Anda di halaman 1dari 55

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga
tim penulis dapat menyelesaikan buku ini dengan baik. Atas
terselesainya buku ini, tim penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
buku ini.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian buku ini sehangga buku ini
dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa
buku ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang dari pembaca sangat diharafkan demi perbaikan buku
ini. Semoga bukuini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi
saya dan Tim sebagai penulis. Akhir kata semoga buku dapat
bermanfaat bagi semua pihak, baik yang penyusun penulisan maupun
yang membaca.

Banjarbaru, Maret 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap mendekati peringatan hari kemerdekaan Republik

Indonesiapada tanggal 17 Agustus, sangat mudah ditemui pedagang

musiman yang menjajakan dagangan berupa bendera merah putih,

umbul-umbul berwarna merah putih, pohon pinang untuk lomba dan

pernak-pernik lainnya. Mereka membawa gerobak, keliling dari

kampung ke kampung atau menggelar dagangan di jalan-jalan yang

strategis.

Semua itu, menunjukkan gairah bangsa Indonesia dalam

mensyukuri anugerah Tuhan berupa kemerdekaan. Seperti biasa,

momen ini digunakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia untuk

bergembira ria atas kemerdekaan yang telah dinikmati selama 70

tahun. Berbagai kegiatan diselenggarakan dari tingkat RT, kelurahan

hingga nasional. Mulai lomba balap karung, panjat pinang, perang

bantal, sepakbola antar kampung dan lain sebagainya yang diadakan

dengan penuh kemeriahan.

Di tempat-tempat seperti itu, bertebaran bendera merah putih,


spanduk, stiker dan lain-lain yang semuanya bernuansa merah putih

yang heroik. Pemasangan bendera merah putih juga dilakukan di

setiap rumah, kantor RT, lembaga pemerintah, institusi pendidikan,

perusahaan swasta semua menyambut kemerdekaan Republik

Indonesia dengan memasang bendera merah putih

Sang Saka Merah Putih merupakan julukan kehormatan

terhadap bendera Merah Putih negara Indonesia. Pada mulanya

sebutan ini ditujukan untuk Bendera Pusaka, bendera Merah Putih

yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan

Timur 56, Jakarta saat Proklamasi dilaksanakan. Tetapi selanjutnya

dalam penggunaan umum, Sang Saka Merah Putih ditujukan kepada

setiap bendera Merah Putih yang dikibarkan dalam setiap upacara

bendera.

Bendera dijadikan identitas bagi suatu kelompok

masyarakat bangsa ataupun negara. Negara adalah suatu organisasi

besar yang dibentuk oleh sekelompok manusia yang memiliki cita-


cita bersatu, hidup dalam sebuah daerah tertentu dan mempunyai

pemerintahan yang sama. Sehingga perlu adanya identitas dalam

suatu kellompok masyarakat, bangsa dan negara.

Secara etimologis, identitas nasional berasal dari kata

“identitas” dan “nasional”. Kata identitas berasal dari bahasa

Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati

diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau sesuatu sehingga

membedakan dengan yang lain. Kata “nasional” merujuk pada

konsep kebangsaan. Nasional menunjuk pada kelompok-kelompok

persekutuan hidup manusia yang lebih besar dari sekedar

pengelompokan berdasarkan ras, agama, budaya, bahasa dan

sebagainya. Jadi, identitas nasional adalah ciri, tanda atau jati diri

yang melekat pada suatu negara sehingga membedakan dengan

negara lain.

Identitas merupakan sifat khas yang menerangkan dan

sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri,


kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Identitas

nasional adalah suatu ciri yang dimiliki suatu bangsa, secara fisiologi

yang membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lainnya.

Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap bangsa di dunia ini

akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat,

ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Demikian pula dengan

hal ini sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut

terbentuk secara historis.

Identitas nasional Indonesia merupakan ciri-ciri yang dapat

membedakan negara Indonesia dengan negara lain. Identitas nasional

Indonesia dibuat dan disepakati oleh para pendiri negara Indonesia.

Identitas nasional Indonesia tercantum dalam konstitusi Indonesia

yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 35 sampai 36C.

Identitas nasional yang menunjukkan jati diri Indonesia

diantaranya bahasa nasional atau bahasa persatuan yaitu Bahasa

Indonesia, bendera negara yaitu Sang Merah Putih, lagu kebangsaan


yaitu Indonesia Raya,lambang negara yaitu Pancasila, semboyan

negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, dasar falsafah negara yaitu

Pancasil, konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945, Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, konsepsi

wawasan nusantara, dan kebudayaan daerah yang telah diterima

sebagai kebudayaan nasional.

Sebelum ditetapkan bendera merah putih menjadi bendera

sakral, bendera merah putih itu sendiri merupakan salah satu bentuk

kejayaan masa lampau. Hal ini tidak terlepas dari Negara yang

didiami oleh masyarakat majemuk. Adanya keberagaman ini

menjadikan indonesia kaya akan adat, budaya dan bahasa.


