Anda di halaman 1dari 58

Penyempurnaan-Koreksi Dr Nico April2015

Panduan Pelaksanaan
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
DPJP
dan
Case Manager

Edisi 1
April 2015
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

KATA PENGANTAR
KETUA KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT
(Dr. dr. Sutoto, M.Kes)
KOMISI
AKREDITASI
RUMAH SAKIT

Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan i


(DPJP)
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
RahmatNya Panduan Pelaksanaan Dokter
Penangung Jawab Pelayanan (DPJP) dan
Case Manager selesai disusun sebagai acuan
persiapan akreditasi rumah sakit versi 2012.
Rumah Sakit sebagai institusi tempat
memberikan pelayanan kesehatan
kepada
masyarakat dengan tujuan penyembuhan penyakit serta terhindar
dari kematian dan kecacatan, dalam melaksanakan fungsinya
rumah sakit harus meminimalkan risiko baik klinis maupun non
klinis yang mungkin terjadi selama proses pelayanan kesehatan
berlangsung sehingga terlaksana pelayanan yang aman bagi
pasien. Oleh karena itu keselamatan pasien menjadi prioritas
utama dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk
mencapai kondisi pelayanan yang efektif, efisien dan aman bagi
pasien diperlukan komitmen dan tanggung jawab dari seluruh
personil pemberi pelayanan di rumah sakit.
Salah satu elemen dalam asuhan kepada pasien (patient
care) adalah asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter
yang dalam standar keselamatan pasien disebut DPJP

iv Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan


(DPJP)
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

(Dokter Penanggung Jawab Pelayanan). Asuhan pasien yang


dilaksanakan oleh Profesional Pemberi Asuhan dibantu dan
didukung oleh Case Manager. Buku ini bertujuan untuk
memudahkan rumah sakit dalam penyelenggaraan asuhan medis
oleh DPJP dalam rangka memenuhi standar akreditasi rumah sakit
versi 2012.

Jakarta, April 2015


Ketua Eksekutif Komisi Akreditasi Rumah Sakit

Dr. dr. Sutoto, M.Kes

Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan i


(DPJP)
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................


i
DAFTAR ISI ....................................................................................
iii

BAB I : PENDAHULUAN .................................................. 1


.
BAB II : RUANG LINGKUP 4
.................................................
BAB III : DASAR ................................................................. 5
....
BAB IV : PENGERTIAN ..................................................... 8
...
BAB V : PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT 10
BAB VI : PELAYANAN BERFOKUS PADA PASIEN ........ 11
BAB VII : KEWENANGAN KLINIS DAN EVALUASI
KINERJA ............................................................ 14
......
BAB VIII : PENUNJUKAN DPJP DAN
PENGELOMPOKKAN STAF MEDIS 15
.................
BAB IX : TATA LAKSANA DPJP ......................................... 17
BAB X : SUPERVISI .......................................................... 22
.....
BAB XI : PENUTUP ............................................................ 25
....
iv Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP)
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

Editor:
Dr. dr. Sutoto, M.Kes

Kontributor Utama:
dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes

Kontributor:
1. dr. Djoti Atmodjo, Sp.A, MARS
2. dr. Luwiharsih, M.Sc
3. Dra. M. Amatyah S, M.Kes
4. dr. Djoni Darmadjaja, Sp.B, MARS
5. dr. H. Muki Reksoprodjo, Sp.OG
6. dr. Mgs. Johan T. Saleh, M.Sc
7. dr. Nina Sekartina, MHA
8. dr. Achmad Hardiman, Sp.KJ, MARS
9. Dra. Pipih Karniasih, S.Kp, M.Kep
10. dr. Isi Mularsih, MARS
11. dr. Henry Boyke Sitompul,Sp.B,FICS

Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan iii


(DPJP)
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan 1


(DPJP)
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT
BAB
I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Rumah sakit adalah institusi tempat memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan tujuan penyembuhan
penyakit serta terhindar dari kematian atau kecacatan. Dalam
melaksanakan fungsinya rumah sakit harus pula mengendalikan
atau meminimalkan risiko baik klinis maupun non klinis yang
mungkin terjadi selama proses pelayanan kesehatan berlangsung,
sehingga terlaksana pelayanan yang aman bagi pasien.
Oleh karena itu keselamatan pasien di rumah sakit merupakan
prioritas utama dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk
mencapai kondisi pelayanan yang efektif, efisien dan aman bagi
pasien, diperlukan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi dari
seluruh personil pemberi pelayanan di rumah sakit sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya.
Selanjutnya pelayanan berfokus pada pasien, patient centered
care, dengan elemen utama asuhan terintegrasi merupakan
standar dalam akreditasi. Untuk penerapannya diperlukan
kolaborasi interprofesional para Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
karena merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut dan
dilengkapi dengan kompetensi praktek kolaborasi termasuk
komunikasi yang baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan dokter
sebagai ketua tim (Clinical Leader) sangat besar dan sentral dalam
menjaga keselamatan pasien, karena semua proses pelayanan
berawal dan ditentukan oleh dokter.

2 Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan


(DPJP)
Sebagai instrumen monitoring dan evaluasi maka tidak kalah
pentingnya faktor catatan medis yang lengkap dan baik, dimana
semua proses pelayanan terhadap pasien direkam secara real time
dan akurat. Apabila terjadi sengketa medis maka rekam medis ini
benar benar dapat menjadi alat bukti bagi rumah sakit bahwa
proses pelayanan telah dijalankan dengan benar dan sesuai
prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat pula berfungsi
sebagai masukan untuk memperbaiki proses pelayanan yang ada.
Salah satu elemen dalam pemberian asuhan kepada pasien
(patient care) adalah asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh
dokter yang dalam standar keselamatan pasien disebut DPJP :
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan.
Pengaturan tentang DPJP sangat diperlukan dalam pelaksanaan
asuhan medis di rumah sakit untuk menghindari kemungkinan
terjadinya pelayanan yang kurang baik karena terjadinya duplikasi,
interaksi obat yang kurang terkontrol, kontra indikasi, ketidak
jelasan peranan dokter bila hanya diminta pendapat saja, dll.
Panduan ini disusun untuk memudahkan rumah sakit mengelola
penyelenggaraan asuhan medis oleh DPJP dalam rangka
memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012.

