Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ANASTESIOLOGI REFERAT

DAN TERAPI INTENSIF OKTOBER 2017


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO

PRINSIP DASAR MANAJEMEN AIRWAY

Oleh :

Andi Fitri Tenriawaru

K1A2 12 076

Pembimbing :

dr. Hj. Andi Hasnah Suaib, Sp.An

BAGIAN ANASTESIOLOGI DANTERAPI INTENSIF


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
PRINSIP DASAR MANAJEMEN AIRWAY
Andi Fitri Tenriawaru, Andi Hasnah Suaib

A. PENDAHULUAN

Manajemen jalan napas adalah keterampilan vital yang

berhubungan dengan semua praktik spesialisasi medis, terutama

anaesthesiology, perawatan kritis, pengobatan darurat dan pembedahan.1

Manajemen jalan napas yang tidak tepat dapat mengakibatkan hasil yang

buruk. Jalan napas yang sulit dianggap sebagai situasi klinis di mana para

Ahli anestesiologi yang berpengalaman mengalami kesulitan dengan

ventilasi facemask atas jalan napas bagian atas, kesulitan intubasi trakea,

atau keduanya.2 Jalan napas yang sulit menggambarkan interaksi kompleks

antara faktor pasien, pengaturan klinis, dan keterampilan praktisi.Analisis

pada Interaksi ini membutuhkan pengumpulan dan komunikasi yang tepat

dari data. 3

Bila sumber daya yang terbatas, pastikan tehnik dasar pembebasan

jalan nafas dengan triple airway maneuver dilakukan dengan baik. Saat

mengelola pasien yang tidak sehat dengan jalan nafas yang terkompromi ,

tehnik maneuver dasar untuk membuka jalan nafas , meliputi 4 :

1. Head tilt dan Chin lift ( jika tidak ada kecurigaan trauma servikal )

2. Jaw thrust yaitu posisikan kepala dengan baik dengan cara

menggabungkan fleksi tulang servikal , kepala ekstensi pada sendi

2
atlanto-oksipital dan posisi telinga anterior sternum ( sniffing the

morning air)

Untuk tetap menjaga jalan nafas dapat digunakan beberapa alat ,

seperti 3 :

a. Oropharyngeal airway ( guedel airway )

b. Nasopharyngeal airway

c. Laryngeal mask airway

d. Endotracheal tube bila di indikasikan.

Jalan napas yang sulit dianggap sebagai situasi klinis di mana para

Ahli anestesiologi yang berpengalaman mengalami kesulitan dengan

ventilasi facemask, jalan napas bagian atas, kesulitan intubasi trakea, atau

keduanya. Jalan napas yang sulit menggambarkan interaksi kompleks

antara faktor pasien, pengaturan klinis, dan keterampilan praktisi.Analisis

pada Interaksi ini membutuhkan pengumpulan dan komunikasi yang tepat

dari data. 4

B. ANATOMI

Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu

hidung yang menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju

orofaring (pars oralis). Kedua bagian ini di pisahkan oleh palatum pada

bagian anteriornya, tapi kemudian bergabung di bagian posterior dalam

3
faring (gambar 5-1). Faring berbentuk U dengan struktur fibromuskuler

yang memanjang dari dasar tengkorak menuju kartilago krikoid pada jalan

masuk ke esofagus. Bagian depannya terbuka ke dalam rongga hidung,

mulut, laring, nasofaring, orofaring dan laringofaring (pars laryngeal).

Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh garis imaginasi mengarah ke

posterior.5

Gambar 1. Anatomi Jalan Nafas.5

Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan orofaring

dari laringofaring (atau hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya aspirasi

dengan menutup glotis- gerbang laring- pada saat menelan. Laring adalah

suatu rangka kartilago yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring disusun

oleh 9 kartilago : tiroid, krikoid, epiglotis, dan (sepasang) aritenoid,

kornikulata dan kuneiforme. 5

4
Gambar 2. Nervus Sensoris Jalan Napas.5

Saraf sensoris dari saluran nafas atas berasal dari saraf kranial

(gambar 5-3). Membran mukosa dari hidung bagian anterior dipersarafi

oleh divisi ophthalmic (V1) saraf trigeminal (saraf ethmoidalis anterior)

dan di bagian posterior oleh divisi maxila (V2) (saraf sphenopalatina).

Saraf palatinus mendapat serabut saraf sensori dari saraf trigeminus (V)

untuk mempersarafi permukaan superior dan inferior dari palatum molle

dan palatum durum. Saraf lingual (cabang dari saraf divisi mandibula [V3]

saraf trigeminal) dan saraf glosofaringeal (saraf kranial yang ke 9) untuk

sensasi umum pada dua pertiga bagian anterior dan sepertiga bagian

posterior lidah. Cabang dari saraf fasialis (VII) dan saraf glosofaringeal

untuk sensasi rasa di daerah tersebut. Saraf glosofaringeal juga

mempersarafi atap dari faring, tonsil dan bagian dalam palatum molle.

