung dengan menggunakan persamaan (5)
danPersamaan (6).
VI. DATA PENGAMATAN

Pembuatan Larutan :

 NaOH
w = 0,05 N  40  200
1000
= 0,4 gram

 Asam Oksalat
w = 0,05 N  63/2  100
1000
= 0,1575 gram

Asam Benzoat = 1 gram

Benzene = 50 ml

 benzene = 0,88 gr/ml

Air Aquadest = 50 ml (untuk tiap stage)

 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat :


VNaOH . NNaOH = VOksalat . NOksalat

NNaOH = 5 ml . 0,05 N
2,5 ml
= 0,1 N

 Berat Benzene = vol. benzene   benzene


= 50 ml  0,88 gr/ml

= 43 gram
Tabel Tahapan Ekstraksi

No. Stage VNaOH(ml) NNaOH V Ekstrak N Ekstraksi


1 I 13,2 0,1 50 0,0264
2 II 1,45 0,1 5 0,029
0,0554

VII. PERHITUNGAN

Jumlah stage percobaan didapat 2 stage


 Asam Benzoat terserap :
 VEi . Ci . BM

= 0,0554 x 5/50 x 122

= 0,67588 gram

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑠. 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑜𝑎𝑡 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎


 XF =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑒𝑛𝑒+𝑏𝑒𝑎𝑡 𝑎𝑠. 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑜𝑎𝑡
1 𝑔𝑟𝑎𝑚
= = 0,0238 gram
41 𝑔𝑟𝑎𝑚+1 𝑔𝑟𝑎𝑚

 MR = berat as. benzoat mula-mula – as. benzoat terserap

= 1 gr – 0,67588 gr = 0,32412 gram

𝑀𝑅
XR = 𝑀
𝑅 + 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑛𝑧𝑒𝑛𝑒

0,32412
= 0,32412+41 = 0,00784

 Stage Teoritis
𝑋𝑓
=
𝑋𝑅
0,67588
= = 3,036
0,00784

𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
 stage = X 100%
𝑠𝑡𝑎𝑔𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛

3,036
= x 100% = 151,8%
2

𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑡𝑒𝑟𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
% recovery = x 100%
𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒 𝑚𝑢𝑙𝑎−𝑚𝑢𝑙𝑎

𝟎,𝟔𝟕𝟓𝟖𝟖
= x 100% = 67,58%
𝟏

VII. PEMBAHASAN

 Dari data percobaan yang didapat konsentrasi larutan ekstrak dari stage I sampai
dengan II makin lama semakin turun. Hal ini menandakan bahwa metode ekstraksi
dengan cross current banyak menggunakan solven, sehingga kurang ekonomis bila
metode tersebut digunakan untuk skala industri.
 Effisiensi stage dalam percobaan ini didapat 151,8 %, hal ini dipengaruhi oleh
konsentrasi dari larutan ekstrak sehingga penentuan banyaknya stage
aktual/percobaan ditandai dengan harga konsentrasi stage terakhir dan stage
sebelumnya yang sama atau hampir mendekati.
 Kelarutan Asam Benzoat terhadap air lebih besar daripada kelarutan Benzene
terhadap air, dan kerapatan air lebih daripada benzene sehingga pada corong
pemisah terjadi dua lapisan dimana lapisan atas terdiri dari asam benzoat dan
benzene sedang pada lapisan bawah terdiri dari asam benzoat dan air.
 Persen recovery yang didapat 67,58 %.
VIII. KESIMPULAN

 Effisiensi stage dalam percobaan ini didapat 151,8 %


 Persen recovery yang didapat 67,58 %.

IX. DAFTAR PUSTAKA

 Penuntun praktikum Operasi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas


Muhammadiyah Jakarta.
 Nugroho Hadi, Dr. Ir, “Operasi Teknik Kimia (Ekstraksi)”, Jilid 2, Universitas
Muhammadiyah Jakarta.

XI. TUGAS

1. Perbedaan pelarut polar dan non-polar dan contohnya?

Senyawa Polar Senyawa non-polar

Dapat larut dalam air Tidak dapat larut dalam air

Memiliki pasangan dengan elektron Tidak memiliki pasangan elektron bebas


bebas (Bentuk tidak simetris) (Bentuk simetris)

Berakhir ganjil kecuali BX3 dan PX5 Berakhir genap

Contoh senyawa polar :

NH3, PCI3, H2O, HCI, HBr, SO3, N2O5, dan CI2O5.