TUJUAN
Tujuan Umum :
Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah
sakit .
Tujuan Khusus :
1. Memberikan perlindungan kepada pasien agar memperoleh
asuhan medis yang terbaik.
2. Memberikan kemudahan kepada rumah sakit untuk mengelola
penyelengggaraan asuhan medis oleh DPJP dalam rangka
memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012.
3. Memberikan panduan dan kejelasan tentang peranan DPJP.
4. Memberikan panduan dan kejelasan tentang
mekanisme koordinasi, kolaborasi interprofesional dan
kerjasama tim dalam memberikan asuhan kepada pasien di
rumah sakit .
5. Memberikan panduan pelaksanaan Case Manager.

SASARAN
1. Para Direktur Rumah Sakit dan Para Manajer Pelayanan di
Rumah sakit
2. Komite Medis
3. Para dokter pemberi asuhan medis di rumah sakit
4. Kelompok profesi medis / Kelompok staf medis .
BAB
II

RUANG LINGKUP

Pedoman ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit


yang meliputi : emergensi, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan,
ruang perawatan khusus (ICU, HCU, Hemodialisis) dsb.
BAB
III

DASAR

1. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 : Rumah


Sakit mempunyai fungsi : huruf b. pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis
2. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 Setiap Rumah
Sakit mempunyai kewajiban : huruf r. menyusun dan
melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by
laws)
3. Penjelasan Pasal 29 huruf r : Yang dimaksud dengan
peraturan internal Rumah Sakit (hospital bylaws) adalah
peraturan organisasi Rumah Sakit (corporate bylaws) dan
peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff bylaw) yang
disusun dalam rangka menyelenggarakan tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tata
kelola klinis yang baik (good clinical governance). Dalam
peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff bylaw) antara
lain diatur kewenangan klinis (Clinical Privilege).
4. UU no 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 3 Pengaturan
praktik kedokteran bertujuan untuk
1. memberikan perlindungan kepada pasien;
2. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan
3. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter
dan dokter gigi
5. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43
menyatakan rumah sakit wajib menerapkan Standar
Keselamatan Pasien.
6. Permenkes 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit.
7. Pasal 7 Permenkes 1691/2011 mengatur hal berikut :
a. Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar
Keselamatan Pasien
b. Standar Keselamatan Pasien sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi :
I. Hak pasien;
II. Mendidik pasien dan keluarga;
III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan;
IV. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan
keselamatan pasien;
V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien;
VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien; dan
VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.
8. Pada Lampiran Permenkes 1691/2011 pengaturan
tentang
Standar I. Hak pasien, adalah sebagai berikut :
Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab
pelayanan.
1.2. 1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib
membuat rencana pelayanan.
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib
memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada
pasien dan keluarganya tentang rencana dan
hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk
pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
9. Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite
Medik di Rumah Sakit
10. Permenkes 1438/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
11. Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, Komisi
Akreditasi Rumah Sakit
12. Kode Etik Kedokteran Indonesia, PB IDI, 2012
13. SK Pengurus Besar IDI no 111/PB/A.4/02/2013
tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia
14. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 21A/KKI/KEP/
IX/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter
dan Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 23/KKI/KEP/
XI/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter
Gigi
15. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 11 Tahun 2012
tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesi
16. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no
48/KKI/PER/XII/2010 tentang Kewenangan Tambahan Dokter
dan Dokter Gigi
17. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 4 Tahun 2011
tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi
18. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 19/KKI/KEP/IX/2006
tentang Buku Kemitraan Dalam Hubungan Dokter – Pasien
19. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 18/KKI/KEP/
IX/2006 tentang Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Yang Baik di Indonesia
20. Konsil Kedokteran Indonesia : Komunikasi Efektif Dokter -
Pasien, 2006
BAB
IV

PENGERTIAN

1. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah


seorang dokter, sesuai dengan kewenangan klinisnya terkait
penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap (paket)
kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari awal
sampai dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada
pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Asuhan medis lengkap
artinya melakukan asesmen medis sampai dengan
implementasi rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan
pasien.
2. Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari
satu DPJP sesuai kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan
secara tim atau terintegrasi, maka harus ada DPJP Utama.
Contoh : pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke,
dikelola oleh lebih dari satu DPJP : Dokter Spesialis Penyakit
Dalam, Dokter Spesialis Mata dan Dokter Spesialis Saraf.
3. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu
DPJP, maka asuhan medis tsb dilakukan secara terintegrasi
dan secara tim diketuai oleh seorang DPJP Utama. Peran
DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan
asuhan medis bagi pasien ybs (“Ketua Tim”), dengan tugas
menjaga terlaksananya asuhan medis komprehensif - terpadu -
efektif, demi keselamatan pasien melalui komunikasi efektif
dengan membangun sinergisme
dan mencegah duplikasi serta mendorong penyesuaian
pendapat (adjustment) antar anggota / DPJP, mengarahkan agar
tindakan masing – masing DPJP bersifat kontributif (bukan
intervensi).
4. Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif, misalnya
memberikan uraian / data tentang hasil laboratorium atau
radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena tidak memberikan
asuhan medis yang lengkap.
5. Profesional Pemberi Asuhan – PPA adalah tenaga kesehatan
yang secara langsung memberikan asuhan kepada pasien,
antara lain. dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker, psikolog
klinis, penata anestesi, terapis fisik dsb.
6. Asuhan pasien terintegrasi dan Pelayanan berfokus pada
pasien (Patient Centered Care – PCC) adalah istilah yang
saling terkait, yang mengandung aspek pasien merupakan
pusat pelayanan, PPA memberikan asuhan sebagai tim
interdisiplin/klinis dengan DPJP sebagai ketua tim klinis -
Clinical Leader, PPA dengan kompetensi dan kewenangan
yang memadai, yang antara lain. terdiri dari dokter, perawat,
bidan, nutrisionis / dietisien, apoteker, penata anestesi, terapis
fisik dsb.
7. Case Manager / Manajer Pelayanan Pasien : adalah
professional di rumah sakit melaksanakan manajemen
pelayanan pasien, berkoordinasi dan kolaborasi dengan DPJP
serta PPA lainnya, manajemen rumah sakit, pasien dan
keluarganya, pembayarnya, mengenai asesmen, perencanaan,
fasilitasi, koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi
dan pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan
keluarganya yang komprehensif, melalui komunikasi dan
sumber daya yang tersedia sehingga memberi hasil (outcome)
yang bermutu dengan biaya-efektif selama dan pasca rawat
inap.
BAB
V PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH
SAKIT

