Anda di halaman 1dari 32

METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS,

PENGEMBANGAN, KORELASIONAL, KAUSAL


KOMPARATIF, DAN EKSPERIMEN
Oleh

I Wayan Santyasa
Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Ganesha

1. Pendahuluan

Tugas pokok perguruan tinggi adalah melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi,


yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.
Penelitian yang merupakan salah satu pelaksanaan dharma tersebut secara esensial
merupakan aktivitas untuk mengembangkan teori atau cara yang dapat digunakan untuk
memahami hakikat alam. Hakikat alam yang damaksud, adalah masalah-masalah yang
terkait dengan kehidupan. Pemecahan masalah kehidupan memang memerlukan teori
yang seyogyanya teruji keunggulannya. Walaupun suatu teori senantiasa bersifat tentatif,
namun dalam jangka pendek suatu teori hendaknya mampu menunjukkan deskripsi atau
preskripsi yang bersifat mencerahkan. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut,
aktivitas penelitian mutlak diperlukan.

Kegiatan penelitian selalu dimulai dengan aktivitas problem sensing. Identifikasi


terhadap masalah yang dirasakan akan mampu mengungkap adanya paradigma yang
mengalami krisis. Peneliti biasanya care terhadap krisis paradigma yang akhirnya secara
rasional mengajukan gagasan paradigma baru sebagai suatu cara untuk memecahkan
masalah yang dirasakan. Pendekatan yang digunakan adalah perpaduan antara deductive
dan inductive yang melahirkan formulasi-formulasi sebagai jawaban sementara terhadap
masalah yang dirasakan. Untuk menguji jawaban sementara tersebut, penelitian harus
dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Metode penelitian ilmiah, secara umum
dibedakan atas metode kaulitatif dan metode kuantitatif. Alur berpikir dalam aktivitas
penelitian tersebut dilukiskan pada Gambar 1.1.

1
TEORI BARU

INDUKSI DEDUKSI
MEMBANGUN INFERENSI APLIKASI
TEORI NALAR TEORI
DUNIA
TEORETIS

KEPUTUSAN
TEMUAN PENERAPAN
MENOLAK/MENERIMA
EMPIRIK FORMULASI
HIPOTESIS
DUNIA
EMPERIS

PENGUKURAN PENAPSIRAN
UJI HIPOTESIS

PENGAMATAN

Gambar 1.1
Aktivitas penelitian dengan metode ilmiah

Berdasarkan Gambar 1.1, tampak bahwa aktivitas penelitian mencakup dua hal
pokok, yaitu aktivitas nalar (dunia teoretis) dan aktivitas praktikal (dunia empiris).
Metode penelitian lebih banyak berurusan dengan dunia emperis yang mencakup
aktivitas-aktivitas penapsiran, pengamatan, dan pengukuran, baik secara deskriptif,
kualitatif, maupun secara kuantitatif.
Makalah ini mencoba menyajikan deskripsi singkat tentang metode penelitian
tindakan kelas, pengembangan, korelasional, kausal komparatif, dan eksperimen. Sajian
tersebut mencakup desain, populasi dan sampel (subjek penelitian), variabel (objek
penelitian), instrumen, dan teknik analisis data. Makalah ini diharapkan dapat
digunakan sebagai salah satu sumber dalam rangka mengemas metode penelitian dalam
penyusunan proposal Penelitian dana DIPA, Pekerti, Fundamental, dan Hibah Bersaing.

2
2. Penelitian Tindakan Kelas

Dalam menjalankan tugasnya, secara ideal guru merupakan agen pembaharuan.


Sebagai agen pembaharuan, guru diharapkan selalu melakukan langkah-langkah inovatif
berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya.
Langkah inovatif sebagai bentuk perubahan paradigma guru tersebut dapat dilihat dari
pemahaman dan penerapan guru tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK sangat
mendukung program peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah yang muaranya
adalah peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini, karena dalam proses pembelajaran,
guru adalah praktisi dan teoretisi yang sangat menentukan. Peningkatan kualitas
pembelajaran, merupakan tuntutan logis dari perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni (Ipteks) yang semakin pesat. Perkembangan Ipteks mengisyaratkan
penyesuaian dan peningkatan proses pembelajaran secara berkesinambungan, sehingga
berdampak positif terhadap peningkatan kualitas lulusan dan keberadaan sekolah tempat
guru itu mengajar.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peningkatan kompetensi guru merupakan
tanggung jawab moral bagi para guru di sekolah. Peningkatan kompetensi guru
mencakup empat jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogi (2) kompetensi profesional, (3)
kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian. Berdasarkan UURI Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, dan UURI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
peningkatan kompetensi guru menjadi isu strategis dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan. Bahkan menurut PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tersebut pada pasal 31
ditegaskan, bahwa selain kualifikasi, guru sebagai tenaga pendidik juga dituntut untuk
memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang
diajarkannya.
Upaya peningkatan keempat kompetensi merupakan upaya peningkatan
profesionalisme guru. Peningkatan profesionalisme dapat dicapai oleh guru dengan cara
melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) secara berkesinambungan. Praktik
pembelajaran melalui PTK dapat meningkatkan profesionalisme guru (Ahmar, 2005;
Jones & Song, 2005; Kirkey, 2005; McIntosh, 2005; McNeiff, 1992). Hal ini, karena

3
PTK dapat membantu (1) pengembangan kompetensi guru dalam menyelesaikan
masalah pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi, dan efektivitas pembelajaran,
proses, dan hasil belajar siswa, (2) peningkatan kemampuan pembelajaran akan
berdampak pada peningkatan kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional guru
(Prendergast, 2002). Lewin (dalam Prendergast, 2002:2) secara tegas menyatakan,
bahwa penelitian tindakan kelas merupakan cara guru untuk mengorganisasikan
pembelajaran berdasarkan pengalamannya sendiri atau pengalamannya berkolaborasi
dengan guru lain. Sementara itu, Calhoun dan Glanz (dalam Prendergast, 2002:2)
menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu metode untuk
memberdayakan guru yang mampu mendukung kinerja kreatif sekolah. Di samping itu,
Prendergast (2002:3) juga menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan
wahana bagi guru untuk melakukan refleksi dan tindakan secara sistematis dalam
pengajarannya untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa. Cole dan Knowles
(Prendergast (2002:3-4) menyatakan bahwa, penelitian tindakan kelas dapat
mengarahkan para guru untuk melakukan kolaborasi, refleksi, dan bertanya satu dengan
yang lain dengan tujuan tidak hanya tentang program dan metode mengajar, tetapi juga
membantu para guru mengembangkan hubungan-hubungan personal. Pernyataan
Knowles tersebut juga didukung oleh Noffke (Prendergast (2002:5), bahwa penelitian
tindakan kelas dapat mendorong para guru melakukan refleksi terhadap praktek
pembelajarannya untuk membangun pemahaman mendalam dan mengembangkan
hubungan-hubungan personal dan sosial antar guru. Whitehead (1993) menyatakan,
bahwa penelitian tindakan kelas dapat memfasilitasi guru untuk mengembangkan
pemahaman tentang pedagogi dalam rangka memperbaiki pemberlajarannya.
Penjelasan-penjelasan teoretis tersebut mengindikasikan, bahwa pemahaman dan
penerapan PTK akan membantu guru untuk mengembangkan keempat kompetensi yang
dipersyaratkan oleh UURI Nomor 14 Tahun 2005. PTK akan memfasilitasi guru untuk
meningkatkan kompetensi-kompetensi profesional, pedagogi, kepribadian, dan sosial.
Agar PTK tidak lepas dari tujuan perbaikan diri sendiri, maka sebelum seorang
Guru atau para Guru memulai merancang dan melaksanakan PTK, perlu memperhatikan
hal-hal berikut.

