Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmasetika yang dibina
oleh Ibu Ida Erna W, S.Si., Apt., M.M.Kes
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS AL-GHIFARI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah.SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, kami bisa menyelesaikan makalah Farmasetika “Ekstrak dan Tingtur ”ini
dengan tepat waktu.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semuah pihak yang telah
membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang bertujuan untuk menyempurnakan
makalah ini.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya
bagi kami dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
MAKALAH FARMASETIKA .......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I .......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang........................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 4
BAB II ......................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 5
2.1 Ekstrak ....................................................................................................................... 5
A. Pengertian Ekstrak .................................................................................................... 5
B. Jenis-Jenis Ekstrak ..................................................................................................... 7
C. Tahap-tahap pembuatan ekstrak.............................................................................. 9
D. Metode Pembuatan Ekstrak ................................................................................... 10
2.2 Tingtur ..................................................................................................................... 26
A. Pengertian Tingtur .................................................................................................. 26
B. Jenis –Jenis Tingtur ................................................................................................. 27
C. Metode Pembuatan Tingtur ................................................................................... 29
D. Contoh Tingtur Beserta Cara Pembuatannya ......................................................... 31
2.3 Keuntungan dan kekurangan .................................................................................. 34
Keuntungan Ekstrak ........................................................................................................ 34
BAB III ...................................................................................................................................... 35
PENUTUP ................................................................................................................................. 35
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................Error! Bookmark not defined.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ekstrak ?
2. Apa pengertian dari tingtur ?
3. Apa saja kekurangan dan kelebihan ekstrak ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari ekstrak
2. Mengetagui pengertian dari tingtur
3. Mengetahui kekurangan dan kelebihan ekstrak
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ekstrak
A. Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat diperoleh dengan cara ekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan pelarut yang sesuai
(Anonim, 1995).
Salah satu kriteria ekstrak yang baik yakni terdapat senyawa aktif, baik
secara kuantitas dan kualitas sehingga memiliki aktivitas biologis tinggi.
Pemilihan pelarut dalam proses penyarian adalah salah satu faktor yang
berpengaruh dalam menghasilkan ekstrak yang baik. Cairan pelarut dalam
proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang optimal untuk ekstraksi senyawa
aktif, sehingga senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa
kandungan lainnya, serta ekstrak yang dihasilkan terkandung sebagian besar
senyawa kandungan yang diinginkan (Anonim, 2000).
Pelarut yang optimal dapat menyari senyawa aktif dengan baik dan
selektif (Anonim, 1986), sehingga ekstrak hasil penyarian memiliki aktivitas
yang paling tinggi. Untuk didapatkan komposisi pelarut yang optimal perlu
dilakukan suatu proses optimasi. Simplex Lattice Design (SLD) adalah salah
satu metode yang umum digunakan dalam proses optimasi di berbagai bidang,
beberapa di antaranya adalah dalam bidang, formulasi kimia, serta obat farmasi
(Bondari, 2005).
Komposisi pelarut menentukan efektivitas pelarut dalam melakukan
ekstraksi. Jika ekstrak memiliki aktivitas yang tinggi maka ini menunjukkan
bahwa pelarut sudah melakukan penyarian secara optimal. Rendemen ekstrak
dihitung dengan cara membandingkan jumlah ekstrak yang diperoleh dengan
5
simplisia awal yang digunakan. Rendemen ekstrak dapat digunakan sebagai
parameter standar mutu ekstrak maupun parameter efisiensi ekstraksi. Dalam
metode SLD terdapat rumusan perhitungan yang dapat menentukan komposisi
pelarut optimal untuk ekstraksi, sehingga dihasilkan ekstrak dengan aktivitas
paling tinggi dan rendemen yang tinggi. Dengan metode SLD ini, pelarut
optimal dapat ditentukan secara teoritis dengan perhitungan matematis,
sehingga tidak perlu dilakukan trial and error yang menyita waktu (Bondari,
2005). Optimalnya suatu pelarut dalam menyari ekstrak dapat dilihat dengan
melakukan pengujian terhadap aktivitas biologisnya.
