Anda di halaman 1dari 19

Ulkus Diabetikum Pedis Dextra Diabetikum Terinfeksi

Lydia Natasha
102014031
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Email : Lydia.2014fk031@civitas.ukrida.ac.id

Abstract
Diabetic ulcers is one complication of diabetes mellitus. Diabetic ulcers are the ulcers, ulcers
or tissue damage associated with neurological disorders and blood vessels caused by
diabetes mellitus in lower limb locomotor patients with diabetes mellitus. Broadly speaking,
the cause of the occurrence of diabetic ulcers mediated by three things, namely the
occurrence of peripheral neuropathy, vascular disorders and infection. Classification is often
used in the diabetic foot is a classification according to Wagner, who can determine the
staging and prognosis. Proper and prompt therapy on diabetic foot can prevent
exacerbations and reduce the likelihood of amputation.
Keyword : Diabetic foot ulcers, wagner, patophysiology of diabetic ulcers

Abstrak
Ulkus diabetik merupakan salah satu penyakit komplikasi dari diabetes melitus. Ulkus
Diabetik adalah adanya tukak, borok atau kerusakan jaringan yang berhubungan dengan
kelainan saraf dan pembuluh darah yang diakibatkan karena diabetes melitus pada tungkai
bawah alat gerak pasien diabetes melitus. Secara garis besar penyebab dari terjadinya ulkus
diabetik diperantarai oleh 3 hal, yaitu terjadinya neuropati perifer, gangguan pembuluh darah
dan adanya infeksi. Klasifikasi yang sering dipakai dalam diabetic foot adalah klasifikasi
menurut wagner, yang bisa menentukan staging dan prognosis. Terapi yang tepat dan cepat
pada diabetic foot dapat mencegah terjadinya eksaserbasi dan mengurangi kemungkinan
terjadinya amputasi.
Kata kunci : Ulkus kaki diabetikum, wagner, patofisiologi ulkus diabetikum

Pendahuluan
Ulkus pada kaki, sepsis, dan amputasi adalah suatu hal yang paling ditakuti oleh
orang pengidap diabetes. Terjadinya ulkus pada kaki adalah merupakan komplikasi dari
diabetes mellitus dan sering kali harus diakhiri dengan mengamputasi ekstremitas bagian
bawah. Penyebab terbanyak yang mendasarinya adalah neuropati, trauma , deformitas,
tekanan tinggi pada plantar kaki, dan penyakit arteri perifer. Klasifikasi yang sering dipakai
dalam diabetic foot adalah klasifikasi menurut wagner, yang bisa menentukan staging dan
prognosis. Terapi yang tepat dan cepat pada diabetic foot dapat mencegah terjadinya
eksaserbasi dan mengurangi kemungkinan terjadinya amputasi. Tujuan dari terapi adalah
untuk secara dini menyembuhkan suatu lesi pada kaki, dan mencegah kekambuhannya.1
Identifikasi faktor resiko adalah suatu dasar manajemen pencegahan terjadinya
diabetic foot pada orang diabetes. Resiko terjadinya ulkus dan amputasi meningkat pada
orang yang sudah mengidap diabetes selama lebih dari 10 tahun, orang laki-laki, orang yang
jarang mengontrol gulanya, dan pada orang yang mempunyai komplikasi pada
kardiovaskuler, retina dan ginjal. Orang pengidap diabetes seharusnya secara rutin
diperiksakan keadaan kakinya, untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya diabetic foot.
Pemeriksaan meliputi sensasi, struktur kaki, dan biomekanik, vaskuler, dan ketahanan kulit.
Skrining untuk penyakit vaskuler perifer, dengan cara mencari riwayat adanya klaudikasio.
Pada pemeriksaan kulit harus diperiksa tentang ketebalan dan ketahanannya khususnya pada
ibu jari kaki dan telapak kaki. Adanya eritema, dan terbentuknya kallus, mengindikasikan
adanya jaringan yang rusak. Deformitas tulang, terbatasnya pergerakan sendi, dan gangguan
pada gaya jalan juga harus dicatat dan diperiksa.2

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesa adalah suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan memperhatikan
petunjuk-petunjuk verbal dan non-verbal mengenai riwayat penyakit pasien. Riwayat pasien
merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya yaitu segala hal yang
diceritakan penderita.3 Anamnesis bisa dilakukan pada pasien itu sendiri yang disebut Auto
Anamnesa apabila pasien dalam kondisi sadar dan baik, bisa juga melalui keluarga terdekat
atau orang yang bersama pasien selama ia sakit apabila pasien dalam kondisi tidak sadar atau
kesulitan berbicara disebut dengan Allo Anamnesa. Dengan dilakukanya anamnesis maka
70% diagnosis dapat ditegakkan. Sedangkan 30%nya lagi didapatkan dari pemeriksaan fisik,
lab, dan radiologi (kalau diperlukan). Ada beberapa hal yang perlu ditanyakan dokter kepada
pasiennya, antara lain:3
 Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan.
 Keluhan Utama
Keluhan / gejala yang pasien rasakan yang membuat pasien datang untuk berobat.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Cerita kronologis, rinci, jelas tentang bagaimana keadaan pasien sebelum ada keluhan
sampai dibawa berobat. Perlu ditanyakan juga apakah sebelumnya pasien pernah
melakukan pengobatan dan apakah penyakitnya membaik atau tidak.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti ini atau tidak.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah pasien mempunyai penyakit keturunan dari anggota keluarga.
 Alergi
 Apakah pasien mempunyai alergi terhadap makanan, minuman atau obat-obatan

Pada kasus tersebut didapatkan bahwa kedua ujuang kakinya terasa kebas dan sering
kesemutan, pasien mengatakan kakinya luka kena paku tapi tidak sakit. Pasien mengobati
dengan antiseptic saja. Seminggu luka tampak kemerahan dan meluas serta mengeluarkan
nanah, menjadi kehitaman dan berbau busuk. Pasien juga merasa demam.

