Anda di halaman 1dari 24

Gagal Jantung Kiri et causa Mitral Stenosis pada Pasien dengan Usia Lanjut

Nabilla Chusnah
102013215
Kelompok C3
nabilla.2013fk215@civitas.ukrida.ac.id
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Jantung adalah sebuah organ kompleks yang fungsi utamanya adalah memompa darah
melalui sirkulasi paru dan sistemik. Fungsi jantung yang utama adalah memompa darah ke
seluruh tubuh. Sebagai alat transportasi dalam tubuh, darah bertugas membawa nutrisi dan
oksigen yang dibutuhkan oleh organ-organ tubuh, sekaligus mengangkut zat-zat sisa. Jantung
dan pembuluh darah membentuk sistem kardiovaskular untuk memastikan kelangsungan
hidup kita.
Jantung yang normal dan sehat didukung oleh jaringan otot yang kuat dan bekerja
dengan baik dalam memompa darah. Jantung yang berdetak secara terus menerus dalam
memompa darah, mampu mengalirkan lebih dari 14.000 liter darah per hari. Apabila terdapat
suatu kelainan fungsi atau bentuk dari organ jantung maka hal ini akan mengurangi kualitas
hidup manusia.
Sesuai dengan kasus PBL skenario 8, laki – laki usia 70 tahun datang dengan keluhan
sesak sejak 6 bulan terakhir. 1 bulan terakhir tidak dapat berjalan jauh, pasien sering batuk
tidak berdahak. Berdasarkan hipotesis sementara pasien tersebut menderita gagal jantung
kongestif dikarenakan adanya kelainan pada katup jantung.
Oleh karena itu diharapkan makalah ini dapat membantu penulis dan pembaca
mengerti mengenai gagal jantung kongestif berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, working diagnosis, differential diagnosis, etiologi,
epidemiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis,
pencegahan. Dengan demikian, penanganan kasus gagal jantung kronik dapat dilaksanakan
dengan baik.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan
lengkap. Karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis adalah untuk
menegakkan diagnosis. Anamnesis dapat langsung dilakukan pada pasien (auto-anamnesis)
atau terhadap keluarga atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai, misalnya dalam keadaan gawat-darurat, afasia akibat
stroke dan lain sebagainya.1

Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit
dalam keluarga, anamnesis susunan sistematis dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial
ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).1

 Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama, dan suku bangsa.
Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 70 tahun.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat beserta dengan onset, lokasi,
kronologis, kualitas, kuantitas, gejala penyerta, keluhan lain, dan faktor pemberat atau
memperingan penyakit dari pasien. Keluhan utama pasien dalam kasus ini yaitu
sesak nafas yang memberat sejak 6 bulan terakhir. 1 bulan terakhir dirasakan
tidak dapat berjalan jauh dan pasien sering menderita batuk tidak berdahak.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan seputar apakah dulu pernah menagalami sakit yang sama seperti saat ini,
apakah ada penyakit lain sebelumnya dan juga jenis obat apa yang pernah dikonsumsi
sebelumnya.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga atau kerabat dekat yang pernah mengalami gangguan yang sama.
 Riwayat Pribadi dan Sosial
Pekerjaan, aktivitas sehari-hari, makan asin, makan masakan tinggi lemak, merokok,
minum alkohol, berolahraga rutin berapa kali.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah melihat keadaan umum dan juga
kesadaran pasien. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-
tanda vital yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh
yang normal adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari
mendekati 37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka
normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a.
radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan
normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.2

Pada pemeriksaan dada dan jantung, pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan
urutan: inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskulitasi. Inspeksi, secara umum hal-hal yang
berkaitan dengan akibat penyakit jantung diamati, misalnya tampak lelah, kelelahan karena
cardiac output rendah, sesak yang menunjukkan adanya bendungan paru atau edema paru.
Sianosis sentral dengan clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan
ke kiri. Begitu juga dengan ada tidaknya edem. Khusus inspeksi organ jantung adalah dengan
melihat pulsasi di area apeks, trikuspidal, pulmonal, aorta. Perlu juga melihat bentuk dada
dan pergerakan napas.2

Pada palpasi, dengan menggunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung
rasa sensitivitasnya, meraba area-area apeks, trikuspidal, septal, pulmonal, dan aorta. Yang
diperhatikan dalam pemeriksaan adalah:3
 Pulsasi
 Thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa.
 Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita.
 Lift yaitu dorongan terhadap tangan pemeriksa
 Ictus cordis yaitu pulsasi apeks, biasanya terletak pada 2 jari medial dari garis
midclavikula kiri.

Dalam melakukan perkusi, telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakkan di


dinding dada, dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak dan keempat jari
lain agak diangkat. Tujuannya agar tidak meredam suara ketukan. Hal yang dilakukan dalam
perkusi adalah mencari batas jantung kanan, kiri, atas, bawah, dan pinggang jantung. Batas
kanan jantung dicari dari batas paru-hati, lalu naik 2 jari dan diperkusi ke arah medial. Batas
kiri jantung ditentukan dari garis aksilaris anterior kiri, perkusi ke arah medial pada sela iga
tiga hingga enam, yang mana yang paling lateral. Batas atas jantung ditentukan pada garis
sternal kiri. Pinggang jantung ditentuan pada garis parasternal kiri.3
Dengan auskultasi akan didengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising jantung
bila ada kelainan. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi jantung (BJ) I dan II. Di area apeks
dan tirkuspidalis BJ I lebih keras daripada BJ II, sedangkan di area basal yaitu pulmonal dan
aorta, BJ I lebih lemah daripada BJ II.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan perabaan nadi ireguler, pemeriksaan paru


didapatkan suara nafas vesikuler, tidak ada wheezing, dan tidak ada rhonki. Sedangkan
pada pemeriksaan jantung didapatkan suara murmur diastolik (rumbling) lebih jelas
bila pasien miring kiri dan ekspirasi.

