Anda di halaman 1dari 9

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

BAHAYA SEKS BEBAS PADA REMAJA


DI PUSKESMAS MEDOKAN AYU SURABAYA

Oleh:
Sita Aulia Syahriski 011813243085
Heny Rachmawati 011813243086
Yulin Dwiya Ramadhani 011813243032

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Bahaya Seks Bebas


Hari/Tanggal :
Pukul :
Lama Pelaksanaan : 30 menit
Tempat :
Sasaran Peserta : Remaja
Target Peserta : 20 Peserta

A. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan remaja dapat memahami tentang
bahaya seks bebas
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan, peserta dapat memahami tentang:
a. Pengertian seks bebas
b. Faktor penyebab terjadinya seks bebas
c. Pencegahan seks bebas
d. Bahaya seks bebas
B. Metode
Ceramah dan diskusi tanya jawab
C. Media
Leaflet, PPT, video, proyektor
D. Materi
Terlampir
E. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta Media
1. Pembukaan - Pembukaan dan salam - Mendengarkan Leaflet,
(3 menit) - Menjelaskan tujuan dan menanggapi proyektor
penyuluhan
- Pretest - Menjawab
2. Penyuluhan - Penyajian materi - Menyimak Leaflet,
(25 menit) - Mempersilahkan peserta - Menyimak dan PPT, video,
mengajukan pertanyaan menanggapi proyektor
3. Penutup - Postest - Menjawab Leaflet,
(2 menit) - Menyampaikan - Mendengarkan proyektor
kesimpulan dan menanggapi
- Penutup dan salam

F. Pengorganisasian
Moderator : Sita Aulia Syahriski
Pembicara : Yulin Dwiya Ramadhani
Fasilitator : Heny Rachmawati
G. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Materi, media dan SAP telah dipersiapkan dengan baik.
b. Daftar hadir peserta penyuluhan telah di persiapkan dengan baik.
c. Peserta hadir di tempat penyuluhan tepat waktu.
d. Peserta yang hadir berjumlah 20 orang.
e. Pengorganisasian dan penyelenggaraan penyuluhan telah dibentuk.
2. Evaluasi Proses
a. Penyuluhan dimulai dan berakhir sesuai dengan waktu yang
direncanakan.
b. Peserta antusias dengan materi penyuluhan.
c. Peserta mengajukan dan menjawab pertanyaan secara benar.
d. Suasana penyuluhan kondusif.
e. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan.
f. Minimal jumlah kehadiran 75% dari total undangan.
3. Evaluasi Hasil
Peserta mampu menjawab postest (menyebutkan dan menjelaskan) tentang
materi penyuluhan.
MATERI PENYULUHAN