Dalam UU 44/2009 pasal 5 huruf b, dinyatakan bahwa


pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
Pada penjelasan pasal 5 huruf b, disebutkan : yang dimaksud
dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua adalah
upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan
mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan
paripurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatan perorangan
tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi
kesehatan sub spesialistik. Dengan demikian asuhan medis di
rumah sakit kepada pasien diberikan oleh dokter spesialis.
P TERE
BA E
B L D
VI A
CARE)
Y
A DAN
N ASUH
A
AN
N
TERIN
B TEGR
E
R ASI
F
O
K
U
S

P
A
D
A

P
A
S
I
E
N
(PAT
IENT
CEN
Asuhan pasien dalam standar akreditasi rumah sakit versi
2012 harus dilaksanakan berdasarkan pola Pelayanan Berfokus
pada Pasien (Patient Centered Care), asuhan diberikan berbasis
kebutuhan pelayanan pasien. Pasien adalah pusat pelayanan, dan
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) diposisikan mengelilingi pasien.
PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung memberikan
asuhan kepada pasien, a.l. dokter, perawat, bidan, nutrisionis /
dietisien, apoteker, penata anestesi, terapis fisik dsb., dengan
kompetensi yang memadai, sama pentingnya pada kontribusi
profesinya, masing-masing menjalankan tugas mandiri, kolaboratif dan
delegatif. PPA memberikan asuhan yang terintegrasi dalam satu
kesatuan sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional.
DPJP dalam tim adalah sebagai ketua tim klinis (Clinical leader),
melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis, review dan
mengintegrasikan asuhan pasien.
PPA melaksanakan asuhan pasien dalam 2 proses, Asesmen
pasien dan Implementasi rencana termasuk monitoring. Asesmen
pasien terdiri dari 3 langkah (IAR) :
1. Informasi dikumpulkan, antara lain anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan lain / penunjang, dsb (I)
2. Analisis informasi, menghasilkan kesimpulan antara lain masalah,
kondisi, diagnosis, untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan
pasien (A)
3. Rencana pelayanan / Care Plan dirumuskan, untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan pasien (R)
Implementasi rencana serta monitoring adalah pemberian
pelayanannya. Pencatatannya dilakukan dengan metode SOAP
pada Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi.
Profesional Pemberi Asuhan
PPA

DPJP

Perawat / Apoteker
Bidan

Psikologi Nutrisionis/
Pasien
Klinis Dietisien
Keluarga

Penata
Anestes
Terafis Fisik
i
Lainnya

PPA

 Masing-masing PPA memberikan asuhan melalui tugas mandiri,


delegatif dan kolaboratif dengan pola IAR.
 Menggunakan Pola IAR dan penulisan SOAP / ADIME (untuk
GIZI)
 Berkolaborasi interprofesional
 Meningkatkan kompetensi untuk praktik kolaborasi
interprofesional dalam 4 ranah :
o Nilai dan etika praktik interprofesional
o Peran dan tanggung jawab
o Komunikasi interprofesional
o Kerjasama dalam tim klinis / interdisiplin
 Edukasi untuk kolaborasi interprofesional
Proses Asuhan Pasien
 oleh PPA
 tugas mandiri

1. Asesmen Pasien : IAR


Informasi dikumpulkan : Anamnesa, pemeriksaan,
pemeriksaan lain / penunjang, dsb

Analisis informasi :dihasilkan Diagnosis / Masalah / Kondisi,


untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan pelayanan
pasien

Rencana Pelayanan / Care Plan :dirumuskan untuk


memenuhi Kebutuhan Yan Pasien

2. Pemberian Pelayanan/

*Implementasi Rencana/

*Monitoring
ASUHAN MEDIS
Asuhan medis di rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis,
disebut sebagai DPJP.

Di unit / instalasi gawat darurat dokter jaga yang bersertifikat


kegawat-daruratan, antara lain ATLS, ACLS, PPGD, General
Emergency Life Support (GELS) menjadi DPJP pada saat asuhan
awal pasien gawat-darurat. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter
spesialis dan memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis tsb
menjadi DPJP pasien tsb menggantikan DPJP sebelumnya, yaitu
dokter jaga IGD tsb diatas.

Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada


Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia
(Kep Konsil no 18/KKI/KEP/IX/2006). Penerapan panduan ini selain
menjaga mutu asuhan dan keselamatan pasien, juga dapat
menghindari pelanggaran disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia
intinya adalah sbb :
 Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan
keselamatan pasien
 Kaidah dasar moral :
o Menghormati martabat manusia (respect for person)
o Berbuat baik (beneficence)
o Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence)
o Keadilan (justice).
 Tujuan :
o memberikan perlindungan kepada pasien
o mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
medic
o memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,
dokter,dan dokter gigi.

Tumpuan dasar kompetensi dokter mengacu kepada Standar


Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) (Perkonsil No 11 Tahun 2012
tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia) yang adalah :
1. Profesionalitas yang Luhur
2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri
3. Komunikasi Efektif
4. Pengelolaan Informasi
5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran
6. Keterampilan Klinis
7. Pengelolaan Masalah Kesehatan

ASUHAN PASIEN TERINTEGRASI DAN PATIENT CENTERED CARE


Asuhan pasien terintegrasi dan pelayanan/asuhan berfokus pada
pasien (patient centered care) adalah elemen penting dan sentral
dalam asuhan pasien di rumah sakit.
Konsep inti (core concept) asuhan berfokus pada pasien terbagi
dalam 2 perspektif :

 Perspektif Pasien :
1. Martabat dan Respek.
o Profesional pemberi asuhan mendengarkan, menghormati
dan menghargai pandangan serta pilihan pasien –
keluarga.
o Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang
kultural pasien – keluarga dimasukkan dalam perencanaan
pelayanan dan pemberian pelayanan kesehatan.
2. Berbagi informasi.
o Profesional pemberi asuhan mengkomunikasikan dan
berbagi informasi secara lengkap kepada pasien –
keluarga.
o Pasien – keluarga menerima informasi tepat waktu,
lengkap, dan akurat.

3. Partisipasi.
o Pasien – keluarga didorong dan didukung untuk
berpartisipasi dalam asuhan, pengambilan keputusan dan
pilihan mereka.
4. Kolaborasi / kerjasama.
o Rumah sakit bekerjasama dengan pasien – keluarga
dalam pengembangan, implementasi dan evaluasi
kebijakan dan program. Pasien – keluarga adalah mitra
PPA.