BAB II
SEJARAH BENDERA
MERAH PUTIH
Bendera Merah Putih adalah Suatu identitas yang mempunyai

sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri

pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas

sendiri, atau negara sendiri. Identitas nasional adalah suatu ciri yang

dimiliki suatu bangsa, secara fisiologi yang membedakan bangsa

tersebut dengan bangsa yang lainnya. Berdasarkan pengertian

tersebut maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas

sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter

dari bangsa tersebut. Demikian pula dengan hal ini sangat ditentukan

oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis.

Identitas nasional Indonesia merupakan ciri-ciri yang dapat

membedakan negara Indonesia dengan negara lain. Identitas nasional

Indonesia dibuat dan disepakati oleh para pendiri negara Indonesia.

Identitas nasional Indonesia tercantum dalam konstitusi Indonesia

yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 35-36C. Identitas

nasional yang menunjukkan jati diri Indonesia diantaranya bahasa


nasional atau bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia, bendera

negara yaitu Sang Merah Putih, lagu kebangsaan yaitu Indonesia

Raya,lambang negara yaitu Pancasila, semboyan negara yaitu

Bhinneka Tunggal Ika, dasar falsafah negara yaitu Pancasil,

konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945, Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, konsepsi wawasan

nusantara, dan kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai

kebudayaan nasional. Dalam makalah ini penulis akan membahas

tentang bendera merah putih sebagai identitas nasional, baik sejarah,

makna dan fungsi, serta perlakuan terhadap Sang Saka Merah Putih.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bendera adalah

sepotong kain segi empat atau tiga (dikaitkan pada puncak tiang)

digunakan sebagai lambang negara, perkumpulan badan, dan

sebagainya atau sebagai tanda.

Bendera nasional Indonesia adalah sebuah bendera berdesain

sederhana dengan dua warna yang dibagi menjadi dua bagian secara
mendatar, dengan warna merah di bagian atas dan warna putih di

bagian bawah.

Sejarah Penggunaan Warna Merah Putih Berawal dari

Bangsa Indonesia purba ketika masih bertempat di daratan Asia

Tenggara + 6000 tahun yang lalu menganggap Matahari dan Bulan

merupakan benda langit yang sangat penting dalam perjalanan hidup

manusia. Penghormatan terhadap benda langit itu disebut

penghormatan Surya Candra.

Bangsa Indonesia purba menghubungkan Matahari dengan

warna merah dan Bulan dengan warna putih. Akibat dari

penghormatan Surya Candra, bangsa Indonesia sangat menghormati

warna merah putih.

Ilustrasi bendera tentara jayakatwang


Dalam sejarah Indonesia bahwa Bendera Merah Putih

dikibarkan pada tahun 1292 oleh tentara Jayakatwang ketika

berperang melawan kekuasaan Kertanegara dari Singosari (1222-

1292). Sejarah itu disebut dalam tulisan bahwa Jawa kuno yang

memakai tahun 1216 Caka (1254 Masehi), menceritakan tentang

perang antara Jayakatwang melawan Raden Wijaya. Hal ini berarti

sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan

sebagai panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri.

Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan dalam teknik

pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna

alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain,

sementara zat pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati,

bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah

manggis.

Dalam buku Negara Kartagama karangan Mpu Prapanca

diceritakan bahwa warna merah putih digunakan dalam upacara hari


kebesaran raja pada waktu pemerintahan Hayam Wuruk yang

bertahta di kerajaan Majapahit tahun 1350-1389 M. Mpu Prapanca

juga mempertegas dalam pendapatnya, bahwa bagi Majapahit warna

merah dan putih adalah warna yang mulia.

Selain itu, kitab tembo alam Minangkabau tahun 1840 juga

membuktikan terdapat gambar bendera alam Minangkabau yang

berwarna merah putih hitam. Bendera ini merupakan pusaka

peninggalan zaman kerajaan Melayu Minangkabau dalam abad ke

14, ketika Maharaja Adityawarman memerintah (1340-

1347). Sementara itu, di Kraton Solo terdapat pusaka berbentuk


bendera Merah Putih peninggalan Kyai Ageng Tarub, putra Raden

Wijaya, yang menurunkan raja-raja Jawa.

Sebenarnya tidak hanya

kerajaan Majapahit saja yang

memakai bendera merah putih

sebagai lambang kebesaran. Sebelum

Majapahit, kerajaan Kediri telah

memakai panji-panji merah putih.

Selain itu, bendera perang

Sisingamangaraja IX pada tahun

1613-1645 dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai

warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan

dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah

bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar

melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja

I-XII.
Begitupun dengan pejuang-pejuang Aceh telah menggunakan

bendera saat berperang berupa umbul-umbul dengan warna merah

dan putih, di bagian belakang ada gambar pedang, bulan sabit,

matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.

Zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung

Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan

kebesaran kerajaan Bone. Bendera Bone itu dikenal dengan nama

Woromporan.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran

Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah putih dalam

perjuangannya melawan Belanda. Kemudian, warna-warna yang

dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di

awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda.

Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada

tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu

dilarang digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera

nasional Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika

kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan sejak saat itu pula.


Bendera yang dinamakan Sang Merah Putih ini pertama kali

digunakan oleh para pelajar dan kaum nasionalis pada awal abad ke-

20 di bawah kekuasaan Belanda.