Adapun tujuan daripada ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen
kimia yang terdapat didalam simplisia. Basic daripada ekstraksi ini adalah
perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan
mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut.
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi:
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari
organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat
diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses
atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai.
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,
misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia
sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui.
Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk
senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti
dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa
kimia tertentu.
3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional,
dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine
(TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan
6
dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru
sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia
lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat
tradisional.
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan
cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul
jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara
acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui
adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.
B. Jenis-Jenis Ekstrak
Ekstrak dapat dibedakan berdasarkan
1. Berdasarkan konsistensinya:
a) Ekstrak cair: ekstrak cair, tingtur, maserat minyak (Extracta
Fluida (Liquida).
b) Semi solid: ekstrak kental (Extracta spissa)
c) Kering: ekstrak kering (Extracta sicca)
2. Berdasarkan komposisinya:
a) Ekstrak murni: ekstrak yang tidak mengandung pelarut maupun bahan
tambahan lainnya.
b) Sediaan ekstrak: pengolahan lebih lanjut dari ekstrak murni untuk dibuat
sediaan ekstrak, baik kental maupun serbuk kering untuk selanjutnya dibuat
sediaan obat seperti kapsul, tablet, dan lain-lain.
3. Berdasarkan senyawa aktifnya:
a) Adjusted/standardised extracts, merupakan ekstrak yang diperoleh dengan
mengatur kadar senyawa aktif (menambahkan dalam batas toleransi) yang
aktivitas terapeutiknya diketahui dengan tujuan untuk mencapai komposisi
yang dipersyaratkan.
7
b) Quantified extract, merupakan ekstrak yang diperoleh dengan mengatur
kadar senyawa yang diketahui berperan dalam menimbulkan khasiat
farmakologi dengan tujuan agar khasiatnya sama. Quantified
extractmemiliki kandungan senyawa dengan aktivitas yang diketahui namun
senyawa yang sbertanggung jawab terhadap aktivitas tersebut tidak
diketahui.
8
C. Tahap-tahap pembuatan ekstrak
1) Pembuatan serbuk simplisia
Pembuatan serbuk simplisia dimaksudkan untuk memperluas permukaan
kontak simplisia dengan cairan penyari. Proses penyerbukan dilakukan
sampai derajat kehalusan serbuk yang optimal sesuai persyaratan.
2) Pemilihan pelarut atau cairan penyari
Pelarut atau cairan penyari menentukan senyawa kimia yang akan
terekstraksi dan berada dalam ekstrak. Dengan diketahuinya senyawa kimia
yang akan diekstraksi akan memudahkan proses pemilihan cairan penyari.
3) Proses ekstraksi atau pemilihan cara ekstraks
Cara ekstraksi yang dipilih juga menentukan kualitas ekstrak yang diperoleh.
Dalam memilih cara ekstraksi harus diperhatikan prinsip ekstraksi yaitu
menyari senyawa aktf sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya sehingga
diperoleh efisiensi ekstraksi.
4) Separasi dan pemurnian
Separasi atau pemisahan dan pemurnian merupakan salah satu proses yang
diperlukan terhadap ekstrak untuk meningkatkan kadar senyawa aktifnya.
Separasi dapat dilakukan dengan cara-cara tertentu seperti dekantasi,
penyaringan, sentrifugasi, destilasi, dan lain-lain. Pemurnian ekstrak dapat
dilakukan dengan cara mengekstraksi zat-zat yang tidak diinginkan dalam
ekstrak agar terpisah dari zat-zat yang diinginkan.
5) Penguapan dan pemekatan
Penguapan atau pemekatan merupakan proses untuk meningkatkan jumlah
zat terlarut dalam ekstrak dengan cara mengurangi jumlah pelarutnya dengan
cara penguapan tetapi tidak sampai kering.