Pemeriksaan fisik4
 Inspeksi
pada inspeksi yang pertama kita lihat yaitu pertama adalah warna kulit lalu adakah atrofi
atau hipotrofi otot, kemudian adakah kontraktur atau cicatrix bekas luka, ulkus, atau post
amputasi. Lalu untuk selanjutnya yang kita lihat apakah ada gerakan-gerakan yang
terbatas, kemudian adakah lesi-lesi kulit dan soft tissue: infiltrate, bisul, cellulitis, abses,
ulkus, gangrene (borok busuk), pada saat melakukan inspeksi harus selalu bandingkan
dengan bagian sebelahnya yg masih sehat.
 Palpasi
Pada palpasi yaitu disini kita meraba suhu dari kulit yaitu dimana biasanya bila sudah
disertai adanya ulkus pada kaki kulit akan terasa lebih dingin pada bagian sekitar kaki
tempat ulkus, lalu untuk selanjutnya kita mulai raba adanya pulsasi arteri dorsalis pedis
dan pulsasi arteri tibialis posterior.
 Reflex
Pada pemeriksaan reflex disini kita mulai dengan tes sensibilitas yaitu dengan
pemeriksaan monofilament, kemudian tes KPR dan APR menggunakan palu reflex yaitu
dengan mengetuk bagian patella dan bagian tendon Achilles, dan selanjutnya dilanjutkan
dengan tes babinsky yang ditimbulkan dengan stimulus g babinsky yang ditimbulkan
dengan stimulus gesekan pada telapak kaki, yang menghasilkan dorsofleksi jari besar dan
pengembangan jari-jari yang lebih kecil. Biasanya stimulus semacam itu menyebabkan
semua jari-jari kaki menekuk ke bawah. Disebut juga Babinski’s toe sign.

Pemeriksaan penunjang5
 Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.
 HbA1c
Merupakan glikosilat non-enzimatik protein tubuh dan dipengaruhi langsung kadar
glukosa darah. Kadar HbA1c menggambarkan kadar glukosa darah selama 2-3 bulan
sebelum tes dilakukan. Hb abnormal akan menganggu (interferensi) pemeriksaan HbA1c
sehingga ketepatan hasilnya menurun yaitu pada hemoglobinopati, usia eritrosit
memendek sehingga dapat menganggu interpretasi. Nilai rujukan kadar HbA1c: 5-9%
kadar Hb total. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
 Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
Setelah berpuasa minimal 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, tapi sebelum
dilakukan pemeriksaan ini lakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa terlebih
dahulu, kemudian pasien diberi 75 gr gula (dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak) yang
dilarutkan dalam 250mL air, dan periksa kadar glukosa ½, 1, 1 ½, dan 2 jam setelah
pembebanan glukosa. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan
tersebut harus < dari 140 mg/dl.
 Pemeriksaan darah kapiler
Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample
darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin
glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat
dilakukan dirumah.
 Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )
 Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.
 Radiologi
X-ray untuk mengetahui apakah terdapat osteomyelitis atau tidak, karena osteomyelitis
dapat menghambat absorbs antibiotic atau obat ke tulang dan dapat memperparah infeksi
itu sendiri.

Working Diagonosis
Ulkus diabetikum
Ulkus Diabetik adalah adanya tukak, borok atau kerusakan jaringan yang
berhubungan dengan kelainan saraf dan pembuluh darah yang diakibatkan karena diabetes
melitus pada tungkai bawah alat gerak pasien diabetes melitus. Masalah yang timbul ini
diakibatkan oleh gangguan atau kerusakan saraf, gangguan atau kerusakan pada pembuluh
darah, dan infeksi. Infeksi terjadi karena bakteri mudah masuk melalui luka pada kaki
kemudian tumbuh, menyebar dan dapat menyebabkan infeksi. Semakin lama luka ulkus
terbuka dan tidak dirawat semakin besar pula risikonya untuk terkena infeksi bakteri. Bakteri
patogen yang tumbuh subur terutama adalah bakteri anaerob karena organ yang terinfeksi
kekurangan pasokan oksigen akibat berkurangnya aliran darah. Bakteri anaerob berperan
besar untuk menimbulkan infeksi dan gangren karena bekerja sinergis dalam pembentukan
gas kemudian menjadi gas gangrene.5