Bendera Merah Putih berkibar untuk pertama kali dalam

abad 20 sebagai lambang kemerdekaan ialah di benua Eropa. Pada

tahun 1922 Perhimpunan Indonesia mengibarkan bendera Merah

Putih di negeri Belanda dengan kepala banteng ditengah-tengahnya.

Dalam tahun 1927 lahirlah di kota Bandung Partai Nasional

Indonesia (PNI) yang mempunyai tujuan Indonesia Merdeka. PNI


mengibarkan bendera Merah Putih kepala banteng. Pada tanggal 28

Oktober 1928 berkibarlah untuk pertama kalinya bendera, Merah

Putih sebagai bandera kebangsaan yaitu dalam Kongres Indonesia

Muda di Jakarta. Sejak itu berkibarlah bendera kebangsaan Merah

Putih di seluruh kepulauan Indonesia.

Bendera pusaka yang dikibarkan pada 17 agustus 1945 adalah

buatan Ibu Fatmawati, istri Presiden Soekarno, pada tahun 1944.

Sejak tahun 1946 sampai dengan 1968, bendera tersebut hanya

dikibarkan pada setiap hari ulang tahun kemerdekaan RI. Sejak tahun
1969, bendera itu tidak pernah dikibarkan lagi dan sampai saat ini

disimpan di Istana Merdeka. Setelah tahun 1969, yang dikibarkan

pada hari ulang tahun kemerdekaan RI di istana adalah bendera

duplikatnya yang terbuat dari sutra.

Pemilihan warna merah putih sebagai bendera Indonesia oleh

Soekarno tidak begitu saja diputuskan untuk Revolusi. Warna-warna

itu berasal dari awal penciptaan manusia. Darah seorang wanita

berwarna merah. Sperma seorang laki-laki putih. Matahari berwarna

merah. Bulan berwarna putih, yang ditulis Cindy Adams dalam

biografi Soekarno, Penyambung Lidah Rakyat.

Menurut Soekarno tanah di Nusantara berwarna merah,

sementara getah tumbuhan berwarna putih. Orang Jawa sudah

menyajikan bubur merah putih selama ratusan tahun.

Di awal kemerdekaan, Soekarno mengaku memerintahkan

agar membuat 10 juta bendera merah putih dari kertas dan


disebarkan ke seluruh pelosok Indonesia paling terpencil. Hal itu

membuat rakyat bangga dan merasa ikut dalam perjuangan.

Penetapan Sang Merah Putih sebagai Bendera Nasional

dimulai sejak Setelah Perang Dunia II berakhir, Indonesia merdeka

dan mulai menggunakan bendera Merah Putih sebagai bendera

nasional. Kemudian bendera Merah-Putih bergelar “Sang” yang

berarti kemegahan turun temurun, sehingga Sang Saka berarti

bendera warisan yang dimuliakan.

Sang Saka Merah Putih merupakan julukan kehormatan

terhadap bendera Merah Putih negara Indonesia. Pada mulanya

sebutan ini ditujukan untuk bendera Merah Putih yang dikibarkan

pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56,

Jakarta, saat Proklamasi dilaksanakan.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada tanggal 9

Agustus 1945 mengadakan sidang yang pertama dan menetapkan


Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang kemudian dikenal

sebagai Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

Dalam UUD 1945, Bab I, pasal I, ditetapkan bahwa Negara

Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam

UUD 1945 pasal 35 ditetapkan pula bahwa bendera Negara

Indonesia ialah Sang Merah Putih. Dengan demikian itu, sejak

ditetapkannya UUD 1945, Sang Merah Putih merupakan bendera

kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


BAB II
BENDERA MERAH
PUTIH SEBAGAI
IDENTITAS BANGSA
Identitas nasional berasala dari kata “national identity” yang

berarti kepribadian nasional atau jati diri nasional. Identitas adalah

sifat yang dimiliki dan sesuai dengan kesadaran pribadi, golongan

kelompok, maupun suatu negara. Identitas nasional merupakan ciri

dari suatu bangsa sehingga dapat dibedakan dari bangsa lainnya.

Sehingga setiap negara mempunyai identitas yang berbeda-beda

yang sesuai dengan keunikan, sifat serta karakter dari bangsa

tersebut. Identitas suatu bangsa biasanya dibentuk berdasarkan

historis atau proses bagaimana suatu bangsa dibentuk.

Bangsa pada haikatnya merupakan sekelompok besar

manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya

sehingga mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat dan

dapat hidup bersama di suatu wilayah tertentu sebagai kesatuan

nasional.

Dalam karakteristik identitas nasional Indonesia dibagi

menjadi beberapa konsep yaitu Cultural Unitiy dan Political Unitiy


atau disebut juga identitas suku kebangsaan dan identitas

kebangsaan. Identitas Cultural Unity merupakan identitas yang

merujuk pada bangsa dalam pengertian kebudayaan atau dalam arti

sosiologis antropologis. Identitas kesukubangsaan disatukan oleh

adanya kesamaan ras, suku, agama, adat dan budaya, keturunan serta

daerah asal. Dimana unsur tersebut menjadi identitas suku bangsa

seinga keragaman itu membuat negara Indonesia menjadi negara

yang berbeda dari negara lainnya. Identitas yang dimiliki oleh

identitas kesukubangsaan sudah ada sejak lahir atau bersifat

alamiah/bawaan, primer dan etnik.