 Perspektif PPA :
1. Tim Interdisiplin
 Profesional pemberi asuhan diposisikan
mengelilingi pasien
 Kompetensi yang memadai
 Berkontribusi setara dalam fungsi profesinya
 Tugas mandiri, kolaboratif, delegatif, bekerja
sebagai satu kesatuan memberikan asuhan yang
terintegrasi
2. Interprofesionalitas
 Kolaborasi interprofessional
 Kompetensi pada praktik kolaborasi interprofesional
 Termasuk bermitra dengan pasien
3. DPJP adalah ketua tim klinis / clinical leader.
 DPJP melakukan koordinasi, kolaborasi, interpretasi,
sintesis, review dan mengintegrasikan asuhan pasien
4. Personalized Care
 Keputusan klinis selalu diproses berdasarkan juga nilai-
nilai pasien
 Setiap dokter memperlakukan pasiennya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan

Dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, konteks


asuhan tsb terdiri dari unsur-unsur inti antara lain :
 Pasien dan keluarganya adalah pusat pelayanan / asuhan
 DPJP – Dokter Penanggung Jawab Pelayanan sebagai
clinical leader / ketua tim klinis mengintegrasikan asuhan.
 PPA – Profesional Pemberi Asuhan diposisikan mengelilingi
pasien, memberikan asuhan secara tim interdisiplin, dengan
tugas mandiri dalam pola IAR, juga tugas kolaboratif dan
tugas delegatif, dengan motto asuhan : BPIS – bila pasien itu
(adalah) saya.
 Kolaborasi interprofesional dalam tim dengan kompetensi
untuk praktek kolaborasi.
 Case Manager / MPP – Manajer Pelayanan Pasien berperan
dalam menjaga kontinuitas pelayanan dan asuhan.
 Rekam medis terintegrasi dalam bentuk form CPPT –
Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi diisi oleh semua
tenaga kesehatan yang memberikan asuhan pasien – PPA,
dengan pola IAR.
 CPPT – Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi dalam
rekam medis tempat PPA mendokumentasikan
perkembangan pasien dalam proses pemberian asuhan.
 Standar akreditasi dalam bab HPK – Hak Pasien dan
Keluarga antara lain tentang rumah sakit termasuk PPA
bertanggung jawab untuk memberikan proses yang
mendukung hak pasien dan keluarganya selama dalam
pelayanan, pelayanan yang dilaksanakan dengan penuh
perhatian dan menghormati nilai-nilai pribadi dan
kepercayaan pasien, menghormati kebutuhan privasi pasien,
mendukung hak pasien dan keluarga untuk berpartisipasi
dalam proses pelayanan termasuk dalam keputusan
pelayanan, memberitahu pasien dan keluarganya tentang
bagaimana mereka akan dijelaskan tentang hasil pelayanan
dan pengobatan, termasuk hasil yang tidak diharapkan dan
siapa yang akan memberitahukan, dsb.
 Discharge planning / Rencana Pemulangan Pasien yang
terintegrasi, dilakukan secara multidisiplin sejak awal rawat
inap dengan tujuan menjaga keberhasilan asuhan dan
pelayanan selama rawat inap maupun pasca rawat inap /
dirumah.

DPJP sebagai Clinical Leader


 Dalam asuhan/pelayanan berfokus pada pasien (patient centered
care) para PPA memberikan asuhan sebagai tim interdisiplin,
masing-masing PPA melakukan tugas mandiri, tugas delegatif dan
tugas kolaboratif dengan pola IAR.
 Asuhan pasien terintegrasi “dimotori” oleh DPJP dalam fungsi
sebagai ketua tim klinis (clinical leader) yang melakukan
koordinasi, kolaborasi, interpretasi, sintesis. DPJP melakukan
review rencana PPA lainnya dan memverifikasinya, lihat standar
PP 2.1. elemen penilaian 5.
 Proses review dilakukan oleh DPJP dengan membaca rencana
para PPA dan memberikan catatan/notasi pada CPPT (Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi).
BAB
VII KEWENANGAN KLINIS DAN
EVALUASI KINERJA

1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan


asuhan medis, termasuk pelayanan interpretatif (antara lain
DrSp PK, DrSp PA, DrSp Rad dsb), harus memiliki SK dari
Direktur / Kepala Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis /
SPK (Clinical appointment), dengan lampiran Rincian
Kewenangan Klinis / RKK (Delineation of Clinical Privilege).
Penerbitan SPK dan RKK tsb harus melalui proses kredensial
dan rekredensial yang mengacu kepada Permenkes 755/2011
tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
2. Regulasi tentang evaluasi kinerja profesional DPJP ditetapkan
Direktur dengan mengacu ke Permenkes 755/2011 tentang
penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit dan Standar
Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, khususnya Bab KPS
(Kualifikasi dan Pendidikan Staf, Standar KPS 11).
BAB
VIII PENUNJUKAN DPJP DAN
PENGELOMPOKAN STAF MEDIS

1. Regulasi tentang penunjukan seorang DPJP untuk mengelola


seorang pasien, pergantian DPJP, selesainya DPJP karena
asuhan medisnya telah tuntas, ditetapkan Direktur / Kepala
Rumah Sakit. Penunjukan seorang DPJP dapat antara lain
berdasarkan permintaan pasien, jadwal praktek, jadwal jaga,
konsul/rujukan langsung. Pergantian DPJP perlu pengaturan
rinci tentang alih tanggung jawabnya. Tidak dibenarkan
pergantian DPJP yang rutin, contoh : pasien A ditangani setiap
minggu dengan pola hari Senin oleh DrSp PD X, hari Rabu
DrSp PD Y, hari Sabtu DrSp PD Z ; karena hal tersebut akan
mengakibatkan tidak adanya kontinuitas pelayanan.
2. Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari
satu DPJP dan penunjukan DPJP Utama, tugas dan
kewenangannya ditetapkan Direktur / Kepala Rumah Sakit.
3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat
digunakan butir-butir sbb :
a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama
kali mengelola pasien pada awal perawatan
b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola
pasien dengan penyakit dalam kondisi (relatif) menonjol
atau terparah
c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan
antar
d. para DPJP terkait
e. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien
f. Pada pelayanan ICU maka DPJP Utama adalah
Intensivis.
4. Pengaturan tentang pengelompokan Staf Medis ditetapkan /
diorganisir oleh Direktur sesuai kebutuhan, disebut KSM
(Kelompok Staf Medis). Pengelompokan dapat dilakukan antara
lain dengan pola disiplin ilmu / spesialisasi (Kelompok Staf
Medis Bedah, Penyakit Dalam, Radiologi, Mata dsb), kategori
penyakit (KSM Diabetes, KSM Onkologi) kategori organ (KSM
Ginjal, KSM Gastro-entero Hepatologi) Kategori Usia (KSM
Geriatri) dan Kategori interes tertentu/lainnya (KSM Sel
Punca,dll).
BAB
IX TATA LAKSANA DPJP