Saraf vagus (saraf kranial ke 10) untuk sensasi jalan nafas dibawah

epiglotis. Saraf laringeal superior yang merupakan cabang dari saraf vagus

5
dibagi menjadi saraf laringeus eksternal yang bersifat motoris dan saraf

laringeus internal yang bersifat sensoris untuk laring antara epiglotis dan

pita suara. Cabang vagus yang lainnya yaitu saraf laringeal rekuren,

mempersarafi laring dibawah pita suara dan trachea. Otot laring dipersarafi

oleh saraf laringeal rekuren (cabang dari saraf laringeal superior) dengan

pengecualian otot krikotiroid, yang dipersarafi oleh saraf laringeal externa

(motoris). Otot krikotiroid posterior mengabduksi pita suara, seraya otot

krikoaritenoid lateral adalah adduktor utama. 5

B. PERENCANAAN MANAJEMEN AIRWAY

a. Evaluasi jalan napas

Evaluasi usaha jalan nafas penting untuk menentukan apakah akan

ada kesulitan jalan nafas . Semua pasien yang dikelola oleh ahli anestesi

harus melakukan evaluasi jalan napas karena pasien yang akan menjalani

operasi di bawah sedasi, anestesi lokal atau regional yang mungkin

memerlukan konversi ke anestesi umum atau resusitasi.6

Riwayat jalan nafas harus dilakukan, kapanpun dapat dilakukan,

sebelum memulai perawatan anestesi dan manajemen jalan nafas pada

semua pasien.7

6
 Tujuan mengetahui riwayat jalan nafas adalah untuk mendeteksi

medis, bedah, dan faktor anestesi yang mungkin menunjukkan

adanya jalan napas yang sulit.

 Pemeriksaan catatan anestesi sebelumnya, jika tersedia pada waktu

yang tepat, dapat menghasilkan informasi yang berguna tentang

manajemen jalan nafas.

Pemeriksaan fisik jalan nafas harus dilakukan, kapanpun dapat

dilakukan, sebelum inisiasi anestesi perawatan dan manajemen saluran

napas pada semua pasien. Maksud pemeriksaan fisik adalah mendeteksi

karakteristik fisik yang mungkin menunjukkan adanya dari jalan napas

yang sulit. Evaluasi tambahan dapat diindikasikan beberapa pasien untuk

mengkarakterisasi kemungkinan atau sifat dari kesulitan jalan napas yang

diantisipasi. Temuan riwayat jalan napas dan pemeriksaan fisik semoga

bermanfaat dalam membimbing pemilihan yang spesifik tes diagnostik dan

konsultasi.7

Tabel 1. Prinsip Dasar Manajemen Jalan Nafas.6


1. Persiapan adalah yang penting: ini termasuk memastikan bahwa staf dan
pemasangan peralatan yang benar.

2. Asisten terlatih yang tepat dapat meningkatkan keamanan.

3. Pre-oksigenation memberi waktu tambahan yang baik untuk


pembentukan jalan napas yang lancar.

4. Kesulitan lebih mungkin dapat terjadi bila prosedurnya adalah bagian


dari pengelolaan emergegency.

5. Miliki self-inflating bag dan suction setiap saat.

7
6. Peralatan monitor yang baik mengurangi frekuensi komplikasi serius.

7. Tingkat kesadaran menurun akan membuat jalan nafas tidak paten.

8. aspirasi benda asing dapat terjadi saat tingkat sadar menurun.

9. Jika terdapat kesulitan dengan jalan napas, pertimbangkan untuk


memberikan anestesi regional atau lokal.

10. Jika jalan nafas cenderung tidak terkendali dengan alat facemask,
perangkat supraglotis atau pengenalan laringoskopi tabung trakea setelah
induksi, maka jalan nafas trakea harus dibentuk sebelum menginduksi.

Evaluasi Manajemen jalan napas diidentifikasi sebelum operasi,

sehingga memungkinkan penerapan strategi, serangkaian rencana, yang

bertujuan mengurangi risiko komplikasi. Penilaian jalan nafas pra operasi

harus dilakukan secara rutin untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

dapat menyebabkan kesulitan ventilasi masker muka, SAD, intubasi

trakea, atau akses front-of-neck. Prediksi kesulitan dalam pengelolaan

jalan napas tidak sepenuhnya dapat diandalkan; ahli anestesi harus

memiliki strategi yang ada sebelum induksi anestesi, dan ini harus

didiskusikan di tim singkat dan fase masuk (pra-induksi) dari Surgical

Safety Checklist WHO. Penilaian risiko aspirasi merupakan komponen

kunci dalam perencanaan pengelolaan jalan nafas. Beberapa langkah harus

diambil sebelum operasi untuk mengurangi volume dan pH isi lambung

dengan cara berpuasa dan farmakologis. Drainase mekanis dengan tabung

nasogastrik harus dipertimbangkan untuk mengurangi volume lambung

8
residual pada pasien dengan pengosongan lambung atau penyumbatan

usus yang sangat tertunda.8

b. Persiapan untuk kesulitan jalan nafas

Sebuah rencana membutuhkan setidaknya pemikiran, waktu,

personil, obat-obatan dan peralatan. Peralatan untuk manajemen jalan

napas rutin harus berada di troli masuk setiap daerah anestesi dan ahli

anestesi memiliki tugas memeriksa semua peralatan sudah siap terlebih

dahulu sebelum mulai memeriksa setiap pasien. Saran untuk isi standar

troli peralatan untuk manajemen kesulitan jalan nafas sesuai dengan

Difficult Airway Society (DAS) di www.das.uk.com. 6

Setidaknya satu unit penyimpanan portabel yang berisi peralatan

khusus untuk penanganan jalan nafas yang sulit harus dilakukan siap

tersedia. Jika jalan napas yang sulit diketahui atau dicurigai, berikut ini

langkah yang direkomendasikan7:

 Menginformasikan pasien (atau orang yang bertanggung jawab)

terhadap risiko dan prosedur khusus yang berkaitan dengan

manajemen dari jalan napas yang sulit.

