I Wayan Santyasa
Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Ganesha
1. Pendahuluan
1
TEORI BARU
INDUKSI DEDUKSI
MEMBANGUN INFERENSI APLIKASI
TEORI NALAR TEORI
DUNIA
TEORETIS
KEPUTUSAN
TEMUAN PENERAPAN
MENOLAK/MENERIMA
EMPIRIK FORMULASI
HIPOTESIS
DUNIA
EMPERIS
PENGUKURAN PENAPSIRAN
UJI HIPOTESIS
PENGAMATAN
Gambar 1.1
Aktivitas penelitian dengan metode ilmiah
Berdasarkan Gambar 1.1, tampak bahwa aktivitas penelitian mencakup dua hal
pokok, yaitu aktivitas nalar (dunia teoretis) dan aktivitas praktikal (dunia empiris).
Metode penelitian lebih banyak berurusan dengan dunia emperis yang mencakup
aktivitas-aktivitas penapsiran, pengamatan, dan pengukuran, baik secara deskriptif,
kualitatif, maupun secara kuantitatif.
Makalah ini mencoba menyajikan deskripsi singkat tentang metode penelitian
tindakan kelas, pengembangan, korelasional, kausal komparatif, dan eksperimen. Sajian
tersebut mencakup desain, populasi dan sampel (subjek penelitian), variabel (objek
penelitian), instrumen, dan teknik analisis data. Makalah ini diharapkan dapat
digunakan sebagai salah satu sumber dalam rangka mengemas metode penelitian dalam
penyusunan proposal Penelitian dana DIPA, Pekerti, Fundamental, dan Hibah Bersaing.
2
2. Penelitian Tindakan Kelas
3
PTK dapat membantu (1) pengembangan kompetensi guru dalam menyelesaikan
masalah pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi, dan efektivitas pembelajaran,
proses, dan hasil belajar siswa, (2) peningkatan kemampuan pembelajaran akan
berdampak pada peningkatan kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional guru
(Prendergast, 2002). Lewin (dalam Prendergast, 2002:2) secara tegas menyatakan,
bahwa penelitian tindakan kelas merupakan cara guru untuk mengorganisasikan
pembelajaran berdasarkan pengalamannya sendiri atau pengalamannya berkolaborasi
dengan guru lain. Sementara itu, Calhoun dan Glanz (dalam Prendergast, 2002:2)
menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu metode untuk
memberdayakan guru yang mampu mendukung kinerja kreatif sekolah. Di samping itu,
Prendergast (2002:3) juga menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan
wahana bagi guru untuk melakukan refleksi dan tindakan secara sistematis dalam
pengajarannya untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa. Cole dan Knowles
(Prendergast (2002:3-4) menyatakan bahwa, penelitian tindakan kelas dapat
mengarahkan para guru untuk melakukan kolaborasi, refleksi, dan bertanya satu dengan
yang lain dengan tujuan tidak hanya tentang program dan metode mengajar, tetapi juga
membantu para guru mengembangkan hubungan-hubungan personal. Pernyataan
Knowles tersebut juga didukung oleh Noffke (Prendergast (2002:5), bahwa penelitian
tindakan kelas dapat mendorong para guru melakukan refleksi terhadap praktek
pembelajarannya untuk membangun pemahaman mendalam dan mengembangkan
hubungan-hubungan personal dan sosial antar guru. Whitehead (1993) menyatakan,
bahwa penelitian tindakan kelas dapat memfasilitasi guru untuk mengembangkan
pemahaman tentang pedagogi dalam rangka memperbaiki pemberlajarannya.
Penjelasan-penjelasan teoretis tersebut mengindikasikan, bahwa pemahaman dan
penerapan PTK akan membantu guru untuk mengembangkan keempat kompetensi yang
dipersyaratkan oleh UURI Nomor 14 Tahun 2005. PTK akan memfasilitasi guru untuk
meningkatkan kompetensi-kompetensi profesional, pedagogi, kepribadian, dan sosial.