Contoh senyawa non-polar :

F2, CI2, Br2, I2, O2, H2, N2, CH4, SF6, PCI5, dan BCI3.
2. Aplikasi ekstraksi di industri? (minimal 8)

- Kosmetik

- Parfum

- Bahan farmasi : antibiotik, vitamin,

- Bahan kimia : pencucian asam basa

- Leaching pada industri emas

- Ekstraksi pada minyak bumi

- Minuman buah-buahan

- Pengolahan air
AYAKAN
( SHIEVING )

I. MAKSUD DAN TUJUAN


 Misahkan bahan atas dasar ukuran partikel, untuk memperoleh bahan dengan ukuran
partikel lebih uniform.
 Menentukan lemuas permukaan spesifik bahan.

II. TEORI PERCOBAAN


Pengecilan bahan menjadi ukuran tertentu biasanya disesuaikan dengan tujuannya.
Bahan padat dapat dipecah dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut :

 Copression
 Impact
 Attrition
 Cutting
Setelah bahan itu dipecah tentunya bahan tersebut mempunyai ukuran partikel lebih kecil.

Keseragaman ukuran dapat diperoleh melalui operasi ayakan, kemudian bahan tersebut dianalisis

dengan perlakuan memisahkannya secara mekanis. Salah satu alat untuk menganalisis ukuran partikel

yang telah menjadi ukuran kecil-kecil adalah standar Ayakan Tyler.

Karakteristik Partikel Zat Padat.

Partikel zat padat secara individu dikarakteristikan dengan ukuran, bentuk dan
densitasnya. Partikel zat padat homogen mempunyai densitas yang sama dengan bahan
bongkahan. Partikel-partikel yang didapatkan dengan memecahkan zat padat campuran,
misalnya bijih yang mengandung logam, mempunyai berbagai densitas, biasanya mempunyai
densitas yang berbeda dari bahan lindaknya. Untuk partikel yang bentuknya beraturan,
misalnya yang berbentuk bola dan kubus, ukuran dan bentuknya dapat dinyatakan dengan
mudah. Tetapi partikel yang bentuknya tidak beraturan (seperti butir-butir pasir dan serpih
mika), istilah “ukuran” (size) dan “bentuk” (shape) tidak begitu jelas dan harus didefinisikan
secara acak.
Bentuk Partikel
Bentuk setiap partikel dikarakteristikkan dengan sferisitas atau kebolaan (Sphericity)
S , yang tidak bergantung pada ukuran partikel. Untuk partikel berbentuk bola dengan
diameter Dp, ¼ = 1; untuk partikel yang tidak berbentuk bola, sferisitas didefinisikan oleh
hubungan :

6Vp
S = (1)
D p  Sp

dimana : Dp = diameter ekivalen atau diameter nominal partikel

sp = luas permukaan ssatu partikel

vp = volume satu partikel

Diameter ekivalen kadang-kadang didefinisikan sebagai diameter bola yang


volumenya sama dengan volume partikel itu. Tetapi, bahan-bahan berbentuk bijian
(granular) halus, volume maupun luas permukaannya tidak mudah ditentukan secara eksak,
sehingga Dp biasanya diambil dari ukuran nominal atas dasar analisis ayak (screen analysis)
atau melalui pemeriksaan mikroskop. Luas permukaan didapatkan dari pengukuran adsorpsi
atau dari penurunan tekanan di dalam hamparan partikel, dan kemudian pers. (1) diterapkan
untuk menghitung S. Untuk kebanyakan bahan pecahan, nilai S berkisar antara 0,6 dan 0,8,
seperti terlihat pada tabel 1; tapi untuk partikel yang telah membulat karena abrasi S bisa
sampai setinggi 0,95.