1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit


baik rawat jalan maupun rawat inap harus memiliki DPJP
2. Pada unit / instalasi gawat darurat, dokter gawat darurat,
dokter jaga (dengan sertifikat kegawatdaruratan, antara lain
PPGD, ATLS, ACLS, GELS) menjadi DPJP pada pemberian
asuhan medis awal / penanganan kegawat- daruratan.
Kemudian selanjutnya saat dilakukan konsultasi / rujuk
ditempat (on side) atau konsultasi lisan kepada dokter
spesialis, dan dokter spesialis tsb memberikan asuhan medis
(termasuk instruksi secara lisan) maka dokter spesialis tsb
telah menjadi DPJP pasien ybs, sehingga saat itulah DPJP
telah berganti dari dokter gawat darurat/dokter jaga IGD
kepada dokter spesialis tsb.
3. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu
DPJP, maka harus ditunjuk DPJP Utama yang berasal dari
para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tsb bekerja secara
tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif, berinteraksi dan
berkoordinasi (dibedakan dengan bekerja sendiri-sendiri).
4. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator
proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien ybs (sebagai
“Ketua Tim”), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan
medis komprehensif - terpadu - efektif, demi keselamatan
pasien melalui komunikasi yang efektif dan membangun
sinergisme dengan mendorong penyesuaian pendapat
(adjustment) antar Anggota / DPJP, mengarahkan agar
tindakan masing-masing DPJP bersifat kontributif (bukan
intervensi), dan juga mencegah duplikasi serta interaksi obat.
5. Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk
keinginan DPJP mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain
agar dikoordinasikan melalui DPJP Utama. Kepatuhan DPJP
terhadap jadwal kegiatan dan ketepatan waktu misalnya antara
lain kehadiran atau menjanjikan waktu kehadiran, adalah
sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pasien serta untuk
kepentingan koordinasi sehari-hari.
6. Dibawah koordinasi DPJP Utama , sekurang-kurangnya ada
rapat Tim yang melibatkan semua DPJP ybs beserta profesi
terkait lainnya sesuai kebutuhan pasien; rumah sakit
diharapkan menyediakan ruangan untuk rapat Tim di
tempat-tempat pelayanan, misalnya di Rawat Inap, ICU,
UGD, dll. DPJP Utama juga bertugas untuk menghimpun
komunikasi / data tentang pasien .
7. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien
dan/ keluarga, dan pasien dan / keluarga dapat menyetujuinya
ataupun sebaliknya. Rumah sakit berwenang mengubah DPJP
bila terjadi pelanggaran prosedur.
8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara
lisan dan tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP
pencatatan di rekam medis harus jelas tentang alih tanggung
jawabnya. Harap digunakan Formulir Daftar DPJP ( Contoh
Formulir Daftar DPJP terlampir).
9. Pada unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter
intensifis. Koordinasi dan tingkatan keikut-sertaan para DPJP
terkait, tergantung kepada sistem yang ditetapkan dalam
kebijakan rumah sakit misalnya sistem terbuka / tertutup
/ semi terbuka. Bila rumah sakit memakai sistem terbuka,
gunakan kriteria tsb diatas (lihat Bab VIII).
10. Pada kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam
seluruh kegiatan pada saat di kamar operasi tsb.
11. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja
operasi / sedang dioperasi, dokter yang dirujuk tsb melakukan
tindakan / memberikan instruksi, maka otomatis menjadi DPJP
juga bagi pasien tsb.
12. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila
DPJP dibantu oleh dokter lain (antara lain dokter ruangan,
residen) dimana ybs boleh menulis/ mencatat di rekam medis,
maka tanggung jawab adalah tetap ada pada DPJP, sehingga
DPJP yang bersangkutan harus memberikan supervisi, dan
melakukan validasi berupa pemberian paraf/tandatangan pada
setiap catatan kegiatan tsb di rekam medis setiap hari.
13. Asuhan pasien dilaksanakan oleh para professional pemberi
asuhan yang bekerja secara tim (“Tim Interdisiplin”) sesuai
konsep Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient
Centered Care), DPJP sebagai ketua tim (Clinical / Team
Leader) harus proaktif melakukan koordinasi dan
mengintegrasikan asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif
dan efektif dalam tim. Termasuk dalam kegiatan ini adalah
perencanaan pulang (discharge plan) yang dapat dilakukan
pada awal masuk rawat inap atau pada akhir rawat inap
(Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012, Bab APK - Akses
ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan dan Bab AP -
Asesmen Pasien).
14. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi /
informasi kepada pasien dan keluarganya. Gunakan dan
kembangkan tehnik komunikasi yang berempati. Komunikasi
merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan
Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), selain juga
merupakan kompetensi dokter dalam area kompetensi ke 3
(Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012;
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia,
KKI 2006)
15. Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam
medis harus mencantumkan nama dan paraf / tandatangan.
Pendokumentasian tsb dilakukan antara lain di form asesmen
awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT
(Integrated note), form asesmen pra anestesi/sedasi, instruksi
pasca bedah, form edukasi/informasi ke pasien dsb. Termasuk
juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim
medis, hasil ronde bersama multi kelompok staf medis /
departemen, dsb. ( contoh Formulir Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi dan contoh Formulir Perintah Lisan
terlampir).
16. Pada kasus tertentu DPJP sebagai ketua tim dari para
professional pemberi asuhan bekerjasama erat dengan
Manajer Pelayanan Pasien (Hospital Case Manager), sesuai
dengan Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien (dari
KARS, edisi I 2014), agar terjaga kontinuitas pelayanan baik
waktu rawat inap, rencana pemulangan, tindak lanjut asuhan
mandiri dirumah, kontrol dsb.
17. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila
lebih dari satu) tentang DPJP, dalam bentuk satu formulir yang
diisi secara periodik sesuai kebutuhan / penambahan /
pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar setiap DPJP,
tanggal mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama
dan gelar, tanggal mulai dan akhir sebagai DPJP Utama. Daftar
ini bukan berfungsi sebagai daftar hadir. (Formulir Daftar DPJP,
terlampir).
18. Rumah sakit yang terletak jauh dari kota besar, atau di daerah
terpencil, penetapan kebijakan tentang asuhan medis yang
sifatnya khusus agar dikonsultasikan dengan pemangku
kepentingan antara lain Komite Medis, Fakultas
Kedokteran ybs bagi residen, Organisasi Profesi, IDI, Dinas
Kesehatan, Badan Pengawas Rumah Sakit Propinsi, Kolegium
dsb.