6) Pengeringan ekstrak
Pengeringan ekstrak umumnya dilakukan untuk membuat sediaan padat
seperti tablet, kapsul, pil, dan sediaan padat lainnya. Pengeringan ekstrak
9
dapat dilakukan dengan penambahan bahan tambahan (non-native herbal
drug preparation) atau tanpa penambahan bahan tambahan (native herbal
drug preparation).
7) Penentuan rendemen ekstrak
Rendemen ekstrak dihitung dengan cara membandingkan jumlah ekstrak
yang diperoleh dengan simplisia awal yang digunakan. Rendemen ekstrak
dapat digunakan sebagai parameter standar mutu ekstrak pada tiap bets
produksi maupun parameter ekstraksi.
10
terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dan di
luar sel (Tobo F, 2001).
Tahap Persiapan Ekstraksi :
1) Pengeringan dan perajangan
Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga simplisia
tahan lama dalam penyimpanan. Selain itu pengeringan akan menghindari
teruainya kandungan kimia karena pengaruh enzim. Pengeringan yang
cukup akan mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan kapang (jamur).
Jamur Aspergilus flavus akan menghasilkan aflatoksin yang sangat
beracun dan dapat menyebabkan kanker hati, senyawa ini sangat ditakuti
oleh konsumen.
Tandanya simplisia sudah kering adalah mudah meremah bila
diremas atau mudah patah. Menurut persyaratan obat tradisional
pengeringan dilakukan sampai kadar air tidak lebih dari 10%. Cara
penetapan kadar air dilakukan menurut yang tertera dalam Materia Medika
Indonesia atau Farmakope Indonesia. Pengeringan sebaiknya jangan di
bawah sinar matahari langsung, melainkan dengan almari pengering yang
dilengkapi dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang
baik. Bila terpaksa dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari maka
perlu ditutup dengan kain hitam untuk menghindari terurainya kandungan
kimia dan debu. Agar proses pengeringan berlangsung lebih singkat bahan
harus dibuat rata dan tidak bertumpuk. Ditekankan di sini bahwa cara
pengeringan diupayakan sedemikian rupa sehingga tidak merusak
kandungan aktifnya (Dijten POM, 1990).
Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar proses
pengeringan berlangsung lebih cepat. Perajangan dapat dilakukan
“manual” atau dengan mesin perajang singkong dengan ketebalan yang
sesuai. Apabila terlalu tebal maka proses pengeringan akan terlalu lama
dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur. Perajangan yang terlalu
11
tipis akan berakibat rusaknya kandungan kimia karena oksidasi atau
reduksi. Alat perajang atau pisau yang digunakan sebaiknya bukan dan
besi (misalnya “stainless steel” eteu baja nirkarat) (Ditjen POM, 1990).
2) Pemilihan pelarut
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat
kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang
penting adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar senyawa
tersebut yaitu gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam
pelarut polar, dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam pelarut
non polar. Derajat kepolaran tergantung kepada ketetapan dielektrik,
makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut (Ditjen POM,
1992).
Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Ditjen POM, 1992):
a) Kapasitas besar
b) Selektif
c) Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup
rendah) Cara memperoleh penguapannya adalah dengan cara
penguapan diatas penangas air dengan wadah lebar pada temperature
60oC, destilasi, dan penyulingan vakum.
d) Harus dapat diregenerasi
e) Relative tidak mahal
f) Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam
keadaan uap
g) Viskositas cukup rendah
12
Pemilihan pelarut untuk ekstraksi ditentukan oleh pertimbangan-
pertimbang sebagai berikut :
Angka banding distribusi yang tinggi untuk zat terlarut,angka
banding rendah untuk zat pengotor yang tidak diinginkan.