Untuk kubus dan silinder yang panjangnya L sama dengan diameternya, diameter
ekivalen itu lebih besar dasri L, dan S yang didapatkan dari diameter ekivalen ialah 0,61
untuk kubus dan 0,87 untuk silinder. Untuk bentuk-bentuk itu sebaiknya digunakan diameter
nominal L, karena rasio permukaan terhadap volume ialah 6/Dp, sama dengan bola, dan hal
ini membuat S sama dengan 1,0. Untuk isian kolom (column packing) seperti cincin dan
pelana, juga digunakan ukuran nominal untuk menentukan S.
Ukuran Partikel
Pada umumnya, “diameter” dapat ditentukan untuk setiap partikel yang
ekidimensional. Partikel yang tidak ekidimensional, yaitu yang panjang pada satu arah
ketimbang pada arah yang lain, partikel itu dikarakterisasi dengan dimensi utama yang kedua
terpanjang. Untuk partikel berbentuk jarum, umpamanya Dp akan menunjukkan tebal
partikel, dan bukan pada panjangnya.

Ukuran partikel manurut konvensi, dinyatakan dalam berbagai satuan, bergantung


pada jangkauan ukuran yang terlibat. Parikel-partikel kasar diukur dalam inci atau milimeter;
partikel halus dengan ukuran ayak, partikel yang sangat halus dengan ukuran mikrometer.
Partikel-partikel yang ultra halus kadang-kadang diberikan dengan luas permukaan per satuan
massa, biasanya dalam meter persegi per gram.
Ukuran Partikel Campuran Dan Analisis Ukuran.

Dalam contoh yang ukurannya seragam, dengan diameter Dp, volume total partikel
ialah m/p, diameter m dan p masing-masing ialah massa contoh dan densitas partikel. Oleh
karena volume satu partikel adalah vp, banyaknya partikel di dalam contoh N ialah :

m
N= (2)
p  vp

Tabel 1. Sifat bola untuk bermacam-macam bahan.

Sifat bentuk Sifat bentuk


Bahan Bahan
bola bola

Bola, kubus, silinder Pasir Rounded 0,95

pendek (L = Dp) 1,0 Pasir Ottawa 0,83

Cincin Raschig (L = Dp) Debu Coal 0,73

L = Do, Di = 0,5 Do 0,58 Pasir Hitam 0,65

L = Do, Di = 0,75 Do 0,33 Gelas Crushed 0,65

Pelana Berl 0,3 Sempih Mica 0,28

Luas permukaan partikel-partikel itu ialah, dari pers. (1) dan (2)
6m
A = N sp = (3)
S   p  D p

Agar dapat menerapkan pers. (2) dan (3) terhadap partikel yang mempunyai berbagai
ukuran dan berbagai densitas, campuran itu dipilahkan menjadi fraksi-fraksinya, masing-
masing dengan densitas konstan dan ukuran yang mendekati konstan. Setiap fraksi ini
ditimbang, atau partikel-partikelnya dicacah atau diukur dengan salah satu cara yang dapat
digunakan. Pers. (2) dan (3) lalu dapat diterapkan terhadap setiap fraksi itu dan hasilnya
kemudian dijumlahkan.

Informasi dari analisis ukuran partikel didaftarkan untuk menunjukkan massa atau
jumlah fraksi yang terdapat didalam setiap tokokan atau pertambahan kecil (increment)
ukuran berbagai fungsi ukuran partikel rata-rata (atau jangkauan ukuran) di dalam tokokan
itu. Analisis yang ditabulasikan dengan cara demikian dinamakan analisis differensial
(differensial analysis). Hasilnya biasanya disajikan dalam bentuk histogram, seperti terlihat
pada gambar 1a, dengan menggunakan kurva kontinu sebagai pendekatan terhadap distribusi,
seperti ditunjukkan oleh garis putus-putus pada gambar itu. Cara kedua untuk menyajikan
informasi itu ialah dengan menggunakan analisis kumulatif (Cumulatif Analysis) yang
didapatkan dengan menjumlahkan tokokan-tokokan itu secara berurutan, mulai dari yang
mengandung partikel terkecil; lalu mendaftarkan atau memetakan jumlah kumulatif tersebut
terhadap diameter maksimum dari partikel yang terdapat di dalam tokokan itu. Gambar 1b,
merupakan pemetaan terhadap analisis kumulatif distribusi yang terlihat pada gambar 1a.
Dalam analisis kumulatif, data itu dapat dinyatakan dengan baik dalam bentuk kurva kontinu.

