Anda di halaman 1dari 20

Diagnosis Gagal Jantung dan Penatalaksanaannya

Dola Lonita
10.2013.342
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Jakarta 11510
dola.2013fk342@civitas.ukrida.ac.id

Abstract
The heart is an organ that is important in life. The function of the heart is a pump that puts
pressure on the blood to produce the required pressure gradient to draw blood to the tissues.
The inability of the body's cardiac output will offset the need for supply and disposal of waste
products, resulting in one or both ventricles may progressively weaken and fail. The condition
known as heart failure. Congestive heart failure is a condition where the heart as a pump
patofisiologik not able to meet the blood needs for metabolic network. Symptoms often arise
include shortness of breath or dyspnea. Dyspnea caused by improvement work of breathing due
to pulmonary vascular congestion that reduces the flexibility of the lung. improved air flow
resistance also cause dyspnea. Congestive heart failure diagnosis can be confirmed by history,
physical examination and thorough investigation.
Keywords: congestive heart failure, dyspnea, cardiac output
Abstrak
Jantung adalah organ yang penting dalam kehidupan. Fungsi dari jantung adalah sebagai
pompa yang memberi tekanan pada darah untuk menghasilkan gradien tekanan yang dibutuhkan
untuk mengalirkan darah ke jaringan. Ketidakmampuan curah jantung mengimbangi kebutuhan
tubuh akan pasokan dan pembuangan zat sisa, mengakibatkan salah satu atau kedua ventrikel
dapat secara progresif melemah dan gagal. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah gagal jantung.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gejala yang sering timbul yaitu
sesak nafas atau dispnea. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat
kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara
juga menimbulkan dispnea. Diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang cermat.
Kata Kunci: gagal jantung kongestif, dyspnea, curah jantung
Pendahuluan
Jantung adalah organ yang penting dalam kehidupan. Fungsi dari jantung adalah sebagai
pompa yang memberi tekanan pada darah untuk menghasilkan gradien tekanan yang dibutuhkan
untuk mengalirkan darah ke jaringan. Pada suatu kondisi dengan sebab tertentu, terdapat
ketidakmampuan curah jantung mengimbangi kebutuhan tubuh akan pasokan dan pembuangan
zat sisa, salah satu atau kedua ventrikel dapat secara progresif melemah dan gagal. Kondisi
tersebut dikenal dengan istilah gagal jantung.1
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan
penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Gagal jantung susah dikenali
secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda –
tanda klinis pada tahap awal penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali
gagal jantung secara dini serta perkembangan pengobatan yang memperbaiki gejala klinis,
kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan
meningkatkan kelangsungan hidup.2
Makalah ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai gagal
jantung kongestif dalam hal anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
working diagnosis, differential diagnosis, etiologi, epidemiologi, manifestasi klinik,
patofisiologi, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, pencegahan. Dengan demikian,
penanganan kasus gagal jantung kronik dapat dilaksanakan dengan baik.