 Pastikan setidaknya ada satu tambahan individu yang segera siap

melayani sebagai seorang asisten dalam pengelolaan jalan napas

yang sulit.

9
 Berikan preoxygenation facemask sebelum memulai pengelolaan

saluran napas yang sulit.

 Pemberian oksigen melalui kanul nasal, facemask atau laringeal

mask airway, endotracheal tube; dan pemberian oksigen melalui

face mask atau nasal cannulae setelah ekstubasi trakea.

c. Strategi Jalan Napas

Strategi ini memberikan serangkaian rencana berurutan yang akan

digunakan saat intubasi trahkea gagal dan dirancang untuk

memprioritaskan oksigenasi sambil membatasi jumlah intervensi jalan

napas, untuk meminimalkan trauma dan komplikasi. Prinsip bahwa ahli

anestesi harus memiliki rencana cadangan di tempat sebelum melakukan

teknik primer masih berlaku.Pedoman terpisah ada untuk intubasi yang

sulit dalam anestesi anak-anak, anestesi obstetrik, dan untuk

ekstubasi.Panduan ini diarahkan pada intubasi sulit yang tak terduga.

Setiap pasien harus menjalani pemeriksaan jalan napas sebelum operasi

untuk mengevaluasi semua aspek pengelolaan jalan nafas, termasuk akses

di bagian depan leher.6

Tujuan dari panduan ini adalah untuk memberikan tanggapan

terstruktur terhadap masalah klinis yang berpotensi mengancam

kehidupan. Mereka memperhitungkan praktik saat ini dan perkembangan

terkini.Setiap kejadian buruk adalah unik, akibatnya akan dipengaruhi oleh

10
morbiditas pasien, urgensi prosedur, keahlian ahli anestesi, dan sumber

daya yang ada.8

Diakui bahwa ahli anestesi tidak bekerja secara terpisah dan bahwa

peran asisten anestesi penting dalam mempengaruhi hasil krisis jalan

nafas. Keputusan tentang tindakan alternatif terbaik jika terjadi kesulitan

harus dilakukan dan didiskusikan dengan asisten anestesi sebelum induksi

anestesi.8

Pedoman ini mengakui kesulitan dalam pengambilan keputusan

selama keadaan darurat. Mereka termasuk langkah-langkah untuk

membantu tim anestesi dalam membuat keputusan yang benar, membatasi

jumlah usaha intervensi saluran napas, mendorong pernyataan kegagalan

dengan menempatkan perangkat jalan napas supraglottik (SAD) bahkan

ketika ventilasi masker topeng adalah memungkinkan untuk dilakukan,

dan secara eksplisit merekomendasikan suatu waktu untuk berhenti dan

berpikir tentang bagaimana untuk melanjutkan.8

Upaya telah dilakukan untuk mengidentifikasi keterampilan dan

teknik penting dengan tingkat keberhasilan tertinggi. Ahli anestesi dan

asisten anestesi yang menggunakan panduan ini harus memastikan bahwa

mereka terbiasa dengan peralatan dan teknik yang dijelaskan. Ini mungkin

memerlukan perolehan keterampilan baru dan latihan yang rutin, bahkan

untuk ahli anestesi berpengalaman sekalipun.8

11
Gambar 3. Pedoman intubasi yang sulit oleh Difficult Airway Society:
ikhtisar. Difficult Airway Society, 2015, atas izin Difficult Airway Society.
Gambar ini tidak tercakup dalam persyaratan Creative Commons License
dari publikasi ini. Untuk izin penggunaannya kembali, silakan hubungi
Difficult Airway Society. CICO, can’t intubate can’t oxygenate; SAD,
supraglottic airway device.8

 Induksi urutan cepat (Rapid sequence induction)

Penempatan tabung yang terbelenggu di trakea menawarkan


perlindungan terbesar terhadap aspirasi. Suxamethonium adalah agen
pilihan blok neuromuskular tradisional karena onsetnya yang cepat
memungkinkan intubasi dini tanpa memerlukan ventilasi masker.
Beberapa penelitian membandingkan suxamethonium dengan rocuronium
untuk induksi sekuens cepat, dan walaupun beberapa telah menunjukkan
kondisi intubasi yang lebih baik dengan suxamethonium, yang lain telah
menemukan bahwa setelah rocuronium 1,2 mg kg-1 kecepatan onset dan
kondisi intubasi adalah sebanding. Fasikulasi yang diinduksi

12
Suxamethonium meningkatkan konsumsi oksigen selama apnea, yang
mungkin menjadi relevan jika terjadi penyumbatan jalan nafas.6,8