Perhitungan mengenai ukuran partikel rata-rata, luas permukaan partikel, atau

populasi partikel itu di dalam campuran itu dapat dibuat berdasarkan analisis differensial

ataupun analisis kumulatif. Pada prinsipnya, metode yang didasarkan atas analisis kumulatif

lebih tepat daripada yang didasarkan atas analisis differensial; sebab, bila kita menggunakn

analisis kumulatif, kita tidak perlu lagi mengandaikan bahwa semua partikel yang terdapat di

dalam satu fraksi tertentu mempunyai ukuran yang sama. Namun, dilain pihak ketelitian

pengukuran besar partikel biasanya tidak memadai untuk kita menggunakan analisis

kumulatif, sehingga perhitungan itu hampir selalu didasarkan atas analisis differensial saja.
Permukaan Spesifik Campuran
Jika densitas partikel p dan sferisitas s diketahui, luas permukaan partikel didalam
setiap fraksi dapat dihitung dari pers. (3).

Bila hasilnya untuk semua fraksi dijumlahkan kita akan mendapatkan A, yaitu
permukaan spesifik (spesific surface), artinya luas permukaan total per satuan massa partikel.
Jika p dan s adalah konstan, Aw diberikan oleh :

6X1 6X 2 6X n
Aw =   ...  (4)
S   p  D p1 S   p  D p2 S   p  D pn

n
xi
D
6
=
S  p i 1 pi

dimana subkrip = masing-masing tokokan

Xi = fraksi massa dalam setiap tokokan tertentu

n = jumlah tokokan

Dpi = diameter partikel rata-rata, diambil sebagai rata-rata

aritmetik dari diameter terkecil dan terbesar di dalam

tokokan itu.
Fraksi Massa Kumulatif lebih

0.25 100
kecil dari ukuran yang
FRAKSI MASAA

0.2 80
ditetapkan

0.15 60

0.1 40
20
0.05
0
0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

UKURAN PARTIKEL UKURAN PARTIKEL


Gambar 1. Distribusi ukuran partikel untuk powder :

o analisis differensial
o analisis kumulatif
Ukuran Partikel Rata-rata

Ukuran partikel rata-rata untuk campuran partikel didefinisikan menurut berbagai

cara. Barangkali yang paling lazim dipakai ialah diameter pukul-rata volume-permukaan

(volume-surface mean diameter) Dpi, yang dihubungkan dengan luas permukaan spesifik Aw.

Didefinisikan oleh :

6
Ds = (5)
 S  A w   p

Substitusikan pers. (4) ke dalam pers. (5) memberikan :

1
Ds = (6)
 xi 
 D 
 pi 

Jika jumlah partikel di dalam setiap fraksi Ni diketahui, dan bukan fraksi massanya.
Kadang-kadang, digunakan rata-rata lain. Diameter pukul-rata-rata aritmetik (arithmetic
mean diameter) DN ialah :

 N   N 
n n

i  D pi i  D pi
DN = i 1
n
 i 1
(7)
NT
N
i 1
i

dimana NT ialah jumlah partikel di dalam keseluruhan contoh.

Diameter pukul-rata massa (massa mean diameter) Dw didapatkan dari persamaan :

Dw =  xi Dpi (8)

Jika volume total contoh itu dibagi dengan jumlah partikel di dalam campuran (lihat
di bawah) kita dapatkan volume rata-rata setiap partikel. Diameter partikel itu ialah diameter
pukul-rata volume (volume mean diameter) Dv, yang didapatkan dari hubungan :
1
 3
 1 
Dv =  n  (9)
  xi 
   D pi 3  
 i 1 
Untuk contoh yang terdiri dari partikel seragam, diameter rata-rata, tentu saja sama.
Tetapi untuk campuran yang terdiri dari partikel berbagai ukuran, masing-masing diameter
rata-rata yang ada itu mungkin sangat berlainan satu sama lain.

Jumlah Partikel Di Dalam Campuran

Untuk menghitung, dari analisa differensial, jumlah partikel yang terdapat didalam
campuran, dapat kita gunakan pers. (2), yaitu persamaan untuk menghitung jumlah partikel
yang terdapat di dalam setiap fraksi. Kemudian Nw, yaitu populasi total didalam suatu massa
contoh, didapatkan dengan menjumlahkan senua fraksi. Untuk suatu bentuk partikel tertentu,
volume setiap partikel itu sebanding dengan “diameter”nya pangkat tiga, atau

vp = a Dp3 (10)

dimana a adalah faktor bentuk volume (volume shape factor). Dari pers.(2) dengan
mengandaikan bahwa a tidak bergantung pada ukuran, maka
n
xi
D
1 1
Nw =   (11)
a  p i 1 pi
3
a   p  Dv3

Luas permukaan spesifik, diameter rata-rata yang bermacam-macam itu , serta jumlah
partikel dapat dihitung dengan mudah dari analisis ukuran partikel dengan menggunakan
program komputer yang sederhana. Instrumen-instrumen pengukur untuk partikel-partikel
yang sangat halus banyak yang sudah diprogramkan sehingga dapat menyatakan besaran-
besaran itu secara langsung.