19. Keterkaitan DPJP dengan Panduan Praktek Klinis / Alur


Perjalanan Klinis / Clinical Pathway, setiap DPJP bertanggung
jawab mengupayakan proses asuhan pasien (baik asuhan
medis maupun asuhan keperawatan atau asuhan lainnya) yang
diberikan kepada pasien patuh pada Panduan Praktek Klinis /
Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway yang telah ditetapkan
oleh RS. Tingkat kepatuhan pada Panduan Praktek Klinis / Alur
Perjalanan Klinis / Clinical Pathway ini akan menjadi objek
Audit Klinis dan Audit Medis.
20. Apabila dokter tidak mematuhi Alur Perjalanan Klinis / Clinical
Pathway/ Panduan Praktek Klinik maka harus memberi
penjelasan tertulis dan dicatat di rekam medis.
BAB
X
SUPERVISI

1. Pada proses asuhan medis dimana dilaksanakan oleh


DPJP yang dibantu oleh Staf Medis non DPJP, misalnya
Residen (PPDS), Dokter Ruangan (DR) dsb, maka diperlukan
supervisi klinis medis untuk melaksanakan monitoring dan
evaluasi terhadap asuhan pelayanan klinis yang dilaksanakan.
Supervisi sangat diperlukan untuk memastikan asuhan
pasien aman dan memastikan bahwa koordinasi dan
kerjasama tim yang baik adalah pengalaman belajar bagi para
profesional pemberi asuhan, bahwa pelayanan telah diberikan
dengan cara yang efektif, dan juga untuk kepastian hukum bagi
pemegang kewenangaklinisnya.
2. Diperlukan tingkat pengawasan yang konsisten dengan
tingkat pelatihan dan tingkat kompetensi para staf medis yang
membantu asuhan medis .
3. Seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan medis
memahami proses supervisi klinis: siapa supervisor
dan frekuensi supervisinya termasuk penandatanganan
harian dari semua catatan dan perintah, penandatanganan
rencana asuhan dan kemajuan catatan harian, atau membuat
entri terpisah dalam catatan pasien. Demikian juga, jelas
tentang bagaimana bukti pengawasan yang didokumentasikan,
termasuk frekuensi dan lokasi dokumentasi
4. Rumah sakit memiliki prosedur mengidentifikasi dan
memonitor keseragaman proses supervisi klinis, monitoring dan
evaluasi pelayanan asuhan klinis .
5. Apabila supervisi klinis tidak dilaksanakan dengan baik maka
akan menimbulkan potensi untuk terjadinya kejadian yang tidak
diharapkan, atau menurunnya mutu asuhan medis.
6. Supervisi dan umpan balik yang dihasilkan penting untuk
mengakuisisi dan mengembangkan keterampilan klinis dan
profesionalisme seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan
medis. Supervisi dilakukan secara bertahap meningkatkan
otoritas dan kemandirian, pengawasan dan umpan balik .
7. Supervisi yang berlebihan dapat menghambat perkembangan
para staf untuk menjadi praktisi yang kompeten dalam disiplin
mereka.
8. RS harus menetapkan kebijakan tentang tingkatan supervisi
masing-masing staf medis non DPJP.
9. Tingkatan Supervisi bagi PPDS dan DR :

Supervisi Supervisi Supervisi


Supervisi Rendah
Tinggi Moderat Tinggi Moderat
Untuk PPDS: Untuk PPDS: Untuk PPDS: Untuk PPDS:
 Asesmen dari  Asesmen dari  Asesmen dari  Asesmen dan
PPDS belum PPDS dianggap PPDS dianggap pertimbangan dari
dianggap sahih sahih, namun sahih, namun PPDS dianggap
 Proses keputusan pertimbanganya pertimbanganya sahih namun
Rencana Asuhan / (judgment) (judgment) belum punya
Tindakan oleh belum sahih belum sahih legitimasi
DPJP  Proses  Proses keputusan  Proses keputusan
 DPJP keputusan Rencana Asuhan Rencana oleh
melakukan tindakan Rencana dilaporkan untuk PPDS
sendiri, PPDS Tindakan persetujuan  PPDS melakukan
memperhatikan,me disupervisi oleh DPJP, sebelum tindakan, supervis
mbantu pelaksanaan DPJP tindakan, kecuali DPJP melalui
tindakan kasus gawat komunikasi per
darurat telpon,
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

 Pencatatannya  PPDS melakukan  PPDS melakukan melalui laporan


di rekam medis ttd tindakan, DPJP tindakan, DPJP per telpon,
DPJP dan PPDS mensupervisi mensupervisi laporan tertulis
langsung (onsite) tidak langsung, di rekam medis
 Pencatatannya di sesudah dgn ttd DPJP
rekam medis ttd tindakan, evaluasi  Pencatatannya
PPDS dan laporan tindakan di rekam medis
DPJP  Pencatatannya di harus divalidasi
rekam medis ttd  Pada keadaan
PPDS dan DPJP khusus, PPDS
berada di tempat
terpencil tanpa
DPJP terkait, ttg
proses validasi
dibuat kebijakan
khusus oleh RS.

- - Untuk DR: Untuk DR:


 Proses Asesmen  Proses Asesmen
Pasien (IAR) : Pasien (IAR) :
Pengumpulan Pengumpulan
Informasi, Informasi, Analisis
Analisis informasi, informasi,
Penyusunan Penyusunan
Rencana) dan
Rencana) dan
Implementasinya
Implementasinya dilakukan dengan
dilakukan dengan komunikasi
komunikasi dengan DPJP
segera dengan  Pencatatannya di
DPJP rekam medis ttd
 Pencatatannya di DR, validasi oleh
rekam medisttd DPJP
DR, validasi oleh
DPJP
BAB

XI
BA

CASE MANAGER /
MANAJER PELAYANAN PASIEN

1. PERKEMBANGAN CASE MANAGER / CASE MANAGEMENT

• Case manager dapat hadir di pelayanan kesehatan di


komunitas, di rumah sakit, di perusahaan antara lain
asuransi, perusahaan besar
• Case Manager dari profesi perawat (Nurse CM), pekerja
sosial, kemudian juga profesi kesehatan lainnya

2. RUANG LINGKUP

• Kontinuitas Pelayanan
Menjaga kontinuitas pelayanan dalam pola asuhan
terintegrasi dan pelayanan berfokus pada pasien.