Kelarutan yang rendah dalam fase air
Viskositas yang cukup rendah, dan rapatan yang cukup besar dari
fase air untuk mencegah terbentuknya emersi
Keberacunan (toksisitas) yang rendah, tidak mudah terbakar
Mudah mengambil zat terlarut dari zat pelarut untuk analisis
berikutnya.
3) Pemilihan metode ekstraksi
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan
yang mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh
dengancara maserasi. sedangkan kulit dan akar sebaiknya di perkolasi.
untuk bahan yang tahan panas sebaiknya diekstrasi dengan
cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan
dapat diekstrasi dengan metode soxhlet (Agoes, 2007).
Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi
(Agoes, 2007):
Bentuk/tekstur bahan yang digunakan
Kandungan air dari bahan yang diekstrasi
Jenis senyawa yang akan diekstraksi
Sifat senyawa yang akan diekstraksi
13
tekstur yang lunak. Yang termasuk ekstraksi secara dingin adalah (Ditjen POM,
1986) :
1) Metode Maserasi
14
penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan lemak/lipid (Ditjen
POM, 1986).
15
2) Perkolasi
Istilah perkolasi berasal dari bahasa latin, per yang artinya “memulai” dan
colare yang artinya”merembes”.
Pencarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia
dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana
silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan
dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan
zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke
bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas
dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang
diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkanpenyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi adalah
serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah
melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel
simplisia yang dilalui sampel dalam keadaan jenuh. Gerakan ke bawah
disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan penyari dari cairan
di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan
gerakan ke bawah (Ditjen POM, 1986).
16
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena
(Ditjen POM, 1986) :
Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan
derajat perbedaan konsentrasi.
Ruangan diantara butir – butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka
kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat
meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Adapun kerugian dari cara perkolasi ini adalah serbuk kina yang
mengadung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi
dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat
dan berhenti mengalir (Ditjen POM, 1986).
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan,
daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya
geseran (friksi) (Ditjen POM, 1986).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat
aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa
setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Ditjen POM,
1986).
17
4. Tuangkan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan
diatas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari.
5. Tutup perklator dan dibiarkan selama 24 jam.
6. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1mL per menit.
7. Tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu
terdapat selapis cairan penyari diatas simplisia hingga diperoleh 80 bagian
perkolat.
8. Pperas massa, dicampurkan cairan perasan ke dalam perkolat, ditambahkan
cairan penyari hingga diperoleh volume yang diinginkan.
9. Pindahkan ke dalam bejana, ditutup, dibiarkan selama 2 hari ditempat
sejuk, terlindung dari cahaya. Enap, dituangkan atau saring.
10. Uuapkan perkolat diatas waterbath hingga diperoleh ekstrak kental.
18
1. Metode Refluks
19
berlangsung secara berkesinambungan dan biasanya dilakukan 3 kali dalam
waktu 4 jam (Ditjen POM, 1986).
Simplisia yang biasa diekstraksi adalah simplisia yang mempunyai
komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang
keras seperti akar, batang, buah, biji dan herba (Ditjen POM, 1986).
20
Adapun kerugian dari metode ini adalah prosesnya sangat lama dan diperlukan
alat – alat yang tahan terhadap pemanasan (Ditjen POM, 1986).
2. Metode Soxhletasi
21
dalam tabung yang berisi simplisia dilakukan karena simplisia yang disari tidak
tahan terhadap pemanasan. (Ditjen POM, 1986).
22
Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.
Digunakan pelarut yang lebih sedikit
Pemanasannya dapat diatur
b. Kerugian
Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian oleh panas.
Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.
Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti
metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor
perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang
efektif.
23
mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal, misalnya pada
penyarian minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman Sereh (Cymbopogon
nardus). Pada metode ini uap air digunakan untuk menyari simplisia dengan
adanya pemanasan kecil uap air tersebut menguap kembali bersama minyak
menguap dan dikondensasikan oleh kondensor sehingga terbentuk molekul-
molekul air yang menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah diisi
air. Penyulingan dilakukan hingga sempurna (Ditjen POM, 1986).