Pemeriksaan Penunjang
 Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiogram adalah representasi dari suatu sinyal yang dihasilkan oleh
aktifitas listrik otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang
diambil dengan memasang electroda pada badan. Rekaman EKG ini digunakan oleh
dokter ahli untuk menentukan kodisi jantung dari pasien. Sinyal EKG direkam
menggunakan perangkat elektrokardiograf. Tindakan pemeriksaan elektrokardiogram
disebut elektrokardiografi.4

Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar


pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofit LV, gangguan
konduksi, aritmia.4 Pada pemeriksaan EKG pasien dalam kasus ini, terlihat bahwa terdapat
gambaran atrial fibrilasi.4
 Foto thorax/ Chest X-ray
Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi
dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan
struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk
x-ray. Dosis radiasi yang digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi
adalah sekitar 0.06 mSv.
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan
dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk
paru-paru, jantung dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif
sering terdiagnosis oleh foto thorax.4

Radiografi thorax seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik


(CTR) 50%)), terutama bila gagal jantung sudah kronis, seperti yang terlihat dalam
pasien di kasus skenario ini. Ukuran jantung yang normal tidak menyingkirkan diagnosis
dan bisa di dapatkan pada gagal jantung kiri akut, seperti yang terjadi pada infark miokard,
regurgitasi katup akut, atau defek septum ventrikel (VSD) pascainfark. Kardiomegali
dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LV, atau kadang oleh efusi
perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.4

 Echocardiografi
Echocardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal
jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolic), dan abnormalitas
gerakan dinding dapat dinilai, dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan. Regurgitasi
mitral seringkali disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang menyebabkan dilatasi annulus
mitral.3 Sedangkan pada pemeriksaan echocardiografi di skenario ini, didapat
gambaran mitral stenosis.

 Pemeriksaan Darah
Tes darah direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan menilai fungsi
ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid (baik hiper – maupun hipotiroidisme) dapat
menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
Dimasa datang, pengukuran penanda biokimiawi (seperti peptide natriuretik) dapat
terbukti berguna dalam diagnosis gagal jantung dan memonitor progresivitasnya.3

Anatomi dan fisiologi jantung

Jantung adalah sebuah organ kompleks yang fungsi utamanya adalah memompa darah
melalui sirkulasi paru dan sistemik. Anatomi dalam jantung terdiri dari empat ruang yaitu:5
a. Atrium kanan
Secara anatomis atrium kanan terletak agak ke depan dibanding dengan ventrikel
kanan atau atrium kiri. Pada bagian antero-superior atrium kanan terdapat lekukan
ruang atau kantung berbentuk daun telinga disebut aurikel. Fungsinya adalah
menampung darah vena yang mengalir kedalam jantung melalui vena kava superior
dan inferior selama fase sistol ventrikel.
b. Ventrikel kanan
Ventrikel kanan terletak paling depan di dalam rongga dada, yaitu tepat dibawah
manubrium sterni. Darah dari atrium kanan mengalir menuju ventrikel kanan melalui
katup trikuspid. Ventrikel kanan menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang
cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteri pulmonalis.
c. Atrium kiri
Letak atrium kiri adalah di posterior superior dari ruang jantung lain, sehingga pada
foto sinar tembus dada tidak tampak. Atrium kiri menerima darah yang teroksigenasi
dari paru melalui vena pulmonalis. Darah mengalir dari atrium kiri menuju ventrikel
kiri melalui katup mitral.
d. Ventikel kiri
Ventrikel kiri memompa darah menuju ke sistemik. Ventrikel kiri harus
menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik.
Pada saat kontraksi, tekanan ventrikel kiri meningkat sekitar lima kali lebih tinggi
daripada tekanan ventrikel kanan.

Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari
denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol. 6 Periode sistol
adalah periode kontraksi dari ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari jantung. Periode
sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu:7

 Kontraksi isovolumetrik
kontraksi sudah dimulai tetapi katup – katup masih tertutup dan tekanan juga telah
dihasilkan tetapi belum dijumpai adanya pemendekan dari otot.
 Ejeksi ventrikel
tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan
pulmoner sehingga katup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan
dipompa ke seluruh tubuh. Pada saat ini terjadi pemendekan dari otot. Namun darah
yang dipompa tidak 100%, sisa darah yang terdapat di ventrikel disebut End Systolic
Volume.