Analisis Ayak; Deret Ayak Standar

Ayak (screen) standar digunakan untuk mengukur besarnya partikel (dan


distribusinya) dalam jangkau ukuran antara 3 sampai 0,0015 in (76 mm sampai 38 m).
Ayak-ayak uji itu terbuat dari kawat, sedang rapat anyaman (mesh) dan ukuran kawatnya
dibakukan dengan teliti. Bukan ayak itu berbentuk bujur sangkar. Setiap ayak itu
diidentifikasi menurut mesh (rapat ayak) per inci. Bukaan sebenarnya tentulah lebih kecil dari
angka meshnya, karena tebal kawat tentu harus diperhitungkan juga. Karakteristik dari suatu
deret yang lazim yaitu deret ayak standar Tyler (Tyler standar screen series). Perangkat ayak
ini didasarkan atas bukaan (lubang) ayak ukuran 200 mesh, yang ditetapkan sebesar 0,074
mm.

Luas bukaan pada setiap ayak tertentu adalah persis dua kalibukaan pada ayak ukuran
berikutnya yang lebih kecil. Rasio dimensi anyaman yang sebenarnya pada suatu ayak
terhadap ayak berikut yang lebih kecil, oleh karena itu ialah 2 = 1,41.

Untuk mendapatkan pemisahan ukuran yang lebih rapat, dibuat pula ayak-ayak
dengan ukuran-antara yang masing-masingnya mempunyai dimensi mesh 4 2 atau 1,189 kali
ukuran ayak standar yang lebih kecil berikutnya. Namun biasanya ayak antara ini tidak
banyak dipakai.

Dalam melakukan analisis, seperangkat ayak standar disusun secara deret dalam suatu
tumpukan, dimana ayak denmgan anyaman paling rapat ditempatkan paling bawah, dan yang
anyamannya paling besar ditempatkan paling atas. Contoh yang dianalisis lalu dimasukkan ke
dalam ayak yang paling atas dan oengayak itu diguncang secara mekanis selama beberapa
waktu tertentu, misalnya selama 20 menit. Partikel yang tertahan pada setiap ayak
dikumpulkan dan ditimbang, dan massa pada setiap tokokan ayak itu dikonversikan menjadi
fraksi massa atau persen massa dari contoh keseluruhan. Setiap partikel yang dapat lulus dari
ayak yang terhalus dikumpulkan didalam suatu panci yang ditempatkan pada dasar susunan
itu.

Hasil dari analisis ayak ditabulasikan untuk menunjukkan fraksi massa pada setiap
tokokan ayak sebagai fungsi dari jangkau ukuran mesh pada setiap tokokan itu. Oleh karena
partikel yang tertahan pada suatu ayak tertentu adalah yang lulus dari ayak yang di atasnya,
maka hanya diperlukan dua angka saja untuk menentukan jangkau ukuran suatu tokokan;
angka yang pertama berdasarkan ayak yang meluluskannya, dan yang kedua ayak yang
menahannya. Jadi, notasi 14/20 berarti “lulus dari 14 mesh dan tertahan oleh 20 mesh”.

Contoh analisa ayak terlihat pada tabel 2. Dua kolom pertama memberikan ukuran
mesh dan lebar bukaan didalam ayak, kolom ketiga ialahj fraksi massa dari contoh
keseluruhan yang tertahan pada ayak yang bersangkutan. Fraksi itu ditandai dengan xi
dimana i ialah nomor ayak dihitung dari bawah; jadi i = 1 menunjukkan panci dan ayak i + 1
ialah ayak berikut di atas ayak i. Lambang Dpi berarti diameter partikel, sama dengan
besarnya bukaan anyaman pada ayak i.