Agar PTK tidak lepas dari tujuan perbaikan diri sendiri, maka sebelum seorang
Guru atau para Guru memulai merancang dan melaksanakan PTK, perlu memperhatikan
hal-hal berikut.
4
1. PTK adalah alat untuk memperbaiki atau menyempurnakan mutu pelaksanaan tugas
sehari-hari (mengajar yang mendidik), oleh karena itu hendaknya sedapat mungkin
memilih metode atau model pembelajaran yang sesuai yang secara praktis tidak
mengganggu atau menghambat komitmen tugasnya sehari-hari.
2. Teknik pengumpulan data jangan sampai banyak menyita waktu, sehingga tugas
utama Guru tidak terbengkalai.
3. Metodologi penelitian hendaknya memberi kesempatan kepada Guru untuk
merumuskan hipotesis yang kuat, dan menentukan strategi yang cocok dengan
suasana dan keadaan kelas tempatnya mengajar.
4. Masalah yang diangkat hendaknya merupakan masalah yang dirasakan dan diangkat
dari wilayah tugasnya sendiri serta benar-benar merupakan masalah yang dapat
dipecahkan melalui PTK oleh Guru itu sendiri.
5. Sejauh mungkin, PTK dikembangkan ke arah meliputi ruang lingkup sekolah.
Dalam hal ini, seluruh staf sekolah diharapkan berpartisipasi dan berkontribusi,
sehingga pada gilirannya Guru-Guru lain ikut merasakan pentingnya penelitian
tersebut. Jika kepedulian seluruh staf berkembang, maka seluruh staf itu dapat
bekerja sama untuk menentukan masalah-masalah sekolah yang layak dan harus
diteliti melalui PTK.
5
(2) Penerapan model project-based learning untuk meningkatkan hasil
pembelajaran menulis bagi siswa kelas IX SMP.
6
2.3 Identifikasi Masalah
Sesungguhnya, identifikasi masalah telah disinggung ketika peneliti mengungkap
jawaban terhadap pertanyaan “apa kesenjangan yang terjadi” dan pertanyaan “apa yang
menyebabkan terjadinya kesenjangan”. Namun, untuk lebih memperjelas, identifikasi
masalah diungkapkan kembali secara tersendiri.
7
memecahkan masalah secara lebih optimal, penerapan model group investigation
dipadukan dengan evaluasi model CIPP. Perpaduan antara model group
investigation dan evaluasi model context—input—process--product (CIPP)
memberi peluang kepada siswa untuk menggunakan keterampilan-keterampilan
berpikirnya secara optimal. Oleh sebab itu, penerapan model group investigation
diyakini dapat keterampilan berpikir siswa.
8
tindakan, dan evaluasi. Jadi, kerangka konseptual mendasari rencana tindakan,
pelaksanaan tindakan, dan evaluasi tindakan. Oleh sebab itu, kerangka konseptual
seyogyanya dibuat secara spesifik dan memiliki keunggulan teoretik dibandingkan
dengan perspektif yang mengalami anomali ketika peneliti mencermati permasalahan.
Kerangka konseptual hendaknya merupakan kombinasi antara reviu teoretis dan empiris.
Pertemuan antara landasan teori dan pengalaman empiris tersebut akan melahirkan
kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan dapat melakukan perbaikan terhadap
pembelajaran yang dilakukan. Kesimpulan tersebut merupakan hipotesis tindakan.
Terkait dengan contoh judul nomor 1, kerangka konseptual baik teoretis maupun empiris
yang perlu direviu adalah: (1) karakteristik pembelajaran matematika, (2) proses
pembelajaran, (3) model pembelajaran group investigation, (4) evaluasi CIPP dan
kaitannya dengan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar.