• Koordinasi dan Kolaborasi


MPP berkoordinasi dan kolaborasi dengan DPJP dan PPA
lainnya, serta manajemen rumah sakit.

• Hubungan dengan Pasien


Penting bagi MPP untuk membangun dan memiliki relasi
yang kondusif dengan pasien – keluarga agar proses
pelayanan dapat memenuhi kebutuhan mereka. MPP
merupakan “laison” pasien – keluarga dengan PPA,
manajemen rumah sakit, pembayar
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT
• Skrining pasien
Untuk penanganan pasien, MPP melakukan skrining pasien,
kelompok : anak, usia lanjut, pasien dengan penyakit kronis,
risiko tinggi, kasus kompleks dengan hasil asuhan yang tidak
mudah.

3. KUALIFIKASI DAN PELATIHAN TAMBAHAN


1. Perawat dengan pendidikan ners atau Dokter
(Umum)
2. Pengalaman minimal 3 – 5 tahun dalam
pelayanan klinis di rumah sakit
a. Dokter : sebagai dokter ruangan
b. Perawat : sebagai kepala ruangan
Pelatihan Tambahan

1. Pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan klinis terkait


dengan penyusunan dan penerapan SPO Pelayanan
Kedokteran yang terdiri dari Panduan Praktik Klinis, Alur
Klinis (Clinical Pathway), Algoritme, Protokol, Standing order.
2. Pelatihan Pelayanan Fokus pada Pasien / PCC
3. Pelatihan ttg perasuransian, jaminan kesehatan nasional,
INA-CBG’s
4. Pelatihan ttg Perencanaan pulang (Discharge planning) untuk
kontinuitas pelayanan
5. Pelatihan Manajemen Risiko
6. Pelatihan untuk meningkatkan soft skil ( pengetahuan aspek
psiko-sosial, hubungan interpersonal, komunikasi, dsb)

4. FUNGSI – TUGAS CASE MANAGER / MPP


Fungsi MPP a.l. adalah
• Asesmen utilitas
• Perencanaan
• Fasilitasi dan Advokasi
• Koordinasi Pelayanan
• Evaluasi
• Tindak Lanjut Pasca Discharge
1. Asesmen Utilitas : mampu mengakses semua informasi dan
data untuk mengevaluasi manfaat/utilisasi, untuk kebutuhan
manajemen pelayanan pasien
1.1. Melakukan asesmen diperluas dan lengkap terhadap
pasien dan keluarga yang diperlukan pada saat admisi,
termasuk asesmen psikososial-ekonomi lengkap

2. Perencanaan : menyusun rencana utk pelaksanaan


manajemen pelayanan pasien. Perencanaan tsb mencerminkan
kelayakan / kepatutan, mutu dan efektivitas biaya dari pengobatan
klinis serta kebutuhan pasien, termasuk Discharge Planning
2.1. Perencanaan proses asuhan pasien (yang “personalized” /
unik) selama rawat inap sampai kembali ke komunitas /
rumah dengan outcome yang terbaik.
2.2. Rencana pemulangan (Discharge planning) pasien adalah
salah satu fungsi manajemen pasien (case-management)

3. Fasilitasi dan Advokasi : fungsi ini mencakup interaksi


antara MPP dan para anggota PPA, perwakilan pembayar, serta
pasien / keluarga untuk menjaga kontinuitas pelayanan. Mewakili
kepentingan pasien adalah inti dari peran MPP, namun peran ini
juga menjangkau pemangku kepentingan lain. MPP melakukan
advokasi untuk opsi pengobatan yang dapat diterima setelah
berkonsultasi dengan DPJP, termasuk rencana pemulangan yang
aman.
3.1. Memastikan bahwa pemeriksaan2 pasien adalah tepat dan
perlu serta dilakukan dalam kerangka waktu yang sudah
ditetapkan
3.2. Berkomunikasi dengan DPJP-PPA secara berkala selama
rawat inap dan mengembangkan suatu hubungan kerja yang
efektif. Membantu para DPJP untuk menjaga biaya dan hasil
pasien yang diharapkan
3.3. Mempromosikan utilisasi sumber2 klinis agar efektif dan
efisien
3.4. Menawarkan bentuk-bentuk asuhan alternatif kepada pasien
sesuai kebutuhannya, baik karena pasien sudah mau
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT
dipulangkan atau membutuhkan asuhan jangka panjang yang
rentan terhadap peraturan keuangan RS.
3.5. Memberikan advokasi kepada pasien, meningkatkan
hubungan kolaboratif untuk memaksimalkan kemampuan
pasien dan keluarga untuk membuat keputusan2 medis.
3.6. Bekerja dengan para manajer rumah sakit dan para DPJP,
memberikan advokasi atas-nama pasien untuk menentukan
pelaksanaan layanan terbaik bagi pasien sambil
mengkomunikasikan kepada pasien sarana bermutu yg
tersedia.
3.7. Memberikan informasi klinis kepada para pembayar,
mencarikan otorisasi asuhan yang perlu.
3.8. Membantu pasien dan keluarga mengembangkan suatu
discharge plan, termasuk koordinasi dengan pelayanan
medis di komunitas dan, bila perlu, admisi ke fasyankes
asuhan pasca ranap, antara lain. pelayanan rehabilitasi, atau
fasilitas perawatan-trampil.

4. Koordinasi Pelayanan : koordinasi pelayanan untuk


kontinuitas pelayanan dan pemenuhan kebutuhan asuhan pasien.
4.1. Melakukan koordinasi dan integrasi pelayanan sosial / fungsi
case-management ke dalam asuhan pasien, discharge
planning, proses pemulangannya.
4.2. Mengkoordinasikan pemberian pelayanan sosial kepada
pasien, keluarga, dan orang2 lain yang penting untuk
memampukan mereka menghadapi dampak penyakit
terhadap fungsi keluarga pasien dan untuk memperoleh
manfaat maksimum dari pelayanan kesehatannya.

5. Evaluasi : Evaluasi utilisasi pelayanan, pelaksanaan Clinical


Pathway, termasuk evaluasi kendali mutu dan biaya.
5.1. Melakukan telaah utilisasi (utilization review), melalui tugas
evaluasi Clinical Parthway. Telaah utilisasi mencakup
mekanisme kendali biaya, dan ketepatan, kebutuhan dan
mutu pelayanan kesehatan yang dimonitor oleh para
pembayar dan provider.
5.2. Melaksanakan telaah atas utilisasi pelayanan secara tepat
sejak admisi sampai discharge. Mengevaluasi kepuasan
pasien dan mutu layanan yg diberikan.
5.3. Memantau length of stay.