Etiologi6
Mayoritas ulkus kaki muncul hasil dari trauma minor di akibat neuropati sensorik. Hal
ini terbaik menggambarkan triad kritis paling sering terlihat pada pasien dengan ulkus kaki
diabetik. Neuropati sensorik perifer, deformitas, dan trauma. Ketiga faktor risiko ini hadir di
65% dari ulkus kaki diabetik. Kapalan, edema, dan penyakit pembuluh darah perifer juga
telah diidentifikasi sebagai faktor etiologi dalam pengembangan ulkus kaki diabetik.
Meskipun patogenesis neuropati sensorik perifer masih kurang dipahami, ada tampaknya
beberapa mekanisme yang terlibat, termasuk pembentukan produk canggih glikosilasi akhir
dan diasilgliserol, stres oksidatif, dan aktivasi protein kinase Cβ. Selanjutnya, Control
Diabetes dan Komplikasi Trial dan studi prospektif telah mengkonfirmasi peran penting dari
hiperglikemia pada onset dan perkembangan neuropati.
Faktor risiko yang mungkin dapat menderita kaki diabetikum adalah:7
 Hipertensi
 HbA1c >7.5
 Dyislipidemia
 Merokok
 Penyakit jantung
 Diabetic neuropathy
 Diabetic retinopathy
 Pemeriksaan gula darah ireguler
 Latihan fisik ireguler
 Riwayat keluarga yang menderita diabetes
 Riwayat ulkus sebelumnya

Epidemiologi
Indonesia berada di peringkat keempat jumlah penyandang diabetes melitus di dunia
setelah Amerika Serikat, India dan Cina. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil wawancara
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1
persen (2013). Dan alangkah tidak beruntungnya, sebagian besar akan mengalami amputasi
karena adanya infeksi berat dan iskemi perifer pembuluh darah. Neuropati adalah faktor
predisposisi untuk terjadinya ulkus dan amputasi. Kurang lebih 15% penderita DM akan
mengalami ulkus selama perjalanan penyakitnya dan 3-4% nya terkena infeksi berat. Sebesar
85% penderita ulkus diabetik akan diamputasi dan 36% dari pasien amputasi tersebut, 2 tahun
setelahnya akan meninggal dunia.8

Patofisiologi5
Ulkus diabetik merupakan salah satu penyakit komplikasi dari diabetes melitus.
Secara garis besar penyebab dari terjadinya ulkus diabetik diperantarai oleh 3 hal, yaitu
terjadinya neuropati perifer, gangguan pembuluh darah dan adanya infeksi. Ketiga hal
tersebut secara tunggal maupun gabungan dari antara ketiganya berpotensi menyebabkan
terjadinya penyakit ulkus diabetik.
 Neuropati perifer
Neuropati sensorik perifer, di mana seseorang tidak dapat merasakan luka merupakan
faktor utama penyebab ulkus diabetik. Kurang lebih dari semua penderita ulkus diabetik
disebabkan oleh neuropati, di mana merupakan gabungan dari neuropati dan iskemik.
Bentuk lain dari neuropati juga berperan dalam terjadinya ulserasi kaki. Neuropati perifer
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu neuropati motorik yaitu tekanan tinggi pada kaki ulkus
yang mengakibatkan kelainan bentuk kaki, neuropati sensorik yaitu hilangnya sensasi pada
kaki, dan yang terakhir adalah neuropati autonomi yaitu berkurangnya sekresi kelenjar
keringat yang mengakibatkan kaki kering, pecah-pecah dan membelah sehingga membuka
pintu masuk bagi bakteri.
 Gangguan pembuluh darah
Gangguan pembuluh darah perifer (Peripheral Vascular Disease atau PVD) jarang menjadi
faktor penyebab ulkus secara langsung. Walaupun demikian, penderita ulkus diabetik akan
membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh dan resiko untuk diamputasi meningkat
karena insufisiensi arterial. Gangguan pembuluh darah perifer dibagi menjadi 2 yaitu
gangguan makrovaskuler dan mikrovaskuler, keduanya menyebabkan usaha untuk
menyembuhkan infeksi akan terhambat karena kurangnya oksigenasi dan kesulitan
penghantaran antibiotika ke bagian yang terinfeksi.Oleh karena itu penting diberikan
penatalaksanaan iskemik pada kaki.
 Infeksi
Berkurangnya aliran darah akan menghambat penyembuhan luka sehingga dapat
menyebabkan infeksi. Peningkatan gula darah juga menghambat kerja leukosit sehingga
penyembuhan infeksi menjadi lebih lama. Luka dapat berkembang menjadi ulkus, gangren
bahkan menjalar sampai terjadi osteomyelitis. Jika penanganannya tidak tepat dan cepat,
meningkatkan risiko penderita untuk mengalami amputasi.

