Lydia Blok 21
Lydia Blok 21
Lydia Natasha
102014031
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Email : Lydia.2014fk031@civitas.ukrida.ac.id
Abstract
Diabetic ulcers is one complication of diabetes mellitus. Diabetic ulcers are the ulcers, ulcers
or tissue damage associated with neurological disorders and blood vessels caused by
diabetes mellitus in lower limb locomotor patients with diabetes mellitus. Broadly speaking,
the cause of the occurrence of diabetic ulcers mediated by three things, namely the
occurrence of peripheral neuropathy, vascular disorders and infection. Classification is often
used in the diabetic foot is a classification according to Wagner, who can determine the
staging and prognosis. Proper and prompt therapy on diabetic foot can prevent
exacerbations and reduce the likelihood of amputation.
Keyword : Diabetic foot ulcers, wagner, patophysiology of diabetic ulcers
Abstrak
Ulkus diabetik merupakan salah satu penyakit komplikasi dari diabetes melitus. Ulkus
Diabetik adalah adanya tukak, borok atau kerusakan jaringan yang berhubungan dengan
kelainan saraf dan pembuluh darah yang diakibatkan karena diabetes melitus pada tungkai
bawah alat gerak pasien diabetes melitus. Secara garis besar penyebab dari terjadinya ulkus
diabetik diperantarai oleh 3 hal, yaitu terjadinya neuropati perifer, gangguan pembuluh darah
dan adanya infeksi. Klasifikasi yang sering dipakai dalam diabetic foot adalah klasifikasi
menurut wagner, yang bisa menentukan staging dan prognosis. Terapi yang tepat dan cepat
pada diabetic foot dapat mencegah terjadinya eksaserbasi dan mengurangi kemungkinan
terjadinya amputasi.
Kata kunci : Ulkus kaki diabetikum, wagner, patofisiologi ulkus diabetikum
Pendahuluan
Ulkus pada kaki, sepsis, dan amputasi adalah suatu hal yang paling ditakuti oleh
orang pengidap diabetes. Terjadinya ulkus pada kaki adalah merupakan komplikasi dari
diabetes mellitus dan sering kali harus diakhiri dengan mengamputasi ekstremitas bagian
bawah. Penyebab terbanyak yang mendasarinya adalah neuropati, trauma , deformitas,
tekanan tinggi pada plantar kaki, dan penyakit arteri perifer. Klasifikasi yang sering dipakai
dalam diabetic foot adalah klasifikasi menurut wagner, yang bisa menentukan staging dan
prognosis. Terapi yang tepat dan cepat pada diabetic foot dapat mencegah terjadinya
eksaserbasi dan mengurangi kemungkinan terjadinya amputasi. Tujuan dari terapi adalah
untuk secara dini menyembuhkan suatu lesi pada kaki, dan mencegah kekambuhannya.1
Identifikasi faktor resiko adalah suatu dasar manajemen pencegahan terjadinya
diabetic foot pada orang diabetes. Resiko terjadinya ulkus dan amputasi meningkat pada
orang yang sudah mengidap diabetes selama lebih dari 10 tahun, orang laki-laki, orang yang
jarang mengontrol gulanya, dan pada orang yang mempunyai komplikasi pada
kardiovaskuler, retina dan ginjal. Orang pengidap diabetes seharusnya secara rutin
diperiksakan keadaan kakinya, untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya diabetic foot.
Pemeriksaan meliputi sensasi, struktur kaki, dan biomekanik, vaskuler, dan ketahanan kulit.
Skrining untuk penyakit vaskuler perifer, dengan cara mencari riwayat adanya klaudikasio.
Pada pemeriksaan kulit harus diperiksa tentang ketebalan dan ketahanannya khususnya pada
ibu jari kaki dan telapak kaki. Adanya eritema, dan terbentuknya kallus, mengindikasikan
adanya jaringan yang rusak. Deformitas tulang, terbatasnya pergerakan sendi, dan gangguan
pada gaya jalan juga harus dicatat dan diperiksa.2
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesa adalah suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan
petunjuk-petunjuk verbal dan non-verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Riwayat pasien
merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya yaitu segala hal yang
diceritakan penderita.3 Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto
Anamnesa apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat
atau orang yang bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau
kesulitan berbicara disebut dengan Allo Anamnesa. Dengan dilakukanya anamnesis maka
70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan 30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik,
lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Ada beberapa hal yang perlu ditanyakan dokter kepada
pasiennya, antara lain:3
Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan.