Identitas Political Unitiy merujuk pada identitas politik yang

digunakan oleh suatu negara. Dimana merupakan kesepakatan dari

banyak bangsa di dalamnya. Identitas ini bersifat buatana. Sekunder,

etis dan nasional.

Pendiri negara Indonesia telah membuat dan menyepakati

identitas bangsa Indonesia dimana telah tercantum dalam konstitusi


Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 pasal 35-36C. Adapun

identitas nasional Indonesia diantaranya adalah bahasa nasional atau

bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia, bendera negara yaitu Sang

Merah Putih, lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya, lambang negara

yaitu Pancasila, semboyan negara yaitu Bhineka Tunggal Ika, dasar

falsafah negara yaitu Pancasila, konstitusi (Hukum Dasar) negara

yaitu Undang-Undang Dasar 1945 Negara Keatuan Republik

Indonesia yang berkedaulatan rakyat, konsepsi wawasan nusantara,

dan kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan

nasional. Dialam buku ini akan dijelaskan secara rinci tentang Sang

Merah Putih sebagai identitas bangsa Indonesia.

Bendera merupakan lambang kebesaran, kewujudan serta

kedaulatan suatu wilayah atau negara sehingga bendera mempunyai

aturan-aturan tertetu seperti tidak boleh digunakan sebagai penutup

atau penghapus suatu benda. Pada abad ke-16 bendera telah

digunakan sebagai ciri suatu wilayah dengan beraneka ragam ,


bentuk serta warna yang berbeda-beda. Maharaja Chou pangeran

Dinasti chou berasal dari negara china telah menggunakan bendera

pertama kali pada tahun 1122 dengan warna putih belio. Bendera

atau flag berasal dari german yaitu flaken atau flegan yang berarti

mengibar atau mengapung diatas angin, dimana bendera berarti

semangat patriot.

Bendera Indonesia berwarna merah putih memiliki makna

fisologis, dimana warna merah melambangkan keberanian dan warna

putih melambangkan kesucian. Merah mecerminkan sifat yang ada

pada raga manusia dan putih mencerminkan jiwa manusia. Dimana

warna merah dan putih mempunyai arti melengkapi serta

menyempurnakan jiwa dan raga manusia.

Apabila kita tinjau dari segi sejarah kedua warna ini mirip

dengan warna gula jawa atau gula aren dan warna putih pada nasi.

Kedua bahan tersebut merupakan bahan utama dalam masakan

Indonesia, terutama pada wilayah Jawa. Pada saat Kerajaan


Majapahit berjaya warna yang digunakan panji-panji menggunakan

warna merah putih atau disebut umbul-umbul abang putih.

Memang ada negara yang memiliki bendera hampir mirip

dengan Indonesia yaitu Polandia, putih merah alias kebalikan dari

bendera Indonesia. Bahkan negara monaco juga memakai warna

merah putih sebagai benderanya, namun perlu kawan-kawan ketahui

ada perbedaan antara bendera RI dan Monaco. Dari rasio, bendera

Indonesia mempunyai rasio 2:3, sedangkan Monaco 4:5. Dan jika

dilihat dari sejarah kemerdekaannya memang Monaco menggunakan

lebih dulu, tapi jika dilihat dari sejarah kerajaan maka Indonesialah

yang lebih dulu menggunakan merah putih.


Bendera bukan sekedar benda berupa kain berwarna yang

tidak memiliki nilai keagungan. Namun, benda yang sakral dan

merupakan kehormatan setiap negara. Begitupun dengan Sang Merah

Putih, merupakan simbol keaguangan bagi Bansa Indonesia. Setiap

orang tidak boleh merusak, merobek, menginjak-injak, membakar,

atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina,

atau merendahkan kehormatan Bendera Negara. Jika melanggar

peraturan tersebut, pantaslah mendapat hukuman berupa sanksi

sesuai dengan peraturan Undang-Undang.

Bendera Merah Putih juga merupakan pemersatu bagi 34

provinsi di Indonesia. Dilarang keras mengibarkan bendera selain

Merah Putih, apabila mengibarkan selain bendera Merah Putih maka

artinya ingin melepaskan diri dari Indonesia. Harus diketahui para

pejuang kemerdekaan telah mengalami tumpah darah demi dapat

mengibarkan bendera Merah putih. Jadi, setiap warga negara yang

telah memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau yang masih di


bawah umur hukumnya wajib menjaga Sang Merah Putih, bukan

sekedar menghormati para pejuang kemerdekaan tetapi sebagai

bentuk menjaga keutuhan bangsa dan kemerdakaan.


BAB III
MAKNA BENDERA
MERAH PUTIH
Bendera berasal dari bahasa Itali rumpun Romawi

kuno Bandiera yang berarti umbul-umbul. Dalam bahasa Sansekerta

disebut Pataka, dhuaja, Panji. Menurut W.J.S Purwadarminta,

Bendera adalah sepotong kain segi tiga atau segi empat yang diberi

tongkat (tiang) dipergunakan sebagai lambang, tanda, dsb.

Bendera merupakan lambang kedaulatan kemerdekaan.