Kerangka konseptual seyogyanya diakhiri dengan kerangka berpikir. Kerangka
berpikir merupakan preskripsi yang disusun sendiri oleh peneliti (guru) berdasarkan
kerangka konseptual yang telah disusun. Preskripsi tersebut menggambarkan keefektifan
hubungan secara konseptual antara tindakan yang dilakukan dan hasil-hasil tindakan
yang diharapkan. Akan lebih jelas, apabila kerangka berpikir dilukiskan dengan diagram
balok.
9
2.11 Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang dimaksud adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Cuman yang perlu ditekankan adalah rancangannya akan ditetapkan berapa siklus dalam
penelitian itu. Hal tersebut adalah otoritas peneliti, karena hanya peneliti yang tahu. Hal-
hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan banyaknya siklus adalah:
waktu yang tersedia, panjangnya pokok bahasan, karakteristik materi, siswa semester
berapa yang akan menjadi subyek, dan sebagainya. Secara teoretis, sesungguhnya siklus
PTK tidak harus ditetapkan terlebih dulu. Banyaknya siklus yang akan dilaksanakan
sangat tergantung pada tingkat ketercapaian kriteria keberhasilan. Jika penelitian dalam
dua siklus telah mencapai kriteria keberhasilan, maka penelitian dapat dihentikan.
Namun, jika dilihat dari beragamnya karakteristik materi pelajaran, keberhasilan pada
siklus sebelumnya tidaklah 100% akan menjadi jaminan bagi keberhasilan siklus
berikutnya, oleh karena peneliti akan banyak berurusan dengan karakteristik materi
pelajaran yang sering berbeda. Di samping itu, PTK tidak bertujuan memenuhi
keinginan peneliti, tetapi bertujuan lebih memuaskan subyek sasaran yang akan belajar
pada sejumlah silabus dengan karakteristik materi yang beragam. Itulah sebabnya
penentuan jumlah siklus tetap menjadi otoritas peneliti. Tetapi yang tidak dapat
dilupakan, bahwa setiap siklus akan selalu terdiri dari 4 langkah, yaitu: (1) perencanaan,
(2) pelaksanaan, (3) observasi/evaluasi, dan (4) refleksi.
10
merupakan tindakan yang dilakukan berikut perangkat-perangkat pendukungnya.
Sedangkan objek yang mencerminkan produk merupakan masalah pembelajaran yang
diharapkan mengalami perbaikan dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang
dilakukan. Tanggapan siswa cukup penting diperhitungkan sebagai objek penelitian,
karena esensi penelitian tindakan kelas adalah students satisfaction. Tanggapan siswa
tersebut juga dapat mencerminkan secara tidak langsung mengenai proses tindakan.
Tanggapan positif mencerminkan proses pembelajaran yang kondusif, sedangkan
tanggapan negatif mencerminkan proses pembelajaran yang kurang kondusif.
Tekait dengan contoh judul nomor 1, maka sebagai subjek penelitian adalah siswa
kelas VIII semester I SMPN 2 Nusa Penida pada tahun pelajaran 2007/2008. Sebagai
objek penelitian, adalah: model group investigation, keterampilan berpikir kritis siswa,
dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan.
Perencanaan
Uraikan langkah-langkah kolaborasi yang dilakukan, fakta-fakta empiris yang
diperlukan dalam rangka tindakan, sosialisasi esensi tindakan dan skenario pembelajaran
yang akan dilaksanakan pada guru sejawat dan siswa, perangkat-perangkat pembelajaran
yang perlu disiapkan dan dikembangkan, lembaran-lembaran evaluasi dan instrumen
lain berikut kriteria penilaian yang akan disiapkan dan dikembangkan.
11
Pelaksanaan
Uraikan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah
dikembangkan pada langkah perencanaan. Langkah-langkah pembelajaran ini akan
sesuai dengan hakikat teori yang mendasari strategi pembelajaran, atau sesuai dengan
sintaks model pembelajaran yang diadaptasi. Langkah-langkah pembelajaran tersebut
hendaknya dibuat secara rinci, karena akan mencerminkan kualitas proses pembelajaran
yang akan dihasilkan.