Pembahasan
Anatomi dan Fisiologi Jantung
Anatomi dalam jantung terdiri dari empat ruang yaitu:2
a. Atrium kanan
Secara anatomis atrium kanan terletak agak ke depan dibanding dengan ventrikel kanan
atau atrium kiri. Pada bagian antero-superior atrium kanan terdapat lekukan ruang atau
kantung berbentuk daun telinga disebut aurikel. Fungsinya adalah menampung darah
vena yang mengalir kedalam jantung melalui vena kava superior dan inferior selama
fase sistol ventrikel.
b. Ventrikel kanan
Ventrikel kanan terletak paling depan di dalam rongga dada, yaitu tepat dibawah
manubrium sterni. Darah dari atrium kanan mengalir menuju ventrikel kanan melalui
katup trikuspid. Ventrikel kanan menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup
untuk mengalirkan darah ke dalam arteri pulmonalis.
c. Atrium kiri
Letak atrium kiri adalahdi posterior superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto
sinar tembus dada tidak tampak. Atrium kiri menerima darah yang teroksigenasi dari
paru melalui vena pulmonalis. Darah mengalir dari atrium kiri ked Lm ventrikel kiri
melalui katup mitral.
d. Ventikel kiri
Ventrikel kiri memompa darah menuju ke sistemik. Ventrikel kiri harus menghasilkan
tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sistemik. Pada saat
kontraksi, tekanan ventrikel kiri meningkat sekitar lima kali lebih tinggi daripad tekanan
ventrikel kanan.
Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal dari denyutan
selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol.1
Periode sistol adalah periode kontraksi dari ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari
jantung. Periode sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu:3
a. Kontraksi isovolumetrik
kontraksi sudah dimulai tetapi katup – katup masih tertutup dan tekanan juga telah
dihasilkan tetapi belum dijumpai adanya pemendekan dari otot.
b. Ejeksi ventrikel
tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan
pulmoner sehingga katup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan
dipompa ke seluruh tubuh. Pada saat ini terjadi pemendekan dari otot. Namun darah yang
dipompa tidak 100%, sisa darah yang terdapat di ventrikel disebut End Systolic Volume.
Sedangkan periode diastol adalah periode relaksasi dari ventrikel, dimana terjadi pengisian
darah. Periode diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu:
c. Relaksasi isovolumetrik
ventrikel mulai relaksasi, katup semilunar dan katup atrioventrikularis tertutup dan
volume ventrikel tetap tidak berubah.
d. Ventricular Filling
tekanan dari atrium lebih tinggi dari tekanan di ventrikel sehingga katup mitral dan katup
tricuspid akan terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80% dan akan mencapai 100 % jika
atrium berkontraksi.Volume total yang masuk ke dalam diastol disebut End Diastolic
Volume .
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat penyakit
dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena
sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis. Anamnesis
dapat langsung dilakukan pada pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarga atau
pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai,
misalnya dalam keadaan gawat-darurat, afasia akibat stroke dan lain sebagainya.4
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit dalam
keluarga, anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi,
budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).4

 Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, agama, dan suku bangsa. Pasien
merupakan seorang laki-laki berusia 60 tahun.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa berobat beserta dengan onset, lokasi,
kronologis, kualita, kuantitas, gejala penyerta, keluhan lain, dan faktor pemberat atau
memperingan penyakit dari pasien. Keluhan utama pasien dalam kasus ini yaitu sesak nafas
yang memberat sejak 1 minggu yang lalu. Sesak nafas sering hilang timbul sejak 2 bulan
yang lalu namun semakin memberat dalam 1 minggu terakhir, dengan durasi sesak 15-20
menit dan timbul secara perlahan-lahan. Sesak muncul terutama saat beraktifitas dan
berbaring. Pasien sering terbangun malam hari karena merasa sesak dan terbiasa tidur
dengan menggunakan 2 bantal kepala untuk mengurangi sesaknya.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan seputar apakah dulu pernah menagalami sakit yang sama seperti saat ini, apakah
ada penyakit lain sebelumnya dan juga jenis obat apa yang pernah dikonsumsi sebelumnya
Pasien dalam kasus ini mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun terakhir dan tidak
berobat teratur, punya riwayat diabetes mellitus.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada keluarga atau kerabat dekat yang pernah mengalami gangguan yang sama.
 Riwayat Pribadi dan Sosial
Pekerjaan, aktivitas sehari-hari, makan asin, makan masakan tinggi lemak, merokok,
minum alkohol, berolahraga rutin berapa kali. Pasien merupakan perokok sejak 30 tahun
terakhir.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah melihat keadaan umum dan juga kesadaran
pasien. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital yang
terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang normal adalah
36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari mendekati 37oC.
Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka normalnya 120/80 mmHg.
Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis. Frekuensi nadi yang
normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah
16-24 kali per menit.5
Pada pemeriksaan dada dan jantung, pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan urutan:
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskulitasi. Inspeksi, secara umum hal-hal yang berkaitan dengan
akibat penyakit jantung diamati, misalnya tampak lelah, kelelahan karena cardiac output rendah,
sesak yang menunjukkan adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan
clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu juga dengan
ada tidaknya edem. Khusus inspeksi organ jantung adalah dengan melihat pulsasi di area apeks,
trikuspidal, pulmonal, aorta. Perlu juga melihat bentuk dada dan pergerakan napas.5
Pada palpasi, dengan menggunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung rasa
sensitivitasnya, meraba area-area apeks, trikuspidal, septal, pulmonal, dan aorta. Yang
diperhatikan dalam pemeriksaan adalah:6
 Pulsasi
 Thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa.
 Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita.
 Lift yaitu dorongan terhadap tangan pemeriksa
 Ictus cordis yaitu pulsasi apeks, biasanya terletak pada 2 jari medial dari garis
midclavikula kiri.
Dalam melakukan perkusi, telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakkan di dinding dada,
dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak dan keempat jari lain agak
diangkat. Tujuannya agar tidak meredam suara ketukan. Hal yang dilakukan dalam perkusi
adalah mencari batas jantung kanan, kiri, atas, bawah, dan pinggang jantung. Batas kanan
jantung dicari dari batas paru-hati, lalu naik 2 jari dan diperkusi ke arah medial. Batas kiri
jantung ditentukan dari garis aksilaris anterior kiri, perkusi ke arah medial pada sela iga tiga
hingga enam, yang mana yang paling lateral. Batas atas jantung ditentukan pada garis sternal
kiri. Pinggang jantung ditentuan pada garis parasternal kiri.6
Dengan auskultasi akan didengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising jantung bila
ada kelainan. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi jantung (BJ) I dan II. Di area apeks dan
tirkuspidalis BJ I lebih keras daripada BJ II, sedangkan di area basal yaitu pulmonal dan aorta,
BJ I lebih lemah daripada BJ II.
Pada pemeriksaan fisik diketahui bahwa keadaan umum pasien tampak sakit berat, kesadaran
compos mentis. Tanda-tanda vital pasien meliputi tekanan darah 160/80 mmHg, frekuensi nadi
92x/menit, suhu afebris, frekuensi nafas 24x/menit.
Berdasarkan pemeriksaan head to toe, JVP 5+2 cmH2O, Gallop S3 dan pitting edema pada
ekstremitas.