Keluhan Utama
Keluhan / gejala yang pasien rasakan yang membuat pasien datang untuk berobat.
Riwayat Penyakit Sekarang
Cerita kronologis, rinci, jelas tentang bagaimana keadaan pasien sebelum ada keluhan
sampai dibawa berobat. Perlu ditanyakan juga apakah sebelumnya pasien pernah
melakukan pengobatan dan apakah penyakitnya membaik atau tidak.
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti ini atau tidak.
Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah pasien mempunyai penyakit keturunan dari anggota keluarga.
Alergi
Apakah pasien mempunyai alergi terhadap makanan, minuman atau obat-obatan
Pada kasus tersebut didapatkan bahwa kedua ujuang kakinya terasa kebas dan sering
kesemutan, pasien mengatakan kakinya luka kena paku tapi tidak sakit. Pasien mengobati
dengan antiseptic saja. Seminggu luka tampak kemerahan dan meluas serta mengeluarkan
nanah, menjadi kehitaman dan berbau busuk. Pasien juga merasa demam.
Pemeriksaan fisik4
Inspeksi
pada inspeksi yang pertama kita lihat yaitu pertama adalah warna kulit lalu adakah atrofi
atau hipotrofi otot, kemudian adakah kontraktur atau cicatrix bekas luka, ulkus, atau post
amputasi. Lalu untuk selanjutnya yang kita lihat apakah ada gerakan-gerakan yang
terbatas, kemudian adakah lesi-lesi kulit dan soft tissue: infiltrate, bisul, cellulitis, abses,
ulkus, gangrene (borok busuk), pada saat melakukan inspeksi harus selalu bandingkan
dengan bagian sebelahnya yg masih sehat.
Palpasi
Pada palpasi yaitu disini kita meraba suhu dari kulit yaitu dimana biasanya bila sudah
disertai adanya ulkus pada kaki kulit akan terasa lebih dingin pada bagian sekitar kaki
tempat ulkus, lalu untuk selanjutnya kita mulai raba adanya pulsasi arteri dorsalis pedis
dan pulsasi arteri tibialis posterior.
Reflex
Pada pemeriksaan reflex disini kita mulai dengan tes sensibilitas yaitu dengan
pemeriksaan monofilament, kemudian tes KPR dan APR menggunakan palu reflex yaitu
dengan mengetuk bagian patella dan bagian tendon Achilles, dan selanjutnya dilanjutkan
dengan tes babinsky yang ditimbulkan dengan stimulus g babinsky yang ditimbulkan
dengan stimulus gesekan pada telapak kaki, yang menghasilkan dorsofleksi jari besar dan
pengembangan jari-jari yang lebih kecil. Biasanya stimulus semacam itu menyebabkan
semua jari-jari kaki menekuk ke bawah. Disebut juga Babinski’s toe sign.
Pemeriksaan penunjang5
Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.
HbA1c
Merupakan glikosilat non-enzimatik protein tubuh dan dipengaruhi langsung kadar
glukosa darah. Kadar HbA1c menggambarkan kadar glukosa darah selama 2-3 bulan
sebelum tes dilakukan. Hb abnormal akan menganggu (interferensi) pemeriksaan HbA1c
sehingga ketepatan hasilnya menurun yaitu pada hemoglobinopati, usia eritrosit
memendek sehingga dapat menganggu interpretasi. Nilai rujukan kadar HbA1c: 5-9%
kadar Hb total. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
Setelah berpuasa minimal 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, tapi sebelum
dilakukan pemeriksaan ini lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa terlebih
dahulu, kemudian pasien diberi 75 gr gula (dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak) yang
dilarutkan dalam 250mL air, dan periksa kadar glukosa ½, 1, 1 ½, dan 2 jam setelah
pembebanan glukosa. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan
tersebut harus < dari 140 mg/dl.
Pemeriksaan darah kapiler
Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample
darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin
glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat
dilakukan dirumah.
Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )
Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.
Radiologi
X-ray untuk mengetahui apakah terdapat osteomyelitis atau tidak, karena osteomyelitis
dapat menghambat absorbs antibiotic atau obat ke tulang dan dapat memperparah infeksi
itu sendiri.