Observasi/Evaluasi
Observasi dilakukan terhadap interaksi-interaksi akademik yang terjadi sebagai
akibat tindakan yang dilakukan. Interaksi-interaksi yang dimaksud dapat mencakup
interaksi antara siswa dengan materi pelajaran, interaksi antar siswa, interaksi antara
siswa dengan guru. Oleh sebab itu, uraian secara jelas tindakan yang dilakukan tertuju
pada interaksi yang mana saja, bagaimana melakukan observasi, seberapa sering
obserbasi itu dilakukan, dan apa tujuan observasi tersebut. Observasi yang utuh akan
mencerminkan proses tindakan yang berlangsung. Untuk memperoleh data yang lebih
akurat, observasi sering dilengkapi dengan perekaman dengan tape atau video. Evaluasi
biasanya dilakukan untuk mengukur obyek produk, misalnya kualitas proses
pembelajaran, sikap siswa, kompetensi praktikal, atau tanggapan siswa. Untuk itu,
uraikan evaluasi yang dilakukan, jenisnya dan tujuannya, dan untuk mengukur apa
evaluasi itu dilakukan.
12
Refleksi
Hasil observasi dan evaluasi selanjutnya direfleksi tingkat ketercapaiannya baik
yang terkait dengan proses maupun terhadap hasil tindakan. Refleksi ini bertujuan untuk
memformulasikan kekuatan-kekuatan yang ditemukan, kelemahan-kelemahaman dan
atau hambatan-hambatan yang mengganjal upaya dalam pencapaian tujuan secara
optimal, dan respon siswa. Refleksi ini harus dijelaskan secara rinci. Tujuannya adalah
untuk melakukan adaptasi terhadap strategi/pendekatan/metode/model pembelajaran
yang diterapkan, lebih memantapkan perencanaan, dan langkah-langkah tindakan yang
lebih spesifik dalam rangka pelaksanaan tindakan selanjutnya.
13
amatan atau persentase amatan. Hasil analisis data kualitatif dikonsultasikan dengan
makna kualitatif yang mencerminkan struktur dasar terhadap jawaban masalah
penelitian. Misalnya, bagaimana metode demontrasi dapat meningkatkan partisipasi
siswa dalam belajar? Hasil analisis data hendaknya dikonsultasikan dengan makna
demonstrasi secara aktual, bukan pikiran guru atau pengamat lainnya. Hasil analisis
kuantitaif, selanjutnya dikonsultasikan pada pedoman konversi. Dalam PTK biasanya
digunakan pedoman konversi nilai absolut skala lima. Misalnya, data hasil belajar,
pedoman konversinya adalah sebagai berikut.
Interval Kualifikasi
0 – 39,9 Sangat kurang
40,0 – 54,9 Kurang
55,0 – 69,9 Cukup
70,0 – 84,5 Baik
85,0 – 100 Sangat baik
3. Penelitian Pengembangan
Penelitian pengembangan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran
memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Masalah yang ingin dipecahkan adalah masalah nyata yang berkaitan dengan
upaya inovatif atau penerapan teknologi dalam pembelajaran sebagai pertanggung
jawaban profesional dan komitmennya terhadap pemerolehan kualitas
pembelajaran.
2. Pengembangan model, pendekatan dan metode pembelajaran serta media belajar
yang menunjang keefektifan pencapaian kompetensi mahasiswa.
3. Proses pengembangan produk, validasi yang dilakukan melalui uji ahli, dan uji
coba lapangan secara terbatas perlu dilakukan sehingga produk yang dihasilkan
bermanfaat untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Proses pengembangan,
14
validasi, dan uji coba lapangan tersebut seyogyanya dideskripsikan secara jelas,
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.
4. Proses pengembangan model, pendekatan, metode dan media pembelajaran perlu
didokumentasikan secara rapi dan dilaporkan secara sistematis sesuai dengan kaidah
penelitian yang mencerminkan originalitas.