Dimana negara yang memiliki dan mengibarkan bendera sendiri

berarti negara itu bebas mengatur segala bentuk aturan negara

tersebut.

Warna Merah Putih juga dianggap sebagai lambang

keagungan, kesaktian, dan kejayaan. Menurut catatan sejarah simbol

merah putih dipakai sejak jaman Kutai, Sriwijaya, Mataram Hindu,

Kediri, Singasari, Majapahit dan Mataram Islam. Di Jawa lebih

dikenal dengan istilah gula kelapa (Gula jawa berwarna merah,

Kelapa isinya berwarna putih, tapi satu asal). Oleh karena dianggap
sebagai lambang kejayaan, maka dapat dipahami mengapa warna

bendera Kebangsaan Indonesia berwarna Merah Putih.

Kemudian bendera Merah Putih bergelar “Sang” yang berarti

kemegahan turun temurun, sehingga Sang Saka Merah Putih berarti

Bendera Merah Putih yang merupakan warisan yang dimuliakan.

Tak Hanya Bermakna Berani dan Suci Menurut kutipan

tulisan Jakob Sumardjo: “Pada buku Prof Moh Yamin “6.000 Tahun

Sang Saka Merah Putih” yang tak pernah dicetak ulang sejak 1958

dijelaskan bahwa warna merah simbol matahari dan warna putih

sebagai simbol bulan. Merah putih bermakna “zat hidup”. Hanya

tidak dijelaskan makna “zat hidup”. Buku ini ingin membuktikan,

Merah Putih sudah menjadi simbol bangsa Indonesia sejak

kedatangan mereka di kepulauan Nusantara 6.000 tahun lampau.

Makna merah-putih tidak cukup ditelusuri dari jejak arkeologi

bahwa warna merah, putih, dan hitam dapat dijumpai pada berbagai

peninggalan prasejarah, candi, dan rumah adat. Artefak- artefak itu


hanya ungkapan pikiran kolektif suku-suku di Indonesia. Maka,

arkeologi pikiran kolektif inilah yang harus digali dan masuk otoritas

antropologi-budaya atau antropologi-seni. Alam pikiran semacam itu

masih dapat dijumpai di lingkungan masyarakat adat sampai

sekarang.

Warna merah, putih, hitam, kuning, dan campuran warna-

warna itu banyak dijumpai pada ragam hias kain tenun, batik,

gerabah, anyaman, dan olesan pada tubuh, yang menunjukkan

keterbatasan penggunaan warna- warna pada bangsa Indonesia.

Kaum orientalis menuduh bangsa ini buta warna di tengah alamnya

yang kaya warna. Benarkah bangsa ini buta warna? Atau bangsa ini

lebih rohaniah dibandingkan dengan manusia modern yang lebih

duniawi dengan pemujaan aneka warna yang seolah tak terbatas?

Alam rohani lebih esensi, lebih sederhana, lebih tunggal.

Sedangkan alam duniawi lebih eksisten, kompleks, dan plural.

Bangsa Indonesia pramodern memandang hidup dari arah rohani


daripada duniawi. Inilah sebabnya penggunaan simbol warna lebih

sederhana ke arah tunggal. Jika disebut buta warna, berarti buta

duniawi, tetapi kaya rohani.

Berbagai perbedaan hanya dilihat esensinya pada perbedaan

dasar, yakni laki-laki dan perempuan. Semua hal yang dikenal

manusia hanya dapat dikategorikan dalam dualisme-antagonistik,

laki-perempuan. Matahari itu lelaki, bulan perempuan. Dan puluhan

ribu kategori lain.

Pemisahan “lelaki”-“perempuan” itu tidak baik karena akan

impoten. Potensi atau “zat hidup” baru muncul jika pasangan-

pasangan dualistik itu diharmonikan, dikawinkan, ditunggalkan. Itu

sebabnya tunggalnya merah dan putih menjadi dwitunggal. Satu

tetapi dua, dua tetapi tunggal. Dwitunggal merah-putih menjadi

potensi, zat hidup.

Harmoni bukan sintesis. Sintesis merah-putih adalah merah

jambu. Bendera Indonesia tetap Merah Putih, dwitunggal. Dalam


sintesis tidak diakui perbedaan karena yang dua lenyap menjadi satu.

Bhinneka Tunggal Ika bukan berarti yang plural menjadi satu entitas.

Yang plural tetap plural, hanya ditunggalkan menjadi zat hidup.

Sebuah kontradiksi, paradoks, yang tidak logis menurut pikiran

modern.

Dalam pikiran modern, Anda harus memilih merah atau putih

atau merah jambu. Lelaki atau perempuan atau banci. Dalam pikiran

pramodern Indonesia, ketiganya diakui adanya, merah, putih, merah

jambu. Merah jambu itulah Yang Tunggal, paradoks, Zat Hidup,

karena Yang Tunggal itu hakikatnya Paradoks. Jika semua ini berasal

dari Yang Tunggal, dan jika semua ini dualistik, Yang Tunggal

mengandung kedua-duanya alias paradoks absolut yang tak

terpahami manusia. Tetapi itulah Zat Hidup yang memungkinkan

segalanya ini ada.