Kemampuan untuk mengantagonisi efek rocuronium secara cepat


dengan sugammadex bisa menjadi sebuah keuntungan, meskipun harus
diingat bahwa ini tidak menjamin patensi jalan nafas atau kembalinya
ventilasi spontan. Jika antagonisme cepat rocuronium dengan
sugammadex adalah bagian dari rencana intubasi yang gagal, dosis yang
tepat (16 mg kg-1) harus segera tersedia.8

Tekanan krikoid diterapkan untuk melindungi jalan nafas dari


kontaminasi selama periode antara hilangnya kesadaran dan penempatan
tabung trakea yang dibelenggu. Ini adalah komponen standar dari induksi
sekuens cepat di Inggris. Sering diabaikan bahwa tekanan krikoid telah
ditunjukkan untuk mencegah distensi lambung selama ventilasi masker
dan pada awalnya dijelaskan untuk tujuan ini. Ventilasi masker yang
lembut setelah aplikasi tekanan krikoid dan sebelum intubasi trakea
memperpanjang waktu untuk desaturasi. Ini sangat berguna bagi mereka
yang memiliki cadangan pernafasan, sepsis, atau persyaratan metabolik
yang rendah dan juga memberikan indikasi awal kemudahan ventilasi.
Sebuah kekuatan sebesar 30 N memberikan perlindungan saluran napas
yang baik, sambil meminimalkan risiko penyumbatan jalan napas, namun
hal ini tidak dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien yang sadar.8,9

Tekanan krikoid harus diaplikasikan dengan kekuatan 10 N saat


pasien terjaga, meningkat menjadi 30 N karena kesadaran hilang.
Meskipun penerapan tekanan krikoid menciptakan penghalang fisik
terhadap berlalunya isi lambung, ia juga telah terbukti mengurangi tonus
sfingter esofagus yang lebih rendah, yang mungkin membuat regurgitasi
lebih mungkin terjadi. Bukti saat ini menunjukkan bahwa jika diterapkan
dengan benar, tekanan krikoid dapat memperbaiki pandangan pada
laringoskopi direk. Namun, terdapat banyak laporan yang menunjukkan

13
bahwa hal itu sering diterapkan dengan buruk, dan ini bisa membuat
ventilasi masker, laringoskopi direk, atau penyisipan SAD lebih sulit8.

Jika usaha awal pada laringoskopi sulit dilakukan selama induksi


sekuen cepat, tekanan krikoid harus dilepaskan. Ini harus dilakukan di
bawah penglihatan dengan laringoskop di tempat dan isap (suction) yang
tersedia; Jika terjadi regurgitasi, tekanan krikoid harus segera
diaplikasikan kembali. SAD generasi kedua menawarkan perlindungan
yang lebih besar terhadap aspirasi daripada perangkat generasi pertama
dan disarankan jika intubasi gagal selama induksi sekuen cepat.8,9

1. Rencana A. Ventilasi masker dan intubasi trakea

Inti dari Rencana adalah untuk memaksimalkan kemungkinan


keberhasilan intubasi pada usaha pertama atau, jika gagal, membatasi
jumlah dan durasi upaya laringoskopi untuk mencegah trauma jalan nafas
dan perkembangan pada situasi CICO.8

Semua pasien harus diposisikan secara optimal dan ter-


praoksigenasi sebelum induksi anestesi. Blok neuromuskular memfasilitasi
ventilasi masker wajah dan intubasi trakea. Setiap usaha laringoskopi dan
intubasi trakea berpotensi menimbulkan trauma. Upaya berulang pada
intubasi trakea dapat mengurangi kemungkinan penyelamatan jalan nafas
yang efektif dengan SAD. Pedoman ini merekomendasikan maksimal tiga
upaya intubasi; upaya keempat oleh rekan yang lebih berpengalaman
diperbolehkan. Jika tidak berhasil, intubasi yang gagal harus diumumkan
dan Rencana B diterapkan.8

Tabel 2. Fitur utama dari Rencana A.8

 Pemeliharaan oksigenasi adalah prioritas

14
 Keuntungan dari head up positioning telah dipertegas

 Preoxygenation direkomendasikan untuk semua pasien

 Teknik oksigenasi apnu direkomendasikan pada pasien berisiko tinggi

 Pentingnya blok neuromuskular ditekankan

 videolaringoskopi berperan pada intubasi yang sulit

 Semua ahli anestesi harus ahli dalam penggunaan videolaringoskop

 Maksimal tiga kali dalam pemasangan laryngoskopi. (3 + 1)

 Tekanan krikoid harus dilepas jika intubasi sulit dilakukan

 Posisi

Posisi pasien yang baik memaksimalkan kemungkinan


laringoskopi dan intubasi trakea berhasil. Pada sebagian besar pasien,
posisi terbaik untuk laringoskopi dengan gaya Macintosh dicapai dengan
leher difleksikan dan kepala diekstensi pada sendi atlanto-oksipital; posisi
'klasik'. Pada pasien obesitas, posisi 'ramped' harus digunakan secara rutin
untuk memastikan kesejajaran horizontal meatus auditori eksternal dan
notch suprasternal karena hal ini memperbaiki pandangan selama
laringoskopi langsung. Posisi ini juga memperbaiki patensi jalan nafas dan
mekanika pernafasan dan memfasilitasi oksigenasi pasif selama apnea.6,8

 Teknik preoksigenasi untuk menjaga oksigenasi

Semua pasien harus dioksigenasi sebelum induksi anestesi umum.