PENETAPAN
STRATEGI 15
PENGELO-
LAAN
PENGUKU
ANALISIS PENENTUAN
TUJUAN DAN TUJUAN -RAN
KARAKTERISTI BELAJAR HASIL
K ISI DAN ISI PEMBEL-
ANALISIS
KARAKTERISTI
K PEBELAJAR
Gambar 3.1
Desain Pengembangan Pembelajaran
TAHAP PERTAMA
MENENTUKAN MATA KULIAH
YANG MENJADI OBYEK PENGEMBANGAN
TAHAP KEDUA
MENGANALISIS KEBUTUHAN
TAHAP KETIGA
PROSES MENGEMBANGKAN DRAFT
3
1 2
LANGKAH PENG-
ANALISIS LANGKAH
UKURAN HASIL
KONDISI PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN
16
TAHAP KEEMPAT
MENYUSUN DRAFT PENGEMBANGAN
1 2 3 4
Kata Sasaran Kegiatan Belajar Daftar
TAHAP KELIMA
TINJAUAN AHLI DAN UJI COBA
TINJAUAN
1. AHLI ISI PEMBELAJARAN
2. AHLI MEDIA PEMBELAJARAN
17
UJI CABA LAPANGAN
(1) KELAS DAN (2) GURU
Gambar 3.2
Desain Pengembangan Draft
ANGKET
DRAFT II AHLI DESAIN
AHLI DESAIN
ANGKET UJI
DRAFT III 3 ORANG MHS
COBA 9 OR. MHS
PERORANGAN &
1. MODUL 1. 3
2. LEMBARAN ORANG
DRAFT IV KERJA MAHASISWA
3. PEDOMAN
DOSEN
DOSEN 2. 30
4. PEDOMAN MHS ORANG 18
ANALISIS DAN REVISI
IV 1. MODUL
2. LEMBARAN KERJA
MHS
3. PEDOMAN DOSEN
PRODUK AKHIR 4. PEDOMAN MHS
Gambar 3.3
Desain Uji Coba Draft Pengembangan Produk
4. Penelitian Korelasional
Metode penelitian korelasional adalah suatu cara penelitian yang bermaksud untuk
mengungkap derajat keterhubungan antar variabel. Hubungan korelatif mengacu pada
kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang lain.
Dengan demikian, dalam metode penelitian korelasional, peneliti paling tidak
melibatkan dua variabel. Desain penelitian korelasional yang melukiskan hubungan dua
variabel ditunjukkan pada Gambar 4.1.
X Y
Gambar 4.1
Desain penelitian korelasional
Contoh:
1. Hubungan antara IQ dan hasil belajar
2. Hubungan antara tingkat kecerdasan siswa dan rentangan waktu yang
digunakan untuk menyelesikan tugas belajar
19
prediktor, sedangkan Y diistilahkan sebagai variabel kriterium. Apabila dalam suatu
penelitian peneliti melibatkan lebih dari satu prediktor, maka selain korelasi antara ke
seluruhan prediktor dan kriterium, korelasi antar prediktor dan antara masing-masing
prediktor dengan kriterium hendaknya juga dijadikan sebagai obyek penelitian. Desain
penelitian untuk dua variabel prediktor ditunjukkan pada Gambar 4.2.
X1 r1Y
r12
RXY Y
X2
r2Y
Gambar 4.2
Desain penelitian korelasional ganda
Pada Gambar 4.2, RXY adalah korelasi antara ke seluruhan prediktor dan
kriterium, r12 adalah korelasi antar prediktor, r1Y adalah korelasi antara prediktor 1 dan
kriterium, dan r2Y adalah korelasi antara prediktor 2 dan kriterium.
Metode penelitian korelasional dapat digunakan apabila variabel-variabel yang
diteliti dapat diukur secara serentak pada suatu kelompok subyek. Derajat
keterhubungan antar variabel ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang nilainya
bergerak dari -1 sampai dengan +1. Korelasi -1 berarti korelasi negatif sempurna,
sedangkan korelasi +1 berarti korelasi positif sempurna.