Sedangkan periode diastol adalah periode relaksasi dari ventrikel, dimana terjadi
pengisian darah. Periode diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu:

 Relaksasi isovolumetrik
ventrikel mulai relaksasi, katup semilunar dan katup atrioventrikularis tertutup dan
volume ventrikel tetap tidak berubah.
 Ventricular Filling
tekanan dari atrium lebih tinggi dari tekanan di ventrikel sehingga katup mitral dan
katup tricuspid akan terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80% dan akan mencapai
100 % jika atrium berkontraksi.Volume total yang masuk ke dalam diastol
disebut End Diastolic Volume .
Gagal jantung8
Gagal jantung merupakan sindrom kompleks dengan tampilan gejala khas: sesak saat
istirahat atau saat aktivitas, kelelahan, serta tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau
edema pergelangan kaki, tanda khas: takikardi, takipnea, rhonki, efusi pleura, peningkatan
jugularis vena pressure, edema perifer, hepatomegali serta bukti objektif kelainan struktural
atau fungsional jantung saat istirahat: kaardiomegali, bunyi jantung 3, murmur, kelainan pada
ekokardiografi, penigkatan natriuretic peptide. Pada gagal jantung, jantung tidak dapat
menghantarkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Beberapa istilah dalam gagal jantung berdasarkan terminologi terbagi menjadi:

1. Gagal jantung sistolik dan diastolik


Kedua ini terjadi secara tumpang tinding, tidak dapat dibedakan berdasarkan
pemeriksaan jasmani, foto thorax atau EKG; hanya dapat dibedakan dengan eko-
Doppler. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung turun dan menyebabkan kelemahan, fatigue, kemampuan
aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah
gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel; didefinisikan sebagai gagal
jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan
Doppler-ekokardiografi.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan
perikard. High Output HF ditemukan pada penurunan resistensi vascular sistemik
seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V, beri-beri dan penyakit Paget.

3. Gagal Jantung Akut dan Kronik


Contoh klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang turun tiba-tiba
menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer. Contoh gagal
jantung kronis adalah pada kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang
terjadi perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih
terpelihara dengan baik.
4. Gagal Jantung kanan dan Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis
dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi
jika kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer
atau sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang
menyebabkan edema perifer, hepatomegali dan distensi vena jugularis.

Dalam penegakan diagnosis gagal jantung ada beberapa pemeriksaan penunjang yang
dapat membantu seperti, pemeriksaan EKG 12 sadapan sangat dianjurkan. Kepentingan
utama EKG adalah untuk menilai irama jantung, menentukan keberadaan hipertrofi ventrikel
kiri atau riwayat infark miokard (ada atau tidak adanya Q wave). EKG normal biasanya
menyingkirkan kemungkinan disfungsi diastolik ventrikel kiri.

Pemeriksaan foto toraks memberikan informasi ukuran dan bentuk jantung serta
keadaan vaskularisasi paru, yang memungkinkan penilaian kongesti. Foto toraks juga dapat
mengidentifi kasi penyebab nonkardiak seperti kelainan paru atau toraks. Modalitas
diagnostik lain yang dapat digunakan antara lain angiografi koroner, MRI, dan CT-scan.

Penyakit katup jantung 9

Penyakit katup jantung mengakibatkan stenosis dan insufisiensi (regurgitasi atau


inkompetensi), atau keduanya. Stenosis adalah gagalnya katup untuk membuka sempurna,
sehingga menghambat aliran maju. Stenosis katup hampir selalu disebabkan oleh
abnormalitas kuspis katup primer dan hampir selalu akibat proses kronik (misalnya,
kalsifikasi atau skar pada katup). Sedangkan Insufisiensi terjadi akibat kegagalan katup
menutup sempurna, sehingga menyebabkan terjadinya regurgitasi (aliran balik) darah.
Insufisiensi katup dapat terjadi akibat penyakit intrinsik kuspis katup (misalnya, endokarditis)
atau gangguan struktur penunjang (misalnya, aorta, anulus mitral, korda tendinea, muskulus
papilaris, atau dinding bebas ventrikel) tanpa adanya jejas kuspis katup.

Stenosis atau regurgitasi dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-sama pada katup
yang sama. Penyakit katup dapat melibatkan satu katup saja (katup mitral merupakan target
tersering), atau lebih dari satu katup. Aliran abnormal melalui katup yang sakit biasanya
menghasilkan suara jantung abnormal yang disebut murmur; lesi yang berat dapat dipalpasi
sebagai getaran (thrill). Bergantung pada katup yang terkena, murmur paling baik di dengar
pada berbagai lokasi di dinding dada; terlebih lagi, jenis (stenosis maupun regurgitasi), dan
tingkat keparahan penyakit katup menentukan kualitas dan waktu murmur (misalnya murmur
sistolik kelas atau diastolik halus).