Gejala klinis
Tanda dan gejala yang sering terjadi pada penderita ulkus diabetes berupa sering
kesemutan, nyeri kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang. kerusakan jaringan (nekrosis),
penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis/tibialis/poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan
kuku menebal serta kulit kering (Hastuti, 2008). Progresivitas dari suatu infeksi disebabkan
oleh banyak faktor yang berhubungan dengan karakteristik luka, patogenitas bakteri dan host.
Diagnosis dari adanya infeksi ditegakkan dari adanya paling sedikit 2 tanda seperti: bengkak,
indurasi, eritema di sekitar lesi, nyeri, hangat dan adanya pus. Diagnosis kaki diabetes
ditentukan dari klasifikasi Wagner (Wagner’s classification of diabetic foot ulcers):9
 Grade 0: Resiko tinggi tanpa ulkus
 Grade 1: ulkus superfisial tanpa infeksi
 Grade 2: ulkus dalam dengan selulitis tanpa abses dan osteomyelitis
 Grade 3: ulkus dalam dengan abses dan osteomyelitis
 Grade 4: gangren local
 Grade 5: gangren seluruh kaki

Gambaran klinis infeksi pada diabetic foot ulcer adalah:10


 Infeksi superfisial yaitu infeksi yang menyangkut lapisan jaringan seperti fasia superfisial
dan adanya gambaran acute bacterial cellulitis
 Selulitis yaitu adanya infeksi pada subdermis. Gambaran klinisnya adalah adanya
gambaran infeksi lokal seperti eritema disekitar lesi dan menyebar. Hipertermi, limfangitis
asending dan limfadenopati regional kadang-kadang bisa terjadi.
 Selulitis nekrotikan yaitu ditandai infeksi yang menyebabkan nekrosis pada subdermis
kemudian dermis.
 Wet gangrene (gangren basah) yaitu gambaran infeksi yang menyebabkan jaringan yang
mengalami nekrosis dan kehitaman. Ini perlahan-lahan akan menyebabkan pelepasan
jaringan kulit dan keluarnya pus yang keabu-abuan dengan bau yang tidak enak dan
menyebabkan perburukan keadaan umum pasien menjadi sepsis, gangguan metabolik, dan
gagal ginjal.
 Abses dan phlegmon
 Osteomyelitis dan infeksi pada tulang.

Neurophatic foot, dengan gambaran ulkus bermula dari ibu jari dan bagian plantar dari
metatarsal dan seringkali tampak gambaran callus. Jika callus tidak dihilangkan, kemudian
jika callus itu berdarah sehingga jaringan pada callus itu mengalami nekrosis maka
ini akan menyebabkan terjadinya ulkus. Biasanya ulkus ini akan terinfeksi oleh
stafilokokus, streptokokus, organisme gran negatif, bakteri anaerob, sehingga infeksi ini akan
menyebabkan selulitis, abses, dan osteomyelitis.Adanya ulkus ini juga dapat
menyebabkan in situ thrombosis pada arteri, sehingga menyebabkan timbulnya gangren
dari ibu jari.11
Ischaemic foot, tidak adanya denyut nadi pada kaki harus menjadi perhatian seorang
dokter untuk menduga terjadinya iskemia, yaitu dengan pemeriksaan dan
penatalaksanaan secara spesifik. Karakteristinya adalah lesi pada pinggiran kaki dan tidak
disertai bentukan callus. Identifikasi kemungkinan terjadinya iskemia adalah dengan melihat
karakteristik yaitu lesi yang berwarna merah muda, nyeri, denyutan yang melemah, dan
kadang-kadang pada perabaan kaki pasien terasa dingin.Nyeri yang dirasakan sangat hebat
dan dirasakan persisten baik siang maupun malam. Pemeriksaan ankle – brachial pressure
index dengan doppler dapat membantu kita untuk mengetahui ada tidaknya iskemia.11
Berikut adalah tabel tanda dan gejala dari ulkus kaki diabetes.9
Neuropathic ulcer Ischemic Ulcer Infected Ulcer
Teraba hangat Sianosis Eritema
Kulit kering Dingin Nyeri
Mati rasa (Baal) Alopesia Purulen
Keluar dari batas Atrofi kuku
normal
Pelebaran vena Pulsasi lemah
Pucat
Gejala klaudikasio

Klasifikasi PEDIS
Klasifikasi muthakhir dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot
1.Tidak ada
Gangguan Perfusi 2.Penyakit arteri perifer terapi tidak parah
3.Iskemik Parah pada kaki
Ukuran (Extend) dalam mm dan 1.Permukaan kaki hanya sampai dermis
Dalamnya(Depth) 2.Luka pada kaki sampai di bawah dermis
3.Sudah mencapi tulang dan sendi
Infeksi 1.Tidak ada gejala
2.Hanya Infeksi meliputi bagian kaki dan jaringan
tisu
3.Eritema >2cm atau infeksi meliputi subkutan
tetapi tidak ada tanda inflamasi
4.Infeksi dengan manifestatsi
demam,leukositosis,hipotensi dan azotermia
Hilang Sensasi 1.Tidak ada
2.Ada
Klasifikasi PEDIS digunakan saat pengkajian ulkus kaki diabetic. Pengkajian dilihat dari
bagaimana gangguan Perkusi pada kaki.Berapa ukuran dalam mm(millimeter)dan sejauh
mana dalam dari ulkus kaki diabetic,ada atau tidaknya gejala infeksi serta ada atau
tidaknyasensasi pada kaki.12