Working Diagonosis
Ulkus diabetikum
Ulkus Diabetik adalah adanya tukak, borok atau kerusakan jaringan yang
berhubungan dengan kelainan saraf dan pembuluh darah yang diakibatkan karena diabetes
melitus pada tungkai bawah alat gerak pasien diabetes melitus. Masalah yang timbul ini
diakibatkan oleh gangguan atau kerusakan saraf, gangguan atau kerusakan pada pembuluh
darah, dan infeksi. Infeksi terjadi karena bakteri mudah masuk melalui luka pada kaki
kemudian tumbuh, menyebar dan dapat menyebabkan infeksi. Semakin lama luka ulkus
terbuka dan tidak dirawat semakin besar pula risikonya untuk terkena infeksi bakteri. Bakteri
patogen yang tumbuh subur terutama adalah bakteri anaerob karena organ yang terinfeksi
kekurangan pasokan oksigen akibat berkurangnya aliran darah. Bakteri anaerob berperan
besar untuk menimbulkan infeksi dan gangren karena bekerja sinergis dalam pembentukan
gas kemudian menjadi gas gangrene.5
Etiologi6
Mayoritas ulkus kaki muncul hasil dari trauma minor di akibat neuropati sensorik. Hal
ini terbaik menggambarkan triad kritis paling sering terlihat pada pasien dengan ulkus kaki
diabetik. Neuropati sensorik perifer, deformitas, dan trauma. Ketiga faktor risiko ini hadir di
65% dari ulkus kaki diabetik. Kapalan, edema, dan penyakit pembuluh darah perifer juga
telah diidentifikasi sebagai faktor etiologi dalam pengembangan ulkus kaki diabetik.
Meskipun patogenesis neuropati sensorik perifer masih kurang dipahami, ada tampaknya
beberapa mekanisme yang terlibat, termasuk pembentukan produk canggih glikosilasi akhir
dan diasilgliserol, stres oksidatif, dan aktivasi protein kinase Cβ. Selanjutnya, Control
Diabetes dan Komplikasi Trial dan studi prospektif telah mengkonfirmasi peran penting dari
hiperglikemia pada onset dan perkembangan neuropati.
Faktor risiko yang mungkin dapat menderita kaki diabetikum adalah:7
Hipertensi
HbA1c >7.5
Dyislipidemia
Merokok
Penyakit jantung
Diabetic neuropathy
Diabetic retinopathy
Pemeriksaan gula darah ireguler
Latihan fisik ireguler
Riwayat keluarga yang menderita diabetes
Riwayat ulkus sebelumnya
Epidemiologi
Indonesia berada di peringkat keempat jumlah penyandang diabetes melitus di dunia
setelah Amerika Serikat, India dan Cina. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil wawancara
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1
persen (2013). Dan alangkah tidak beruntungnya, sebagian besar akan mengalami amputasi
karena adanya infeksi berat dan iskemi perifer pembuluh darah. Neuropati adalah faktor
predisposisi untuk terjadinya ulkus dan amputasi. Kurang lebih 15% penderita DM akan
mengalami ulkus selama perjalanan penyakitnya dan 3-4% nya terkena infeksi berat. Sebesar
85% penderita ulkus diabetik akan diamputasi dan 36% dari pasien amputasi tersebut, 2 tahun
setelahnya akan meninggal dunia.8
Patofisiologi5
Ulkus diabetik merupakan salah satu penyakit komplikasi dari diabetes melitus.
Secara garis besar penyebab dari terjadinya ulkus diabetik diperantarai oleh 3 hal, yaitu
terjadinya neuropati perifer, gangguan pembuluh darah dan adanya infeksi. Ketiga hal
tersebut secara tunggal maupun gabungan dari antara ketiganya berpotensi menyebabkan
terjadinya penyakit ulkus diabetik.
Neuropati perifer
Neuropati sensorik perifer, di mana seseorang tidak dapat merasakan luka merupakan
faktor utama penyebab ulkus diabetik. Kurang lebih dari semua penderita ulkus diabetik
disebabkan oleh neuropati, di mana merupakan gabungan dari neuropati dan iskemik.
Bentuk lain dari neuropati juga berperan dalam terjadinya ulserasi kaki. Neuropati perifer
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu neuropati motorik yaitu tekanan tinggi pada kaki ulkus
yang mengakibatkan kelainan bentuk kaki, neuropati sensorik yaitu hilangnya sensasi pada
kaki, dan yang terakhir adalah neuropati autonomi yaitu berkurangnya sekresi kelenjar
keringat yang mengakibatkan kaki kering, pecah-pecah dan membelah sehingga membuka
pintu masuk bagi bakteri.