Akibat akhir penyakit katup bergantung pada katup yang terlibat, derajat kerusakan,
lama prosesnya, dan efektivitas mekanisme kompensasi. Sebagai contoh, kerusakan
mendadak suatu kuspis katup aorta akibat infeksi dapat menyebabkan regurgitasii masif dan
awal gagal jantung mendadak. Sebaliknya stenosis mitral akibat reumatik biasanya
berlangsung selama bertahun-tahun, dan efek klinisnya dapat di toleransi dengan baik hingga
fase yang lanjut. Kelainan katup bisa kongenital atau didapat, berdasarkan etiologi-etiologi
terpenting dari penyakit katup yang didapat diringkas dalam (tabel 1); stenosis katup aorta
dan mitral yang didapat mencakup kira-kira duapertiga dari seluruh penyakit katup jantung.
Tabel 1: Etiologi Penyakit Katup Jantung Didapat.9

Penyakit Katup Mitral Penyakit Katup Aorta


Stenosis Mitral Stenosis Aorta
Skar pasca inflamasi (penyakit jantung reumatik)
Stenosis kalsifikasi aorta senilis
Skar pasca-inflamasi (penyakit jantung reumatik)
Kalsifikasi dari katup yang mengalami kelainan
kongenital

Regurgitasi Mitral Regurgitasi Aorta


Abnormalitas daun katup dan komisura Penyakit katup intrinsik
Skar pasca-inflamasi Skar pasca-inflamasi (penyakit jantung reumatik)
Endokarditis Infektif Endokarditis infektif
Prolaps katup mitral Penyakit aorta
Fibrosis yang diinduksi “Fen-phen” Dilatasi aorta degeneratif
Abnormalitas aparatus tensor Aortitis sifilis
Ruptur otot papilaris Ankylosing spondylitis
Disfungsi otot papilaris (fibrosis) Artritis reumatoid
Ruptur korda tendinea Sindrom Marfan
Abnormalitas rongga dan/atau anulus ventrikel kiri
Pembesaran ventrikel kiri (miokarditis, kardiomiopati
dilatasi)
Kalsifikasi anulus mitral
Diagnosa Kerja
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, pasien pada
kasus dalam skenario ini menderita gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure
(CHF) et causa Mitral Stenosis.

Gagal jantung Kongestif

Gagal jantung umumnya mengacu pada gagal jantung kongestif (GJK). Gagal jantung
kongestif adalah akhir yang umum bagi semua bentuk penyakit jantung dan biasanya
merupakan kondisi progresif yang mengakibatkan pronogsis buruk. 9 Gagal jantung kongestif
diakibatkan kurangnya fungsi pompa jantung, yang menyebabkan kongesti akibat cairan di
paru dan jaringan perifer. Gagal jantung kongestif terdapat pada sekitar 3 juta orang di
Amerika Serikat; lebih dari 400.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun. Gambaran klinis
sangat bervariasi; untuk setiap pasien, gejala dan tanda bergantung pada seberapa cepat gagal
jantung terjadi dan apakah hal tersebut mengenai ventrikel kiri, kanan, atau keduanya.11
Klasifikasi berdasarkan abnormalitas struktural jantung (ACC/AHA) atau berdasarkan gejala
berkaitan dengan kapasitas fungsional (NYHA) tertera pada (tabel 2).8

Tabel 2 : Klasifikasi gagal jantung.8

Penegakan diagnosis gagal jantung dalam praktik dokter umum adalah dengan kriteria
Framingham, membutuhkan keberadaan dua kriteria mayor atau 1 kriteria mayor disertai dua
kriteria minor (Tabel 3). Sedangkan berdasarkan Etiologi dan Faktor Pencetus Pada
umumnya, etiologi gagal jantung pada orang tua sama seperti yang terjadi pada dewasa
muda, tetapi lebih multifaktorial (tabel 4).8
.