Prinsip fisik destilasi uap yaitu jika dua cairan tidak bercampur
digabungkan, tiap cairan bertindak seolah – olah pelarut itu hanya sendiri, dan
menggunakan tekanan uap. Tekanan uap total dari campuran yang mendidih
sama dengan jumlah tekanan uap parsial, yaitu tekanan yang digunakan oleh
komponen tunggal, karena pendidihan yang dimaksud yaitu tekanan uap total
sama dengan tekanan atmosfer, titik didih dicapai pada temperatur yang lebih
rendah daripada jika tiap – tiap cairan berada dalam keadaan murni (Ditjen
POM, 1986).
Prosedur Metode Destilasi Uap air
Kecuali dinyatakan lain, dilakukan sebagai berikut
1. Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia selama 2 jam
2. Masukkan ke dalam bejana B, bejana A diisi air dan pipa-pipa penyambung
serta kondensor dan penampung corong pisah dipasang dengan kuat.
3. Api Bunsen bejana A dinyalakan sehingga airnya mendidih dan diperoleh
uap air yang selanjutnya masuk ke dalam bejana B melalui pipa
penghubung untuk menyari sampel dengan adanya bantuan api kecil pada
bejana B, minyak menguap yang telah tersari selanjutnya menguap menuju
kondensor, karena adanya pendinginan balik uap dari minyak menguap ini,
maka uap air yang terbentuk menetes ke dalam corong pisah penampung
yang telah berisi air (Ditjen POM, 1986).
Contoh tanaman yang menggunakan metode ini antara lain
- Tanaman Sereh (Cymbopogon nardus)
24
Keuntungan dari destilasi uap ini adalah titik didih dicapai pada
temperatur yang lebih rendah daripada jika tiap– tiap cairan berada dalam
keadaan murni. Selain itu, kerusakan zat aktif pada destilasi langsung dapat
diatasi pada destilasi uap ini. Kerugiannya adalah diperlukannya alat yang lebih
kompleks dan pengetahuan yang lebih banyak sebelum melakukan destilasi uap
ini (Ditjen POM : 1986).
4. Metode Rotavapor
Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang
dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-
10º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan
tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap
naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan
pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.
5. Metode Digesti
Digesti adalah proses penyarian yang sama seperti maserasi dengan
menggunakan pemanasan pada suhu 30°C – 40°C
6. Metode Infus
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplesia
nabati dengan air pada suhu 900C selama 15 menit. Pembuatan infuse
merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari
bahan yang lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin.
Khasiat sediaan herbal umumnya karena kandungan minyak atsiri yang akan
hilang apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infuse.
Prosedur Metode Infus
25
Simplisia dengan derajat kehalusan tertentu dimasukkan kedalam panci
dan ditambahkan air secukupnya,
Panaskan diatas penangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu
mencapai 90°C sambil sesekali diaduk,
Serkai selagi panas melalui kain flanel,
Tambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh
volume infus yang dikehendaki.
7. Metode Dekoktasi
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan
herbal dengan air pada suhu 90 derajat C selama 30 menit.
Prosedur Metode Dekoktasi
Simplisia dengan derajat kehalusan tertentu dimasukkan kedalam panci
dan ditambahkan air secukupnya,
Panaskan diatas penangas air selama 30 menit, dihitung mulai suhu
mencapai 90°C sambil sesekali diaduk,
Serkai selagi panas melalui kain flanel,
Tambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh
volume dekok yang dikehendaki
2.2 Tingtur
A. Pengertian Tingtur
Tingtur adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi
simplisia nabati atau hewani, atau dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam
pelarut yang tertera pada masing-masing monografi kecuali dinyatakan lain, tingtur
digunakan menggunakan 20% zat khasiat dan 10% zat berkhasiat keras ( DIRJEN
POM 1979 ).