Preoksigenasi meningkatkan cadangan oksigen, menunda onset hipoksia,
dan memungkinkan lebih banyak waktu untuk laringoskopi, intubasi

15
trakea, dan penyelamatan jalan napas jika intubasi gagal. Preoksigenasi
menggunakan posisi head up 20-25° dan tekanan jalan nafas positif
kontinyu telah ditunjukkan untuk menunda timbulnya hipoksia pada
pasien .6,8

 Pilihan agen induksi

Agen induksi harus dipilih sesuai dengan kondisi klinis pasien.


Propofol, agen induksi yang paling umum digunakan di Inggris, menekan
refleks laring dan memberikan kondisi pengelolaan jalan nafas yang lebih
baik daripada agen lainnya. 8

 Blok neuromuskular

Jika intubasi sulit dilakukan, maka blok neuromuskular


deiperlukan untuk usaha lebih lanjut. Blok neuromuskular menghilangkan
refleks laring, meningkatkan kepatuhan terhadap dada, dan memfasilitasi
ventilasi masker wajah. Blok neuromuskular lengkap harus dipastikan jika
ada kesulitan yang dihadapi dengan manajemen jalan nafas. Rocuronium
memiliki onset yang cepat dan dapat segera diantagonisi dengan
sugammadex, walaupun insidensi anafilaksis mungkin lebih tinggi
daripada agen penghambat neuromuskular non-depolarizing lainnya.8

Suxamethonium adalah agen pilihan blok neuromuskular


tradisional karena onsetnya yang cepat memungkinkan intubasi dini tanpa
memerlukan ventilasi masker. Beberapa penelitian membandingkan
suxamethonium dengan rocuronium untuk induksi sekuens cepat, dan
walaupun beberapa telah menunjukkan kondisi intubasi yang lebih baik
dengan suxamethonium, yang lain telah menemukan bahwa setelah
rocuronium 1,2 mg kg-1 kecepatan onset dan kondisi intubasi adalah
sebanding. Fasikulasi yang diinduksi Suxamethonium meningkatkan
konsumsi oksigen selama apnea, yang mungkin menjadi relevan jika
terjadi penyumbatan jalan nafas.8

16
 Ventilasi masker

Ventilasi masker dengan oksigen 100% harus dimulai sesegera


mungkin setelah induksi anestesi. Jika kesulitan ditemui, posisi jalan nafas
harus dioptimalkan dan manuver jalan nafas seperti chin lift atau jaw
thrust harus dicoba. Manuver Saluran oral dan nasofaring harus
dipertimbangkan, dan teknik empat tangan (ventilasi mekanik dua orang
atau tekanan-terkontrol) harus digunakan. Posisi 'sniffing' meningkatkan
ruang faring dan memperbaiki ventilasi masker. Anestesi yang tidak
adekuat atau blok neuromuskular yang tidak adekuat membuat ventilasi
masker lebih sulit.6,8

 Pilihan laringoskop

Pilihan laringoskop mempengaruhi kemungkinan keberhasilam


intubasi trakea. Videolaringoskopi menawarkan pandangan yang lebih
baik dibandingkan dengan laringoskopi langsung konvensional dan
sekarang merupakan pilihan pertama atau perangkat standar untuk
beberapa ahli anestesi.8

Semua ahli anestesi harus dilatih untuk menggunakan, dan


memiliki akses langsung ke, videolaringoskop. Pilihan laringoskop
pertama dan kedua akan ditentukan oleh pengalaman dan pelatihan ahli
anestesi

Gambar 4. Laryngoskopi. 5

17
 Pemilihan tabung trakea

Tabung trakea harus dipilih sesuai dengan sifat prosedur operasi,


namun karakteristiknya dapat mempengaruhi kemudahan intubasi. Tabung
yang lebih kecil lebih mudah untuk dimasukkan karena pandangan lobus
laring yang lebih baik dipertahankan selama perjalanan tabung. Tabung
yang lebih kecil juga cenderung lebih sedikit menyebabkan trauma.8

Gambar 5. Endotracheal tube. 5

 Laringoskopi

Dalam panduan ini, upaya laringoskopi didefinisikan sebagai


penyisipan laringoskop ke dalam rongga mulut. Setiap usaha harus
dilakukan dengan kondisi optimal karena usaha berulang pada
instrumentasi laringoskopi dan saluran napas dikaitkan dengan hasil yang
buruk dan risiko pengembangan situasi CICO. Jika kesulitan ditemui,
pertolongan harus dipanggil lebih awal, berapapun tingkat pengalaman
ahli anestesinya.8

Jika intubasi sulit, tidak ada gunanya mengulangi prosedur yang


sama kecuali jika ada sesuatu yang bisa diubah untuk meningkatkan
peluang kesuksesan. Ini mungkin termasuk posisi pasien, perangkat
intubasi. Atau stylets kedalaman blok neuromuskular, dan personil.
Jumlah upaya laringoskopi harus dibatasi sampai tiga. Upaya keempat
harus dilakukan hanya oleh rekan yang lebih berpengalaman.6,8

18
 Intubasi dan konfirmasi trakea

Kesulitan dengan intubasi trakea biasanya merupakan akibat dari


pandangan laring yang buruk, namun faktor lain, seperti gesekan tabung
dapat menghambat perjalanan tabung ke trakea. Begitu intubasi trakea
telah tercapai, penempatan tabung yang benar dalam trakea harus
dikonfirmasi. Ini harus mencakup konfirmasi visual bahwa tabung berada
di antara pita suara, pengembangan dada bilateral, dan auskultasi.