Dua kolom terakhir dalam tebel 2 menunjukkan diameter partikel rata-rata Dpi pada
setiap tokokan dan fraksi kumulatif yang lebih kecil dari masing-masing nilai Dpi. Dalam
analisis ayak, fraksi kumulatif ini kadang-kadang dituliskan bertolak dari ayak paling atas
dan dinyatakan sebagai fraksi “lebih besar” dari ukuran tertentu.

Pemetaan secara differensial data yang terdapat di dalam kolom 2 dan 3. Tabel 2
memberikan gambaran yang salah mengenai distribusi ukuran partikel karena jangkau ukuran
partikel yang diliputnya berbeda dari suatu tokokan ke tokokan lain.

Bahan yang terkumpul di atas satu tokokan (ayak Tertentu) lebih sedikit bila jangkau
ukuran setiap jangkau itu masing-masing sama, dan data itu dapat dipetakan secara langsung.
Namun, disini kita akan mendapatkan gambaran yang lebih tepat dengan memetakan x i/(Dpi+1
– Dpi), dimana Dpi+1 – Dpi ialah ukuran partikel dalam tokokan i. Hal ini diilustrasikan oleh
gambar 2a yang merupakan pemetaan langsung, dan Gambar 2b yang merupakan pemetaan
yang disesuaikan untuk partikel ukuran 20/28 mesh dan lebih kecil yang didaftarkan pada
table

Mesh Bukaa Fraksi massa Diameter partikel Fraksi kumulatif


n ayak yang tertahan, xi rata-rata dalam partikel yang lebih
Dpi, tokokan, Dpi, mm kecil dari Dpi
mm

4 4,699 0,0000 - 1,0000

6 3,327 0,0251 4,013 0,9749

8 2,362 0,148,60 2,845 0,8499

10 1,651 0,3207 2,007 0,5292

14 1,168 0,2570 1,409 0,2722

20 0,833 0,1590 1,001 0,1132

28 0,589 0,0538 0,711 0,0594

35 0,417 0,0210 0,503 0,0384

48 0,295 0,0102 0,356 0,0282

65 0,208 0,0077 0,252 0,0205

100 0,147 0,0058 0,178 0,0147

148,6 0,104 0,0041 0,126 0,0106


200 0,074 0,0031 0,089 0,0075

Pan - 0,0075 0,037 0,0000

Tabel 2. Analisis Ayak

Grafik kumulatif dibuat dari hasil seperti yang didalam kolom 2 dan 5 dalam tabel 2.
Bila jangkau menyeluruh ukuran partikel itu besar, pemetaan itu sering dilakukan dengan
menggunakan skala logaritmik untuk diameter. Pemetaan kumulatif semilogaritmik daripada
analisis dari tabel 2 diberikan dalam gambar 3.

Pemetaan kumulatif itu dapat pula dibuat di atas kertas probabilitas-logaritmik dimana
skala absis dibagi sesuai dengan distribusi probabilitas menurut Gauss.

Analisa ukuran terhadap hasil dari mesin pemecah atau penggiling biasanya
menghasilkan grafik garis lurus di atas kertas itu, sedikitnya untuk sebagian besar jangkau
ukurannya. Grafik seperti itu dulu digunakan untuk ekstrapolasi ke ukuran partikel yang lebih
kecil dari jangkau ayak penguji, tetapi karena sekarang sudah ada metode untuk mengukur
partikel yang sangat kecil, hal tersebut di atas tidak diperlukan lagi.

Penentuan Ukuran Partikel Yang Sangat Halus

Ukuran partikel yang terlalu halus untuk analisis ayak dapat ditentukan dengan
berbagai metode, antara lain dengan sedimentasi differensial, pengukuran porositas pada
hamparan endapan, absorpsi cahaya di dalam suspensi, adsorpsi gas pada permukaan partikel,
dan dengan mencacah secara visual di baah mikroskop. Dalam salah satu peranti pengukur,
yaitu yang dinamakan pencacah Coulter (Coulter Counter), suspensi encer partikel dibuat
didalam zat cair pembawa yang bersifat penghantar listrik. Suspensi itu dilewatkan secara
perlahan melalui orifice yang sangat halus. Di dalam zat cair melintas orifice itu diberikan
penurunan tegangan listrik; arus yang mengalir diantara hulu dan elektrode hilir lalu diukur.
III. ALAT DAN BAHAN PERCOBAAN
 Satu set ayakan dan Timbangan.
( 1)Tombol Pengatur Frekuensi