Variabel-variabel dikatakan bekorelassi positif apabila variasi suatu variabel
diikuti secara searah oleh variasi variabel yang lain. Pada contoh 1, seyogyanya derajat
keterhubungan yang diperoleh adalah positif. Artinya, semakin tinggi IQ siswa, semakin
tinggi hasil belajarnya.
Variabel-variabel dikatakan bekorelassi negatif apabila variasi suatu variabel
diikuti secara berlawanan arah oleh variasi variabel yang lain. Pada contoh 2,
seyogyanya derajat keterhubungan yang diperoleh adalah negatif. Artinya, semakin
tinggi tingkat kecerdasan siswa, semakin singkat rentangan waktu yang dibutuhkan
untuk menyelasikan tugas belajar.
20
Metode penelitian korelasional seyogyanya dilakukan pada sampel yang
jumlahnya representatif terhadap polasi. Tujuannya, adalah agar temuan penelitian dapat
memenuhi kriteria external validity, bahwa kesimpulan yang ditetapkan pada sampel
dapat digeneralisasi untuk populasi.
Analisis yang digunakan adalah teknik korelasi. Asumsi yang harus diuji, adalah
data berdistribusi normal, variannya homogen, linearitas regresi. Persyatan analisisnya
adalah skala pengukuran menggunakan skala interval. Berdasarkan persyaratan analisis
tersebut, maka instrumen penelitiannya memiliki skala pengukuran interval. Jika
skalanya bukan interval, maka skor-skor hendaknya ditransformasi ke skor standar atau
z-score. Jika skor-skor yang diperoleh dari hasil pengukuran skala non interval
dipertahankan, maka analisis henaknya menggunakan korelasi non parametrik. Salah
satu metode korelasi non parametrik yang dapat digunakan adalah korelasi Jenjang
Kendal.
Metode penelitian korelasional hanya mampu mengungkapkan hubungan korelatif
antar variabel. Artinya, hanya mampu mengungkapkan variabel Y sejalan atau
bertentangan dengan variabel X. Metode ini tidak mampu mengungkap sebab dan
akibat.
X Y
Gambar 5.1
Desain penelitian kausal komparatif
Berdasarkan Gambar 5.1, X merupakan variabel sebab atau variabel bebas, sedangkan
Y adalah variabel akibat atau variabel dependen. Variabel sebab seyogyanya memiliki
dimensi lebih dari satu, salah satu dimensi berfungsi sebagai kelompok kontrol
21
(kelompok krisis paradigma) dan dimensi yang lain berfungsi sebagai kelompok teruji
(kelompok paradigma baru). Oleh sebab itu, secara lebih rinci desain pada Gambar 5.1
dapat dilengkapi menjadi seperti Gambar 5.2.
X:
X1
X2 Y
…
Gambar 5.2
Desain rinci penelitian kausal komparatif
Contoh:
1. Pengaruh jenis kelamin guru terhadap kemampuan mendidik siswa
2. Pengaruh tinggi badan terhadap tinggi lompatan dalam lompat tinggi
3. Pengaruh tingkatan kecerdasan linguistik terhadap prestasi belajar bahasa
Pada Gambar 5.2 dan contoh 1, X adalah jenis kelamin guru, yang dapat dibedakan
atas laki-laki dan perempuan, sedangkan Y adalah kemampuan mendidik. Dalam konteks
mendidik, perempuan memberi harapan lebih berhasil dibandingkan laki-laki. Oleh
sebab itu, dalam mendidik siswa, guru laki-laki dianggap sebagai kontrol, sedangkan
guru perempuan dianggap sebagai kelompok teruji.
Sampel kelompok diupayakan memenuhi persyaratan dari segi jumlah. Hasil
pengkajian teoretik secara berulang-ulang, jumlah sampel kelompok 16 memberi
peluang kesalahan 6%, jumlah sampel kelompok 20 memberi peluang kesalahan 6%,
jumlah sampel kelompok 25 s.d 40 memberi peluang kesalahan 4%.