6. Tindak Lanjut Pasca Discharge : pemantauan dan tindak


lanjut menjaga kontinuitas pelayanan.
6.1. Tindak lanjut, pemantauan, pelayanan dan asuhan pasca
discharge
6.2. Reimbursement

Case Manager / MPP

Manajer Pelayanan Pasien

DPJP
Perawat/ Apotek er
Bidan

Psikologi Nurisionis/
Klinis Pasien, Dietisien
Keluarga

Penata Terapis
Anestesi Fisik

Lainnya

Yan Kes
/ RS Lain
Case
Manager
Dokter MPP
Keluarga
Asuransi Yan
Perusahaan/ Keuangan/
Employer BPJS Billing
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

5. TATA LAKSANA

 MPP melakukan skrining pasien yang membutuhkan manajemen


pelayanan pasien, pada waktu admisi, atau bila dibutuhkan pada
waktu di ruang rawat inap, berdasarkan pasien yang meliputi :
1. Risiko tinggi
2. Biaya tinggi
3. Potensi komplain tinggi
4. Kasus dengan penyakit kronis
5. Kemungkinan sistem pembiayaan yang komplek
6. Kasus yang melebihi rata-rata lama dirawat
7. Kasus yang diidentifikasi rencana pemulangannya penting
atau yang membutuhkan kontinuitas pelayanan
8. Kasus kompleks / rumit
 Setelah pasien ditentukan sebagai klien MPP, maka penanganan
pasien dilaksanakan sesuai tugas dan fungsi pada butir 4 tsb
diatas.
BAB

XII

PENUTUP

Untuk dapat memenuhi standar akreditasi rumah sakit versi


2012, maka rumah sakit memerlukan regulasi yang adekuat
tentang DPJP dalam pelaksanaan asuhan medis, dan panduan ini
merupakan acuan utama bagi rumah sakit. Diperlukan pengaturan
yang spesifik untuk setiap rumah sakit karena keunikan budaya,
situasi dan kondisi setiap rumah sakit, termasuk juga keunikan
budaya tenaga medis. Regulasi harus mencerminkan pengelolaan
risiko klinis dan pelayanan berfokus kepada pasien (patient
centered care). Regulasi tsb diatas agar dapat diterapkan oleh
para pemberi asuhan, termasuk DPJP, sehingga terwujud asuhan
pasien yang bermutu dan aman.
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

Lampiran :
Beberapa formulir terkait DPJP

Contoh Form DPJP

Untuk setiap Pasien

(Std APK 2.1.)

Diagnosa DPJP DPJP Utama Ket

Nama Tgl Tgl Nama Tgl Tgl


Mulai Akhir Mulai Akhir

DMT2 Dr A 1/2/14
SpPD

Sinusitis Dr B 3/2/14 Dr A 3/2/14 10/2/14


SpTHT SpPD

Ateroma Dr C 6/2/14 8/2/14


SpB

Stroke H Dr D 9/2/14
SpS

Dr D 10/2/14 12/2/14
SpS

Dr E 12-2-14 (Masuk
SpAn, ICU 12-
KIC 2-14)

Contoh CPPT

Ruangan : …..

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI

Tanggal Profesional HASIL ASESMEN – INSTRUKSI VERIFIKASI


- Jam Pemberi IAR PPA DPJP
Asuhan
PENATALAKSANAAN TERMASUK (Tulis Nama, beri
Paraf, Tgl, Jam)
PASIEN PASCA
BEDAH (DPJP harus
(Tulis dengan format membaca/mereview
SOAP/ADIME, disertai seluruh Rencana
(Instruksi ditulis
Sasaran. Tulis Nama, beri Asuhan)
dengan rinci dan
Paraf pada akhir catatan) jelas)
2/2/2015 Perawat S : Nyeri akut lutut kiri - Monitoring
Jm 8.00 sejak 1-2 jam nyeri tiap 30’
O : skala nyeri NRS: 7 - Lapor DPJP
TD 165/90, N 115/m, - Kolaborasi
Frek Nafas : 30/m pemberian anti
A : Nyeri akut arthritis inlamasi &
gout analgesic
P : Mengatasi nyeri
dalam 2 jam dgn target
VAS <4

Paraf..
S : Nyeri lutut kiri akut *Lapor 2 jam
sejak pagi lagi skala nyeri
2/2/2015 Dokter O : Lutut kiri agak *Foto Ro Lutut
Jm 8.30 merah, nyeri tekan, hari ini bila nyeri
skala NRS 7-8, hangat mereda/tolerans
pd palpasi. i cukup
A : Gouty Arthritis - flare
Genu Sinistra
P : inj steroid xx mg , tab
colchicine 2 X 0,6
mg/hari.
Paraf …
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

Dst….

KEPUSTAKAAN

1. Permenkes no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien


Rumah Sakit
2. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit
3. UU No 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
4. Perkonsil no 11/2012 tentang Standar Kompetensi Dokter
Indonesia
5. Perkonsil no 48/2010 tentang Kewenangan Tambahan Dokter
Dokter Gigi
6. Permenkes no 1438/2010 Standar Pelayanan Kedokteran
7. Manual Komunikasi Efektif, KKI, 2006
8. KepKonsil no 18/2006 Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Yang Baik di Indonesia
9. KepKonsil no 19/2006 Kemitraan Dalam Hubungan Dokter –
Pasien
10. Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012
11. SK PB IDI no 111/2013 tentang Penerapan Kode Etik
Kedokteran Indonesia
12. Johnson, B et al. : Partnering with Patients and Families to
Design a Patient and Family-Centered Health Care System,
Institute for Family-Centered Care 2008
13. Mullahy, C.M. : The Case Manager’s Hanbook, 5th ed. Jones &
Bartlett Learning, 2014
14. Zander, K : Hospital Case Management Models. HC Pro, 2008
15. Accredited Case Manager, Candidate Handbook : American
Case Management Association, 2012
16. Cesta, T and Cunningham, B : Core Skills for Hospital Case
Managers. HC Pro, 2009.
17. Interprofessional Education Collaborative Expert Panel : Core
competencies for interprofessional collaborative practice.
Report of an expert panel. Washington, D.C.: Interprofessional
Education Collaborative, 2011.
KOMISI AKREDITASI RUMAH SAKIT

Anda mungkin juga menyukai