Pemeriksaan Penunjang
 Elektrokardiografi (EKG)
Elektrokardiogram adalah representasi dari suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktifitas listrik
otot jantung. EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan
memasang electroda pada badan. Rekaman EKG ini digunakan oleh dokter ahli untuk
menentukan kodisi jantung dari pasien. Sinyal EKG direkam menggunakan perangkat
elektrokardiograf. Tindakan pemeriksaan elektrokardiogram disebut elektrokardiografi.7
Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien (80-
90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofit LV, gangguan konduksi, aritmia.4
Pada pemeriksaan EKG pasien dalam kasus ini, terlihat bahwa amplitude gelombang S V1 dan
gelombang R V5/V6 lebih dari 35 kotak yang menunjukkan adanya kelainan berupa Left
Ventricle Hypertrophy (LVH).7
 Foto thorax/ Chest X-ray
Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari thorax
untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di
dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang
digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06 mSv.
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax,
tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung dan
saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto
thorax.7
Radiografi toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) 50%)),
terutama bila gagal jantung sudah kronis, seperti yang terlihat dalam pasien di kasus skenario ini.
Ukuran jantung yang normal tidak menyingkirkan diagnosis dan bisa di dapatkan pada gagal
jantung kiri akut, seperti yang terjadi pada infark miokard, regurgitasi katup akut, atau defek
septum ventrikel (VSD) pascainfark. Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri
atau kanan, LV, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan
dengan fungsi ventrikel kiri.7
 Echocardiografi
Echocardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung.
Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolic), dan abnormalitas gerakan
dinding dapat dinilai, dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan. Regurgitasi mitral
seringkali disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang menyebabkan dilatasi annulus mitral.6
 Pemeriksaan Darah
Tes darah direkomendasikan untuk menyingkirkan anemia dan menilai fungsi ginjal sebelum
terapi di mulai. Disfungsi tiroid (baik hiper – maupun hipotiroidisme) dapat menyebabkan gagal
jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan. Dimasa datang, pengukuran
penanda biokimiawi (seperti peptide natriuretik) dapat terbukti berguna dalam diagnosis gagal
jantung dan memonitor progresivitasnya.6
Diagnosa Kerja
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, pasien pada kasus
dalam skenario ini menderita gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari
definisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh,
kedua penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah
gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya
mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau
bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya.8
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dari pada gagal jantung. Gagal sirkulasi
menunjukkan ketidakmampuan dari sistem kardiovaskuler untuk melakukan perfusi jaringan
dengan memadai. Definisi ini mencakup segala kelainan dari sirkulasi yang mengakibatkan
perfusi jaringan yang tidak memadai, termasuk perubahan dalam volume darah, tonus vaskuler
dan jantung. Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana terjadi bendungan sirkulasi akibat
gagal jantung dan mekanisme kompenstoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakan
dengan istilah yang lebih umum yaitu, gagal sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan beban
sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantung atau sebab-sebab diluar jantung,
seperti transfusi yang berlebihan atau anuria.8
Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif. Diagnosis gagal
jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.8
- Kriteria Major antara lain adalah: Paroksismal nokturnal dispnea, Distensi vena leher, Ronki
paru, Kardiomegali, Edema paru akut, Gallop S3, Peninggian tekanan vena jugularis, Refluks
hepatojugular
- Kriteria Minor antara lain: Edema ekstremitas, Batuk malam hari, Dispnea d’effort,
Hepatomegali, Efusi pleura, Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal, Takikardia (>120
menit)
Terdapat klasifikasi gagal jantung menurut NYHA (New York Heart Association) yaitu:8
Kelas I: Pasien tanpa keterbatasan aktivitas fisik
Kelas II: Pasien dengan sedikit keterbatasan aktivitas fisik, dimana aktivitas fisik biasa dapat
mengarah pada kelelahan, jantung berdebar, dispnue, atau nyeri angina ; Nyaman saat istirahat.
Kelas III: Pasien dengan keterbatasan aktivitas fisik yang jelas, dimana aktivitas fisik kurang dari
biasa dapat mengarah pada kelelahan, jantung berdebar, dispnue, atau nyeri angina ; Nyaman
saat istirahat
Kelas IV: Pasien tidak hanya tidak bisa melakukan aktivitas fisik tetapi juga mendapat gejala
gagal jantung atau sindrom angina bahkan saat istirahat; ketidaknyamanan pasien bertambah bila
aktivitas fisik dilakukan.