Gangguan pembuluh darah
Gangguan pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease atau PVD) jarang menjadi
faktor penyebab ulkus secara langsung. Walaupun demikian, penderita ulkus diabetik akan
membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh dan resiko untuk diamputasi meningkat
karena insufisiensi arterial. Gangguan pembuluh darah perifer dibagi menjadi 2 yaitu
gangguan makrovaskuler dan mikrovaskuler, keduanya menyebabkan usaha untuk
menyembuhkan infeksi akan terhambat karena kurangnya oksigenasi dan kesulitan
penghantaran antibiotika ke bagian yang terinfeksi.Oleh karena itu penting diberikan
penatalaksanaan iskemik pada kaki.
Infeksi
Berkurangnya aliran darah akan menghambat penyembuhan luka sehingga dapat
menyebabkan infeksi. Peningkatan gula darah juga menghambat kerja leukosit sehingga
penyembuhan infeksi menjadi lebih lama. Luka dapat berkembang menjadi ulkus, gangren
bahkan menjalar sampai terjadi osteomyelitis. Jika penanganannya tidak tepat dan cepat,
meningkatkan risiko penderita untuk mengalami amputasi.
Gejala klinis
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada penderita ulkus diabetes berupa sering
kesemutan, nyeri kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang. kerusakan jaringan (nekrosis),
penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis/tibialis/poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan
kuku menebal serta kulit kering (Hastuti, 2008). Progresivitas dari suatu infeksi disebabkan
oleh banyak faktor yang berhubungan dengan karakteristik luka, patogenitas bakteri dan host.
Diagnosis dari adanya infeksi ditegakkan dari adanya paling sedikit 2 tanda seperti: bengkak,
indurasi, eritema di sekitar lesi, nyeri, hangat dan adanya pus. Diagnosis kaki diabetes
ditentukan dari klasifikasi Wagner (Wagner’s classification of diabetic foot ulcers):9
Grade 0: Resiko tinggi tanpa ulkus
Grade 1: ulkus superfisial tanpa infeksi
Grade 2: ulkus dalam dengan selulitis tanpa abses dan osteomyelitis
Grade 3: ulkus dalam dengan abses dan osteomyelitis
Grade 4: gangren local
Grade 5: gangren seluruh kaki
Neurophatic foot, dengan gambaran ulkus bermula dari ibu jari dan bagian plantar dari
metatarsal dan seringkali tampak gambaran callus. Jika callus tidak dihilangkan, kemudian
jika callus itu berdarah sehingga jaringan pada callus itu mengalami nekrosis maka
ini akan menyebabkan terjadinya ulkus. Biasanya ulkus ini akan terinfeksi oleh
stafilokokus, streptokokus, organisme gran negatif, bakteri anaerob, sehingga infeksi ini akan
menyebabkan selulitis, abses, dan osteomyelitis.Adanya ulkus ini juga dapat
menyebabkan in situ thrombosis pada arteri, sehingga menyebabkan timbulnya gangren
dari ibu jari.11
Ischaemic foot, tidak adanya denyut nadi pada kaki harus menjadi perhatian seorang
dokter untuk menduga terjadinya iskemia, yaitu dengan pemeriksaan dan
penatalaksanaan secara spesifik. Karakteristinya adalah lesi pada pinggiran kaki dan tidak
disertai bentukan callus. Identifikasi kemungkinan terjadinya iskemia adalah dengan melihat
karakteristik yaitu lesi yang berwarna merah muda, nyeri, denyutan yang melemah, dan
kadang-kadang pada perabaan kaki pasien terasa dingin.Nyeri yang dirasakan sangat hebat
dan dirasakan persisten baik siang maupun malam. Pemeriksaan ankle – brachial pressure
index dengan doppler dapat membantu kita untuk mengetahui ada tidaknya iskemia.11
Berikut adalah tabel tanda dan gejala dari ulkus kaki diabetes.9
Neuropathic ulcer Ischemic Ulcer Infected Ulcer
Teraba hangat Sianosis Eritema
Kulit kering Dingin Nyeri
Mati rasa (Baal) Alopesia Purulen
Keluar dari batas Atrofi kuku
normal
Pelebaran vena Pulsasi lemah
Pucat
Gejala klaudikasio
Klasifikasi PEDIS
Klasifikasi muthakhir dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot
1.Tidak ada
Gangguan Perfusi 2.Penyakit arteri perifer terapi tidak parah
3.Iskemik Parah pada kaki
Ukuran (Extend) dalam mm dan 1.Permukaan kaki hanya sampai dermis
Dalamnya(Depth) 2.Luka pada kaki sampai di bawah dermis
3.Sudah mencapi tulang dan sendi
Infeksi 1.Tidak ada gejala
2.Hanya Infeksi meliputi bagian kaki dan jaringan
tisu
3.Eritema >2cm atau infeksi meliputi subkutan
tetapi tidak ada tanda inflamasi
4.Infeksi dengan manifestatsi
demam,leukositosis,hipotensi dan azotermia
Hilang Sensasi 1.Tidak ada
2.Ada
Klasifikasi PEDIS digunakan saat pengkajian ulkus kaki diabetic. Pengkajian dilihat dari
bagaimana gangguan Perkusi pada kaki.Berapa ukuran dalam mm(millimeter)dan sejauh
mana dalam dari ulkus kaki diabetic,ada atau tidaknya gejala infeksi serta ada atau
tidaknyasensasi pada kaki.12
Diagnosis banding
Buerger Disease
Buerger’s disease atau disebut juga sebagai tromboangiitis obliteran adalah penyakit
inflamasi oklusif pada pembuluh darah arteri dan vena yang sering mengenai bagian
ekstremitas. Etiologi dari Buerger’s disease masih belum diketahui, namun sebagian besar
individu yang terkena penyakit ini adalah perokok berat. Penyakit ini diidentifikasikan
sebagai respon autoimun terhadap nikotin, sehingga penyalahgunaan tembakau adalah
faktor risiko utama.13
Gejala Penyakit Buerger
Gejala awal yang paling sering ditemukan pada penyakit Buerger adalah rasa sakit pada
bagian tangan dan kaki, diikuti oleh kelemahan pada area yang sama. Nyeri pada
tangan dan kaki muncul dan reda silih berganti, dan akan muncul ketika penderita
melakukan aktivitas, dan reda ketika ia beristirahat. Selain itu, gejala lain yang
mungkin muncul antara lain:13
Perubahan warna jari-jari tangan dan kaki yang menjadi pucat ketika terpapar udara
dingin, yang disebut dengan Raynaud’s Phenomenon.
Luka terbuka yang terasa menyakitkan pada bagian yang terkena.
Muncul pembengkakan di pembuluh darah tepat di bawah permukaan kulit (akibat
sumbatan bekuan darah).
- Lemak
Sepertiga pasien diabetes mengalami hyperlipidemia dan memerlukan pengelolaan
makanan lebih lanjut. Terapi nutrisi yang paling masuk akal yaitu dengan membatasi jumlah
lemak pada makanan mereka dan lebih banyak mengkonsumsi asam lemak tak jenuh ganda
rantai panjang daripada asam lemak jenuh. Ikan dan jenis ungags lebih direkomendasikan
daripada konsumsi daging merah. Jenis makanan yang digoreng dan berlemak sangat tidak
dianjurkan. Asupan lemak sebaiknya tidak lebih dari 30% total energy dengan lemak jenuh
(SAFA) tidak boleh lebih dari 10% karena dapat menyebabkan atherosclerosis. PUFA juga
tidak lebih dari 10% karena mudah teroksidasi dan pada akhirnya akan berefek atherogenik
pula. Lemak yang baik dikonsumsi adalah MUFA seperti canola oil dan minyak zaitun.
Asupan kolesterol tidak lebih dari 300 mg/hari dan jumlah yang dianjurkan adalah kurang
dari 200 mg/hari.
- Serat
Serat merupakan komponen utama dalam diet DM. Serat memiliki nilai terapeutik dan
menurunkan prevalensi DM. Serat sebaiknya dikonsumsi 20-35 g/hari. Beberapa keuntungan
serat diantaranya.