A. Seks Bebas
1. Pengertian Seks Bebas
Seks menurut Kartono (2009) merupakan energy psikis yang ikut
mendorong manusia untuk bertingkah laku. Tidak Cuma bertingkah laku di
bidang seks saja yaitu melakukan relasi seksual atau bersenggama, akan tetapi
juga melakukan kegiatan-kegiatan abnormal. Seks adalah satu mekanisme
bagi manusia agar mampu mengadakan keturunan. Sebab seks merupakan
mekanisme yang vital sekali dengan mana manusia mengabadikan jenisnya.
Sedangkan menurut Desmita (2005) pengertian seks bebas adalah
segala cara mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual yang berasal
dari kematangan organ seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai
melakukan kontak seksual, tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan
norma karena remaja belum memiliki pengalaman tentang seksual.
Menurut Desmita (2005) mengemukakan berbagai bentuk tingkah laku
seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak
seksual. Bentuk -bentuk perilaku seks bebas yaitu: Petting adalah upaya
untuk membangkitkan dorongan seksual antara jenis kelamin dengan tanpa
melakukan tindakan intercourse. Oral–genital seks adalah aktivitas
menikmati organ seksual melalui mulut. Tipe hubungan seksual model oral -
genital ini merupakan alternative aktifitas seksual yang dianggap aman oleh
remaja masa kini. Sexual intercourse adalah aktivitas melakukan senggama.
2. Penyebab Seks Bebas
Sarwono (2010) menyebutkan masalah seksual pada remaja timbul
karena faktor-faktor berikut.
1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual
remaja.
2. Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan
usia perkawinan, baik secara hukum maupun karena norma sosial yang
makin lama makin menuntut persyaratan yang tinggi untuk perkawinan
(pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan lain lain).
3. Usia perkawinan di tunda, norma-norma agama tetap berlaku di mana
seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah.
4. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya
penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media masa yang
dengan adanya teknologi canggih
5. Pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat
sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga
kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.
3. Pencegahan Seks Bebas
Upaya pencegahan perilaku seksual pranikah pada remaja menurut
Soejiningsih (2008) yaitu:
1. Meningkatkan kualitas hubungan orangtua dan remaja
Sebagai orangtua hendaknya bersikap terbuka terhadap masalah
seksual.Sikap dan perilaku orangtua juga berperan sebagai contoh atau
teladan anaknya dalam menyikapi hubungan seksual pranikah.
2. Keterampilan menolak tekanan negatif dari teman
Teman sebaya atau temen bergaul mempunyai pengaruh yang besar
dalam mempengaruhi sikap dan perilaku remaja.Untuk itu perlu
berinisiatif dalam melakukan penolakan terhadap ajakan teman yang
mengarah ke hal yang negatif dalam bergaul sehingga remaja dapat
bersikap bijaksana terhadap hubungan seksual pranikah.
3. Meningkatkan religiusitas remaja yang baik
Ajaran agama untuk remaja sebaiknya tidak hanya dihotbahkan, akan
tetapi diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang nyata yang dikaitkan
dengan masalah-masalah konseptual dalam kehidupan remaja (misalnya
masalah kesehatan reproduksi dan seksual). Dari kegiatan yang nyata
akan membentuk sikap remaja yang bijaksana khususnya dalam
menyikapi hubungan seksual pranikah.
4. Pembatasan atau pengaturan peredaran media pornografi
Diharapkan media memberikan manfaat yang positif yaitu lebih
menampilkan pesan-pesan seksualitas yang mendidik, karena sebenarnya
media dapat dimanfaatkan sebagai media yang ampuh dalam
menyampaikan materi pendidikan seksualitas. Dengan informasi yang
positif maka akan membawa dampak positif pula pada sikap dan perilaku
remaja.
5. Promosi tentang kesehatan seksual bagi remaja yang melibatkan peran
sekolah, pemerintah dan lembaga non pemerintah.
Lembaga pemerintah ataupun lembaga non pemerintah perlu
mengadakan seminar mengenai kesehatan seksual remaja dan pendidikan
seksual secara keseluruhan. Penyampaian perlu dibuat secara menarik
agar siswa secara sadar diri dapat mengambil sikap terhadap perilaku
seksual secara bijaksana karena kesadaran diri dari remaja itu sendiri
merupakan cara yang paling penting dalam mencegah hubungan seksual
pranikah.
4. Dampak Seks Bebas
Banyak remaja yang kurang mengetahui akibat yang ditimbulkan dari
perilaku seksual yang mereka lakukan bagi kesehatan reproduksinya baik
dalam waktu dekat maupun jangka panjang (Notoatmodjo, 2012). Beberapa
dampak perilaku seksual remaja terhadap keehatan reproduksinya yaitu:
1. Hamil yang tidak dikehendaki (unwamted pregnancy)
Kehamilandan persalinan pada usia remaja usia dibawah 20 tahun
memiliki resiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi, hal ini
