ASKEP
ASKEP
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Definisi
Eklamsia adalah kejang yang dialami oleh ibu hamil pada usia kehamilan 8-9
bulan. Eklamsia disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya keracunan pada saat
mengkonsumsi obat-obatan dan penyakit darah tinggi yang diderita oleh ibu hamil.
Selain faktor medisa tersebut, eklamsia bisa disebabkan juga oleh faktor psikis dari
sang ibu yaitu, faktor trauma atau ketakutan saat kehamilan sebelumnya.
Eklamsia pada umumnya dapat ditangani sejak awal kehamilan dengan
mengetahui tanda-tanda awal, seperti penyakit darah tinggi, bengkak pada bagian
tertentu pada tubuh sekitar kaki, tangan dan muka dan pada riwayat kehamilan
sebelumnya untuk ibu yang pernah melahirkan sebelumnya.
Jika tidak segera ditangani, eklamsia bisa menyebabkan kematian pada bayi
maupun ibu hamil pada saat melahirkan. Disarankan ibu hamil dengan eklamsia harus
melahirkan dengan bantuan tenaga medis untuk menghindari terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan.
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak
menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan
gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih ( Rustam
Muctar, 1998 ).
2.1.2 Etiologi
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi
banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:
a. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan
benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan
ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda
asing dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga terjadi
modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan
atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi
tetap berjalan.
c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta
menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan
bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin
angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general,
termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang
meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan
mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas pada membran
glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.
d. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas. Radikal
bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat
reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua
elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron
rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom
lain dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas yang
utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskhemia.
Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada
membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel.Pada eklamsia kadar lemak lebih
tinggi daripada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi tidak
terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun.
e. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh
darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh
vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal
bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang
menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh
yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh
darah.Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu
berupa “glumerulus endotheliosis”. Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang
sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.
f. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam
arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio utero
placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam
lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta yang terjadi
menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi
kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 :
1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi
kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
g. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi kekurangan
kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin,
kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot
sehingga menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang mengakibatkan
menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium
dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi
vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
2.1.3 Patofisiologi
Pada kehamilan normal, volume vascular dan cardiac output meningkat.
Meskipun meningkat, tekanan darah tidak normal pada kehamilan normal. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena wanita hamil menjadi resisten terhadap efek
vasokonstriktor, seperti angitensin II. Tahanan vascular perifer meningkat karena efek
beberapa vasodilator seperti prostacyclin (PGI2), prostaglandin E (PGE), dan
endothelium derived relaxing factor(EDRF). Rasio tromboxan dan PGI2 meningkat.
Tromboxane diproduksi oleh ginjal dan jaringan trophoblastic, menyebabkan
vasokonstriksi dan agregasi platelet. Vasospasme menurunkan diameter pembuluh
darah, yang akan merusak sel endothelial dan menurunkan EDRF. Vasokonstriksi juga
akan mengganggu darah dan meningkatkan tekanan darah. Hasilnya, sirkulasi ke
seluruh organ tubuh termasuk ginjal, hati, otak, dan placenta menurun.
Perubahan – perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:
Penurunan perfusi ginjal menyebabkan penurunan glomerular filtration rate
(GFR); sehingga urea nitrogen darah, kreatinin, dan asam urat mulai meningkat.
Penurunan aliran darah ke ginjal juga menyebabkan kerusakan ginjal. Hal ini
menyebabkan protein dapat melewati membrane glomerular yang pada normalnya
adalah impermeable terhadap molekul protein yang besar. Kehilangan protein
menyebabkan tekanan koloid osmotic menurun dan cairan dapat berpindah ke ruang
intersisial.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya edema dan penurunan volume
intravascular, yang meningkatkan viskositas darah dan meningktanya hematokrit.
Respon untuk mengurangi volume intravascular, angiotensin II dan aldosteron akan
dikeluarkan untuk memicu retensi air dan sodium. Terjadilah lingkaran proses
patologik: penambahan angiotensin II semakin mengakibatkan vasospasme dan
hipertensi; aldosteron meningkatkan retensi carian dan edema akan semakin parah.
Penurunan sirkulasi ke hati mengakibatkan kerusakan fungsi hati dan edema
hepatic dan perdarahan sibcapsular, yang dapat mengakibatkan hemorrhagic necrosis.
Di manifestasikan dengan peningkatan enzim hati dalam serum ibu.
Vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan tekanan yang akan
menghancurkan dinding tipis kapiler, dan perdarahan kecil cerebral. Gejala
vasospasme arteri adalah sakit kepala, gangguan penglihatan, seperti penglihatan
kabur, spot, dan hiperaktif reflek tendon dalam.
Penurunan tekanan koloid onkotik dapat menyebabkan bocornya kapiler
pulmonal mengakibatkan edema pulmonal. Gejala primer adalah dyspnea
Penurunan sirkulasi plasenta mengakibatkan infark yang meningktakan factor
resiko abruptio placentae dan DIC. Ketika aliran darah maternal melalui placenta
berkurang, mengakibatkan pembatasan perkembangan intrauterine janin dan janin
mengalami hipoksemia dan asidosis.
