Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak


dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30, dapat berlanjut hingga tahunan,
dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai “kombinasi gejala nyeri,
gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis”. Gangguan somatisasi berbeda
dengan gangguan somatoform lainya karena banyaknya keluhan dan banyaknya
system organ yang terlibat (contohnya gastrointestinal dan neurologis). Gangguan
ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang signifikan, hendaya
fungsi social dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan medis yang
berlebihan.1

Prevalensi seumur hidup menderita gagguan somatisasi pada populasi


umum diperkirakan adalah 0,1 sampai 0,2 persen, walaupun beberapa kelompok
penelitian percaya bahwa angka sesungguhnya mungki mendekati 0,5 persen.
Wanita dengan gangguan somatisasi melebihi jumlah laki-laki sebesar 5 sampai
20 kali, walaupun perkiraan tertinggi mungkin karena kecenderungan awal yang
tidak mendiagosis gangguan somatisasi pada laki-laki. Di antara pasien yang
datang ketempat praktek dokter umum dan dokter keluarga, sebanyak 5 sampai 10
persen pasien mungkin memenuhi kriteria diagnostic untuk gangguan somatisasi.
Gangguan berhubungan terbalik dengan posisi sosial, terjadi paling sering pada
pasien dengan pendidikan rendah dan miskin. Gangguan somatisasi didefinisikan
sebagai dimulai sebelum usia 30 tahun, tetapi seringkali mulai selama usia belasan
tahun.1

Penyebab gangguan somatisasi adalah tidak diketahui. Formulasi


psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai komunikasi social, akibatnya
adalah menghindari kewajiban. Perspresktif perilaku pada gangguan somatisasi
menekankan bahwa pengajaran orang tua, contoh dari orang tua, dan adat istiadat

1
dapat mengajari beberapa anak untuk lebih melakukann somatisasi daripada
oranglain. Data genetic menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki
komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga
dan terjadi pada 10 hingga 20 persen kerabat perempuan derajat pertama pasien
dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga ini, kerabat laki-laki derajat
pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisocial.
Satu studi melaporkan bahwa angka kejadian bersama 29 persen pada kembar
monozigot dan 10 persen pada kembar dizigot,menujukkan adanya efek genetic.2

Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatic dan


riwayat medic yang panjang dan rumit. Gejala-gejala umum yang sering
dikeluhkan adalah mual, muntah bukan karena kehamilan, sulit menelan, sakit
pada lengan dan tungkai, nafas pendek bukan karena olahraga, amnesia,
komplikasi kehamilan dan menstruasi. Sering kali pasien beranggapan bahwa
dirinya menderita sakit sepanjang hidupnya. Gejala pseudoneurologik sering
dianggap gangguan neurologic namun tidak patognomonik. Misalnya gangguan
koordinasi dan keseimbangan, paralisis atau kelemahan local, sulit menelan atau
merasa ada gumpalan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya
sensasi raba atau sakit, penglihatan kabur, buta, tuli, bangkitan, atau hilangnya
kesadaran bukan karena pingsan.1

Anda mungkin juga menyukai