Anda di halaman 1dari 16

Karakterisasi batuan dan fluida reservoir dari lapangan x

Penentuan sifat petrofisik dari fluida sumur x lapanhan y

Penentuan sifat petrofisik fluida reservoir

Analisa core rutin


1. Sifat Fisik Batuan Reservoir

Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu batuan reservoir adalah harus
mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan mengalirkan fluida yang
terkandung didalamnya.

Batupasir, batuan karbonat, dan shale, yang umumnya merupakan batuan


reservoir, mempunyai besaran sifat-sifat fisik yang sama, yaitu: porositas,
wettabilitas, tekanan kapiler, saturasi fluida, permeabilitas, dan kompresibiltas.

1.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :
Vb  Vs Vp
 
Vb Vb ....................................................................................(2-1)

dimana :

Vb = volume batuan total (bulk volume)

Vs = volume padatan batuan total (volume grain)

Vp = volume ruang pori-pori batuan.

Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Porositas absolut, adalah persen volume pori-pori total terhadap volume


batuan total (bulk volume).
Volume poritotal
 100%
bulk volume ……………………………………………..(2-2)

2. Porositas efektif, adalah persen volume pori-pori yang saling berhubungan


terhadap volume batuan total (bulk volume).
Volume pori yang berhubungan
 100%
bulk volume ……………………………… (2-3)

Untuk selanjutnya porositas efektif digunakan dalam perhitungan karena dianggap


sebagai fraksi volume yang produktif.

Disamping itu menurut waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat
juga diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen
diendapkan.
2. Porositas sekunder, adalah porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan
sedimen terendapkan.
Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran
butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir
(susunan butir berbentuk kubus mempunyai porositas lebih baik dibandingkan
bentuk rhombohedral, seperti pada Gambar 2.1., kompaksi, dan sementasi.

Gambar 2.1.

Pengaruh Susunan Butir Terhadap Porositas Batuan 1)


1.2. Wettabilitas
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk dibasahi
oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur (immisible).
Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat, maka salah satu fluida
akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini disebabkan
adanya gaya adhesi. Dalam sistem minyak-air benda padat, Gambar 2.2., gaya
adhesi AT yang menimbulkan sifat air membasahi benda padat adalah :

AT = so - sw = wo x cos wo ………………………………………..(2-4)

dimana :

so = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm

sw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm

wo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm

wo = sudut kontak minyak-air.

Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya


positip ( < 75o), yang berarti batuan bersifat water wet. Apabila sudut kontak
antara cairan dengan benda padat antara 75o- 105o, maka batuan tersebut bersifat
intermediet. Sedangkan bila air tidak membasahi zat padat maka tegangan
adhesinya negatip ( > 105o), berarti batuan bersifat oil wet.

Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir.
Gambar 2.2
Kesetimbangan Gaya – gaya pada Batas Air – Minyak Padatan

Untuk menentukan apakah batuan tersebut water wet atau oil wet, dapat
dilihat dari besarnya sudut kontak yang berkisar antara 0 samapai 180 (0<<
180).
Dimana bila besarnya wo < 90, menunjukkan bahwa batuan itu bersifat
water wet (dibasahi oleh air) dan bila wo > 90,menunjukkan bersifat oil wet
(dibasahi oleh minyak).
Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir. Sewaktu reservoir mulai diproduksikan dimana harga saturasi
minyak cukup tinggi dan air hanya merupakan cincin-cincin yang melekat pada
batuan formasi,butiran-butiran air tidak dapat bergerak atau bersifat immobile, dan
saturasi air yang demikian disebut dengan residual water saturation (Swc). Pada
saat yang demikian ini minyak merupakan fasa kontinyu dan bersifat mobile.
Kemudian setelah produksi mulai berjalan minyak akan terus menerus
dikeluarkan dan digantikan dengan air. Semakin lama saturasi minyak akan
semakin berkurang dan saturasi air akan semakin bertambah, sampai pada suatu
saat tertentu saturasi air merupakan fasa kontinyu. Proses produksi berjalan terus
sehingga minyak akan semakin berkurang dan saturasi air terus meningkat. Fasa
air akan bertambah kontinyu, dan minyak merupakan cincin. Setelah air menjadi
fasa kontinyu maka sekarang airlah yang bersifat mobile, sehingga air akan
mengalir bersama-sama dengan minyak. Tetapi karena batuan pada umumnya
memiliki sifat water wet, maka minyak akan cenderung lebih cepat lajunya
daripada air.