4
1. PTK adalah alat untuk memperbaiki atau menyempurnakan mutu pelaksanaan tugas
sehari-hari (mengajar yang mendidik), oleh karena itu hendaknya sedapat mungkin
memilih metode atau model pembelajaran yang sesuai yang secara praktis tidak
mengganggu atau menghambat komitmen tugasnya sehari-hari.
2. Teknik pengumpulan data jangan sampai banyak menyita waktu, sehingga tugas
utama Guru tidak terbengkalai.
3. Metodologi penelitian hendaknya memberi kesempatan kepada Guru untuk
merumuskan hipotesis yang kuat, dan menentukan strategi yang cocok dengan
suasana dan keadaan kelas tempatnya mengajar.
4. Masalah yang diangkat hendaknya merupakan masalah yang dirasakan dan diangkat
dari wilayah tugasnya sendiri serta benar-benar merupakan masalah yang dapat
dipecahkan melalui PTK oleh Guru itu sendiri.
5. Sejauh mungkin, PTK dikembangkan ke arah meliputi ruang lingkup sekolah.
Dalam hal ini, seluruh staf sekolah diharapkan berpartisipasi dan berkontribusi,
sehingga pada gilirannya Guru-Guru lain ikut merasakan pentingnya penelitian
tersebut. Jika kepedulian seluruh staf berkembang, maka seluruh staf itu dapat
bekerja sama untuk menentukan masalah-masalah sekolah yang layak dan harus
diteliti melalui PTK.

2.1 Judul Penelitian


Judul hendaknya dibuat secara ringkas dan mencerminkan tindakan, perbaikan
pembelajaran, dan subyek sasaran.
Contoh:
(1) Penerapan model group investigation untuk meningkatkan keterampilan berpikir
kritis dalam pembelajaran matematika bagi siswa kelas VIII.

Pada contoh tersebut, sebagai tindakan adalah model group investigation,


perbaikan pembelajaran yang diharapkan adalah peningkatan keterampilan berpikir
kritis siswa dalam pembelajaran matematika, dan subyek sasaran adalah siswa kelas VIII
SMP.

5
(2) Penerapan model project-based learning untuk meningkatkan hasil
pembelajaran menulis bagi siswa kelas IX SMP.

Pada contoh tersebut, sebagai tindakan adalah model project-based learning,


perbaikan pembelajaran yang diharapkan adalah peningkatan hasil pembelajaran
menulis, dan subyek sasaran adalah siswa kelas IX SMPN 5.

2.2 Latar Belakang Masalah


Uraian latar belakang masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam PTK.
Uraian tersebut mendeskripsikan permasalahan real yang dialami oleh guru dalam
pembelajaran. Secara umum, masalah biasanya muncul disebabkan oleh tiga faktor. (1)
Masalah berkaitan dengan karakter mata pelajaran atau pokok bahasan dari mata
pelajaran tersebut. Dalam hal ini, guru mencermati tingkat kesulitan materi pelajaran,
sehingga memerlukan pemecahan secara khusus melalui PTK. (2) Masalah berkaitan
dengan faktor internal siswa. Termasuk dalam hal ini, adalah kurangnya minat dan bakat
siswa terhadap pelajaran, rendahnya motivasi belajar, dan rendahnya hasil belajar siswa,
semuanya memerlukan penanganan secara profesional melalui PTK. (3) Masalah yang
berkaitan dengan fakror internal guru. Termasuk dalam hal ini, adalah kurangnya
penguasaan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan dan penguasaan guru dalam
mendesain, mengembangkan, menerapkan, mengelola, dan mengevaluasi proses dan
sumber belajar. Faktor-faktor internal guru tersebut juga memerlukan refleksi secara
obyektif dan melakukan tindakan sebagai akibat dorongan dari dalam diri untuk
melakukan perbaikan diri yang akan bermuara pada peningkatan mutu pelayanan,
proses, dan hasil belajar siswa.
Secara metodologis, ada enam pertanyaan yang jawabannya akan menuntun
dalam penyusunan latar belakang masalah PTK, yaitu: (1) apa yang menjadi harapan?
(2) apa kenyataan yang terjadi (3) apa kesenjangan yang dirasakan, (4) apa yang
menyebabkan terjadinya kesenjangan (5) tindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi
kesenjangan (6) apa kekuatan tindakan yang dilakukan tersebut dalam mengatasi
kesenjangan?

6
2.3 Identifikasi Masalah
Sesungguhnya, identifikasi masalah telah disinggung ketika peneliti mengungkap
jawaban terhadap pertanyaan “apa kesenjangan yang terjadi” dan pertanyaan “apa yang
menyebabkan terjadinya kesenjangan”. Namun, untuk lebih memperjelas, identifikasi
masalah diungkapkan kembali secara tersendiri.

2.4 Pembatasan dan Perumusan Masalah


Agar penelitian lebih terarah dan jelas skupnya, maka masalah yang telah
diidentifikasi perlu dibatasi. Pembatasan masalah ditujukan pada objek penelitian, yaitu
objek tindakan dan objek hasil tindakan. Batasan terhadap objek tindakan dilakukan
dengan memberikan penjelasan istilah secara konseptual, sedangkan batasan masalah
terhadap objek hasil tindakan dilakukan dengan menyajikan definisi operasional.
Definisi operasional mengarah pada pengukuran. Setelah masalah dibatasi dengan
cermat, maka diajukan rumusan masalah. Rumusan masalah penelitian tindakan kelas
dinyatakan dalam kalimat tanya. Esensinya adalah menanyakan apakah tindakan dapat
melakukan perbaikan pembelajaran. Terkait dengan contoh judul 1, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut.
Bagaimana model pembelajaran group investigation dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika?

2.5 Cara Pemecahan Masalah


Cara pemecahan masalah yang diungkapkan adalah ringkasan dari kerangka
konseptual. Ringkasan ini menampilkan bagian-bagian esensial dari kerangka
konseptual yang dapat mencerminkan alternatif tindakan yang akan dilakukan.
Walaupun cara pemecahan masalah ini masih dalam bentuk konsepsi, namun tetap dapat
melukiskan jawaban terhadap masalah yang diajukan. Terkait dengan contoh judul
nomor 1, maka cara pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut.
Untuk memecahkan masalah tersebut, digunakan model group investigation.
Secara konseptual, model group investigation terdiri dari 6 langkah pembelajaran,
(1) grouping, (2) planning, (3) investigating, (4) organizing, (5) presenting, dan (6)
evaluating. Keenam langkah pembelajaran tersebut mencerminkan konteks
(grouping dan planning), input (grouping dan planning), proses (investigating,
organizing, presenting, dan evaluating), dan produk (evaluating). Dalam rangka

7
memecahkan masalah secara lebih optimal, penerapan model group investigation
dipadukan dengan evaluasi model CIPP. Perpaduan antara model group
investigation dan evaluasi model context—input—process--product (CIPP)
memberi peluang kepada siswa untuk menggunakan keterampilan-keterampilan
berpikirnya secara optimal. Oleh sebab itu, penerapan model group investigation
diyakini dapat keterampilan berpikir siswa.

2.6 Tujuan Tindakan


Tujuan penelitian tindakan diungkapkan dalam kalimat pernyataan. Tujuan
diungkapkan secara optimis bahwa perbaikan pembelajaran dapat dilakukan dengan
tindakan yang diadopsi tersebut. Terkait dengan contoh judul 1, maka rumusan tujuan
penelitian adalah sebagai berikut.
Meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran
matematika kelas VIII SMPN 2 Nusa Penida dengan model pembelajaran
group investigation.

2.7 Manfaat Tindakan


Dalam penelitian tindakan kelas, Guru atau peneliti secara tidak langsung akan
mengembangkan perangkat-perangkat pembelajaran (suplemen buku ajar, desain
pembelajaran, perangkat keras dan atau perangkat lunak praktikum, alat evaluasi, dan
lain-lain) yang koheren dengan teori yang mendasari tindakan. Rumuskan manfaat
perangkat-perangkat pembelajaran tersebut kaitannya dengan upaya melakukan
perbaikan pembelajaran. Di samping itu, Guru atau peneliti akan berhasil
mengeksplorasi atau mengungkap temuan data atau fakta empiris. Lakukan prediksi
terhadap data atau fakta empiris tersebut dan rumuskan manfaatnya. Semua manfaat
yang dirumuskan tersebut dispesifikasi untuk siswa, Guru, peneliti, sekolah, atau pihak-
pihak lain yang berkepentingan.

2.8 Krangka Konseptual


Kerangka konseptual sangat penting untuk diformulasikan. Kerangka konseptual
merupakan landasan yang kuat dilakukannya tindakan tersebut. Dengan dasar
konseptual peneliti yakin dapat melakukan perbaikan pembelajaran. Kerangka
konseptual hendaknya diformulasikan sejelas-jelasnya, karena rumusan tersebut akan
digunakan sebagai dasar dalam menentukan perencanaan, langkah-langkah operasional

8
tindakan, dan evaluasi. Jadi, kerangka konseptual mendasari rencana tindakan,
pelaksanaan tindakan, dan evaluasi tindakan. Oleh sebab itu, kerangka konseptual
seyogyanya dibuat secara spesifik dan memiliki keunggulan teoretik dibandingkan
dengan perspektif yang mengalami anomali ketika peneliti mencermati permasalahan.
Kerangka konseptual hendaknya merupakan kombinasi antara reviu teoretis dan empiris.
Pertemuan antara landasan teori dan pengalaman empiris tersebut akan melahirkan
kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan dapat melakukan perbaikan terhadap
pembelajaran yang dilakukan. Kesimpulan tersebut merupakan hipotesis tindakan.
Terkait dengan contoh judul nomor 1, kerangka konseptual baik teoretis maupun empiris
yang perlu direviu adalah: (1) karakteristik pembelajaran matematika, (2) proses
pembelajaran, (3) model pembelajaran group investigation, (4) evaluasi CIPP dan
kaitannya dengan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar.
Kerangka konseptual seyogyanya diakhiri dengan kerangka berpikir. Kerangka
berpikir merupakan preskripsi yang disusun sendiri oleh peneliti (guru) berdasarkan
kerangka konseptual yang telah disusun. Preskripsi tersebut menggambarkan keefektifan
hubungan secara konseptual antara tindakan yang dilakukan dan hasil-hasil tindakan
yang diharapkan. Akan lebih jelas, apabila kerangka berpikir dilukiskan dengan diagram
balok.

2.9 Hipotesis Tindakan


Hipotesis tindakan diungkapkan dalam bentuk kalimat pernyataan yang
merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan. Hipotesis menyatakan
secara tegas bahwa tindakan yang dilakukan dapat melakukan perbaikan pembelajaran.
Terkait dengan contoh judul 1, maka rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut.
Penerapan model pembelajaran group investigation dengan pemberdayaan
evaluasi CIPP dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam
pembelajaran matematika bagi siswa kelas VIII SMP.

2.10 Cara Penelitian


Cara penelitian yang akan dijelaskan adalah: (1) rancangan penelitian, (2) subjek
dan objek penelitian, (3) prosedur penelitian, (4) instrumen penelitian, (5) teknik
pengumpulan data, (6) teknik analisis data, (7) kriteria keberhasilan tindakan.

9
2.11 Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang dimaksud adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Cuman yang perlu ditekankan adalah rancangannya akan ditetapkan berapa siklus dalam
penelitian itu. Hal tersebut adalah otoritas peneliti, karena hanya peneliti yang tahu. Hal-
hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan banyaknya siklus adalah:
waktu yang tersedia, panjangnya pokok bahasan, karakteristik materi, siswa semester
berapa yang akan menjadi subyek, dan sebagainya. Secara teoretis, sesungguhnya siklus
PTK tidak harus ditetapkan terlebih dulu. Banyaknya siklus yang akan dilaksanakan
sangat tergantung pada tingkat ketercapaian kriteria keberhasilan. Jika penelitian dalam
dua siklus telah mencapai kriteria keberhasilan, maka penelitian dapat dihentikan.
Namun, jika dilihat dari beragamnya karakteristik materi pelajaran, keberhasilan pada
siklus sebelumnya tidaklah 100% akan menjadi jaminan bagi keberhasilan siklus
berikutnya, oleh karena peneliti akan banyak berurusan dengan karakteristik materi
pelajaran yang sering berbeda. Di samping itu, PTK tidak bertujuan memenuhi
keinginan peneliti, tetapi bertujuan lebih memuaskan subyek sasaran yang akan belajar
pada sejumlah silabus dengan karakteristik materi yang beragam. Itulah sebabnya
penentuan jumlah siklus tetap menjadi otoritas peneliti. Tetapi yang tidak dapat
dilupakan, bahwa setiap siklus akan selalu terdiri dari 4 langkah, yaitu: (1) perencanaan,
(2) pelaksanaan, (3) observasi/evaluasi, dan (4) refleksi.

2.12 Subjek dan objek penelitian


Subjek penelitian adalah orang yang dikenai tindakan. Dalam konteks pendidikan
di sekolah, subjek penelitian adalah siswa, guru, pegawai, atau kepala sekolah. Dalam
kontek pembelajaran di sekolah, subjek penelitian umumnya adalah siswa. Tetapi harus
dijelaskan siswa kelas berapa, semester berapa pada tahun akademik tertentu, hal ini
karena terkait dengan asal masalah yang dirasakan oleh Guru bersangkutan. Jika
masalah dirasakan di kelas VIII semester I, maka sebagai subyek penelitian adalah siswa
kelas VIII semester I. Tentunya, klarifikasi mengapa siswa di kelas VIII semester I itu
digunakan sebagai subjek, harus diungkapkan secara jelas.
Objek penelitian dibedakan atas dua macam, yaitu (1) objek yang mencerminkan
proses dan (2) objek yang mencerminkan produk. Objek yang mencerminkan proses

10
merupakan tindakan yang dilakukan berikut perangkat-perangkat pendukungnya.
Sedangkan objek yang mencerminkan produk merupakan masalah pembelajaran yang
diharapkan mengalami perbaikan dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang
dilakukan. Tanggapan siswa cukup penting diperhitungkan sebagai objek penelitian,
karena esensi penelitian tindakan kelas adalah students satisfaction. Tanggapan siswa
tersebut juga dapat mencerminkan secara tidak langsung mengenai proses tindakan.
Tanggapan positif mencerminkan proses pembelajaran yang kondusif, sedangkan
tanggapan negatif mencerminkan proses pembelajaran yang kurang kondusif.
Tekait dengan contoh judul nomor 1, maka sebagai subjek penelitian adalah siswa
kelas VIII semester I SMPN 2 Nusa Penida pada tahun pelajaran 2007/2008. Sebagai
objek penelitian, adalah: model group investigation, keterampilan berpikir kritis siswa,
dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan.

2.13 Prosedur penelitian


Yang dimaksud prosedur penelitian adalah langkah-langkah operasional baik yang
terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, maupun refleksi. Langkah-
langkah operasional tersebut bersumber dari kerangka konseptual yang diuraikan pada
bagian sebelumnya.

Perencanaan
Uraikan langkah-langkah kolaborasi yang dilakukan, fakta-fakta empiris yang
diperlukan dalam rangka tindakan, sosialisasi esensi tindakan dan skenario pembelajaran
yang akan dilaksanakan pada guru sejawat dan siswa, perangkat-perangkat pembelajaran
yang perlu disiapkan dan dikembangkan, lembaran-lembaran evaluasi dan instrumen
lain berikut kriteria penilaian yang akan disiapkan dan dikembangkan.

11
Pelaksanaan
Uraikan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah
dikembangkan pada langkah perencanaan. Langkah-langkah pembelajaran ini akan
sesuai dengan hakikat teori yang mendasari strategi pembelajaran, atau sesuai dengan
sintaks model pembelajaran yang diadaptasi. Langkah-langkah pembelajaran tersebut
hendaknya dibuat secara rinci, karena akan mencerminkan kualitas proses pembelajaran
yang akan dihasilkan.

Observasi/Evaluasi
Observasi dilakukan terhadap interaksi-interaksi akademik yang terjadi sebagai
akibat tindakan yang dilakukan. Interaksi-interaksi yang dimaksud dapat mencakup
interaksi antara siswa dengan materi pelajaran, interaksi antar siswa, interaksi antara
siswa dengan guru. Oleh sebab itu, uraian secara jelas tindakan yang dilakukan tertuju
pada interaksi yang mana saja, bagaimana melakukan observasi, seberapa sering
obserbasi itu dilakukan, dan apa tujuan observasi tersebut. Observasi yang utuh akan
mencerminkan proses tindakan yang berlangsung. Untuk memperoleh data yang lebih
akurat, observasi sering dilengkapi dengan perekaman dengan tape atau video. Evaluasi
biasanya dilakukan untuk mengukur obyek produk, misalnya kualitas proses
pembelajaran, sikap siswa, kompetensi praktikal, atau tanggapan siswa. Untuk itu,
uraikan evaluasi yang dilakukan, jenisnya dan tujuannya, dan untuk mengukur apa
evaluasi itu dilakukan.

12
Refleksi
Hasil observasi dan evaluasi selanjutnya direfleksi tingkat ketercapaiannya baik
yang terkait dengan proses maupun terhadap hasil tindakan. Refleksi ini bertujuan untuk
memformulasikan kekuatan-kekuatan yang ditemukan, kelemahan-kelemahaman dan
atau hambatan-hambatan yang mengganjal upaya dalam pencapaian tujuan secara
optimal, dan respon siswa. Refleksi ini harus dijelaskan secara rinci. Tujuannya adalah
untuk melakukan adaptasi terhadap strategi/pendekatan/metode/model pembelajaran
yang diterapkan, lebih memantapkan perencanaan, dan langkah-langkah tindakan yang
lebih spesifik dalam rangka pelaksanaan tindakan selanjutnya.

2.14 Instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data


Instrumen sangat terkait dengan obyek penelitian, utamanya obyek produk.
Instrumen-instrumen tersebut misalnya: pedoman observasi, checklist, pedoman
wawancara, tes, angket, dan lain-lain. Uraikan instrumen yang diperlukan sesuai dengan
PTK yang akan diakukan. Untuk contoh judul PTK yang pertama, maka instrumen yang
diperlukan adalah: pedoman penilaian tentang kinerja dan portofolio siswa, baik yang
terkait dengan konteks, input, proses, maupun yang terkait dengan produk yang
dihasilkan. Dalam contoh ini, kriteria penilaian (rubrik) mutlak diperlukan. Teknik
pengumpulan data menekankan secara lebih spesifik tentang cara mengumpulkan data
yang diperlukan. Apabila data yang diperlukan adalah kompetensi praktikal siswa di
laboratorium, maka teknik pengambilan datanya adalah observasi. Apabila data yang
akan dikumpulkan adalah hasil belajar kognitif, maka teknik pengumpulannya adalah tes
lisan atau tes tertulis, portofolio, atau asesmen otentik. Apabila data yang akan
dikumpulkan adalah respon siswa, maka tekniknya adalah angket atau wawancara, dan
seterusnya. Uraikanlah teknik pengumpulan data yang diperlukan sesuai dengan tujuan
PTK.

2.15 Teknik analisis data dan kriteria keberhasilan


Data yang telah dikumpulkan harus dianalisis. Analisis hanya bersifat kualitatif.
Jika ada data kuantitatif, analisisnya paling banyak menggunakan statistik deskriptif
dengan penyimpulan lebih mendasarkan diri pada nilai rata-rata dan simpangan baku

13
amatan atau persentase amatan. Hasil analisis data kualitatif dikonsultasikan dengan
makna kualitatif yang mencerminkan struktur dasar terhadap jawaban masalah
penelitian. Misalnya, bagaimana metode demontrasi dapat meningkatkan partisipasi
siswa dalam belajar? Hasil analisis data hendaknya dikonsultasikan dengan makna
demonstrasi secara aktual, bukan pikiran guru atau pengamat lainnya. Hasil analisis
kuantitaif, selanjutnya dikonsultasikan pada pedoman konversi. Dalam PTK biasanya
digunakan pedoman konversi nilai absolut skala lima. Misalnya, data hasil belajar,
pedoman konversinya adalah sebagai berikut.
Interval Kualifikasi
0 – 39,9 Sangat kurang
40,0 – 54,9 Kurang
55,0 – 69,9 Cukup
70,0 – 84,5 Baik
85,0 – 100 Sangat baik

Sebagai kriteria keberhasilan, peneliti dapat menetapkan nilai rata-rata minimal


55,0 atau 70,0 tergantung rasional yang dijadikan dasar atau standar ketuntasan belajar
minimal (SKBM) yang ditetapkan oleh guru. Di samping itu, kriteria ketuntasan belajar
juga dapat dijadikan kriteria keberhasilan. Misalnya, ketuntasan individual adalah nilai
7,5 pada skala 11 dan ketuntasan klasikal 85%, dan seterusnya.

3. Penelitian Pengembangan
Penelitian pengembangan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran
memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Masalah yang ingin dipecahkan adalah masalah nyata yang berkaitan dengan
upaya inovatif atau penerapan teknologi dalam pembelajaran sebagai pertanggung
jawaban profesional dan komitmennya terhadap pemerolehan kualitas
pembelajaran.
2. Pengembangan model, pendekatan dan metode pembelajaran serta media belajar
yang menunjang keefektifan pencapaian kompetensi mahasiswa.
3. Proses pengembangan produk, validasi yang dilakukan melalui uji ahli, dan uji
coba lapangan secara terbatas perlu dilakukan sehingga produk yang dihasilkan
bermanfaat untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Proses pengembangan,

14
validasi, dan uji coba lapangan tersebut seyogyanya dideskripsikan secara jelas,
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.
4. Proses pengembangan model, pendekatan, metode dan media pembelajaran perlu
didokumentasikan secara rapi dan dilaporkan secara sistematis sesuai dengan kaidah
penelitian yang mencerminkan originalitas.

Berikut diberikan contoh rumusan masalah, tujuan, dan desain pengembangan


modul pembelajaran sebagai berikut.
Rumusan masalah. Modul merupakan salah satu komponen yang memegang
peranan penting dalam proses pembelajaran. Di Jurusan Pendidikan MIPA Universitas
pendidikan Ganesha belum memiliki modul TPB Fisika, khususnya mekanika. Demikian
pula perangkat pembelajarannya yang mendukung model pembelajaran kooperatif
konstruktivistik. Hal ini diduga sebagai salah satu faktor penyebab masih berlakunya
model perkuliahan ceramah da mencatat bahan yang berarti salah satu faktor penyebab
rendahnya efisiensi dan efektivitas pembelajaran mata kuliah Fisika Dasar I yang pada
akhirnya bermuara pada pencapaian sasaran belajar yang kurang optimal. Berkaitan
dengan permasalahan tersebut, sangat dipandang perlu melakukan pengembangan modul
Fisika dasar khususnya Mekanika berikut perangkat pembelajarannya antara lain
Lembaran Kerja Mahasiswa, tes pemahaman konsep, tes kemampuan pemecahan
masalah, dan tes keterampilan menggunakan pengetahuan secara bermakna.
Tujuan Pengembangan. Sesuai dengan contoh rumusan masalah pengembangan
tersebut, maka tujuan pengembangan adalah: “menghasilkan produk modul, lembaran
kerja mahasiswa, pedoman dosen, dan pedoman mahasiswa yang mengimplementasikan
paham konstruktivistik”.
Desain Penelitian. Desain pengembangan menggunakan Model Dick & Carey
PENETAPAN
(1990). Desain pengembangan pembelajaran ditunjukkan pada Gambar 3.1, tahap-tahap
STRATEGI
PENYAM- validasi produk disajikan
pengembangan disajikan pada Gambar 3.2, dan tahap-tahap
PAIAN
pada Gambar 3.3.
PENETAPAN
STRATEGI
ANALISIS PENGORGA-
SUMBER NISASIAN
BELAJAR

PENETAPAN
STRATEGI 15
PENGELO-
LAAN
PENGUKU
ANALISIS PENENTUAN
TUJUAN DAN TUJUAN -RAN
KARAKTERISTI BELAJAR HASIL
K ISI DAN ISI PEMBEL-

ANALISIS
KARAKTERISTI
K PEBELAJAR

Gambar 3.1
Desain Pengembangan Pembelajaran

TAHAP PERTAMA
MENENTUKAN MATA KULIAH
YANG MENJADI OBYEK PENGEMBANGAN

TAHAP KEDUA
MENGANALISIS KEBUTUHAN

TAHAP KETIGA
PROSES MENGEMBANGKAN DRAFT
3
1 2
LANGKAH PENG-
ANALISIS LANGKAH
UKURAN HASIL
KONDISI PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN

Analisi Analisis Analisis Menetapk Menetap Menetap Menetap


sumber karakteristi
s an kan kan kan
belajar k pebelajar
tujuan Kompeten strategi strategi strategi
dan si Dasar pengorg penyam pengelol
karakt dan anisaian paian isi aan
eristik Indikator isi pembela pembela
Bidang Hasil pembela jaran jaran

16
TAHAP KEEMPAT
MENYUSUN DRAFT PENGEMBANGAN
1 2 3 4
Kata Sasaran Kegiatan Belajar Daftar

Isi TAHAP KELIMA


Rangkuman Tes Kunci Umpan
Pembelajaran TINJAUAN AHLI DAN UJI COBA
Jawaban Balik

TAHAP KELIMA
TINJAUAN AHLI DAN UJI COBA

TINJAUAN
1. AHLI ISI PEMBELAJARAN
2. AHLI MEDIA PEMBELAJARAN

ANALISIS DAN REVISI I

TINJAUAN AHLI DESAIN


PEMBELAJARAN

ANALISIS DAN REVISI II

UJI COBA PERORANGAN DAN


UJI COBA KELOMPOK KECIL

ANALISIS DAN REVISI III

17
UJI CABA LAPANGAN
(1) KELAS DAN (2) GURU

ANALISIS DAN REVISI IV

PRODUK AKHIR HASIL


PENGEMBANGAN

Gambar 3.2
Desain Pengembangan Draft

LANGKAH-LANGKAH INSTRUMEN RESPONDEN


PENGEMBANGAN PENELITIAN UJI COBA

DRAFT I 1. ANGKET AHLI ISI


2. ANGKET AHLI 1. AHLI ISI
MEDIA 2. AHLI
3. EMPAT MACAM MEDIA
ANALISIS DAN REVISI I

ANGKET
DRAFT II AHLI DESAIN
AHLI DESAIN

ANALISIS DAN REVISI II

ANGKET UJI
DRAFT III 3 ORANG MHS
COBA 9 OR. MHS
PERORANGAN &

ANALISIS DAN REVISI


III

1. MODUL 1. 3
2. LEMBARAN ORANG
DRAFT IV KERJA MAHASISWA
3. PEDOMAN
DOSEN
DOSEN 2. 30
4. PEDOMAN MHS ORANG 18
ANALISIS DAN REVISI
IV 1. MODUL
2. LEMBARAN KERJA
MHS
3. PEDOMAN DOSEN
PRODUK AKHIR 4. PEDOMAN MHS

Gambar 3.3
Desain Uji Coba Draft Pengembangan Produk

Data penelitian pengembangan dianalisis secara deskriptif dan uji-t. Analisis


deskriptif dilakukan terhadap data yang diperoleh selama proses uji formatif, sedangkan
uji-t dilakukan terhadap data hasil uji sumatif.

4. Penelitian Korelasional

Metode penelitian korelasional adalah suatu cara penelitian yang bermaksud untuk
mengungkap derajat keterhubungan antar variabel. Hubungan korelatif mengacu pada
kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang lain.
Dengan demikian, dalam metode penelitian korelasional, peneliti paling tidak
melibatkan dua variabel. Desain penelitian korelasional yang melukiskan hubungan dua
variabel ditunjukkan pada Gambar 4.1.
X Y
Gambar 4.1
Desain penelitian korelasional

Contoh:
1. Hubungan antara IQ dan hasil belajar
2. Hubungan antara tingkat kecerdasan siswa dan rentangan waktu yang
digunakan untuk menyelesikan tugas belajar

Berdasarkan Gambar 4.1 dan contoh-contoh tema yang ditampilkan, X = variabel IQ


atau tingkat kecerdasan, sedangkan Y adalah variabel hasil belajar atau rentangan waktu
menyelesaikan tugas belajar. Dalam beberapa hal, X sering diistilahkan sebagai variabel

19
prediktor, sedangkan Y diistilahkan sebagai variabel kriterium. Apabila dalam suatu
penelitian peneliti melibatkan lebih dari satu prediktor, maka selain korelasi antara ke
seluruhan prediktor dan kriterium, korelasi antar prediktor dan antara masing-masing
prediktor dengan kriterium hendaknya juga dijadikan sebagai obyek penelitian. Desain
penelitian untuk dua variabel prediktor ditunjukkan pada Gambar 4.2.

X1 r1Y

r12
RXY Y

X2
r2Y

Gambar 4.2
Desain penelitian korelasional ganda
Pada Gambar 4.2, RXY adalah korelasi antara ke seluruhan prediktor dan
kriterium, r12 adalah korelasi antar prediktor, r1Y adalah korelasi antara prediktor 1 dan
kriterium, dan r2Y adalah korelasi antara prediktor 2 dan kriterium.
Metode penelitian korelasional dapat digunakan apabila variabel-variabel yang
diteliti dapat diukur secara serentak pada suatu kelompok subyek. Derajat
keterhubungan antar variabel ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang nilainya
bergerak dari -1 sampai dengan +1. Korelasi -1 berarti korelasi negatif sempurna,
sedangkan korelasi +1 berarti korelasi positif sempurna.
Variabel-variabel dikatakan bekorelassi positif apabila variasi suatu variabel
diikuti secara searah oleh variasi variabel yang lain. Pada contoh 1, seyogyanya derajat
keterhubungan yang diperoleh adalah positif. Artinya, semakin tinggi IQ siswa, semakin
tinggi hasil belajarnya.
Variabel-variabel dikatakan bekorelassi negatif apabila variasi suatu variabel
diikuti secara berlawanan arah oleh variasi variabel yang lain. Pada contoh 2,
seyogyanya derajat keterhubungan yang diperoleh adalah negatif. Artinya, semakin
tinggi tingkat kecerdasan siswa, semakin singkat rentangan waktu yang dibutuhkan
untuk menyelasikan tugas belajar.

20
Metode penelitian korelasional seyogyanya dilakukan pada sampel yang
jumlahnya representatif terhadap polasi. Tujuannya, adalah agar temuan penelitian dapat
memenuhi kriteria external validity, bahwa kesimpulan yang ditetapkan pada sampel
dapat digeneralisasi untuk populasi.
Analisis yang digunakan adalah teknik korelasi. Asumsi yang harus diuji, adalah
data berdistribusi normal, variannya homogen, linearitas regresi. Persyatan analisisnya
adalah skala pengukuran menggunakan skala interval. Berdasarkan persyaratan analisis
tersebut, maka instrumen penelitiannya memiliki skala pengukuran interval. Jika
skalanya bukan interval, maka skor-skor hendaknya ditransformasi ke skor standar atau
z-score. Jika skor-skor yang diperoleh dari hasil pengukuran skala non interval
dipertahankan, maka analisis henaknya menggunakan korelasi non parametrik. Salah
satu metode korelasi non parametrik yang dapat digunakan adalah korelasi Jenjang
Kendal.
Metode penelitian korelasional hanya mampu mengungkapkan hubungan korelatif
antar variabel. Artinya, hanya mampu mengungkapkan variabel Y sejalan atau
bertentangan dengan variabel X. Metode ini tidak mampu mengungkap sebab dan
akibat.

5. Penelitian Kausal Komparatif

Metode penelitian kausal komparatif diterapkan dengan tujuan untuk mengungkap


kemungkinan adanya hubungan sebab dan akibat antar variabel tanpa manipulasi suatu
variabel. Artinya, variabel-variabel yang akan diuji hubungan kausalnya telah terjadi
dalam kondisi yang wajar. Desain penelitian kausal komparatif ditunjukkan pada
Gambar 5.1.

X Y
Gambar 5.1
Desain penelitian kausal komparatif

Berdasarkan Gambar 5.1, X merupakan variabel sebab atau variabel bebas, sedangkan
Y adalah variabel akibat atau variabel dependen. Variabel sebab seyogyanya memiliki
dimensi lebih dari satu, salah satu dimensi berfungsi sebagai kelompok kontrol

21
(kelompok krisis paradigma) dan dimensi yang lain berfungsi sebagai kelompok teruji
(kelompok paradigma baru). Oleh sebab itu, secara lebih rinci desain pada Gambar 5.1
dapat dilengkapi menjadi seperti Gambar 5.2.

X:
X1
X2 Y

Gambar 5.2
Desain rinci penelitian kausal komparatif

Contoh:
1. Pengaruh jenis kelamin guru terhadap kemampuan mendidik siswa
2. Pengaruh tinggi badan terhadap tinggi lompatan dalam lompat tinggi
3. Pengaruh tingkatan kecerdasan linguistik terhadap prestasi belajar bahasa

Pada Gambar 5.2 dan contoh 1, X adalah jenis kelamin guru, yang dapat dibedakan
atas laki-laki dan perempuan, sedangkan Y adalah kemampuan mendidik. Dalam konteks
mendidik, perempuan memberi harapan lebih berhasil dibandingkan laki-laki. Oleh
sebab itu, dalam mendidik siswa, guru laki-laki dianggap sebagai kontrol, sedangkan
guru perempuan dianggap sebagai kelompok teruji.
Sampel kelompok diupayakan memenuhi persyaratan dari segi jumlah. Hasil
pengkajian teoretik secara berulang-ulang, jumlah sampel kelompok 16 memberi
peluang kesalahan 6%, jumlah sampel kelompok 20 memberi peluang kesalahan 6%,
jumlah sampel kelompok 25 s.d 40 memberi peluang kesalahan 4%.
Analisis yang dapat digunakan adalah uji-t, anava satu jalan, atau anacova satu
jalan. Jika digunakan analisis anacova, maka hendaknya diselidiki pula pengaruh satu
atau lebih variabel bebas metrik, misalnya IQ, minat guru, bakat guru, dan lain-lain.
Semakin banyak melibatkan kovariat sebagai kontrol statistik, semakin besar peluang
untuk memperoleh validitas internal yang lebih meyakinkan. Asumsi dan persyaratan
analisis dalam metode kausal komparatif sama dengan yang melandasi metode
korelasional, tetapi dalam metode kausal komparatif tidak memerlukan asumsi linearitas.
Metode penelitian kausal komparatif bersifat ex-post facto, artinyadata
dikumpulkan setelah kuasia kejadian yang dipersoalkan lewat. Oleh karena itu, metode

22
ini sangat tepat digunakan dalam berbagai keadaan dalam mana rancangan yang lebih
kuat untuk mengungkapkan hubungan sebab dan akibat, yaitu metode eksperimen, tidak
dapat dipakai.
Kelemahan utama metode kausal komparatif adalah tidak adanya kontrol terhadap
variabel bebas sehingga hubungan sebab dan akibat yang ditemukan melalui desain ini
masih membawa penafsiran yang bermacam-macam.

6. Penelitian Eksperimen

Metode eksperimen digunakan dalam penelitian bertujuan untuk mengungkapkan


hubungan sebab dan akibat antar variabel dengan melakukan manipulasi variabel bebas.
Desain eksperimen memberi peluang yang besar untuk melakukan pengujian hipotesis
yang ketat dan cermat.

Berdasarkan kemampuan melakukan kontrol terhadap variabel-variabel penelitian,


rancangan eksperimen dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu (1) pra eksperimen, (2)
eksperimen kuasi, dan (3) eksperimen sungguhan.

6.1 Rancangan Pra Eksperimen

Rancangan pra eksperimen berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab dan


akibat hanya dengan cara melibatkan satu kelompok subyek, sehingga tidak ada kontrol
yang ketat terhadap variabel ekstra. Terdapat dua jenis rancangan penelitian pra
eksperimen, yaitu (1) post test satu kelompok, (2) pre dan post test satu kelompok.
Rancangan yang pertama disajikan pada Gambar 6.1, sedangkan rancangan yang kedua
disajikan pada Gambar 6.2.

X O O X O

Gambar 6.1 Gambar 6.2


Rancangan post test satu kelompok Rancangan pre dan post test satu kelompok

23
Rancangan pra eksperimen pada Gambar 6.1, X adalah simbul perlakuan dan O
adalah simbul post test. Dalam rancangan ini, tidak ada pembandingan yang dikenakan
pada kelompok lain. Rancangan ini sangat lemah dalam melakukan pengujian pengaruh
variabel bebas terhadap variabel dependen. Hal ini karena tidak ada cara yang dapat
digunakan untuk memastikan apakah munculnya variabel dependen tersebut memang
benar disebabkan oleh perlakuan yang diberikan kepada kelompok subyek. Dengan kata
lain, validitas internal sangat lemah.
Rancangan pada Gambar 6.2, kelebihannya dibandingkan dengan rancangan
Gambar 6.1, adalah adanya pre test sebelum perlakuan dikenakan pada kelompok
subyek. Pengujian sebab dan akibat dilakukan dengan cara membandingkan hasil pra
test dan post test. Rancangan ini tetap lemah validitas internalnya, karena tidak adanya
pembandingan terhadap kelompok subyek yang lain (kelompok kontrol). Ada atau
tidaknya perbedaan antara pre test dan post test sulit dikaitkan dengan perlakuan, namun
lebih dipengaruhi oleh karakteristik subyek.
Rancangan pra eksperimen, baik post test satu kelompok maupun pre dan post test
satu kelompok representatif digunakan untuk tracer study.

6.2 Rancangan Eksperimen Kuasi

Rancangan eksperimen kuasi berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab


dan akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol di samping kelompok eksperimen,
namun pemilahan kedua kelompok tersebut tidak dilakukan degan teknik random. Oleh
karena telah melibatkan kelompok kontrol, rancangan ini relatif lebih cermat dalam
mengungkapkan hubungan sebab akibat dibandingkan dengan rancangan pra
eksperimen.
Rancangan penelitian kuasi eksperimen sering digunakan dalam penelitian
pendidikan. Desain ini menggunakan (1) post test dengan kelompok eksperimen dan
kontrol yang tidak diacak, dan (2) pre dan post test dengan kelompok eksperimen dan
kontrol yang tidak diacak.
Dua rancangan yang sering digunakan, baik dalam post test maupun dalam pre
dan post test dengan kelompok eksperimen dan kontrol yang tidak diacak adalah (a)

24
rancangan satu jalan, dan (b) rancangan dua jalan. Rancangan 1(a) disajikan pada
Gambar 6.3, rancangan 1(b) disajikan pada Gambar 6.4, rancangan 2(a) disajikan pada
Gambar 6.5, dan rancangan 2(b) disajikan pada Gambar 6.6.

X1 O1
---------------------
X2 O2
---------------------
X3 O3

Gambar 6.3
Rancangan satu jalan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang tidak diacak

X1 Y1 O1
---------------------------------
X2 Y1 O2
----------------------------------
X1 Y2 O3
-----------------------------------
X2 Y2 O4
Gambar 6.4
Rancangan faktorial 22 post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang tidak diacak

O1 X1 O2
--------------------------------
O3 X2 O4
--------------------------------
O5 X3 O6
Gambar 6.5
Rancangan satu jalan pre dan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang tidak diacak

O1 X1 Y1 O2
----------------------------------------------
O3 X2 Y1 O4
----------------------------------------------
O5 X1 Y2 O6
----------------------------------------------
O7 X2 Y2 O8
Gambar 6.6

25
Rancangan faktorial 22 pre dan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang tidak diacak

Apabila penelitian hanya melibatkan satu variabel dependen, maka dalam


rancangan dibutuhkan analysis of variance (anova) atau analysis of covariance
(anacova) satu jalur untuk desain Gambar 6.3 dan Gambar 6.4 dan dua jalur untuk
desain Gambar 6.5 dan Gambar 6.6. Jika penelitian melibatkan lebih dari satu varabel
dependen, maka dibutuhkan multivariat analysis of varian (manova) atau multivariat
analysis of covarian (mancova).
Ada tiga manfaat mancova. Pertama, sebagai suatu piranti untuk mereduksi bias
dalam eksperimen, di mana varian yang berasal dari kovariat dapat dihilangkan dari
varian kesalahan (error variance). Reduksi ini akan menghasilkan uji beda yang lebih
meyakinkan antar kelompok variabel independen. Kedua, melibatkan statistical
matching antara kelompok variabel independen ketika proses randomisasi anggota
kelompok tidak mungkin dilakukan. Dalam hal ini perbedaan awal antar kelompok
variabel independen diminimisasi dengan penyamaan semua subjek pada skor-skor
kovariat. Ketiga, sebagai alat untuk menginterpretasi hasil-hasil manova ketika skor-skor
kovariat tidak dilibatkan dalam analisis. Berdasarkan tiga manfaat mancova tersebut,
tampak kovariat memegang peranan esensial. Ketika kovariat-kovariat berkorelasi linier
dengan variabel dependen, maka hasil manova akan menghasilkan varian kesalahan
yang besar. Jadi kovariat dalam mancova dapat dievaluasi sebagai sumber-sumber
prediksi variabel dependen. Jadi, peranan kovariat adalah untuk membersihkan faktor-
faktor bias sebagai akibat ketidak ekivalenan kelompok-kelompok perlakuan.
Dalam eksperimen kuasi yang menggunakan analisis statistik parametrik
menggunakan asumsi sebagai berikut: (1) antar kelompok adalah independen, (2)
sebaran data berdistribusi normal, dan (3) varian antar kelompok adalah homogen.
Sedangkan persyaratan yang harus dipenuhi, adalah semua pengukuran menggunakan
skala interval. Jika asumsi atau persyaratan tersebut tidak terpenuhi, maka analisis
sebaiknya menggunakan statistik non parametrik, yaitu: Tes Kruskal-Wallis untuk desain
satu jalur dan Tes Friedman untuk desain faktorial.

26
6.3 Rancangan Eksperimen Sungguhan

Rancangan eksperimen sungguhan berupaya untuk mengungkapkan sebab dan


akibat dengan cara melibatkan kelompok konstrol di samping kelompok eksperimen
yang dipilah dengan menggunakan teknik acak. Oleh karena telah melibatkan kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen dengan pilahan acak, maka rancangan ini relatif
paling cermat dalam mengungkapkan hubungan sebab dan akibat antar variabel.
Ancaman validitas internal temuan penelitian yang bersumber dari karakteristik awal
subyek dapat dinetralkan. Ranvangan-rancangan eksperimen sungguhan disajikan pada
Gambar 6.7, Gambar 6.8, Gambar 6.9, dan Gambar 6.10.

R X1 O1
R X2 O2
R X3 O3
Gambar 6.7
Rancangan satu jalan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang diacak

R X1 Y1 O1
R X2 Y1 O2
R X1 Y2 O3
R X2 Y2 O4
Gambar 6.8
Rancangan faktorial 22 post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang diacak

R O1 X1 O2
R O3 X2 O4
R O5 X3 O6
Gambar 6.9
Rancangan satu jalan pre dan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang tidak diacak

R O1 X1 Y1 O2

27
R O3 X2 Y1 O4
R O5 X1 Y2 O6
R O7 X2 Y2 O8
Gambar 6.10
Rancangan faktorial 22 pre dan post test kelompok eksperimen
dan kontrol yang diacak

Teknik analisis, asumsi, dan persyaratan analisis yang digunakan dalam rancangan
eksperimen sungguhan sama dengan yang berlaku dalam rancangan eksperimen kuasi.

Dalam menggunakan rancangan eksperimen kuasi atau eksperimen sungguhan,


terdapat sejumlah variabel yang harus dicermati peluangnya untuk mengancam validitas
temuan penelitian. Variabel-variabel tersebut dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
kelompok variabel yang dapat mengancam validitas internal, dan kelompok variabel
yang dapat mengacam validitas eksternal.
Variabel-variabel yang dapat mengancam validitas internal temuan penelitian
adalah sebagai berikut:
1) peristiwa-peristiwa yang dialami oleh subyek
penelitian ketika eksperimen sedang berjalan,
2) pemilihan subyek yang tidak seimbang antara
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen,
3) proses kematangan (termasuk perubahan-perubahan)
jasmaniah dan psikologis lainnya) yang terjadi pada diri subyek selama eksperimen
berlangsung,
4) pemberian pre test yang dapat mempengaruhi unjuk
kerja subyek pada post test,
5) perubahan-perubahan yang dilakukan pada instrumen
atau prosedur pengukuran variabel selama eksperimen berlangsung,
6) regresi statistik, yaitu kecenderungan nilai-nilai
bergerak ke tengah, yang secara wajar terjadi pada skor-skor ekstrim,

28
7) berkurangnya subyek ketika eksperimen sedang
berjalan,
8) ketidak ajegan temuan penelitian,
9) harapan peneliti terhadap temuan penelitian,
10) interaksi antar variabel (dari 1 s.d 9).

Variabel-variabel yang dapat mengancam validitas eksternal temuan penelitian


adalah sebagai berikut:
1) pemberian pre test yang dapat menimbulkan kepekaan
subyek penelitian terhadap perlakuan yang akan diberikan,
2) jumlah sampel yang tidak mewakili populasi,
3) pengaturan kondisi eksperimen yang sangat berbeda dari
kondisi sesungguhnya,
4) pemberian perlakuan ganda secara bersamaan pada subyek
eksperimen.

Untuk meminimisasi pengaruh ancaman variabel ekstra terhadap validitas temuan


penelitian eksperimen dapat dilakukan dengan menyeimbangkan subyek penelitian dan
kondisi eksperimen. Caranya, adalah sebgai berikut.
1) Menggunakan teknik random, tetapi dalam penelitian pendidikan cara ini
sulit dilakukan.
2) Menggunakan teknik pasangan, baik secara individu atau kelompok.
Teknik ini digunakan terutama jika ada pengukuran awal terhadap semua anggota
subyek penelitian. Biasanya pengukuran dilakukan pada satu variabel yang
dijadikan dasar dalam melakukan pasangan. Nilai rata-rata biasanya dapat
digunakan dalam melakukan pasangan berdasarkan kelompok, sedangkan skor-skor
individual dipakai dalam memasangkan setiap individu.
3) Menggunkan subyek untuk mengontrol dirinya sendiri. Teknik ini tepat
digunakan pada rancangan eksperimen yang melibatkan pre test dan post test. Yang
dianalisis adalah skor perolehan dari pre test ke post test, sehingga skor pre test
berfungsi sebagai pengontrol skor post test.

29
4) Membatasi cakupan populasi penelitian. Teknik ini biasanya digunakan
apabila populasi penelitian terlalu luas sehingga menyulitkan dalam penetapan
sampel. Denan membatasi cakupan populasi, berarti variabel-variabel ekstra yang
diduga mempengaruhi validitas temuan penelitian lebih mudah untuk dikontrol.
5) Menetapkan variabel tertentu yang tidak dapat dikontrol dengan
mengunakan rancangan penelitian variabel moderator. Jika variabel yang dicurigai
tidak dapat dimasukkan sebagai variabel moderator dalam rancangan, maka variabel
tersebut dapat diperhitungkan sebagai variabel bebas metrik (kovariat).

Daftar Pustaka

Ardhana, W. 1987. Bacaan pilihan dalam metode penelitian pendidikan. Jakarta:


PPLPTK. Ditjen. Dikti. Depdikbud.
Ferguson, G. A. 1976. Statistical analysis in psychology & education, Fourth edition.
New York: McGraw-Hill Book Company.
Gay, L. R. 1987. Education research, Competencies for analysis and application. Third
edition. Columbus: Merrill Publishing Company.
Hair, J. R. J. F., Anderson, R. E., Tatham C, R. L., Black, W. C. 1995. Multivariat data
analysis with reading. Fourth edition. London: Prentice-Hall International (UK)
Limited, Inc.
Jones, P., & Song, L. 2005. Action research fellows at Towson University.
http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V832E.pdf
Kirkey, T. L. 2005. Differentiated instruction and enrichment opportunities: An action
research report. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V833E.pdf
Kerlinger, F. N. 2000. Asas-asas penelitian behavioral. Terjemahan: Foundation
behavioral research, oleh: Simatupang, L. R., & Koesoemanto, H. J. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Lewis, D. G. 1968. Experimental design in education. London: University of London
Press Ltd.
McCall, R. B. 1975. Fundamental statistics for psychology, second edition. New York:
Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
McNiff, J. 1992. Action research: Principles and practice. London: Routledge
McNiff, J. 1992. Action research for professional development: Concise advise for new
action esearchers. http://www.jeanmcneiff.com/booklet1.html

30
McIntosh, J. E. 2005. Valuing the collaborative nature of professional learning
communities. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V82E.pdf
Mehrens, W. A. & Lehmann, I. J. 1984. Measurement and evaluation in education and
psychology, Third edition. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Montgomery, D. C. 1984. Design and analysis of experiment. Second edition. New
York: John Wiley & Sons.
Prendergast, M. 2002. Action research: The improvement of student and teacher
learning. http://educ.queensu.ca/ar/reports/MP2002.htm
Ryan, Thomas G. 2002. Action research: Collecting and analyzing data. http://www.
nipissingu.ca.oar/Reports/reports_and_document-Thomas_G_Ryan%20.pdf
Tabachnich, B. G., & Fidell, L. S. 1983. Using multivariate statistics. Second edition.
New York: Harper & Row, Publishers.
Tuckman, B. W. 1999. Conducting educational research. Fifth edition. New York:
Harcourt Brace College Publisher.
Wiersma, W. 1991. Research methods in education. Fifth edition. Boston: Allyn and
Bacon.
Winer, B. J. 1971. Statistical priciples in experimental design, second edition. Tokyo:
McGraw-Hill Kogakusha, Ltd.
Stringer, R. T. 1996. Action research: A handbook for practitioners. London:
International Educational and Profesional Publisher.
METODE PENELITIAN TINDAKAN KELAS,
PENGEMBANGAN, KORELASIONAL, KAUSAL
KOMPARATIF, DAN EKSPERIMEN

NDIDIKA
N PE N
ME PE NDI DIK NA
TE AS AN S
IT
ER R

IO NE
UNIV EPA

G
S

NA SHA
A
D

U NDI
KS HA

Makalah

Oleh

31
I Wayan Santyasa

Makalah Disajikan
Dalam Seminar bagi Para Dosen Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
“Agama Hindu” dalam rangka Pelaksanaan Penelitian Dosen Perguruan Tinggi Swasta
Pada bulan September 2008, di Singaraja

Pemakalah adalah Guru Besar Tetap Jurusan Pendidikan Fisika


Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Ganesha
September, 2008

Pemakalah adalah Guru Besar Tetap Jurusan Pendidikan Fisika


Fakultas matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Ganesha
Agustus, 2008

32

Anda mungkin juga menyukai