2. Rencana B. Mempertahankan oksigenasi: penyisipan perangkat jalan


napas supraglottik

Dalam panduan ini penekanan dari Rencana B adalah untuk


menjaga oksigenasi dengan menggunakan SAD. Keberhasilan penempatan
SAD menciptakan kesempatan untuk berhenti memikirkan usaha intubasi
lebih lanjut. Jika oksigenasi melalui SAD tidak dapat dicapai setelah
maksimal tiga kali pemasangan, Rencana C harus dilaksanakan.6

Pemeriksaan klinis digunakan untuk mengkonfirmasi ventilasi.


Jika oksigenasi efektif telah terbentuk melalui SAD, disarankan agar tim
berhenti dan mengambil kesempatan untuk meninjau tindakan yang paling
sesuai.8

Terdapat empat pilihan yang perlu dipertimbangkan bila plan B


gagal : bangunkan pasien; mencoba intubasi melalui SAD menggunakan
cakupan fiber-optik; lanjutkan dengan operasi menggunakan jalan nafas
supraglottik; atau (jarang) lanjutkan ke trakeostomi atau krikotiroidotomi.
Faktor pasien, urgensi operasi, dan keahlian operator mempengaruhi
keputusan tersebut, namun prinsip dasarnya adalah menjaga oksigenasi
sambil meminimalkan risiko aspirasi.6,8

19
Gambar 6. Pengelolaan intubasi trakea yang tidak terduga pada orang
dewasa. Difficult Airway Society, 2015, atas izin Difficult Airway Society.
Gambar ini tidak tercakup dalam persyaratan Creative Commons License
dari publikasi ini. Untuk izin penggunaannya kembali, silakan hubungi the
Difficult Airway Society. SAD, supraglottic airway device.8

Tabel 3. Fitur utama dari Rencana B.8

SAD, supraglottic airway device

 Intubasi harus dinyatakan gagal

 Penekanannya adalah pada oksigenasi melalui SAD

 SAD generasi kedua ( fiber optic) direkomendasikan

 Maksimal tiga upaya penyisipan SAD direkomendasikan

 Selama induksi sekuens cepat, tekanan krikoid harus dilepas untuk


memudahkan pemasukan SAD

20
 Teknik buta untuk intubasi melalui SAD tidak disarankan

 Bangunkan pasien

Jika operasi tidak mendesak maka pilihan yang paling aman adalah
untuk membangunkan pasien, dan ini harus dipertimbangkan terlebih
dahulu. Ini akan membutuhkan antagonisme penuh dari blok
neuromuskular. Jika rocuronium atau vecuronium telah digunakan,
sugammadex adalah pilihan tepat untuk agen antagonis. Jika agen
penghambat neuromuskular non-depolarisasi lainnya telah digunakan
maka anestesi harus dipertahankan sampai kelumpuhan dapat
dimusnahkan dengan cukup baik. Pembedahan kemudian dapat ditunda
atau mungkin berlanjut setelah intubasi terjaga atau di bawah anestesi
regional.8

Jika membangunkan pasien tidak tepat (misalnya, di unit


perawatan kritis, di gawat darurat, atau di mana operasi penyelamatan jiwa
harus dilanjutkan dengan segera), pilihan yang tersisa harus
dipertimbangkan.8

3. Rencanakan C. Upaya akhir pada ventilasi masker-wajah

Jika ventilasi efektif belum terbentuk setelah tiga upaya penyisipan


SAD, Rencana C mengikut secara langsung. Sejumlah kemungkinan
skenario berkembang pada tahap ini. Selama Rencana A dan B, sudah
ditentukan apakah ventilasi masker wajah adalah mudah, sulit, atau tidak
mungkin, namun situasinya mungkin berubah jika usaha intubasi dan
penempatan SAD telah menimbulkan trauma pada jalan napas.6,8

Jika ventilasi masker wajah menghasilkan oksigenasi yang tidak


memadai, pasien harus terbangun dalam keadaan yang tidak biasa, dan ini
akan memerlukan antagonisme penuh dari blok neuromuskular.8

21
Jika tidak memungkinkan untuk menjaga oksigenasi dengan
menggunakan masker wajah, pastikan kelumpuhan penuh sebelum terjadi
hipoksia kritis , lanjutkan Rencana D.8

Tabel 4. Fitur utama dari Rencana C.8

CICO, can’t intubate can’t oxygenate; SAD, supraglottic airway device

 Gagal ventilasi SAD harus dinyatakan

 Mencoba mengoksidasi dengan masker wajah

 Jika ventilasi masker wajah tidak mungkin terjadi, paralisiskan

 Jika ventilasi masker wajah memungkinkan, pertahankan oksigenasi dan


bangunkan pasien

 Nyatakanlah CICO dan mulailah Rencana D

 Lanjutkan usaha untuk mengoksidasi dengan masker wajah, SAD, dan


nasal kanul

Sugammadex telah digunakan untuk mengantagonisi blok


neuromuskular selama situasi CICO namun tidak menjamin jalan nafas
atas yang paten dan dapat diatur. Residu anestesi, trauma, edema, atau
patologi jalan napas atas yang sudah ada sebelumnya dapat menyebabkan
sumbatan jalan nafas.8