Pathway
2.1.4 Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda yang terdapat pada pasien eklamsia berhubungan dengan
organ yang dipengaruhinya, antara lain yaitu: Oliguria (kurang dari 400ml/24 jam atau
urin tetap kurang dari 30 ml/jam, Nyeri Epigastrium, Penglihatan kabur, Dyspnea,
Sakit kepala, Nausea dan Vomitting, Scotoma, dan Kejang. Kebanyakan kasus
dihubung-hubungkan dengan hipertensi dikarenakan kehamilan dan proteinuria tapi
satu – satunya tanda nyata dari eklamsia adalah terjadinya kejang eklamtik, yang
dibagi menjadi empat fase.
1) Stadium Premonitory
Fase ini biasanya tidak diketahui kecuali dengan monitoring secara konstan, mata
berputar– putar ketika otot wajah dan tangan tegang.
2) Stadium Tonik
Segera setelah fase premonitory tangan yang tegang berubah menjadi mengepal.
Terkadang ibu menggigit lidah seiring dengan ibu mengatupkan gigi, sementara tangan
dan kaki menjadi kaku. Otot respirasi menjadi spasme, yang dapat menyebabkan ibu
berhenti bernafas. Stadium ini berlangsung selama sekitar 30 menit.
3) Stadium Klonik
Pada fase ini spasme berhenti tetapi otot mulai tersentak dengan hebat. Berbusa, saliva
yang bercampur sedikit darah pada bibir dan kadang – kadang bisa menarik nafas.
Setelah sekitar dua menit kejang berhenti, menuju keadaan koma, tapi beberapa kasus
menuju gagal jantung.
4) Stadium coma
Ibu tidak sadar, suara nafas berisik. Keadaan ini bisa berlangsung hanya beberapa
menit atau bahkan dpat menetap sampai beberapa jam
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah ini
biasanya terjadi pada eklampsia :
a. Solusio plasenta.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5%
solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b. Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemukan 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c. Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis
yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakan sel-sela hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang
sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus
tersebut.
d. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat
terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat
akan terjadinya apopleksia serebri.
f. Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini
disebabkan karena payah jantung.
g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.
Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga ditemukan pada penyakit
lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati,
terutama penentuan enzim-enzimnyz.
h. Sindroma HEELP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
i. Kegagalan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat
timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia
aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler coogulation)
k. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin.
2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan
kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan
ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke
rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya
kejangan ; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg IM. Selain itu,
penderita harus disertai seseorang yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila
terjadi serangan kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan mengurangi
vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu
diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas,
menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita
tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan lagi yang
selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat,
misalnya:
Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila
diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil.
Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan
yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resustitasi. Dosisi
inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.
Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada hubungan
neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis, dan
menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8g dalam larutan
40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks
patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis harus melebihi 600ml
per hari; selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena;
dosis inisial yang diberikan adalah 4g 40% MgSO 4 dalam larutan 10ml intravena secara
perlahan-lahan, diikuti 8g IM dan selalu disediakan kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml
sebagai antidotum.
Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan prometazin
50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus intravena.
Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi
dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan
sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus
dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan, seperti
keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.
b. Data Obyektif :
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui TFU (tinggi fundus uteri), letak janin, lokasi edema
Auskultasi : mendengarkan DJJ (denyut jantung janin) untuk mengetahui adanya fetal
distress
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika refleks +
)
Pemeriksaan penunjang :
a. Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan
interval 6 jam
b. Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar hematokrit
menurun, berat jenis urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya >
7 mg/100 ml
c. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
d. Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
e. USG ; untuk mengetahui keadaan janin
f. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
2.2.4 Implementasi
Implementasi sesuai dengan rencana keperawatan
2.2.5 Evaluasi
Dx 1: Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten
atau aspirasi dicegah
Dx 2 :
DJJ ( + ) : 12-12-12
Hasil NST : Normal
Hasil USG : Normal
Dx 3 : agar cedera tidak terjadi pada janin
Dx 4 :
Ibu tampak tenang
Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekaran
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Eklamsia adalah kejang yang dialami oleh ibu hamil pada usia kehamilan 8-9
bulan. Eklamsia disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya keracunan pada saat
mengkonsumsi obat-obatan dan penyakit darah tinggi yang diderita oleh ibu hamil.
Selain faktor medisa tersebut, eklamsia bisa disebabkan juga oleh faktor psikis dari
sang ibu yaitu, faktor trauma atau ketakutan saat kehamilan sebelumnya.
3.2 Saran
Untuk mengatasi resiko eklampsia pada ibu hamil maka ibu hamilhendaknya
jangan mengkonsumsi makanan yang terlalu asin sehingga tekanan darah tetap stabil,
perbanyak konsumsi buah-buahan dan sayur mayur setiap kali makan, perbanyak
istirahat, minimal 8 jam pada malam hari, dan 1 jam pada siang hari, jangan bekerja
yang terlalu berat, sering konsumsi coklat untuk menghindari preklamsi, jangan
biasakan duduk dengan kaki menggantung, konsultasikan dengan dokter kandungan.