Mitral Stenosis
Mitral stenosis adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral. Penyebab paling tersering
demam reumatik penyebab lain adalah karsinoid, sistemik lupus eritematous, reumatoid
atritis, mukopolisakharidosis dan kelainan bawaan. Mitral stenosis dikatakan ringan bila
MVA 1.5 – 2.5cm2 sehingga keluhan yang dirasakan minimal; derajat sedang MVA 1.0 – 1.5
cm2 sehingga keluhan yang dirasakan baru timbul saat aktifitas; sedangkan derajat berar bila
MVA < 1.0cm2 sehingga keluhan yang dirasakan sudah timbul pada saat istirahat.11-12
Gejala stenosis mitral mencakup sesak timbul dimalam hari dan saat aktivitas yang
disebabkan oleh edema paru; rasa lelah dan dingin pada ekstremitas disebabkan oleh
rendahnya curah jantung; palpitasi atau berdebar-debar disebabkan oleh irama jantung
fibrilasi atrium yang merupakan risiko adanya emboli; dan pada keadaan lebih lanjut bisa
ditemukan batu darah atau hemoptisis disebabkan oleh hipertensi pulmonal, edema paru, dan
emboli paru. Kadang-kadang pasien mengeluh palpitasi atau denyut jantung yang cepat.
Akhirnya pasien dengan stenosis mitral dapat mengalami gejala neurologis seperti baal atau
lumpuh transien di ekstremitas, penurunan penglihatan mendadak atau gangguan
koordinasi.11-12
Saat Inspeksi, pada penderita stenosis mitral yang berat sering ditemukan warna
kebiruan pada kedua pipi yan dikenal sebagai wajah mitral (mitral facies), kondisi ini terjadi
karena curah jantung yang rendah dalam waktu lama. Kadang didapatkan peningkatan
tekanan vena jugularis, hepatomegali dan edema kedua tungkai apabila mitral stenosis sudah
menimbulkan bedungan pada jantung kanan. Pada Palpasi, didapatkan pulsasi nadi biasanya
lemah dan kecil, mungkin tidak teratur (fibrilasi atrial); Tapping apeks – teraba S1; Bunyi
jantung tambhan: opening snap mungkin teraba disamping bunyi jantung I dan II; aktivitas
ventrikel kanan teraba keras; Bunyi jantung II(S2) yang keras bisa teraba. Pada saat
Auskultasi, didapatkan bunyi jantung I (S1) yang mengeras; Bunyi jantung II (S2) normal
atau mengeras bila sudah terjadi hipertensi pulmonal; Bunyi jantung tambahan: opening snap
(OS) menandai daun katup mitral yang masih lentur ketika membuka pada fase diastolik.
Semakin pendek jarak A2 (komponen aorta dari S2) semakit berat derajat mitral stenosis;
Terdengar bising atau murmur mid diastolik di daerah apeks jantung, panjang murmur ini
mencerminkan beratnya stenosis mitral. Agar lebih jelas terdengar, gunakan stetoskop bel dan
miringkan pasien ke kiri; Pada stenosis mitral berat aliran melalui katup mitral yang kecil,
S1,OS dan bising mid diastolik mungkin tidak terdengar lagi.9-12
Untuk memastikan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini
biasanya dilakukan pemeriksaan (1)Elektrokardiografi, pasien dengan stenosis mitral akan
menunjukan gambaran fibrilasi atrium. Pada (2)Foto rontgen toraks, penderita stenosis mitral
ditandai dengan aorta yang relatif kecil, pinggang jantung mendatar atau bahkan
mencembung (pembesaran atrium kiri), apeks jantung terangkat (pembesaran ventrikel
kanan), pembesaran atrium kanan serta gambaran kontur ganda (double contour) yang
menandai pembesaran atriun kiri. Disamping itu sering juga ditandai adanya bendungan
vena-vena pulmonalis pada bagian atas lapangan paru yang dikenal dengan istilah
“selfalisasi” ataupun adanya penonjolan segmen pulmonal akibat pembesaran arteri
pulmonalis, terutama bila sudah terjadi peningkatan tekanan arteri pulmonalis.
(3)Ekokardiografi, merupakan pemeriksaan penting untuk menegakan diagnosis stenosis
mitral. Terlihat penebalan dan pengapuran katup mitral serta aparatus subvalvar, gerakan
katup mitral yang terbatas sehingga bentuk katup menyerupai kubah (dooming) pada fase
akhir diastolik. Stenosis mitral ini juga kadang-kadang disertai kebocoran (regurgitasi) mitral.
Kelainan ini sering disertai dilatasi atrium kiri, bahkan kadang ventrikel kanan maupun
atrium kanan, terutama bila sudah disertai peningkatan tekanan arteri pulmonalis.11-12

Diagnosis Banding 9,11-12


Selain gagal jantung kongestif et causa stenosis mitral, terdapat beberapa penyakit
kelainan katup yang mempunyai gejala klinis yang mirip dan dijadikan sebagai diagnosis
banding.
 Regurgitasi mitral
Secara etiologi kelainan ini dikarenakan daun katup mitral terkulai (prolaps) yang
diikuti oleh penyakit arteri koroner. Ujung daun katup mitral anterior dan posterior
diperthanankan ditempatnya sewaktu kontraksi ventrikel oleh musculus papilaris
anterolateral dan posteromedial. Katup ini terhubung ke musculus papilaris oleh struktur
fibrosa tipis yang dinamai chordae tendineae. Pada pasien dengan prolaps katup mitral,
jaringan tambahan yang terdapat dikatup dapat mengalami degeneraasi miksomatosa
pada dekade kelima atau keenam. Akibat kurangnya penyatuan daun katup atau ruptur
mendadak chordae tendineae, regurgitasi mitral dapat terjadi. Pada penyakit arteri
koroner, obstruksi arteri koronaria circumflexa dapat menyebabkan iskemia atau ruptur
musculus papilaris. Gagal ventrikel kiri yang berat biasanya disertai dilatasi anulus
mitral.
Manifestasi regurgitasi mitral bergantung pada seberapa cepat inkompetensi katup
tersebut terjadi. Gejala umum yang di rasakan adalah mudah lelah, rasa sesak progresif
berkembang akibat sumbatan paru dan diikuti gagal jantung kanan. Angina dan
hemoptisis lebih sering ditemukan dibandingkan dengan pada stenosis mitral. Kelelahan
dan palpitasi adalah gejala yang sering timbul. Pasien dengan regurgitasi mitral akut
datang dengan gejala-gejala gagal jantung kiri: sesak napas, ortopnea, dan syok. Nyeri
dada mungkin terjadi pada pasien dengan regurgitasi mitral yang disebabkan oleh
penyakit arteri koroner.
 Stenosis aorta
Secara etiologi stenosis aorta disebabkan oleh (1) kalsifikasi katup bikuspid
kongenital, katup dapat unikuspid, bikuspid, atau trikuspid dengan daun-daun katup yang
sebagian menyatu. Kalainan aliran darah dapat myebabkan fibrosis dan kalsifikasi daun
katup; (2) penyakit katup reumatik, peradangan jaringan menyebabkan perlekatan dan
penyatuan komisura. Fibrosis dan kalsifikasi daun katup dapat terjadi akibat aliran
turbulensi yang terus menerus; Diatas 60 tahun, (3) kalsifikasi degeneratif daun katup
menjadi kaku akibat pengendapan kalsium dipangkal. Ujung daun katup relatif normal.
Pada awalnya tanpa gejala. Kemudian terjadi angina, sesak, dan sinkop (yang
mungkin merupakan akibat dari rendahnya curah jantung). Gagal ventrikel kiri dan
kematian mendadak relatif sering terjadi, dan mungkin disebabkan oleh aritmia ventrikel.
 Regurgitasi aorta
Secara etiologi katup bikuspid kongenital dan endokarditis infektif adalah penyebab
yang paling banyak ditemukan. Penyakit katup reumatik kini jarang ditemukan.
Hubungan yang lebih jarang terjadu adalah dengan artritis seronegatif (spondilitis
ankilosa, sindrom reiter, atropati kolitis dan psoriatik), lesi kongenital (koarktasio aorta,
sindrom marfan), ruptur traumatik dan sifilis.
Gejala yang dirasakan adalah rasa sesak yang diakibatkan edema paru, terutama juika
regurgitasi aorta bersifat akut dan ventrikel tidak memperoleh cukup waktu untuk
mengkompensasi peningkatan volume yang mendadak. Pada regurgitasi aorta kronik,
mekanisme kompensasi akhirnya gagal dan jantu mykai berkerja pada bagian yang
curam dari kurva tekanan-volume diastolik.