Diagnosis banding
 Buerger Disease
Buerger’s disease atau disebut juga sebagai tromboangiitis obliteran adalah penyakit
inflamasi oklusif pada pembuluh darah arteri dan vena yang sering mengenai bagian
ekstremitas. Etiologi dari Buerger’s disease masih belum diketahui, namun sebagian besar
individu yang terkena penyakit ini adalah perokok berat. Penyakit ini diidentifikasikan
sebagai respon autoimun terhadap nikotin, sehingga penyalahgunaan tembakau adalah
faktor risiko utama.13
 Gejala Penyakit Buerger
Gejala awal yang paling sering ditemukan pada penyakit Buerger adalah rasa sakit pada
bagian tangan dan kaki, diikuti oleh kelemahan pada area yang sama. Nyeri pada
tangan dan kaki muncul dan reda silih berganti, dan akan muncul ketika penderita
melakukan aktivitas, dan reda ketika ia beristirahat. Selain itu, gejala lain yang
mungkin muncul antara lain:13
 Perubahan warna jari-jari tangan dan kaki yang menjadi pucat ketika terpapar udara
dingin, yang disebut dengan Raynaud’s Phenomenon.
 Luka terbuka yang terasa menyakitkan pada bagian yang terkena.
 Muncul pembengkakan di pembuluh darah tepat di bawah permukaan kulit (akibat
sumbatan bekuan darah).

 Chronic venous insufiensi (CVI)


Chronic venous insufiensi (CVI) merupakan keadaan kelainan pada pembuluh darah vena
tahap lanjut yang di sebabkan oleh keadaan pathologis dimana darah yang mengalir pada
pembuluh darah vena ekstermitas bawah tidak dapat kembali menuju ke jantung dengan
sempurna oleh karena disfungsi katup pada vena sehingga terjadi venous return (reflux).14
 Gejala CVI:
- Nyeri pada tungkai(akibat kelelahan)
- Bengkak pada kaki
- Betis terasa tertekan
- Kaki menjadi cepat lelah saat berjalan dan membaik ketika di istirahatkan