( 2 )Tombol pengatur waktu

( 3 ) Peganggan/ pengikat

 Bahan arang aktif

Gambar Ayakan

IV. PROSEDUR PERCOBAAN :


 Ditimbang tokokan dan pan kosong dari alat ayakan.
 Alat diset sesuai gambar dengan urutan pan paling bawah dan selanjutnya tokokan
yang berurutan semakin ke atas nilai Mesh-nya makin kecil.
 Bahan padat /arang (coal) ditimbang sebanyak 10 gram.
 Arang dimasukkan ke dalam tokokan paling atas.
 Alat ayakan dinyalakan sampai waktu dan frekuensi tertentu.
 Bahan dianalisis dengan dua percobaan berat konstan dan waktu konstan.
 Pan yang berisi coal ditimbang.

V. DATA PENGAMATAN

Massa konstan = 10 gram Massa 1 = 5 gram

T1= 5 menit Massa 2 = 10 gram

T2= 7 menit Massa 3 = 12 gram

T3 = 10 menit

Waktu konstan = 10 menit


☻ Data Kalibrasi Mesh

1 inchi = 2.54 Cm

Berat Kosong
Mesh Φ Mesh (cm)
(gr)

# 60 500.72 0.0277

# 80 499.90 0.0178

# 100 498.14 0.0150

# 120 474.63 0.0124

# 140 487.90 0.0104

# 170 480.50 0.0089

Pan 263.10 -
Tabel Data Pengamatan :

Massa Konstan = 10 Gram

Φ Mesh 5 7 10
Mesh
(cm) menit menit menit

# 60 0.0277 8.44 8.15 7.94

# 80 0.0178 0.66 0.75 0.92

# 100 0.0150 0.43 0.25 0.51

# 120 0.0124 0.05 0.33 0.20

# 140 0.0104 0.03 0.23 0.08

# 170 0.0089 0.02 0.03 0.04

Pan - 0.01 0.02 0.05

Total 9.64 9.76 9.74

Waktu Konstan = 10 menit

5
10 12
Mesh Φ Mesh (cm)
gram gram gram

# 60 0.0277 4.35 8.21 9.19

# 80 0.0178 0.14 0.36 1.34

# 100 0.0150 0.08 0.19 0.13

# 120 0.0124 0.05 0.19 0.25

# 140 0.0104 0.03 0.13 0.18

# 170 0.0089 0.02 0.05 0.11

Pan - 0.01 0.02 0.09

Total 4.68 9.15 11.29


VI. PEMBAHASAN
 Pada praktikum operasi ayakan yang terjadi ini berdasarkan pada standar ayakan
tyler, ayakan disusun secara bertingkat dengan jumlah mesh terkecil sampai
terbesar ke bawah.
 Praktikum ini memerlukan ketelitian dalam penimbangan coal yang akan diayak,
hal ini dimaksudkan untuk akurasi percobaan agar lebih baik.
 Akurasi juga diharuskan pada penimbangan tokokan awal kosong dan bisa
dipastikan tokokan dalam kondisi bersih.
 Keakurasian timbangan mempengaruhi massa hasil ayakan
 Waktu dan frekuensi yang ditentukan sangat berpengaruh akan hasil dari
pengayakan tersebut.

VII. KESIMPULAN.
 Perhitungan luas permukaan spesifik dengan metode Analisis Differensial lebih
besar hasilnya bila dibandingkan dengan metode Analisis Kumulatif.
 Pada percobaan operasi ayakan ini diperlukan kelihaian dan kejelian dalam
penimbangan yang didapat.
 Faktor penyebab berkurangnya jumlah bahan yang diayak haruslah dihindarkan
sedini mungkin, seperti angin, kesalahan penimbangan (bisa diakibatkan oleh
alat yang tidak layak), atau faktor akurasi lainnya.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Anonimus. 2003. Petunjuk Praktikum Operasi Teknik Kimia, Lab. Operasi Teknik Kimia
FT-UMJ. Fakultas Teknik, Jurusan. Kimia Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Cabe W.L, Mc. and Smith, J.C. 1956. Unit Operation of Chemical Engineering, Mc.Graw
Hill Ltd. New York.

Anda mungkin juga menyukai