Etiologi

Stenosis mitral paling sering merupakan sekuele atau akibat dari penyakit jantung
demam reumatik. Kelainan ini berkembang 2 -20 tahun setelah episode demam reumatik
akut. Tiga puluh persen pasien tidak memiliki riwayat penyakit karena sangat ringan atau
telah terlupakan. Meskipun jarang, stenosis ini dapat disebabkan oleh lesi kongenital atau
pengendapan kalsium,vegetasi systemic lupus eritematosus (SLE), karsinosis sistemik,
deposit amiloid, rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s, akibat obat fenfluramin/phentermin,
serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif. Massa
di atrium (miksoma) dapat menyebabkan obstruksi intermiten katup mitral.11,12

Akibat adanya kalsifikasi dan jaringan parut pada katup mitral, terjadilah
penyempitan pada katup tersebut sehingga darah dari atrium kiri tidak seluruhnya msauk ke
ventrikel kiri. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan pada atrium kiri yang kemudian
meningkatkan tekanan di paru dan berakhir dengan peningkatan tekanan di ventrikel kanan.
Peningkatan tekanan di ventrikel kanan menyebabkan dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan
pada fase kompensata. Pada saat ventrikel kanan tidak mampu melakukan kompensasi maka
terjadi gagal jantung kanan, dengan manifestasi klinik: edema perifer, hepatomegali, asites
dan peningkatan tekanan di vena jugular.

Epidemiologi
Stenosis mitral merupakan penyebab utama terjadinya gagal jantung kongestif di
negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi dari stenosis mitral telah menurun
seiring dengan penurunan insidensi demam rematik. Pemberian antibiotik seperti penisilin
pada streptococcal pharyngitis turut berperan pada penurunan insidensi ini. Seperti diluar
negeri maka kasus stenosis mitral memang terlihat pada orang-orang dengan umur yang lebih
tua. Dan biasanya dengan penyakit penyerta baik kelainan kardiovaskuler atau yang lain
sehingga lebih merupakan tantangan.12

Patofisiologi

Jika darah dari atrium kiri untuk masuk ke ventrikel kiri pada waktu diastole mengalami
hambatan akan menyebabkan tekanan pada atrium meninggi sehingga atrium kiri mengalami
sedikit dilatasi. Makin lama dilatasi ini semakin berat sehingga atrium kiri, disamping dilatasi
juga mengalami hipertrofi karena otot atrium ini terus menerus harus mendorong darah yang
lebih banyak dengan hambatan yang makin besar. Oleh karena dinding atrium tipis, dalam
waktu yang relatif singkat otot atrium kiri tidak lagi dapat memenuhi kewajibannya untuk
mengosongkan atrium kiri. Menurut pengukuran, tekanan ini mencapai 24-34 mmHg,
padahal tekanan normal hanya 6 mmHg atau ketika ventrikel kiri tidak mampu memompa
darah ke aorta (karena kelemahan ventrikel kiri), darah tertumpuk di ventrikel kiri, akibatnya
darah dari atrium kiri tidak tertampung di ventrikel kiri, kemudian makin lama makin
memenuhi vena pulmonalis dan akhirnya terjadi udem pulmonum.
Pengosongan atrium kiri yang tidak sempurna ini ditambah meningginya tekanan
didalamnya, menyebabkan aliran di dalamnya, menyebabkan aliran darah dari paru ke dalam
atrium kiri terganggu atau terbendung. Akibatnya tekanan dalam vv.pulmonales meninggi,
dan ini juga akan menjalar ke dalam kapiler di dalam paru, ke dalam arteri pulmonalis dan
akhirnya ke dalam ventrikel kanan.
Akhirnya atrium kiri makin tidak mampu mengosongkan darah, bendungan dalam paru
semakin berat, terjadilah kongesti paru. Akibatnya, ruangan di dalam paru yang disediakan
untuk udara, berkurang dan terjadilahsuatu gejala sesak napas pada waktu bekerja (dyspnoe
d’effort). Disini, ventrikel kanan masih kuat sehingga dorongan darah dari ventrikel kanan
tetap besar,sedangkan atrium kiri tetap tidak mampu menyalurkan darah, akibatnya
bendungan paru semakin berat sehingga akan terjadi sesak napas meskipun dalam keadaan
istirahat (orthopnea). Pada anak, adanya kongesti paru ini akan memudahkan terjadinya
bronkitis sehingga anak sering batuk-batuk.