4. Rencana D: Akses front-of-neck darurat

Situasi CICO muncul saat usaha untuk mengelola jalan napas


melalui intubasi trakea, ventilasi masker wajah, dan SAD telah gagal
(Tabel 4). Kerusakan otak akibat hipoksia dan kematian akan terjadi jika
situasinya tidak cepat terselesaikan. Semua ini benar-benar mereplikasi

22
situasi yang dihadapi oleh ahli anestesi yang memberikan anestesi umum
di lingkungan rumah sakit.8

Sebuah krikotiroidotomi dapat dilakukan dengan menggunakan


salah satu pisau bedah atau teknik kanul. Ahli anestesi harus mempelajari
teknik pisau bedah dan melakukan latihan rutin untuk menghindari
keterampilannya memudar.8

 Pisau bedah krikotiroidotomi

Scalpel krikotiroidotomi adalah metode tercepat dan paling andal


untuk mengamankan jalan napas dalam keadaan darurat. Tabung yang
dibelenggu di trakea melindungi jalan nafas dari aspirasi, menyediakan
jalur aman untuk pernafasan, memungkinkan ventilasi bertekanan rendah
menggunakan sistem pernapasan standar, dan memungkinkan pemantauan
end-tidal CO2.8

Sejumlah teknik bedah telah dijelaskan, namun tidak ada bukti


superioritas satu sama lain. Semua teknik memiliki langkah-langkah yang
sama: ekstensi leher, identifikasi membran krikotiroid, insisi melalui kulit
dan membran krikotiroid, dan penyisipan tabung trakea yang dibelenggu.
Dalam beberapa deskripsi, kulit dan membran krikotirin dipotong secara
berurutan; Pada orang lain, sayatan tunggal dianjurkan. Banyak yang
mengikutsertakan placeholder agar sayatan tetap terbuka sampai tabung
terpasang. Beberapa menggunakan peralatan khusus (cricoid hook, dilators
trakea dll).8,9

Tabel 5. Fitur utama dari Rencana D.8

CICO, can’t intubate can’t oxygenate

 CICO dan progresi akses front-of-neck harus dinyatakan

23
 Teknik pisau bedah dapat dilakukan oleh ahli anastesi yang terlatih

 Penempatan tabung berlubang lebar melalui membran krikotiroid


memudahkan ventilasi normal dengan sistem pernapasan standar.

 Oksigenasi tekanan tinggi melalui kanula sempit dikaitkan dengan


morbiditas serius

 Semua ahli anestesi harus dilatih untuk melakukan pembedahan jalan


nafas

 Pelatihan harus diulang secara berkala untuk memastikan retensi


keterampilan

24
Gambar 7. Teknik krikotiroidotomi. Selaput kriotiroid teraba: teknik pisau
bedah; 'scalpel, twist, bougie, tube'. (A) Identifikasi membran krikotiroid.
(B) Buat sayatan tusukan melintang melalui membran krikotiroid. (C) Putar
pisau bedah sehingga tepi tajam mengarah secar kaudal. (D) Tarik pisau ke
arah Anda untuk membuka sayatan, geser ujung bougie ke pisau bedah ke
trakea. (E) Tabung raildroad ke trakea.8

Gambar 8. Gagal intubasi, gagal oksigenasi pada pasien yang lumpuh dan
dianestesi. Teknik untuk bedah kriotiroidotomi. Difficult Airway Society,
2015, atas izin Difficult Airway Society.8

25
d. Follow- Up

Kesulitan dengan manajemen jalan nafas dan implikasinya untuk

perawatan pasca operasi harus didiskusikan di akhir prosedur. Selain serah

terima verbal, rencana pengelolaan jalan nafas harus didokumentasikan

dalam rekam medis. Banyak pedoman jalan napas dan kelompok nafas

(termasuk DAS Extubation and Obstetric DAS) menganjurkan agar

pasien ditindaklanjuti oleh ahli anestesi untuk mendokumentasikan dan

mengkomunikasikan kesulitan dengan jalan napas. Terdapat hubungan erat

antara intubasi sulit dan trauma jalan nafas; follow up pasien

memungkinkan komplikasi dapat dikenali dan diobati. Setiap

instrumentasi jalan nafas dapat menyebabkan trauma atau memiliki efek

buruk; Ini telah dilaporkan dengan videolaringoskop, perangkat

supraglomerik generasi kedua, dan intubasi serat optik.7,10

Ahli anestesi harus mendokumentasikan penggambaran dan sifat

kendala jalan napas pada rekam medis. Maksud dari dokumentasi ini

adalah membimbing dan memudahkan perawatan kasus di masa depan.

Aspek dari dokumentasi yang mungkin bisa membantu termasuk (tapi

tidak terbatas pada)7,10:

 Penjelasan tentang kesulitan jalan nafas yang ada

ditemui.Deskripsinya harus dibedakan antara kesulitan yang

dihadapi di facemask atau ventilasi udara supraglottik dan

kesulitan yang dihadapi dalam intubasi trakea.