Analisis yang dapat digunakan adalah uji-t, anava satu jalan, atau anacova satu
jalan. Jika digunakan analisis anacova, maka hendaknya diselidiki pula pengaruh satu
atau lebih variabel bebas metrik, misalnya IQ, minat guru, bakat guru, dan lain-lain.
Semakin banyak melibatkan kovariat sebagai kontrol statistik, semakin besar peluang
untuk memperoleh validitas internal yang lebih meyakinkan. Asumsi dan persyaratan
analisis dalam metode kausal komparatif sama dengan yang melandasi metode
korelasional, tetapi dalam metode kausal komparatif tidak memerlukan asumsi linearitas.
Metode penelitian kausal komparatif bersifat ex-post facto, artinyadata
dikumpulkan setelah kuasia kejadian yang dipersoalkan lewat. Oleh karena itu, metode
22
ini sangat tepat digunakan dalam berbagai keadaan dalam mana rancangan yang lebih
kuat untuk mengungkapkan hubungan sebab dan akibat, yaitu metode eksperimen, tidak
dapat dipakai.
Kelemahan utama metode kausal komparatif adalah tidak adanya kontrol terhadap
variabel bebas sehingga hubungan sebab dan akibat yang ditemukan melalui desain ini
masih membawa penafsiran yang bermacam-macam.
6. Penelitian Eksperimen
X O O X O
23
Rancangan pra eksperimen pada Gambar 6.1, X adalah simbul perlakuan dan O
adalah simbul post test. Dalam rancangan ini, tidak ada pembandingan yang dikenakan
pada kelompok lain. Rancangan ini sangat lemah dalam melakukan pengujian pengaruh
variabel bebas terhadap variabel dependen. Hal ini karena tidak ada cara yang dapat
digunakan untuk memastikan apakah munculnya variabel dependen tersebut memang
benar disebabkan oleh perlakuan yang diberikan kepada kelompok subyek. Dengan kata
lain, validitas internal sangat lemah.
Rancangan pada Gambar 6.2, kelebihannya dibandingkan dengan rancangan
Gambar 6.1, adalah adanya pre test sebelum perlakuan dikenakan pada kelompok
subyek. Pengujian sebab dan akibat dilakukan dengan cara membandingkan hasil pra
test dan post test. Rancangan ini tetap lemah validitas internalnya, karena tidak adanya
pembandingan terhadap kelompok subyek yang lain (kelompok kontrol). Ada atau
tidaknya perbedaan antara pre test dan post test sulit dikaitkan dengan perlakuan, namun
lebih dipengaruhi oleh karakteristik subyek.
Rancangan pra eksperimen, baik post test satu kelompok maupun pre dan post test
satu kelompok representatif digunakan untuk tracer study.
24
rancangan satu jalan, dan (b) rancangan dua jalan. Rancangan 1(a) disajikan pada
Gambar 6.3, rancangan 1(b) disajikan pada Gambar 6.4, rancangan 2(a) disajikan pada
Gambar 6.5, dan rancangan 2(b) disajikan pada Gambar 6.6.