Penatalaksanaan secara umum


Penatalaksanaan ulkus diabetes secara garis besar ditentukan oleh derajat keparahan ulkus,
vaskularisasi dan adanya infeksi. Terapi awal yang diberikan pada keadaan ulkus dan gangren
bertujuan menghindari tindakan amputasi, antara lain dengan melakukan debridement,
dressing, off-loading, pengendalian glukosa darah dengan insulin dan Obat Hipoglikemik
Oral (OHO), penanganan infeksi dengan antibiotika, serta memperbaiki kelainan vaskular
dan sirkulasi dengan revaskularisasi (Lipsky et al., 2012).
 Debridemen
Debridemen menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam perawatan luka.
Debridemen adalah proses menghilangkan jaringan nekrotik, kalus, dan kotoran
permukaan dari luka untuk mempercepat penyembuhan. Debridemen yang baik dan
adekuat akan membantu mengurangi pengeluaran jaringan nekrotik dengan demikian
produksi pus/cairan dari ulkus/gangren diabetik juga berkurang. Selain itu, juga memicu
sekresi faktor pertumbuhan yang membantu proses penyembuhan luka. Tiga metode yang
paling umum pada debridemen untuk ulkus dan gangren diabetik adalah autolytic,
mechanical, dan surgical/sharp. Surgical debridemen merupakan standar baku dan metode
yang paling efisien, khususnya pada luka yang banyak terdapat jaringan nekrosis atau
terinfeksi. Pada keadaan infeksi yang merusak fungsi kaki atau membahayakan jiwa
pasien, perlu dilakukan amputasi untuk mencegah penyebaran infeksi dan penutupan luka
selanjutnya (Alexiadou & Doupis, 2012; Botros et al., 2010).
 Dressing
Teknik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist wound healing
atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab.Ulkus umumnya akan sembuh lebih cepat
dan resiko infeksi dapat ditekan apabila eksudat dapat dikontrol, luka dalam keadaan
lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel
terhadap gas. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing
yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi,
kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam
perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti
mikroba, dan sebagainya (Alexiadou & Doupis, 2012).
 Off-loading
Off-loading adalah pengurangan tekanan pada ulkus,menjadi salah satu
komponenpenanganan yang penting bagi ulkus/gangren diabetic.Beberapa studi
menunjukkan bahwa tingginya tekanan plantar secara signifikan berkontribusi pada
pengembangan ulkus plantar pada pasien diabetes (Alexiadou & Doupis, 2012).
Lesi pada diabetic foot yang sudah terinfeksi haruslah diobati dengan keahlian dan
fasilitas yang memadai. Seorang dokter umum pada umumnya jarang mempunyai keahlian
yang cukup dan untuk itu harus dirujuk ke perawatan spesialis. Penatalaksanaan pada
ulkus itu sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu menghilangkan kallus, eradikasi infeksi, dan
mengurangi tekanan yang berlebihan pada kaki. Adanya lapisan keratin pada kaki harus
dipotong dengan pisau bedah untuk membuka dasar ulkus dan sebagai berguna drainase.
Pemeriksaan radilogi harus dilakukan untuk melihat adanya kemungkinan osteomyelitis
ketika ulkus sudah melakukan penetrasi kedalam atau ketika lesi gagal untuk sembuh dan
terjadi kemungkinan untuk kambuh. Pemeriksaan swab bakteri yang diambil dari dasar
luka, setelah kallus dihilangkan. Pasien dengan ulkus yang superfisial bisa pengobatan
rawat jalan dan diberi antibiotik oral sampai luka/ulkusnya sembuh. Bakteri yang biasanya
menyebabkan infeksi pada ulkus yang superfisial adalah stapillokokus, streptokokus dan
kuman anaerob. Pengobatannya adalah dengan memberikan antibiotik berupa amoxicillin,
flucloxacillin dan metronidazole kemudian dan antibiotik yang diberikan disesuaikan
dengan hasil kultur bakteri. Pada luka yang dalam memerlukan perawatan luka secara
lokal dan antibiotik. Pemakaian total contact plaster cast, lightweight scotch cast boot, atau
air cast boot bisa membantu penyembuhan. Itu sangatlah cocok dengan bentuk kaki dan
bisa mengurangi tekanan keras pada plantar kaki. Perawatan yang terbaik harus dilakukan
untuk mencegah terjadinya luka yang dengan bentukan lain baik pada kaki ataupun pada
pergelangan kaki. Pasien harus diberikan informasi bahwa harus dilakukan dressing luka
setiap hari. Non-adherent dressing sederhana dilakukan setelah ulkus dibesihkan dengan
larutan fisiologis. Pada luka/ulkus yang tidak sembuh lebih dari sebulan harus mendapat
pengobatan dan perawatan yang berbeda.11
Pada pasien dengan tanda-tanda klinis diabetic foot yang jelek, hal ini perlu dirujuk
kerumah sakit dengan segera untuk mendapat perawatan secepatnya. Pasien tersebut
seharusnya harus dirawat dan mendapat antibiotik intravena. Antibiotik yang dipakai pada
24 jam sebelum adanya hasil kultur bakteri adalah antibiotik spektrum luas. Terapi secara
kuadrupel kadang-kadang juga diperlukan seperti amoxicillin, flucoxacillin, metronidazole
untuk bakteri anaerob dan ceftazidim 1 gram atau gentamicin untuk bakteri gram negatif.
Jika ditemukannya bakteri stapilokokus aureus, maka hal ini akan menjadi masalah serius,
karena penyebaran stapilokokus aureus bisa menyebabkan sepsis. Pengobatan yang
diberikan biasanya vancomycin secara intravena atau teicoplanin secara intramuskular.
Insulin intravena juga diperlukan untuk mengontrol konsentrasi kadar gula darahnya.
Debridement diperlukan untuk mengeluarkan pus atau abses dan juga untuk
menghilangkan jaringan yang mengalami infeksi dan jaringan yang sudah nekrosis. Jika
nekrosis yang terjadi sudah mengenai ibu jari, maka amputasi pada ibu jari bisa dilakukan,
dan juga pada bagian yang berhubungan dengan metatarsal, dan hal ini biasanya berhasil
pada neuropatic foot dengan sirkulasi yang masih bagus. Skin grafting kadang-kadang
dilakukan untuk membantu proses penyembuhan.11
Kontrol Metabolik keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki.
Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki
berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi konsentrasi glukosa darah. Status
nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan
luka. Berbagai hal lain yang juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti konsentrasi
albumin serum, konsentrasi Hb dan derajat oksigenasi jaringan. Semua faktor tersebut
tentu akan dapat menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan tidak
diperbaiki.5
Kontrol Vaskular keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan
luka. Berbagai langkah diagnostic dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan pasien dan
juga sesuai kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali
melalui berbagai cara sederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan a. dorsalis pedis
dan a. tibialis posterior sertta ditambah pengukuran tekanan darah. Di samping itu saat ini
juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah
dengan cara non-invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan ekhodopler dan kemudian pemeriksaan
arteriografi. Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan
revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran
pembuluh darah yang lebih jelas sehingga dokter ahli bedah vaskular dapat lebih mudah
melakukan rencana tindakan dan mengerjakannya.5
Terapi nutrisi merupakan komponen integral dalam pengelolaan diabetes dan dalam
pendidikan pengelolaan pribadi pasien diabetes. Telah begitu banyak terjadi kesalahan
dalam pemahaman nutrisi dan diabetes. Di samping itu, dalam kenyataan klinis,
rekomendasi nutrisi membantu sdikit banyak dalam perawatan diabetes dan masih juga
diberikan pada pasien diabetes. Pernyataan ini memberikan bukti-bukti pentingnya prinsip
dan rekomendasi terapi nutrisi medis pada pasien diabetes. Tujuan terapi gizi medis pada
pasien diabetes yaitu mencapai dan memelihara hasil metabolic secara optimal; mencegah
dan mengobati komplikasi kronis diabetes; memperbaiki kesehatan melalui pemilihan
makanan dan aktivitas fisik yang menyehatkan.12
- Karbohidrat12
Karbohidrat mencakup 50-60% dari total energy. Karbohidrat sederhana harus kurang
dari 1/3 dari seluruh karbohidrat. Karbohidrat kompleks yang banyak megandung serat
jauh lebih baik untuk dikonsumsi sebab memiliki indeks glikemik yang lebih rendah,
lebih mengenyangkan dan dapat menurukan kolesterol. Karbohidrat sederhana dapat
menignkatkan glukosa darah lebih tinggi dibandingkan dengan karbohidrat kompleks
dengan jumlah sama. Walaupun tergolong glukosa sederhana, fruktosa tidak
menyebabkan peningkatan glukosa darah yang tinggi, karena fruktosa tidak
dimetabolisme dengan menggunakan insulin. Salah satu peraturan dalam diet diabetes
yaitu menghindari segala jenis gula dan makanan yang mengandung gula seperti kue,
permen, dan minuman ringan. Jenis sayur-sayuran sangat baik untuk pasien diabetes.
Sebagai contoh, seorang pasien diabetes mampu makan sepiring bayam yang berisi
karbohidrat sama banyaknya dengan satu sendok makan gula, tanpa nantinya mengalami
penyakit lain sebagai efeknya. Bayam, asparagus, brokoli, kol, kacang panjang, buncis
dan seledri merupakan contoh sayuran “Food Exchange Grup A” yang oleh American
Diabetes Association (ADA) sangat dianjurkan untuk diet diabetes. Karbohidrat yang
dianjurkan yaitu sebesar 40-50% dari total kalori dengan jenis karbohidrat kompleks
lebih dominan dibandingkan dengan karbohidrat sederhana yang telah diolah.
Perbandingan antara respon glikemik yang disebabkan oleh suatu makanan dibandingkan
dengan respon glikemik glukosa disebut indeks glikemik. Berbagai jenis indeks glikemi
makanan dapat dilihat pada tabel berikut:
Kelas I (>90) Kelas II (70-90) Kelas III (<70)
Sebagian besar roti Oatmeal Sebagian besar pasta
Crackers Kue dan biscuit Beras parboiled
Sebagian besar sereal Beras Legume kering
Sebagian besar kentang Gandum Kacang
Millet Jagung manis Barley
Kripik jagung Kentang manis bulgur
Tabel 3. Indeks Glikemik12
- Protein12
Asupan protein perlu dibatasi yaitu <0,8 g/kgBB untuk menghindari diabetic nefropati,
akan tetapi pada anak penderita IDDM protein sangat diperlukan untuk pertumbuhan
sehingga asupan protein 0,9 g/kgBB masih diperbolehkan. Protein sebaiknya berasal dari
hewani dan nabati, tetapi protein dari sumber sayuran seperti sereal porsinya harus lebih
banyak disbanding protein hewani.

- Lemak
Sepertiga pasien diabetes mengalami hyperlipidemia dan memerlukan pengelolaan
makanan lebih lanjut. Terapi nutrisi yang paling masuk akal yaitu dengan membatasi jumlah
lemak pada makanan mereka dan lebih banyak mengkonsumsi asam lemak tak jenuh ganda
rantai panjang daripada asam lemak jenuh. Ikan dan jenis ungags lebih direkomendasikan
daripada konsumsi daging merah. Jenis makanan yang digoreng dan berlemak sangat tidak
dianjurkan. Asupan lemak sebaiknya tidak lebih dari 30% total energy dengan lemak jenuh
(SAFA) tidak boleh lebih dari 10% karena dapat menyebabkan atherosclerosis. PUFA juga
tidak lebih dari 10% karena mudah teroksidasi dan pada akhirnya akan berefek atherogenik
pula. Lemak yang baik dikonsumsi adalah MUFA seperti canola oil dan minyak zaitun.
Asupan kolesterol tidak lebih dari 300 mg/hari dan jumlah yang dianjurkan adalah kurang
dari 200 mg/hari.

- Serat
Serat merupakan komponen utama dalam diet DM. Serat memiliki nilai terapeutik dan
menurunkan prevalensi DM. Serat sebaiknya dikonsumsi 20-35 g/hari. Beberapa keuntungan
serat diantaranya.
o Memperlambat pencernaan dan absorbs
o Menurunkan glukosa plasma postprandial
o Meningkatkan sensitifitas insulin perifer
o Meningkatkan jumlah insulin reseptor
o Merangsang pemakaian glukosa
o Menghambat pengeluaran glukosa hepar
o Menghambat pelepasan hormone kontraregulasi (mis. Glucagon)
o Menurun kolesterol serum
o Menurunkan trigliserida serum puasa dan post prandial
o Menghambat sintesis kolesterol hepar
o Meningkatkan rasa kenyang

- Pemanis
Pemanis, yang terutama berupa sukrosa dibatasi penggunaannya <25 g/hari dan
sebaiknya terkandung dalam makanan, misalnya buah-buahan. Terdapatnya 2 jenis pemanis:
nutritive (mengandung kalori) dan nonnutritive (tidak mengandung kalori). Pemanis nutritive
diantaranya fruktosa (terdapat dalam buah buahan) dan gula alcohol yaitu polyol (sorbitol,
manitol, xylitol). Fruktosa merupakan gula yang lebih manis disbanding gula lain
memerlukan insulin dalam metabolismenya sehingga kurang menyebabkan hiperglikemia.
Fruktosa memberikan efek glikemik hanya 20-33% dari efek glikemik yang ditimbulkan oleh
glukosa. Begitu juga dengan polyol memberi efek glikemik yang rendah. Pemanis non
nutritive sering digunakan sebagai pengganti gula bagi penderita IDDM dan dijual di pasaran.