Yang Tunggal itu metafisik, potensi, being. Yang Tunggal itu

menjadikan Diri plural (becoming) dalam berbagai pasangan


dualistik. Inilah pikiran monistik dan emanasi, berseberangan dengan

pikiran agama-agama Samawi. Harus diingat, merah-putih telah

berusia 6.000 tahun, jauh sebelum agama-agama besar memasuki

kepulauan ini.

Warna merah, putih, dan hitam ada di batu-batu prasejarah,

candi, panji perang. “Putih” adalah simbol langit atau Dunia Atas,

“Merah” sim- bol dunia manusia, dan “Hitam” simbol Bumi atau

Dunia Bawah. Warna-warna itu simbol kosmos, warna-warna tiga

dunia.

Alam pikiran ini hanya muncul di masyarakat agraris. Obsesi

mereka adalah tumbuhnya tanaman (padi, palawija) untuk keperluan

hidup manusia. Tanaman baru tumbuh jika ada harmoni antara langit

dan bumi, antara hujan dan tanah. Antara putih dan hitam sehingga

muncul merah. Inilah yang menyebabkan masyarakat tani di

Indonesia “buta warna”.


Buta warna semacam itu ada kain-kain tenun, kain batik,

perisai Asmat, hiasan rumah adat. Meski dasarnya triwarna putih,

merah, hitam, terjemahannya dapat beragam. Putih menjadi kuning.

Hitam menjadi biru atau biru tua. Merah menjadi coklat. Itulah

warna-warna Indonesia.

Antropolog Australia, Penelope Graham, dalam penelitiannya

di Flores Timur (1991) menemukan makna merah dan putih agak

lain. Warna merah dan putih dihubungkan dengan darah. Ungkapan

mereka, “darah tidak sama”, ada darah putih dan darah merah. Darah

putih manusia itu dingin dan darah merah panas. Darah putih itu zat

hidup dan darah merah zat mati. Darah putih manusia mendatangkan

kehidupan baru, kelahiran. Darah merah mendatangkan kematian.

Darah putih yang tercurah dari lelaki dan perempuan

menimbulkan kehidupan baru, tetapi darah merah yang tercurah dari

lelaki dan perempuan berarti kematian. Makna ini cenderung

mengembalikan putih untuk perempuan dan merah untuk lelaki,


karena hanya kaum lelaki yang berperang. Mungkin inilah hubungan

antara warna merah dan keberanian. Merah adalah berani (membela

kehidupan) dan putih adalah suci karena mengandung “zat hidup”.

Mengapa merah di atas dan putih di bawah? Mengapa tidak

dibalik? Bukankah merah itu alam manusia dan putih Dunia Atas?

Merah itu berani (mati) dan putih itu hidup? Merah itu lelaki dan

putih perempuan? Merah matahari dan putih bulan?Merah panas dan

putih dingin? Artinya, langit-putih-perempuan mendukung manusia-

merah-lelaki. Asal manusia itu dari langit. Akar manusia di atas.

Itulah sangkan-paran, asal dan akhir kehidupan. Beringin terbalik

waringin sungsang. Isi berasal dari Kosong. Imanen dari yang

transenden. Merah berasal dari putih, lelaki berasal dari perempuan.

Jelas, Merah-Putih dari pemikiran primordial Indonesia.

Merah-putih itu “zat hidup”, potensi, daya-daya paradoksal yang

menyeimbangkan segala hal: impoten menjadi poten, tak berdaya

menjadi penuh daya, tidak subur menjadi subur, kekurangan menjadi


kecukupan, sakit menjadi sembuh . Merah-putih adalah harapan

keselamatan. Dia adalah daya-daya sendiri, positif dan negatif

menjadi tunggal.

Siapakah yang menentukan Merah-Putih sebagai simbol

Indonesia? Apakah ia muncul dari bawah sadar kolektif bangsa?

Muncul secara intuisi dari kedalaman arkeotip bangsa? Kita tidak

tahu, karena merah-putih diterima begitu saja sebagai syarat bangsa

modern untuk memiliki tanda kebangsaannya.


Dalam suatu kesempatan Sri Sultan Hamengkubuwono X pada

pertemuannya dengan mahasiswa Sastra, Monash University

menyatakan bahwa :

“Bendera Merah-Putih, menurut Sultan, memiliki urutan

sejarah yang panjang. Bukan hanya produk 17 Agustus 1945,

melainkan produk sejak abad XII saat zaman Sriwijya di Palembang

dan Singasari sampai ke zaman Mataram, yang dikenal dengan

sebutan bendera “Gula Klapa”. Bagi orang Jawa, lanjut Sultan,

bendera Merah-Putih tak ubahnya seperti sebuah keris, yang

merupakan personifikasi atas diri pemiliknya. Untuk itu kemudian

muncul kepercayaan, bendera Merah-Putih tidak boleh diletakkan di

tanah. Meskipun sebetulnya tidak apa-apa, tapi orang Jawa jelas

tidak akan melakukan itu. Apalagi kalau Merah-Putih dibakar,”

Sedangkan dalam masyarakat Jawa pada acara Slametan,

Tumpengan dan hajatan khusus, ada sajian Bubur Sengkala (Bubur

ketan Merah – Putih ) terdiri : Bubur Putih, Bubur Merah, Bubur


Putih di tengahnya Merah, Bubur Merah di tengahnya Putih.