Darah yang banyak tertimbun dalam ventrikel kanan menyebabkan ventrikel kanan
dilatasi, kemudian diikuti dengan hipertrofi, yang akibatnya akan terjadi kardiomegali. Dalam
rangka memperbesar curah jantung, selain jantung memperkuat sistol karena adanya
keregangan otot berlebihan, jantung juga bekerja lebih cepat, artinya frekuensi naik. Dengan
demikian, terjadi takikardi. Oleh karena yang lemah adalah atrium kiri dan atau ventrikel kiri
maka disebut gagal jantung kiri.11,12

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan
fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul
saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap
latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih
ringan. Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan
sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.13

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan dan sesak. Meskipun kelelahan
adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan
gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi lain. Kemampuan
seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan
keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi
kebutuhan oksigen. Gejala yang sering timbul, antara lain:13,14
 Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara
juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari
kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,
maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan
gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian- bagian tubuh yang di bawah ke
arah sirkulasi sentral. Reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan
menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal
Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan
manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea
atau ortopnea.
 Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.
 Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena
pengaruh gaya gravitasi.
 Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat
distensi vena.
 Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula
hati.
 Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.
 Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-
mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari;
dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga
berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.
 Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik
dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari
bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung
kanan yang nyata.
 Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat
iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi
dan merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.

Farmakologi15

- Beta Blocker
Kecuali kontraindikasi, beta blocker harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Beta blocker memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.

Indikasi pemberian Beta blocker :


• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
• Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
• ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
• Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan
inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)

Kontraindikasi pemberian Beta blocker :


• Asma
• Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung
permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian Beta blocker:
• Hipotensi simtomatik
• Perburukan gagal jantung
• Bradikardia

Dosis awal (mg) Dosis target (mg)


Beta Blocker
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 - 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 (1 x/hari)

- Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)

Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. ACEI memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,
dan meningkatkan angka kelangsungan hidup.

ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi


simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEIhanya diberikan pada
pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.

Indikasi pemberian ACEI


• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI


• Riwayat angioedema
• Stenosis renal bilateral
• Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
• Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
• Stenosis aorta berat

Cara pemberian ACEI pada gagal jantung


Inisiasi pemberian ACEI
• Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
• Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah terapi ACEI

Naikan dosis secara titrasi


Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
• Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia. Dosis
titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di rumah sakit
• Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis
maksimal yang dapat di toleransi
• Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai dosis target
atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali
Dosis awal (mg) Dosis target (mg)
ACEI
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 - 100 (3 x/hari)
Enalapril 2,5(2 x/hari) 10 - 20 (2 x/har)
Lisinopril 2,5 - 5 (1 x/hari) 20 - 40(1 x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2 x/hari)
Perindopril 2 (1 x/hari) 8 (1 x/hari)

- Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti beta blocker) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap
angka kelangsungan hidup.
Indikasi dan kontraondikasi pemberian digoksin
INDIKASI
Fibrilasi atrial
• dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau saat
aktifitas > 110 - 120 x/menit
Irama sinus
• Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
• Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
• Dosis optimalACEI dan/atau ARB, penyekat β dan antagonis
aldosteron jika ada indikasi.
KONTRAINDIKASI
• Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hat-hat jika
pasien diduga sindroma sinus sakit
• Sindroma pre-eksitasi
• Riwayat intoleransi digoksin

Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 20081

Cara pemberian digoksin pada gagal jantung


Inisiasi pemberian digoksin
• Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pada pasien
usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan menjadi 0,125 atau 0,0625
mg, 1 x/hari
• Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar terapi digoksin
harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
• Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah
(amiodaron, diltiazem, verapamil, kuinidin)

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian digoksin:


• Blok sinoatrial dan blok AV
• Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hipokalemia
• Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan gangguan melihat warna

- Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia
(kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.

Cara pemberian diuretik pada gagal jantung :


• Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
• Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
• Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena
efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop. Kombinasi keduanya
dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang resisten

Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung


Diuretik Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)
Diuretik Loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0.5 – 1.0 1–5
Torasemide 5 – 10 10 – 20
Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12.5 – 100
Metolazone 2.5 2.5 – 10
Indapamide 2.5 2.5 – 5
Diuretik hemat kaliu m
Spironolakton (+ACEI/ARB) 12.5 - 25 (+ACEI/ARB) 50
(- ACEI/ARB) 50 (- ACEI/ARB) 100 - 200
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 20122

Dosis diuretik :
Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan tanda kongesti
• Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering (tanpa retensi
cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan dehidrasi. Tujuan terapi adalah
mempertahankan berat badan kering dengan dosis diuretik minimal
• Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur dosis diuretik
sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan harian dan tanda-tanda klinis
dari retensi cairan

Pembedahan15
Pada pasien gagal jantung dengan mitral stenosis dilakukan tindakan pembedahan.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan katup mitral yang terlalu kaku (mitral valve
stenosis) sehingga darah tidak bisa mengalir ke ventrikel kiri, atau katup mitral yang terlalu
longgar (mitral valve regurgitation) sehingga darah kembali ke atrium kiri dan kembali lagi
ke paru-paru.