X1 O1
---------------------
X2 O2
---------------------
X3 O3
Gambar 6.3
Rancangan satu jalan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang tidak diacak
X1 Y1 O1
---------------------------------
X2 Y1 O2
----------------------------------
X1 Y2 O3
-----------------------------------
X2 Y2 O4
Gambar 6.4
Rancangan faktorial 22 post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang tidak diacak
O1 X1 O2
--------------------------------
O3 X2 O4
--------------------------------
O5 X3 O6
Gambar 6.5
Rancangan satu jalan pre dan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang tidak diacak
O1 X1 Y1 O2
----------------------------------------------
O3 X2 Y1 O4
----------------------------------------------
O5 X1 Y2 O6
----------------------------------------------
O7 X2 Y2 O8
Gambar 6.6
25
Rancangan faktorial 22 pre dan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang tidak diacak
26
6.3 Rancangan Eksperimen Sungguhan
R X1 O1
R X2 O2
R X3 O3
Gambar 6.7
Rancangan satu jalan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang diacak
R X1 Y1 O1
R X2 Y1 O2
R X1 Y2 O3
R X2 Y2 O4
Gambar 6.8
Rancangan faktorial 22 post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang diacak
R O1 X1 O2
R O3 X2 O4
R O5 X3 O6
Gambar 6.9
Rancangan satu jalan pre dan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang tidak diacak
R O1 X1 Y1 O2
27
R O3 X2 Y1 O4
R O5 X1 Y2 O6
R O7 X2 Y2 O8
Gambar 6.10
Rancangan faktorial 22 pre dan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang diacak
Teknik analisis, asumsi, dan persyaratan analisis yang digunakan dalam rancangan
eksperimen sungguhan sama dengan yang berlaku dalam rancangan eksperimen kuasi.
28
7) berkurangnya subyek ketika eksperimen sedang
berjalan,
8) ketidak ajegan temuan penelitian,
9) harapan peneliti terhadap temuan penelitian,
10) interaksi antar variabel (dari 1 s.d 9).
29
4) Membatasi cakupan populasi penelitian. Teknik ini biasanya digunakan
apabila populasi penelitian terlalu luas sehingga menyulitkan dalam penetapan
sampel. Denan membatasi cakupan populasi, berarti variabel-variabel ekstra yang
diduga mempengaruhi validitas temuan penelitian lebih mudah untuk dikontrol.
5) Menetapkan variabel tertentu yang tidak dapat dikontrol dengan
mengunakan rancangan penelitian variabel moderator. Jika variabel yang dicurigai
tidak dapat dimasukkan sebagai variabel moderator dalam rancangan, maka variabel
tersebut dapat diperhitungkan sebagai variabel bebas metrik (kovariat).
Daftar Pustaka
30
McIntosh, J. E. 2005. Valuing the collaborative nature of professional learning
communities. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V82E.pdf
Mehrens, W. A. & Lehmann, I. J. 1984. Measurement and evaluation in education and
psychology, Third edition. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Montgomery, D. C. 1984. Design and analysis of experiment. Second edition. New
York: John Wiley & Sons.
Prendergast, M. 2002. Action research: The improvement of student and teacher
learning. http://educ.queensu.ca/ar/reports/MP2002.htm
Ryan, Thomas G. 2002. Action research: Collecting and analyzing data. http://www.
nipissingu.ca.oar/Reports/reports_and_document-Thomas_G_Ryan%20.pdf
Tabachnich, B. G., & Fidell, L. S. 1983. Using multivariate statistics. Second edition.
New York: Harper & Row, Publishers.
Tuckman, B. W. 1999. Conducting educational research. Fifth edition. New York:
Harcourt Brace College Publisher.
Wiersma, W. 1991. Research methods in education. Fifth edition. Boston: Allyn and
Bacon.
Winer, B. J. 1971. Statistical priciples in experimental design, second edition. Tokyo:
McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.
Stringer, R. T. 1996. Action research: A handbook for practitioners. London:
International Educational and Profesional Publisher.
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS,
PENGEMBANGAN, KORELASIONAL, KAUSAL
KOMPARATIF, DAN EKSPERIMEN
NDIDIKA
N PE N
ME PE NDI DIK NA
TE AS AN S
IT
ER R
IO NE
UNIV EPA
G
S
NA SHA
A
D
U NDI
KS HA
Makalah
Oleh
31
I Wayan Santyasa
Makalah Disajikan
Dalam Seminar bagi Para Dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
“Agama Hindu” dalam rangka Pelaksanaan Penelitian Dosen Perguruan Tinggi Swasta
Pada bulan September 2008, di Singaraja
32