Diagnosis Banding
Selain gagal jantung kongestif, terdapat beberapa penyakit yang mempunyai gejala klinis yang
mirip dan dijadikan sebagai diagnosis banding.
 Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
mengelompokan penyakit dengan gejala gangguan pernapasan yang diakibatkan hambatan arus
udara pernapasan. Masalah hambatan arus udara pernapasan yang terjadi dapat terletak pada
saluran pernapasan maupun pada parenkim paru. Untuk itu terdapat dua jenis penyakit yang
sering terkait dengan PPOK ini, yakni bronkitis kronik (gangguan saluran pernapasan) dan
emfisema (gangguan pada parenkim paru). Namun kedua penyakit ini (bronkitis kronik dan
emfisema) hanya dapat digolongkan dalam PPOK apabila tingkat keparahan penyakit tersebut
telah berlanjut serta obstruksinya bersifat progresif.8
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami
perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala
harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa digunakan.
Eksaserbasi akut ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi
udara, atau obat golongan sedatif.8
Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak
napas yang semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi
sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatique, dan
gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala
respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi yaitu berupa sesak napas yang semakin bertambah
berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan napas yang
dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut
nadi.9
Pemeriksaan yang data membantu penegakan diagnosis PPOK antara lain:9
- Analisa gas darah arteri menentukan kebutuhan oksigen dengan menunjukkan derajat
hipoksia
- Foto rontgen toraks mendukung diagnosis penyakit yang mendasari
- Tes faal paru mendukung diagnosis yang mendasari
- EKG dapat memperihatkan aritmia jantung yang konsisten dengan keadaan hipoksemia
Penatalaksanaan PPOK dapat meliputi pemberian bronkodilator untuk menurunkan
bronkospasme dan meningkatkan kerja mukosilier dalam membersihkan jalan napas, batuk yang
efektif untuk mengeluarkan sekret, fisioterapi dada untuk mengalirkan sekret, pemberian
antibiotic untuk terapi infeksi sluran napas, penghentian kebiasaan merokok dan meningkatkan
asupan cairan untuk mengencerkan mukus. Sedangkan komplikasi PPOK meliputi kor
pulmonale, gagal nafas yang berat dan kematian.9
 Edema Paru
Edema paru merupakan keadaan menumpuknya cairan didalam ruang ekstravaskuler paru.
Keadaan ini merupakan komplikasi yang sering ditemukan pada gangguan jantung dan dapat
timbul dengan cepat serta berakibat fatal. Edema paru terjadi karena gagal jantung kiri yang
disebabkan oleh arteriosclerosis, kardiomiopati, hipertensi dan penyakit jantung valvuler.
Tanda dan gejala awal adanya edema paru dapat meliputi dispneu deffort akibat hipoksia,
batuk-batuk akibat stimulasi reflek batuk oleh cairan yang berlebihan, takipnea ringan akibat
hipoksia, peningkatan tekanan darah akibat peningkatan tekanan pulmoner dan penurunan
oksigenasi, bunyi ronki basah yang terdengar pada bagian paru yang paling bawah ketika udara
nafas bergerak dalam cairan yang terdapat didalam paru-paru, dan takikardia akibat hipoksia.
Gejala lanjut edema paru meliputi pernapasan yang cepat dan tersengal-sengal akibat hipoksia.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada edema paru meliputi gagal nafas, asidosis respiratorik
dan henti jantung.9
 Perikarditis Kronik
Perikarditis merupakan inflamasi perikardium, suatu kantung fibroserosa yang membungkus,
menyangga, dan melindungi jantung. Inflamasi ini terjadi dalam benuk akut dan kornis.
Perikarditis akut dapat bersifat fibrinosa atau efusi, disertai eksudat yang purulent, serosa, atau
hemoragik. Pericarditis konstriktif yang kronis ditandai oleh penebalan pericardium yang fibrosa
dan padat. Gejala yng timbul pada psien pericarditis kronik tampak seperti gagal jantung kronik.
Keluhan disebabkan oleh penurunan curah jantug seperti lelah, takikardia dan bengkak.
Pemeriksaan fisik menunjukan tanda gagal janung kanan seperti tekanan vena jugularis yang
meninggi dengan tanda kusmaule (peninggian tekanan V. jugularis saat inspirasi), pembesaran
hati, asites dan edema tungkai. Foto toraks menunjukkan perkapuran pada setengah pasien
(terutama dengan etiologi TBC). Elektrokardiogradi menunjukan voltase rendah (low voltage)
atau gelombang T yang datar. Pada ekokardiografi dapat memperlihatkan ruang bebas echo
diatara dinding ventrike dan pericardium dan penurunan kerja pompa jantung. Pemeriksaan
laboratorium dapat menunjukkan peningkatan laju endap darah (LED) sebagai akibat proses
inflamasi atau bias juga normal atau meningkatnya jumlah leukosit. Komplikasi pericarditis
dapat berupa efusi pericardium, tamponade jantung, pericarditis konstriktif, aritmia jantung.9
Selain penyakit-penyakit diatas, terdapat pula beberapa penyakit sistem gastrointestinal dan
pulmonary lain yang menyebabkan gejala sesak nafas seperti dalam kasus skenario ini. Penyakit
system gastrointestinal yang dapat menyebabkan keluhan sesak yaitu GERD naiknya isi lambung
ke kerongkongan yang menyebabkan adanya rasa tidak nyaman dibagian dada.9