Terdapat 2 jenis pembedahan pada kelainan katup mitral yaitu Mitral Valve
Replacement (mengganti katup mitral dengan katup prostetik mekanik atau bioprosthesis)
dan Mitral Valve Repair (memperbaiki katup mitral yang rusak, jadi pasien masih memiliki
daun katup mitral yang normal).

Pada era tahun 1990-an, lebih dari 75% pasien dengan gangguan katup mitral
dilakukan operasi Replacement, namun dengan berkembangnya teknik operasi dan
pengalaman seorang dokter bedah jantung, trend operasi bergeser ke operasi Repair, karena
statistik menunjukkan angka survival pasien setelah dilakukan operasi Mitral Repair
mencapai 92,1% pada follow up jangka panjang selama 15 tahun, jika dibandingkan dengan
Mitral Replacement hanya 40%. Keuntungan lainnya adalah, pasien tidak perlu mengonsumsi
obat pengencer darah seumur hidup (jika dilakukan mechanical valve replacement).

Kebanyakan katup mitral dapat diperbaiki daripada diganti, terutama pada katup
mitral yang tidak terlalu rusak. Keuntungan dari repair daripada replacement selain angka
kematian yang lebih rendah (1%-2% pada repair dan 6%-8% pada replacement), risiko stroke
yang lebih rendah, infeksi endocardial yang lebih rendah, dan angka survival yang lebih
lama.

Pasien pasien dengan pasca mitral valve repair tidak memerlukan obat pengencer
darah dan pasien dapat hidup seperti pada populasi normal lainnya, sedangkan pada pasien
dengan mitral valve replacement katup harus minum obat pengencer darah selama 3 bulan
(bioprostetik) atau seumur hidup (mekanik).
Pada pembedahan ada beberapa bahan yang digunakan pada pembuatan katup mitral
buatan. Ada dua kelompok besar katup mitral buatan: katup mekanik dan katup biologis.
 Katup mekanik dibuat dari logam dan pyrolytic carbon, yang bisa bertahan selama
seumur hidup. Pasien dengan katup mekanik harus minum obat pengencer darah
selama seumur hidup untuk mencegah terjadinya pembekuan darah.
 Katup bioprosthetic adalah katup buatan yang dibuat dari jaringan hewan (sapi/babi).
Pasien dengan katup bio tidak perlu minum obat pengencer darah seumur hidupnya.
Namun katup bio ini hanya bertahan antara 10-15 tahun saja dan perlu diganti
kembali dengan proses operasi lagi. Pemilihan jenis katup yang akan digunakan
tergantung dari usia pasien, kondisi medis pasien, tempat tinggal pasien, dan
kepatuhanpasien terhadap pengobatan.

Prognosis
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang,
tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5%
pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan
progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi
ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen
maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin
plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan
akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya
adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami
gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif
yang sangat cermat. 11

Kesimpulan
Gagal jantung adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam etiologi.
Dalam kasus ini pasien mengalami gagal jantung yang di karenakan kelainan pada katup
mitral berupa stenosis. Maka dari itu, perlu adanya penangan secara cepat untuk menambah
kualitas hidup pasien yang sudah lanjut usia.
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2011. h. 10-15.
2. Aaronson PI, Ward JPT. At a glance sistem kardiovaskular: anamnesis dan pemeriksaan
fisik kardiovaskular. 3th ed. Jakarta: EGC, 2011. h. 24.
3. Halim-Mubin A. Panduan praktis ilmu penyakit dalam: diagnosis dan terapi. Jakarta:
EGC; 2010. h. 201, 203.
4. Gray H.H ,Dawkins K.D.Lecture notes on cardiology.4th Ed.Jakarta:Erlangga.2005.h. 80-
9.
5. Wati WW, Kindangen K. Buku ajar anatomi fakultas kedokteran. Jakarta: Universitas
Kristen Krida Wacana; 2010.h.14-30.
6. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2011.h.327,
340-4, 355.
7. Ronny, Setiawan, Fattimah S. Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta: EGC; 2011. h.4-7.
8. Imaligy E.U. Gagal jantung pada geriarti.CKD-212/vol.41. no.1,th.2014.h.19-24
9. Kumar V. Abbas A.K, dan Aster J.C. Buku Ajar Patologi Robbins.edisi ke-9. Singapore:
Elsevier; 2015.h.359-86.
10. McPhee S.J, dan Ganong W.F. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran
Klinis. Edisi ke-5. Jakarta:EGC;2010.h.279-312
11. Rubenstein D, Wayne D, dan Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke-6.
Jakarta: Erlangga;2007.h.312-329
12. Rilanto L.I. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta:FKUI;2012.h.279-309
13. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 66-8, 1584
14. Kowalak, Welsh, Mayer. Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta: EGC. 2014. h. 195-200, 255-8
15. Siswanto B.B, Hersunarti N, Erwinato, et al.Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung.Edisi
ke- 1.Jakarta;PERKI.2015.h.18-29.

Anda mungkin juga menyukai