Pelarut yang umum digunakan dalam membuat tingtur adalah etanol, eter atau
campuran keduanya.
26
B. Jenis –Jenis Tingtur
Menurut cara pembuatan
a. Tingtur asli
Tingtur asli adalah tingtur yang dibuat secara maserasi atau perkolasi.
Contoh tingtur secara maserasi :
1) Opii Tincture
2) Valerianae Tincture
3) Capsici Tincture
4) Myrhae Tincture
5) Opii Aromatic Tincture
6) Polygalae Tincture
Comtoh tingtur secara perkolasi:
1) Belladonae Tincture
2) Cinnamomi Tincture
3) Digitalis Tincture
4) Lobelia Tincture
5) Strychnine Tincture
6) Ipecacuanhae Tincture
b. Tingtur tidak asli atau palsu
Tingtur tidak asli atau palsu adalah tingtur yang dibuat dengan jalan melarutkan
bahan dasar atau bahan kimia dalam cairan pelarut tertentu.
Contoh tingtur tidak asli:
1) Iodie Tincture
2) Secalis Cornuti Tincture
Menurut kekerasan (Perbandingan bahan dasar dengan cairan penyari)
a. Tingtur keras
Tingtur keras adalah tingtur yang dibuat dengan menggunakan 10% simplisia
berkhasiat keras.
Contoh tingtur keras:
27
1) Belladonae Tincture
2) Digitalis Tincture
3) Opii Tincture
4) Lobelia Tincture
5) Stramonii Tincture
6) Strychnine Tincture
7) Ipecacuanhae Tincture
b. Tingtur lemah
Tingtur lemah adalah tingtur yang dibuat menggunakan 20% simplisia yang tidak
berkhasiat keras.
Contoh tingtur lemah:
1) Cinnamomi Tincture
2) Valerianae Tincture
3) Polygalae Tincture
4) Myrhhae Tincture
Berdasarkan cairan penariknya
a. Tincture aetherea, jika cairan penariknya adalah eter atau campuran eter dengan
etanol. Contoh : Tincture Valerianae Aetherea.
b. Tincture Vinosa, jika cairan yang dipakai adalah campuran anggur dengan etanol.
Contoh : Tincture Rhei Vinosa (Vinum Rhei)
c. Tincture Acida, jika kedalam etanol yang dipakai sebagai penarik ditambahkan
suatu asam sulfat. Contoh : Tincture Acida Aromatica
d. Tincture Aquosa, jika cairan penarik yang dipakai adalah air. Contoh : Tincture
Rhei Aquosa.
e. Tincture Composita, adalah tingtur yang didapatkan jika penarikan yang
dilakukan dengan cairan penarik selain etanol. Hal ini harus dinyatakan pada
nama tingtur tersebut, misalnya campuran simplisia. Contoh :Tincture Chinae
Composita.(Syamsuni A, 2006).
28
C. Metode Pembuatan Tingtur
1) Cara Maserasi
29
2) Cara Perkolasi
30
7) Tambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat
caran penyari secukupnya diatas simplisia, sehingga diperoleh 80 bagian
perkolat.
8) Peras massa, campur cairan perasan ke dalam perkolat, tambahkan cairan penyari
secukupnya hingga diperoleh 100 bagian.
9) Pindahkan ke dalam bejana, tutup, biarkan selama 2 hari ditempat sejuk,
terlindung dari cahaya, enap tuangkan atau saring/
31
Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (8/24) herba Stramonium
dengan etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar
alkaloida, jika perlu encerkan dengan etanol 70%, hingga memenuhi
persyaratan kadar, biarkan selama tidak kurang dari 24 jam, saring.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat
sejuk. Tidak boleh disimpan lebih dari 1 tahun sejak tanggal pembuatan.
Pada etiket harus tertera tanggal pembuatan.