Mengandung Filosofi: sama seperti diutarakan di atas, Putih artinya

asal kehidupan, yakni sebelum manusia lahir berasal dari Sana,

Kemudian ada Dunia/Bumi (merah) tempat manusia lahir, melalui

pertemuan “Bapak” dan “Ibu” kita ada ,simbolnya Putih yang

dalamnya Merah (waktu Ibu mengandung ada titik merah/janin kita,

kemudian ketika kita lahir jadi manusia didalam kita ada roh suci,

disimbolkan : Merah dalamnya Putih.

Jika di Tiongkok telah dikenal symbol yin yang sejak ribuan

tahun silam , yang artinya kurang lebih mirip dengan Merah Putih,

maka bangsa kita juga mempunyai simbol Merah Putih, artinya

bangsa Indonesia mempunyai pandangan holistik, tentang

Makrokosmos dan Microkosmos Kehidupan yang sangat religius

yang sangat nyata ditulis oleh Alam .


Maka memahami Merah putih, berarti memahami makna

filosofis yang dalam mengenai Makna Kehidupan yang menjadi

Simbol, Spirit, Jiwa bangsa Indonesia”

Mungkin kita sebagai Paskibra telah mengetahui adanya tata

krama terhadap bendera, salah satunya adalah Bendera tidak boleh

menyentuh tanah dan tidak boleh dibawa balik kanan, namun apakah

kita tahu apa makna dibalik hal tersebut?

Logikanya jika Bendera menyentuh/jatuh ke tanah, tentu

bendera akan kotor, namun dibalik itu terdapat makna kiasan, bahwa

tanah merupakan tempat kaki berpijak, sehingga apabila bendera

jatuh, seolah-olah kita telah menginjak-injak bendera tersebut.

Lalu mengenai Bendera tidak boleh dibawa balik kanan,

merupakan kiasan akan kemunduran negara.


BAB IV
ATURAN PENGGUNAAN
BENDERA MERAH
PUTIH
Tanggal 17 Agustus 2015 publik ditengahkan dengan

pemberitaan tentang sikap Wakil Presiden RI Jusuf Kalla tidak

mengangkat tangan tanda penghormatan kepada bendera merah putih

yang sedang dikibarkan pada peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-70

di Istana Merdeka. Hal ini menimbulkan pandangan yang berbeda di

masyarakat terkait hal tersebut. Kurang populernya sikap berdiri

tanpa mengangkat tangan, membuat sebagian masyarakat

mempertanyakan sikap Wapres Jusuf Kalla yang tidak mengangkat

tangan terhadap bendera merah putih pada peringatan Kemerdekaan

RI ke-70 tanggal 17 Agustus 2015 di Istana Merdeka, meski

sebenarnya hal tersebut juga telah dilakukannya ketika masih

menjadi wapres di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sikap serupa juga sebelumnya dilakukan oleh Wakil Presiden

Muhammad Hatta pada saat upacara tahun 1945. Lalu apakah itu

kemudian bertentangan dengan aturan yang ada di Indonesia?

Hormat bendera adalah penghormatan yang dilakukan oleh warga


negara terhadap bendera yang menjadi salah satu simbol negara.

Aturan tata cara ketika pengibaran dan penurunan bendera di

Indonesia diatur pada No. 40 Tahun 1958 pasal 20 Peraturan

Pemerintah tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia secara

lengkap sebagai berikut: Pada waktu upacara penaikan atau

penurunan Bendera Kebangsaan, maka semua orang yang hadir

memberi hormat dengan berdiri tegak, berdiam diri, sambil

menghadapkan muka kepada bendera sampai upacara selesai.

Mereka yang berpakaian seragam dari suatu organisasi memberi

hormat menurut cara yang telah ditentukan oleh organisasinya itu.

Mereka yang tidak berpakaian seragam, memberi hormat dengan

meluruskan lengan kebawah dan melekatkan tapak tangan dengan

jari-jari rapat pada paha, sedang semua jenis penutup kepala harus

dibuka, kecuali kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi

wanita yang dipakai menurut agama atau adat kebiasaan.


Selanjutnya penjelasan Pasal 20 adalah “dalam kudung

termasuk juga tutup kepala yang digunakan oleh non dari agama

Khatolik. Yang dimaksud dengan topi wanita ialah topi yang

menurut kebiasaan dipakai oleh wanita barat sebagai pelengkap

pakaiannya seperti halnya dengan kudung yang dipakai wanita

Islam”. Penjelasan Pasal 20 di Peraturan Pemerintah Nomor 40

Tahun 1958 menerangkan secara lebih detail mengenai hormat

terhadap bendera kebangsaan yang disandingkan paling atas dari

simbol-simbol lain. Bendera dikibarkan harus lebih tinggi dari

simbol apapun terkecuali bersandingan dengan bendera negara lain,

karena setiap negara adalah sederajat. Menyoal Jusuf kalla tidak

menghormat pada bendera pusaka, Pasal 20 secara eksplisit tidak

mengatur agar penghormatan dilakukan dengan mengangkat tangan

kanan sambil merapatkan dan menyimpannya di pelipis.