- Vitamin dan mineral12


Secara umum, diet seimbang kaya akan vitamin dan mineral adalah salah satu faktor
yang paling penting dalam mengontrol diabetes dan mencegah komplikasi diabetes. Salah
satu alasan yang ditekankan pada perlunya nutrient ini dalam jumlah yang cukup yaitu karena
pada pasien diabetes nutiren ini akan sangat banyak dibuang pada urin. Normalnya tubuh
mampu mereabsorpsi glukosa dan nutrient yang larut dalam air. Akan tetapi pada saat kadar
glukosa naik lebih dari 160-170 mg/dL bahkan sering juga terjadi pada pasien dengan
diabetes terkontrol baik. Proses ini menghambat kemampuan ginjal untuk mereabsorbsi
glukosa dan nutrient yang larut air, dan dengan demikian terjadi peningkatan urinasi dan
kehilangan nutrient penting seperti vit B1, B6, dan B12 serta mineral magnesium, zink, dan
kromium melalui urin. Sebagai akibatnya, derajat diabetes dan komplikasinya adalah sesuai
dengan besarnya pembuangan nutrisi akibat peringkat gula darah ini. Pada diabetes tipe 2
secara umum ditemukan zink dan magnesium darah dan serig juga kadar vit B6 dan vit C
yang rendah. Tubuh memerlukan seluruh nutrient yang larut dalam air ini untuk
memepertahankan integrasi system organ dalam tubuh. Salah satu nutrient yang paling
penting adalah magnesium. Pasien diabetes yang memiliki kadar magnesium yang sangat
rendah secara signifikan berhubungan dengan terjadinya retinopati dibandingkan dengan
factor lainnya. Suplementasi vitamin E yang dianjurkan yaitu sebesar 400-1200 IU/hari dan
suplementasi vit C sebesar 1000-4000 mg/hari dapat membantu pencegahan penyakit
mikrovaskular pada ekstremitas. Unsur mineral lainnya yang mampu mengatasi diabetes
yaitu vanadium yang akan menurunkan glukosa darah dengan cara meniru kerja insulin dan
memperbaiki sensitifitas sel terhadap insulin.

Prognosis13
Kematian pada orang dengan diabetes dan ulkus kaki sering hasil dari penyakit
pembuluh arteriosclerotic besar yang terkait yang melibatkan arteri koroner atau ginjal.
kehilangan anggota badan adalah risiko yang signifikan pada pasien dengan ulkus kaki
diabetik, terutama jika pengobatan telah tertunda. Setengah dari semua amputasi
nontraumatic adalah hasil dari komplikasi kaki diabetik, dan risiko 5 tahun membutuhkan
amputasi kontralateral adalah 50%. Pada orang diabetes dengan neuropati, bahkan jika hasil
manajemen yang sukses dalam penyembuhan dari ulkus kaki, tingkat kekambuhan 66% dan
tingkat amputasi naik ke 12%. Sebuah studi oleh Chammas et al menunjukkan bahwa
penyakit jantung iskemik merupakan penyebab utama kematian dini pada pasien dengan
ulkus kaki diabetik, menemukan itu menjadi sumber utama kematian pada pemeriksaan
postmortem di 62,5% dari 243 pasien ulkus kaki diabetik. Studi ini juga menemukan bahwa
pada pasien dengan ulkus kaki diabetik, usia rata-rata kematian akibat penyakit jantung
iskemik, yang berasal dari pemeriksaan postmortem, adalah 5 tahun di bawah kontrol. Pasien
dengan ulkus kaki neuropatik bertekad untuk memiliki risiko tertinggi kematian dini akibat
penyakit jantung iskemik.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kaki Ulkus diabetikum
merupakan komplikasi dari diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Untuk mengobati bisa
dilakukan debridemen dan terapi antibiotik. Jika sudah parah dilakukan amputasi bergantung
pada ulkus dan klasifikasinya.
Daftar pustaka
1. Frykberg, RG. Diabetic Foot Ulcers : Phatogenesis and Management. American Family
Physician volume 66, November 1 2009
2. American Diabetes Association. Preventive Care in People With Diabetes. Diabetes Care
Volume 25, January 2008
3. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2008. h.466-8.
4. Gleadle J. Diabetes Melitus. Dalam: At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan fisik.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008: h. 76
5. Setiati S, Alwi idrus, Sudoyo AW, Simadibrata KM, Setiyohadi B, Syam AF. Pennyakit
Arteri Perifer. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 6. Jakarta:
Interna; juli 2008: h. 1516.
6. Ahmad, J., 2015. The Diabetic Foot. Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research
& Reviews, Volume 15, pp. 30-32.
7. Ahmed AA, Algamdi SA, Algurashi A, Alzhrani AM, Khalid KA. 2014. Risk factors for
diabetic foot ulceration among patients attending primary health care services. JDFC.
6(2) : 40-7.
8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Daerah. Jakarta. 2013.h.133.
9. Leong KS, Weston P. Diabetic complications. London: Remedica; 2007. p. 32-4.
10. Medicine et maladise infectieuses. Management of diabetic foot infection. J medmal
November 2008
11. Watkins, PJ. ABC of diabetes : The diabetic foot. BMJ Volume 326, 3
12. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009. h. 140-52.
13. Motukuru V, Suresh KR, Vivekanand V, Raj S, Girija KR. Therapeutic angiogenesis in
buerger’s disease (thromboangiitis obliterans) patients with critical limb ischemia by
autologous transplantation of bone marrow mononuclear cells. J Vasc Surg [Internet].
2008; 48(Suppl 6):S53–60

Anda mungkin juga menyukai