7) Tingtur Strichni (Strychni Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (24/34) biji sttrichni yang telah
dihilangkan lemaknya dengan eter minyak tanah, yang menggunakan pelarut
penyari etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar
strichninya, jika perlu dengan etanol 70% secukupnya hingga memenuhi
persyaratan kadar.
8) Tingtur Kemenyan (Benzoes Tinctura)
Cara pembuatan : Larutkan 20 bagian serbuk (6/8) dalam 100 bagian etanol
90%, saring.
9) Tingtur Lobelia (Lobeliae Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk (6/34) herba lobelia dengan
etanol 70% secukupnya, hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
10) Tingtur Mira (Myrrhae Tinctura)
Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (24/34) Mira dengan etanol
90% hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
11) Tingtur Jeruk Manis (Aurantii Tinctura)
Cara pembuatan : 8 bagian kulit buah jeruk manis yang telah dipotong-
potong halus, maserasi dengan etanol encer, hingga diperoleh 100 bagian
tingtur.
32
12) Tingtur Cabe (Capsici Tinctura)
Cara pembuatan : maserasi 100 g serbuk (10/24) cabe dengan campuran 9
bagian etanol 95% dan 1 bagian air selama 3 jam. Perkolasi dengan cepat
hingga diperoleh 1000 ml tingtur.
13) Tungtur Beladon (Belladonnae Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk beladon dengan etanol encer,
hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar alkaloida, atur kadar
dengan penambahan etanol encer hingga memenuhi syarat, biarkan selama
tidak kurang dari 24 jam, saring.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, ditempat
sejuk. Tidak boleh disimpan lebih dari 1 tahun sejak tanggal pembuatan.
14) Tingtur Kayu Manis (Cinnamomi Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 20 bagian serbuk (44/60) kulit kayu manis
dengan etanol encer hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
15) Tingtur Digitalis (Digitalis Tinctura)
Cara pembuatan : perkolasi 10 bagian serbuk digitalis dengan etanol 70%
hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan potensi atur potensi jika perlu
encerkan dengan etanol 70% hingga memenuhi syarat.
16) Tingtur Iodium (Iodii Tinctura)
Cara pembuatan : Larutkan iodium 1,8 – 2,2% Natriun Iodida 2,1 – 2,6%
dalam etanol encer.
17) Tingtur Opium (Tinctura Opii)
Cara pembuatan : maserasi 10 bagian serbuk opium dengan etanol 70%
hingga diperoleh 100 bagian tingtur. Tetapkan kadar dan atur hingga
memenuhi syarat, jika perlu encerkan dengan etanol 70% secukupnya.
18) Tingtur Opium Wangi (Opii Tinctura Aromatica)
Cara pembuatan : maserasi campuran 1 bagian kulit kayu manis serbuk
(22/60) cengkeh dan 12 bagian serbuk opium dengan campuran etanol 90%
dan air volume sama banyak hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
33
19) Tingtur Seka2le Cornutum (Secalis Cornuti Tinctura)
Cara pembuatan : campur 1 bagiab ekstrak sekale kornutum dengan 9 bagian
etanol encer.
20) Tingtur Valerian (Valerianae Tinctura)
Cara pembuatan : maserasi 20 bagian serbuk (10/22) akar valerian dengan
etanol 70% hingga diperoleh 100 bagian tingtur.
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ekstrak adalah sediaan pekat diperoleh dengan cara ekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan pelarut yang sesuai
(Anonim, 1995).
Tingtur merupakan kelompok dari bentuk ekstrak cair yaitu sediaan
cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi simplisia nabati atau
hewani, atau dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam pelarut yang
tertera pada masing-masing monografi kecuali dinyatakan lain, tingtur
digunakan menggunakan 20% zat khasiat dan 10% zat berkhasiat keras (
DIRJEN POM 1979 ).
35
DAFTAR PUSTAKA
Oxtoby , David. 2001. Kimia Modern Edisi Ke Empat Jilid I. Jakarta: Erlangga
Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sri Mulyani. 2005. Kimia Fisika II. Malang: UM Press
36