semakin memburuk jika pelayanan kesehatan di wilayah kesehatan yang
sangat sulit tersedia. Mereka beresiko 2 sampai 5 kali mengalami resiko
kematian (maternal mortality), resiko proses persalinan yang terjadi pada
remaja ini memiliki resiko lebih besar dari pada remaja diatas 17 tahun.
Mereka memungkinkan mengalami kompliksai seperti persalinan
tehambat, persalinan memanjang dan persalinan-persalinan yang sulit
yang dapat mengakibatkan komplikasi jangka panjang.Remaja putri
seringkali memiliki pengertahuan kurang sehingga untuk menuju
pelayananan kesehatan mereka sangat tidak percaya diri, hal ini
mengakibatkan pelayanan prenatal yang sangat terbatas yang berperan
penting terhadap terjadinya komplikasi (Waspodo, 2011).
2. Aborsi yang tidak aman
Remaja sering kali melakukan tindakan aborsi secara diam-diam
yang dilakukan sebagai upaya agar mereka tidak dikeluarkan dari sekolah.
Upaya yang mereka lakukan tidakjarang melakukan aborsi yang tidak
aman misalnya dengan cara diurut atau minum jamu-jamuan untuk
meluntutkan kandungan. Perilaku ini berakibat pada kesehatan
reproduksinya misalnya pendarahan, kanker atau rusaknya alat kesehatan
reproduksi sehingga tidak mampu lagi hamil karena rusaknya struktur alat-
alat reproduksi (Anas, 2010).
3. Angka perceraian yang tinggi
Pernikahan yang dilakukan pada saat usia muda resiko terjadi
masalah yang disebabkan pengendalian emosi yang belum stabil. Dalam
sebuah pernikahan akan dijumpai beberapa masalah yang menuntut
kedewasaan dalam menyelesaikan dan menanggulangi masalah yang
terjadi jika seseorang tidak bisa mengatasi dan mengurangi permasalahan
yang dihadapi maka dapat mengarah pada perceraian (Nurhasana, 2014).
4. PMS (Penyakit Menular Seksual)
Bagi remaja perempuan yang melakukan hubungan seksual
sebelum usia 20 tahun memiliki resiko lebih besar terhadap kesehatan
reproduksinya. Hal ini dikarenakan organ reproduksi belum berfungsi
secara optimal sehingga memudahkan berkembangnya human papiloma
virus yang beresiko terjadi penyakit kanker rahim, PMS, infeksi saluran
reproduksi dan HIV/AIDS. Survei yang dilakukan YAI (Yayasan AIDS
Indonesia) mendapati 36% adalah remaja (Anas, 2010). Kejadian ini tidak
mengejutkan jika dilihat dari kurangnya pengetahuan akan kesehatan
reproduksi. Salah satu penelitian di Tanzania memperlihatkan bahwa
perempuan muda memiliki kemungkinan untuk terinfeksi HIV lebih dari
empat kali lipat dibandingkan pria muda meskipun para perempuan lebih
tidak berpengalaman seksual dan memiliki pasangan seksual yang jauh
lebih sedikit dibandingkan pria sebayanya.
Faktor ekonomi (remaja mungkin tinggal atau bekerja di jalan dan
berparisipasi dalam “seks untuk kelangsungan hidup” atau “ transaksi
seks” dan faktor sosial (seperti terpaksa masuk ke dalam hubungan
seksual) kurangnya ketrampilan atau kekuatan untuk menegosiasikan
pemakaian kondom dan terbentur norma-norma gender, standart ganda,
atau norma budaya dan agama mengenai seksual fertilitas. Remaja
mungkin ragu-ragu atau tidak dapat mencari pengobatan untuk PMS atau
HIV karena mereka khawatir keluarga atau masyarakatnya tidak setuju,
takut diperiksa, atau tidak tahu bagaimana mengenali gejala penyakit
tersebut.Selain itu, karena infeksi HIV dapat terjadi tanpa gejala, mereka
mungkin tidak tahu bahwa mereka telah terinfeksi (Azwar, 2011).
5. Kekerasan seksual remaja
Kultur budaya ketimuran yang masih menganggap seks sebagai
sesuatu yang tabu untuk dibicarakan membuat remaja kebinguangan
mengenai seks. Kebingungan mereka yang mereka alami ini seringkali
menjadikan korban potensial dalam kasus-kasus kekerasan seksual. Pada
saat bersamaan, sesuai dengan tahapan usia mereka yang mengalami
pubertas, remaja juga memiliki rasa ingin tahu yang besar, sekaligus
banyaknya paradigma-paradigma yang mereka dapatkan, mulai dari nilai-
nilai agama hingga pengaruh-pengaruh film dan cerita-cerita yang berbau
pornografi. Hal ini telah membuat seks menjadi “sesuatu” yang misteri dan
mengundang rasa keingintahuan, membingungkan sekaligus menggoda
(Anas, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Anas, S.H. 2010. Sketsa Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Studi Gender dan
Anak, 5(1), pp.199-214.
Azwar, S. 2011. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Kartono. 2009. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Sexual. Bandung: CV
Mandar Maju
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Renika Cipta.
Nurhasana, U. 2014. “Perkawinan Usia Muda dan Perceraian di Kampung Kota
Baru Kecamatan Padangratu Kabupaten Lampung Tengah”. Jurnal
Sosiologi, Vol 15 No 1, pp.34-41.
Sarwono, S.W. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soetjiningsih. 2008. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV
Sagung Seto.
Waspodo, D. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai