Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut who sehat adalah terbebas dari segalah jenis penyakit baik fisik,
psikis (jiwa) atau emosional ,intelektual dan social. Dari pengertian tesebut,
dengan demikian sakit dapat di definisikan sebagai suatu kondisi cacat atau
kelainan yang di sebabkan oleh gangguan penyakit, emosional , intelektual, dan
social, dengan kata lain, sakit adalah adanya gangguan jasmani, rohani, atau
social sehingga tidak dapat befungsi secara normal, selaras, dan seimbang.
Berdasarkan hal itu, maka penyakit dapat di bedakan menjadi penyakit tidak
menular dan tidak menular.
Dalam pengertian medis, penyakit menular atau penyakit infeksi adalah
penyakit yang di sebabkan oleh agen biologi (seperti virus, bacteria atau parasit),
bukan di sebabkan factor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan)
untuk Negara yang sedang berkembang, penyakit infeksi seperti TBC, tetanus,
kusta merupakan penyebab utama kematian penduduk.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Defenisi mengenai penyakit schistosomiasis ?
2. Apa saja penyebab terjadinya penyakit schistosomiasis ?
3. Bagaimana masa inkubasi dan diagnosis penyakit schistosomiasis ?
4. Bagaimana cara penularan penyakit schistosomiasis ?
5. Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan penyakit schistosomiasis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tentang penyakit schistosomiasis.
2. Agar kita dapat mengetahui cara penyebaran penyakit schistosomiasis.
3. Untuk mengetahui bagaimana masa inkubasi dan diagnosis penyakit
schistosomiasis.
4. Agar kita dapat mengetahui bagaimana cara penularan penyakit
schistosomiasis.

1
5. Agar kita dapat mengetahui bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan
penyakit schistosomiasis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Schistosomiasis
Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit
parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus
Schistosoma (Miyazaki, 1991).
Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing
pipih (cacing pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan
nyeri otot dan kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri
berkemih dan pendarahan.
Schistosomiasis mempengaruhi lebih dari 200 juta orang di daerah tropis
dan subtropis di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Lima jenis schistosoma yang
paling menyebabkan kasus pada schistosomiasis pada orang:
1. Schistosoma hematobium menginfeksi saluran kemih (termasuk kantung
kemih)
2. Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, dan
Schistosoma intercalatum menginfeksi usus dan hati. Schistosoma mansoni
menyebar luas di Afrika dan satu-satunya schistosome di daerah barat.

Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum


ditemukan endemik di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Dataran Tinggi
Lindu dan Dataran Tinggi Napu. Secara keseluruhan penduduk yang berisiko
tertular schistosomiasis (population of risk) sebanyak 15.000 orang.

Penelitian schistosomiasis di Indonesia telah dimulai pada tahun 1940 yaitu


sesudah ditemukannya kasus schistosomiasis di Tomado, Dataran Tinggi Lindu,
Kecamatan Kulawi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada tahun 1935.
Pada tahun 1940 Sandground dan Bonne mendapatkan 53% dari 176 penduduk
yang diperiksa tinjanya positif ditemukan telur cacing Schistosoma.

3
B. Etiologi
Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit schistosoma,
yaitu sejenis parasit berbentuk cacing yang menghuni pembuluh darah usus atau
kandung empedu orang yang dijangkiti.
Schistosomiasis diperoleh dari berenang, menyeberangi, atau mandi di air
bersih yang terkontaminasi dengan parasit yang bebas berenang. Schistosomes
berkembang biak di dalam keong jenis khusus yang menetap di air, dimana
mereka dilepaskan untuk berenang bebas di dalam air. Jika mereka mengenai
kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan bergerak melalui aliran darah
menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa menjadi cacing pita dewasa.
Cacing pita dewasa tersebut masuk melalui aliran darah menuju tempat terakhir
di dalam pembuluh darah kecil di kandung kemih atau usus, dimana mereka
tinggal untuk beberapa tahun. Cacing pita dewasa tersebut meletakkan telur-telur
dalam jumlah besar pada dinding kandung kemih atau usus. Telur-telur tersebut
menyebabkan jaringan setempat rusak dan meradang, yang menyebabkan borok,
pendarahan, dan pembentukan jaringan luka parut. Beberapa telur masuk ke
dalam kotoran(tinja)atau kemih. Jika kemih atau kotoran pada orang yang
terinfeksi memasuki air bersih, telur-telur tersebut menetas, dan parasit
memasuki keong untuk mulai siklusnya kembali.
Schistosoma mansoni dan schistosoma japonicum biasanya menetap di
dalam pembuluh darah kecil pada usus. Beberapa telur mengalir dari sana
melalui aliran darah menuju ke hati. Akibatnya peradangan hati bisa
menyebabkan luka parut dan meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah
yang membawa darah antara saluran usus dan hati (pembuluh darah portal).
Tekanan darah tinggi di dalam pembuluh darah portal (hipertensi portal) bisa
menyebabkan pembesaran pada limpa dan pendarahaan dari pembuluh darah di
dalam kerongkongan.
Telur-telur pada schistosoma hematobium biasanya menetap di dalam
kantung kemih, kadangkala menyebabkan borok, ada darah dalam urin, dan luka

4
parut. Infeksi schistosoma hematobium kronis meningkatkan resiko kanker
kantung kemih.
Semua jenis schistosomiasis bisa mempengaruhi organ-organ lain (seperti
paru-paru, tulang belakang, dan otak). Telur-telur yang mencapai paru-paru bisa
mengakibatkan peradangan dan peningkatan tekanan darah di dalam arteri pada
paru-paru (hipertensi pulmonari).
C. Masa Inkubasi dan Diagnosis
1. Masa Inkubasi
Ketika schistosomes pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa
terjadi (gatal perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing
pita dewasa mulai meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah,
rasa tidak nyaman yang samar (malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi.
Batang getah bening bisa membesar untuk sementara waktu, kemudian
kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut demam katayama.

Gejala-gejala lain bergantung pada organ-organ yang terkena:

a. Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis: perut tidak
nyaman, nyeri, dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa
mengakibatkan anemia.
b. Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi:
pembesaran hati dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak.
c. Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis: sangat nyeri, sering berkemih,
kemih berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih.
d. Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis: peradangan dan akhirnya luka
parut yang bisa menyumbat saluran kencing.
e. Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi):
Kejang atau kelemahan otot.

5
2. Diagnosis
Wisatawan dan imigran dari daerah-daerah dimana schistosomiasis
adalah sering terjadi harus ditanyakan apakah mereka telah berenang atau
menyeberangi air alam. Dokter bisa memastikan diagnosa dengan meneliti
contoh kotoran atau urin untuk telur-telur. Biasanya, beberapa contoh
diperlukan, tes darah bisa dilakukan untuk memastikan apakah seseorang telah
terinfeksi dengan schistosoma mansoni atau spesies lain, tetapi tes tersebut
tidak dapat mengindikasikan seberapa berat infeksi atau seberapa lama orang
tersebut telah memilikinya. Untrasonografi bisa digunakan untuk mengukur
seberapa berat schistosomiasis pada saluran kemih atau hati.
D. Cara Penularan
Schistosomiasis adalah penyakit menular; penularannya melalui air. Mula-
mula schistosomiasis menjangkiti orang melalui kulit dalam bentuk cercaria yang
mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit tersebut mengalami
transformasi yaitu dengan cara membuang ekornya dan berubah menjadi cacing.
Selanjutnya cacing ini menembus jaringan bawah kulit dan memasuki
pembuluh darah menyerbu jantung dan paru-paru untuk selanjutnya menuju hati.
Di dalam hati orang yang dijangkiti, cacing-cacing tersebut menjadi dewasa
dalam bentuk jantan dan betina. Pada tingkat ini, tiap cacing betina memasuki
celah tubuh cacing jantan dan tinggal di dalam hati orang yang dijangkiti untuk
selamanya. Pada akhirnya pasangan-pasangan cacing Schistosoma bersama-sama
pindah ke tempat tujuan terakhir yakni pembuluh darah usus kecil yang
merupakan tempat persembunyian bagi pasangan cacing Schistosoma sekaligus
tempat bertelur.
E. Pencegahan dan Penanggulangan
1. Pencegahan
Schistosomiasis paling baik dicegah dengan menghindari berenang, mandi,
atau menyeberang di air alam di daerah yang diketahui mengandung
schistosomes.

6
2. Penanggulangan
Pemberantasan schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 dengan
berbagai metoda yaitu pengobatan penderita dengan Niridazole dan
pemberantasan siput penular (O. hupensis lindoensis) dengan molusisida dan
agroengineering. Pemberantasan yang dilakukan dengan metodatersebut
dapat menurunkan prevalensi dengansangat signifikan seperti di Desa Anca
dari 74% turun menjadi 25%.
Kegiatan pemberantasan schistosomiasis secara intensif dimulai pada
tahun 1982. Pemberantasan pada awalnya dititikberatkan pada kegiatan
penanganan terhadap manusianya yaitu pengobatan penduduk secara masal
yang ditunjang dengan kegiatan penyuluhan, pengadaan sarana kesehatan
lingkungan, pemeriksaan tinja penduduk, pemeriksaan keong penular dan
tikus secara berkala dan rutin. Hasil pemberantasan tersebut mampu
menurunkan prevalensi schistosomiasis.
Masalah schistosomiasis cukup kompleks karena untuk melakukan
pemberantasan harus melibatkan banyak faktor, dengan demikian pengobatan
massal tanpa diikuti oleh pemberantasan hospes perantara tidak akan
mungkin menghilangkan penyakit tersebut untuk waktu yang lama. Selain itu
schistosomiasis di Indonesia merupakan penyakit zoonosis sehingga sumber
penular tidak hanya pada penderita manusia saja tetapi semua hewan mamalia
yang terinfeksi.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas bisa disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Schistosomiasis adalah infeksi oleh sejenis cacing trematoda baik oleh cacing
jantan maupun cacing betina yang hidup dalam pembuluh darah vena
mesenterica atau pembuluh darah vena kandung kemih dari inang selama
siklus hidup bertahun-tahun. Telur membentuk granulomata dan jaringan
parut pada organ dimana telur diletakkan.
2. Schistisoma mansoni, schistisoma haematobium dan schistisoma japonicum
merupakan spesies utama yang menyebabkan penyakit pada manusia.
Schistisoma mekongi, schistisoma malayensis, schistisoma mattheei dan
Schistisoma intercalatum, hanya sebagai penyebab penyakit di daerah
tertentu.
3. Profil morfologi Schistosomiasis yaitu dapat digambarkan cacing memanjang,
uniseksual. Cacing betina langsing dan lebih panjang, ovarium memanjang di
anterior dari persatuan intestinum, glandula vitellaria di samping ovarium.
Pada beberapa spesies, cacing betina dibawa oleh cacing jantan, terutama
selama kopulasi di celah mirip parit dipermukaan ventral cacing (canalis
gynaecophoris) yang dibentuk oleh lekukan sisi tubuh lateral. Sucker lemah,
pharyng tidak ada, cabang intestinum bersatu di posterior membentuk saluran
tunggal sampai keujung atau tepi tubuh, porus genitalis di dekat b.i.p, testis
cacing jantan berlobus 4 atau lebih di anterior/posterior.
4. Gejala klinis yang timbul ketika terinfeksi Schistosomiasis tergantung pada
jumlah dan letak telur pada tubuh manusia sebagai inang. Schistosoma
mansoni dan schistosoma japonicum gejala utamanya adalah pada hati dan
saluran pencernaan dengan gejala-gejala seperti diare, sakit perut dan
pembesaran hati dan limpa (hepatosplenomegaly).

8
5. Gejala sistemik akut (Demam Katayama) karena infeksi Schistosomiasis dapat
terjadi pada infeksi primer 2 6 minggu setelah terpajang, yaitu sebelum atau
pada saat telur diletakkan. Gejala umum akut jarang terjadi tetapi dapat saja
timbul pada infeksi schistosoma haematobium.
6. Schistosomiasis biasa di diagnosis dengan melakukan tes urin atau feses untuk
parasit. Kemudian melakukan tes darah dan tersedia CDC, untuk hasil yang
akurat sampel darah di ambil 6-8 minggu setelah melakukan perjalanan
terakhir yang telah terkontaminasi.
7. Pengobatan schistosomiasis pada dasarnya adalah mengurangi dan mencegah
kesakitan dan mengurangi sumber penular. Sebelum ditemukan obat yang
efektif, berbagai jenis obat telah dipakai untuk mengobati penderita
schistosomiasis, misalnya, hycanthone,niridazole, antimonials, amocanate
dsb. Obat-obat tersebut tidak efektif dan beberapa sangat toksik. Pada saat ini
obat yang dipakai adalah Praziquantel.
8. Cara pencegahan agar terhindar dari infeksi cacing Schistosomiasis
diantaranya memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis
tentang cara-cara penularan dan cara pemberantasan penyakit ini. Penyuluhan
tentang bagaimana merawat diri dan lingkungan agar terhindar dari penyakit
dan penularan penyakit yang disebabkan oleh cacing ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Miyazaki, I. An Illustrated Book of Helminthic Zoonosis. International Medical


Foundation of Japan, Tokyo. 1991.