1.3. Tekanan Kapiler


Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka.
Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida “non-
wetting phase” (Pnw) dengan fluida “wetting phase” (Pw) atau :

Pc = Pnw - Pw …………………………………………………………..(2-5)

Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan
permukaan fluida immiscible yang cembung. Di reservoir biasanya air sebagai
fasa yang membasahi (wetting phase), sedangkan minyak dan gas sebagai non-
wetting phase atau tidak membasahi.

Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori


dan macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan
sebagai berikut

2  cos 
Pc     g  h
r ................................................................(2-6)

dimana :

Pc = tekanan kapiler
 = tegangan permukaan antara dua fluida
cos  = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari lengkung pori-pori
 = perbedaan densitas dua fluida
g = percepatan gravitasi
h = tinggi kolom
Dari Persamaan 2-6 ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika perbedaan
densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa
reservoir gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas fluidanya
bertambah besar sehingga akan mempunyai zona transisi minimum. Demikian
juga untuk reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka kontak
minyak-air akan mempunyai zona transisi yang panjang.
Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran
permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan
ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir dengan permeabilitas
yang rendah.

1.4. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan .
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy
(1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut:

k dP
V  
 dL ………………………………………………………...(2-7)

di mana :

V = kecepatan aliran, cm/sec


 = viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori.

Tanda negatip dalam Persamaan 2-7 menunjukkan bahwa bila tekanan


bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut. Aliran dapat terjadi ke sagala arah asal ada beda
potensial.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan 2-7
adalah:

 Alirannya mantap (steady state)


 Fluida yang mengalir satu fasa
 Viskositas fluida yang mengalir konstan
 Kondisi aliran isothermal
 Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
 Fluidanya incompressible.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
 Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misal hanya minyak atau gas
saja.
 Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan
minyak atau ketiga-tiganya.
 Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permeabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy menggunakan
batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batupasir silindris yang porous ini 100%
dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas penampang A, dan panjanggnya
L. Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 pada salah satu ujungnya
maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan P2 adalah tekanan keluar.
Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa QL/A(P1-P2) adalah konstan dan akan
sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan,
perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga
permeabilitas absolut batuan. Ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3.

Skema Percobaan Pengukuran Permeabilitas 1)

Q. .L
K
A.( P1  P2 ) ………………………………………………………(2-8)

Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

Q(cm 3 / sec). (centipoise ) L(cm)


K (darcy ) 
A( sqcm).( P1  P2 )(atm) ………………………..(2-9)

Dari Persamaan 2-8 dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran


yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compressible dan
incompressible.

Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,


kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula
konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga
permeabilitas efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, dimana masing-masing untuk
minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan sebagai berikut :
Ko Kg Kw
K ro  K rg  K rw 
K , K , K

dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air.


Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini
digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan
dalam keadaan kesetimbangan. Laju aliran minyak adalah Qo dan air adalah Qw.
Jadi volume total (Qo + Qw) akan mengalir melalui pori-pori batuan per satuan
waktu, dengan perbandingan minyak-air permulaan, pada aliran ini tidak akan
sama dengan Qo / Qw. Dari percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak
(So) dan saturasi air (Sw) pada kondisi stabil. Harga permeabilitas efektip untuk
minyak dan air adalah :

Qo . o .L
Ko 
A.( P1  P2 ) …………………………………………………….(2-10)

Qw . w .L
Kw 
A.( P1  P2 ) ……………………………………………………(2-11)

dimana :

o = viskositas minyak

w = viskositas air.

Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda
untuk minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap konstan. Harga-harga Ko dan Kw
pada Persamaan 2-10 dan 2-11 jika diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh
hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Dari Gambar 2.4, dapat
ditunjukkan bahwa:

Ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga kw
akan turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat
dikatakan untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak karena ko-
nya yang kecil, demikian pula untuk air.
Ko akan turun menjadi nol, di mana masih ada saturasi minyak dalam batuan
(titik C) atau disebut Residual Oil Saturation (Sor), demikian juga untuk air,
yaitu Swr.
Harga ko dan kw selalu lebih kecil daripada harga k, kecuali pada titik A dan
B, sehingga diperoleh persamaan:
ko + kw ≤ 1 …………………………………………………………(2-12)

Gambar 2.4.

Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Air 1)

A. Saturasi Fluida Batuan


Dalam batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu macam
fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke seluruh bagian
reservoir.

Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume


pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-
pori total pada suatu batuan berpori.

Saturasi minyak (So) adalah :

volume pori  pori yang diisi oleh min yak


So 
volume pori  pori total ……………………..(2-13)

Saturasi air (Sw) adalah :

volume pori  pori yang diisi air


Sw 
volume pori  poritotal ………………………………(2-14)

Saturasi gas (Sg) adalah :

volume pori  pori yang diisi oleh gas


Sg 
volume pori  poritotal ………………………….(2-15)

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :

Sg + So + Sw = 1 ……………………………………………………...(2-16)

Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :

So + Sw = 1 …………………………………………………………..(2-17)

Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu :

Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam
reservoir, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan yang
kurang porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatip akan
mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatip rendah. Demikian juga untuk
bagian atas dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh
adanya perbedaan densitas dari masing-masing fluida.
Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatip produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh air
dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan minyak,
saturasi fluida berubah secara kontinyu.
Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori
yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V, ruang pori-
porinya adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah
:
So..V + Sg..V = (1-Sw)..V ……………………………………(2-18)

B. Kompresibilitas Batuan
Menurut Geerstma (1957) terdapat tiga konsep kompressibilitas batuan,
antara lain :

Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material


padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Diantara konsep di atas, kompressibilitas pori – pori batuan dianggap yang paling
penting dalam teknik reservoir khususnya.

Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, antara lain :

1. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan


2. Tekanan-luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan
pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total
(bulk) batuan reservoir.

Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa apabila


mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.

Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai


kompressibilitas Cr atau :

1 dVr
Cr  .
Vr dP …………………………………………………………(2-19)

Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan


sebagai kompressibilitas Cp atau :

1 dV p
Cp  .
V p dP * ....................................................................................(2-20)

dimana :

Vr = volume padatan batuan (grains)

Vp = volume pori-pori batuan

P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan

P* = tekanan luar (tekanan overburden).

Hall (1953) memeriksa kompresibilitas pori, Cp, pada tekanan overburden


yang konstan, yang kemudian disebut kompresibilitas batuan efektif dan
dihubungkan dengan porositas, seperti terlihat pada Gambar 2.5. di mana
kompresibilitas batuan turun dengan naiknya porositas.

Terjadinya kompresibilitas batuan total maupun efektif karena dua faktor


yang terpisah. Kompreibilitas total terbentuk dari pengembangan butir-butir
batuan sebagai akibat menurunnya tekanan fluida yang mengelilinginya.
Sedangkan kompresibilitas efektif terjadi karena kompaksi batuan di mana fluida
reservoir menjadi kurang efektif menahan beban di atasnya (overburden). Kedua
faktor ini cenderung akan memperkecil porositas.

Gambar 2.5.

Kurva Kompresibilitas Efektif Batuan 1)


Analisa core ( Core analysis )
Analisa core ( inti batuan) pada prinsipnya adalah menentukan sifat
sifat petrofisika dari batuan reservoir yang sangat diperlukan dalam
pengelolaan suatu lapangan Migas karena sifat-sifat ini dibutuhkan oleh
bagian geologi, pemboran, reservoir maupun produksi.
Analisa core dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Analisa rutin ( Rutine Core analysis)


Analisa rutin menentukan sifat-sifat fisik batuan yang umum untuk
menentukan storage capacity dan flow capacity antara lain porositas,
saturasi dan permeabilitas.

2. Analisa khusus ( Special Core Analysisi)


Analisa khusus ini menentukan sifat –sifat khusus dari batuan reservoir
antara lain tekanan kapiler, wettability, kompresilititas, sifat kelistrikan
dan lain-lain. Test yang dilakukan dalam aanalisa khusus ini dibedakan
menjadi dua yaitu static test dan dimanik test. Statik test menentukan
antara lain kompresibilitas, tekanan kapiler , sifat kelistrikan . Sedang
dinamik test mencakup permeabilitas relative, flooding dan EOR.

Hubungan dari analisa rutin dan analisa khusus adalah bahwa hasil analisa
rutin akan dipilih untuk digunakan dalam analisa khusus dengan jalan plot
antara permeabilitas dengan porositas atau ( √ k/ø ). Sampel dipilih dengan
range harga permeabilitas dan porositas serta litologi batuan tertentu.

Anda mungkin juga menyukai