Di Pasal 20 yang juga dijelaskan dalam penjelasan di atas

menerangkan, bahwa “Pada waktu upacara penaikan atau penurunan


Bendera Kebangsaan, maka semua orang yang hadir memberi

hormat dengan berdiri tegak, berdiam diri, sambil menghadapkan

muka kepada bendera sampai upacara selesai”. Pasal tersebut dengan

jelas tidak megatakan teknis dan cara hormat yang harus dilakukan.

Meskipun kemudian dalam kalimat berikutnya dielaskan “Mereka

yang berpakaian seragam dari suatu organisasi memberi hormat

menurut cara yang telah ditentukan oleh organisasinya itu”.

Dalam tafsir tersebut, cara menghormat menjadi suatu

kebiasaan sebuah organisasi, dalam hal ini bisa disebut seperti

POLRI atau TNI yang memiliki budaya penghormatannya sendiri.

Penjelasan mengenai mereka yang tidak berseragam memiliki aturan

tersendiri untuk memberikan penghormatan, di kalimat terakhir

dijelaskan “Mereka yang tidak berpakaian seragam memberi hormat

dengan meluruskan lengan ke bawah dan melekatkan telapak tangan

dengan jari-jari rapat pada paha, sedang semua jenis penutup kepala

harus dibuka, kecuali kopiah, ikat kepala, sorban, dan kudung atau
topi wanita yang dipakai menurut agama atau adat kebiasaan”.

Sehingga jika merujuk aturan, seorang Jusuf Kalla tidak melanggar

aturan yang ada, karena penghormatan dengan mengangkat tangan

dan menempatkannya di pelipis tidak pernah masuk dalam sebuah

aturan untuk penaikan dan penurunan bendera pusaka. Pemberian

hormat seperti gerakan pada umumnya, merupakan budaya atau

aturan yang dilakukan dalam sebuah organisasi dengan aturan

tersendiri.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun

2009 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta

Lagu Kebangsaan

Bagian Kesatu Umum

Pasal 4

(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari

kain yang warnanya tidak luntur. (3) Bendera Negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan ukuran:


a. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana

kepresidenan;

b. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;

c. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;

d. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan

Wakil Presiden;

e. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;

f. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;

g. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;

h. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;

i. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan

j. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.

Pasal 5

(1) Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan

Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan

Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah


Putih. (2) Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan

dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.

Bagian Kedua Penggunaan Bendera Negara

Pasal 6

Penggunaan Bendera Negara dapat berupa pengibaran dan/atau

pemasangan.

Pasal 7

1) Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada waktu

antara matahari terbit hingga matahari terbenam.

2) Dalam keadaan tertentu pengibaran dan/atau pemasangan

Bendera Negara dapat dilakukan pada malam hari.

3) Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari

Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh

warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah,


gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum,

dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik

Indonesia di luar negeri.

4) Dalam rangka pengibaran Bendera Negara di rumah

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah

memberikan Bendera Negara kepada warga negara Indonesia

yang tidak mampu.

5) Selain pengibaran pada setiap tanggal 17 Agustus

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara

dikibarkan pada waktu peringatan hari-hari besar nasional

atau peristiwa lain.

Pasal 9

1) Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat

(1) wajib dikibarkan setiap hari di:

a. Istana Presiden dan Wakil Presiden;


b. Gedung atau kantor lembaga negara;

c. Gedung atau kantor lembaga pemerintah;

d. Gedung atau kantor lembaga pemerintah

nonkementerian;

e. Gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;

2) Penggunaan Bendera Negara di lingkungan Tentara Nasional

Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur tersendiri oleh

pimpinan institusi dengan berpedoman pada Undang-Undang

ini;

3) Penggunaan Bendera Negara di kantor perwakilan negara

Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf g dilakukan dengan berpedoman pada

Undang-Undang ini.

4) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf g digunakan di luar gedung atau kantor perwakilan


Republik Indonesia di luar negeri dilakukan sesuai dengan

peraturan penggunaan bendera asing yang berlaku di negara

yang bersangkutan.

Bagian Ketiga Tata Cara Penggunaan Bendera Negara

Pasal 13

1) Bendera Negara dikibarkan dan/atau dipasang pada tiang

yang besar dan tingginya seimbang dengan ukuran Bendera

Negara.

2) Bendera Negara yang dipasang pada tali diikatkan pada sisi

dalam kibaran Bendera Negara.

3) Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang

membujur rata.

Pasal 14

1) Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang secara

perlahan-lahan, dengan khidmat, dan tidak menyentuh tanah.


2) Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang, dinaikkan

hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan

tepat setengah tiang.

3) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) hendak diturunkan, dinaikkan terlebih dahulu hingga

ujung tiang, dihentikan sebentar, kemudian diturunkan.

Pasal 15

1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara, semua

orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan

khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara

sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai.

2) Penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat diiringi Lagu Kebangsaan

Indonesia Raya.
Bagian Keempat Larangan
Pasal 24

Setiap orang dilarang:

a. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau

melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai,

menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;

b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan

komersial;

c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur,

kusut, atau kusam;

d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar

atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun

pada Bendera Negara; dan

e. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap,

pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat

menurunkan kehormatan Bendera Negara.

Anda mungkin juga menyukai