Sudomo, M. Penyakit Parasitik Yang Kurang Diperhatikan. Orasi Pengukuhan


Profesor Riset Bidang Entomologi dan Moluska. Badan Litbang Kesehatan. Jakarta.
2008.

Subdin Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Situasi Schistosomiasis


Di Sulawesi Tengah Tahun 1984 – 2007. Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah.
2008.

Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. Data Surveilans Schsitosomiasis Tahun 2006.


Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah. 2006.

Zhou X.N, Wang T.P., Wang L.Y., Guo J.G., et. al. 2004. The Current Status of
Schistosomiasis Epidemic In China.

Fei Hu., Dan-dan Lin, Yin Liu, Yue-ming Liu, et. al. Studies On Relationship
Between Spatial Distribution of People’s Behavior and Infection of Schistoma
japonicum In Poyang Lake Region. Proceedings of The 1th International Symposium
On Geospatial Health, September 8-10, 2007,Yunnan China. 2007.

Sudomo, M. & Pretty, M.D.S. Pemberantasan Schistosomiasis Di Indonesia. Buletin


Penelitian Kesehatan. vol. 35 no. 1 pp. 36-45. 2007.

Wang R.B., Wang T.P., Wang L.Y., Guo J.G., et. al. Study On The Re-Emerging
Situation of Schistoshomiasis Epidemic In Areas Already Under Control and
Interuption.

Watts, S. The Social Determinants of Schistosomiasis. Report of The Scientific


Working Group on Schistosomiasis, November 14-16, 2005. Geneva, Switzerland.

Hadidjaja, P. Schistosomiasis di Sulawesi Tengah Indonesia. Balai Penerbitan FKUI,


Jakarta. 1985.

Barodji, M. Sudomo, J. Putrali, M.A. Joesoef. Percobaan Pemberantasan Hospes


Perantara Schistosomiasis (Oncomelania hupensis lindoensis) Dengan Bayluscide
dan Kombinasi Pengeringan Di Dataran Lindu Sulawesi Tengah 1976. Buletin
Penelitian Kesehatan XI (2) pp. 27-30. 1983.

10
b. Penanggulangan

Pemberantasan schistosomiasis telah dilakukan sejak tahun 1974 dengan berbagai


metoda yaitu pengobatan penderita dengan Niridazole dan pemberantasan siput
penular (O. hupensis lindoensis) dengan molusisida dan agroengineering.

Pemberantasan yang dilakukan dengan metodatersebut dapat menurunkan prevalensi


dengansangat signifikan seperti di Desa Anca dari 74% turun menjadi 25%.

Kegiatan pemberantasan schistosomiasis secara intensif dimulai pada tahun 1982.


Pemberantasan pada awalnya dititikberatkan pada kegiatan penanganan terhadap
manusianya yaitu pengobatan penduduk secara masal yang ditunjang dengan kegiatan
penyuluhan, pengadaan sarana kesehatan lingkungan, pemeriksaan tinja penduduk,
pemeriksaan keong penular dan tikus secara berkala dan rutin. Hasil pemberantasan
tersebut mampu menurunkan prevalensi schistosomiasis.`

Masalah schistosomiasis cukup komplekskarena untuk melakukan pemberantasan


harusmelibatkan banyak faktor, dengan demikian pengobatan massal tanpa diikuti
oleh pemberantasan hospes perantara tidak akan mungkin menghilangkan penyakit
tersebut untuk waktu yang lama. Selain itu schistosomiasis di Indonesia merupakan
penyakit zoonosis sehingga sumber penular tidak hanya pada penderita manusia saja
tetapi semua hewan mamalia yang terinfeksi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penularan schistosomiasis di Desa Dodolo dan Mekarsari.

11
12

Anda mungkin juga menyukai