o Memperlambat pencernaan dan absorbs
o Menurunkan glukosa plasma postprandial
o Meningkatkan sensitifitas insulin perifer
o Meningkatkan jumlah insulin reseptor
o Merangsang pemakaian glukosa
o Menghambat pengeluaran glukosa hepar
o Menghambat pelepasan hormone kontraregulasi (mis. Glucagon)
o Menurun kolesterol serum
o Menurunkan trigliserida serum puasa dan post prandial
o Menghambat sintesis kolesterol hepar
o Meningkatkan rasa kenyang
- Pemanis
Pemanis, yang terutama berupa sukrosa dibatasi penggunaannya <25 g/hari dan
sebaiknya terkandung dalam makanan, misalnya buah-buahan. Terdapatnya 2 jenis pemanis:
nutritive (mengandung kalori) dan nonnutritive (tidak mengandung kalori). Pemanis nutritive
diantaranya fruktosa (terdapat dalam buah buahan) dan gula alcohol yaitu polyol (sorbitol,
manitol, xylitol). Fruktosa merupakan gula yang lebih manis disbanding gula lain
memerlukan insulin dalam metabolismenya sehingga kurang menyebabkan hiperglikemia.
Fruktosa memberikan efek glikemik hanya 20-33% dari efek glikemik yang ditimbulkan oleh
glukosa. Begitu juga dengan polyol memberi efek glikemik yang rendah. Pemanis non
nutritive sering digunakan sebagai pengganti gula bagi penderita IDDM dan dijual di pasaran.
Prognosis13
Kematian pada orang dengan diabetes dan ulkus kaki sering hasil dari penyakit
pembuluh arteriosclerotic besar yang terkait yang melibatkan arteri koroner atau ginjal.
kehilangan anggota badan adalah risiko yang signifikan pada pasien dengan ulkus kaki
diabetik, terutama jika pengobatan telah tertunda. Setengah dari semua amputasi
nontraumatic adalah hasil dari komplikasi kaki diabetik, dan risiko 5 tahun membutuhkan
amputasi kontralateral adalah 50%. Pada orang diabetes dengan neuropati, bahkan jika hasil
manajemen yang sukses dalam penyembuhan dari ulkus kaki, tingkat kekambuhan 66% dan
tingkat amputasi naik ke 12%. Sebuah studi oleh Chammas et al menunjukkan bahwa
penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian dini pada pasien dengan
ulkus kaki diabetik, menemukan itu menjadi sumber utama kematian pada pemeriksaan
postmortem di 62,5% dari 243 pasien ulkus kaki diabetik. Studi ini juga menemukan bahwa
pada pasien dengan ulkus kaki diabetik, usia rata-rata kematian akibat penyakit jantung
iskemik, yang berasal dari pemeriksaan postmortem, adalah 5 tahun di bawah kontrol. Pasien
dengan ulkus kaki neuropatik bertekad untuk memiliki risiko tertinggi kematian dini akibat
penyakit jantung iskemik.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kaki Ulkus diabetikum
merupakan komplikasi dari diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Untuk mengobati bisa
dilakukan debridemen dan terapi antibiotik. Jika sudah parah dilakukan amputasi bergantung
pada ulkus dan klasifikasinya.
Daftar pustaka
1. Frykberg, RG. Diabetic Foot Ulcers : Phatogenesis and Management. American Family
Physician volume 66, November 1 2009
2. American Diabetes Association. Preventive Care in People With Diabetes. Diabetes Care
Volume 25, January 2008
3. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2008. h.466-8.
4. Gleadle J. Diabetes Melitus. Dalam: At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008: h. 76
5. Setiati S, Alwi idrus, Sudoyo AW, Simadibrata KM, Setiyohadi B, Syam AF. Pennyakit
Arteri Perifer. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 6. Jakarta:
Interna; juli 2008: h. 1516.
6. Ahmad, J., 2015. The Diabetic Foot. Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research
& Reviews, Volume 15, pp. 30-32.
7. Ahmed AA, Algamdi SA, Algurashi A, Alzhrani AM, Khalid KA. 2014. Risk factors for
diabetic foot ulceration among patients attending primary health care services. JDFC.
6(2) : 40-7.
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Daerah. Jakarta. 2013.h.133.
9. Leong KS, Weston P. Diabetic complications. London: Remedica; 2007. p. 32-4.
10. Medicine et maladise infectieuses. Management of diabetic foot infection. J medmal
November 2008
11. Watkins, PJ. ABC of diabetes : The diabetic foot. BMJ Volume 326, 3
12. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009. h. 140-52.
13. Motukuru V, Suresh KR, Vivekanand V, Raj S, Girija KR. Therapeutic angiogenesis in
buerger’s disease (thromboangiitis obliterans) patients with critical limb ischemia by
autologous transplantation of bone marrow mononuclear cells. J Vasc Surg [Internet].
2008; 48(Suppl 6):S53–60