26
 Penjelasan tentang berbagai teknik yang digunakan dalam

pengelolaan jalan nafas. Deskripsi harus menunjukkan sejauh

mana masing-masing teknik berperan menguntungkan atau

merugikan dalam pengelolaan dari jalan napas yang sulit

 Ahli anestesi harus menginformasikan pasien (keluarga/orang

bertanggung jawab) dari kesulitan jalan nafas yang ditemui.

 Maksud dari komunikasi ini adalah untuk menyediakanpasien (atau

keluarga/orang yang bertanggung jawab) dengan tujuan

untukmembimbing dan memfasilitasi penyampaian perawatan di

masa depan.

 Informasi yang disampaikan mungkin termasuk (tapi tidak terbatas

pada) adanya jalan nafas yang sulit, Alasan kesulitannya,

bagaimana intubasinya dicapai, dan implikasinya untuk perawatan

di masa depan.

 Sistem notifikasi, seperti laporan tertulis atau surat kepada pasien,

sebuah laporan tertulis di bidang medis, komunikasi dengan dokter

bedah pasien atau pengasuh utama, gelang pemberitahuan atau

perangkat identifikasi serupa, atau bendera grafik, mungkin

dipertimbangkan.

 Ahli anestesi harus mengevaluasi dan menindaklanjuti pasien

untuk potensi komplikasi pengelolaansaluran napas yang sulit

27
 Komplikasi ini termasuk (namun tidak terbatas untuk) edema,

perdarahan, trakea dan perforasi esofagus, pneumotoraks, dan

aspirasi.

 Pasien harus diberi tahu tentang potensi klinis tanda dan gejala

yang terkait dengan ancaman resiko kehidupan yang komplikasi

dari manajemen jalan napas yang sulit.

 Tanda dan gejala ini termasuk (tapi tidak terbatas pada) sakit

tenggorokan, sakit atau bengkak pada wajah dan leher, nyeri dada,

emfisema subkutan, dan kesulitan menelan.

28
KESIMPULAN

Manajemen jalan napas adalah keterampilan vital yang

berhubungan dengan semua praktik spesialisasi medis, terutama

anaesthesiology, perawatan kritis, pengobatan darurat dan pembedahan.1

Manajemen jalan napas yang tidak tepat dapat mengakibatkan hasil yang

merugikan. Jalan napas yang sulit dianggap sebagai situasi klinis di mana

para Ahli anestesiologi yang berpengalaman mengalami kesulitan dengan

ventilasi facemask atas jalan napas bagian atas, kesulitan intubasi trakea,

atau keduanya. Jalan napas yang sulit menggambarkan interaksi kompleks

antara faktor pasien, pengaturan klinis, dan keterampilan praktisi.Analisis

pada Interaksi ini membutuhkan pengumpulan dan komunikasi yang tepat

dari data.

Prinsip dasar manajemen airway terdiri atas 4 yaitu : (1) evaluasi

jalan napas. (2) persiapan untuk kesulitan jalan napas. (3) strategi jalan

napas. (4) follow up.

29
Pedoman intubasi sulit berdasarkan Difficult Airway Society 2015

terdiri dari : (1) Rencana A yaitu Ventilasi Masker dan Intubasi Trachea.

(2) Rencana B yaitu Mempertahankan oksigenasi: penyisipan perangkat

jalan napas supraglottik. (3) Rencana C yaitu Upaya akhir pada ventilasi

masker-wajah. (4) Akses front-of-neck darurat.

DAFTAR PUSTKA

1. Ruskin, J. Seith, dkk. 2015. Anasthesia Emergency secondary edition .


oxford university press : USA
2. Myatra, Nainan Sheila,dkk. 2016. All Indian Difficult Association
2016 guidelines for the management of uniantipated difficult tracheal
intubation in adults. Indian Journal Of Anasthesia. 18(20) IP
203.78.118,154j.
3. Allision, Michael, dkk. 2012. Resident Journal Review An Update on
Airway Management in Emergency Medicine. AAEM/RSA : USA
4. Mahoney, P.F, dkk. 2017. Anasthesia Handbook. International of
Committee Red Cross : Ganeva Switzerland
5. Butterwhort. F.Jhon, dkk. 2013. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anasthesiology fifth edition . Mc Graw Hill Education : USA
6. Calder, Ian, dkk. 2011. Airway Management second edition.
Cambridge Univerisity: New York
7. Apfelbaum, L. Jeffery, dkk. 2013. Practice Guideliness for
Management of the Difficult Airway. The American society of
anesthesiologist. : America . 98: 1269 -1277
8. Frerk,C, dkk. 2015. Difficult Airway Society 2015 guideliness for
management of unanticipated difficult intubation in adults. British
Journal of Anathesia. Oxford University. 115(6) 827 48 2015

30
9. Nwsor, Ogboli Elizabeth, dkk. 2013. Open Journal of Anasthesiology
use of laryngeal mask airway in the management of a difficult airway :
A case report 2013: Ahmado Bello University. Nigeria 3,97-101
10. Mythen, M Michael, dkk. 2010. Anasthesiology Churcill”s Ready
Reference. Elseiver : London

31

Anda mungkin juga menyukai