Penyakit pulmonary lain yang dapat menyebabkan sesak nafas yaitu asma, pneumotoraks,
emboli paru. Asma merupakan gangguan inflamasi pada jalan nafas yang ditandai oleh obstruksi
aliran jalan nafas yang berlebihan terhadap berbagai rangsangan. Pada asma, gejala lain selain
sesak nafas yang khas yaitu adanya wheezing atau mengi. Pneumotoraks merupakan pnumpukan
udara dalam rongga pleura sehingga timbul kolaps parsial atau total paru-paru. Sesak nafas pada
penumotoraks juga disertai nyeri pleuritik menusuk yang timbul mendadak dan terasa kembai
ketika pasien menggerakan dada, bernapas dan batuk. Emboli paru merupakan keadaan
tersumbatnya arterial bed pulmoner oleh thrombus yang lepas, massa pada katup jantung, atau
benda asing. Gejala sesak nafas pada emboli paru juga disertai nyeri dada yang bersifat angina
atau pleuritic.9

Etiologi
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan defek
septum ventrikel, beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan
hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru
dan emboli paru.8
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit katup mitral atau
aorta, penyakit jantung iskemik (CAD), dan penyakit miokardium primer. Penyebab tersering
gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan
peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai
gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor
polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid.8

Epidemiologi
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Gagal
jantung menyerang kurang lebih lima juta penduduk Amerika Serikat dan dilaporkan lebih dari
500.000 kasus baru gagal jantung setiap tahunnya, kira-kira 300.000 orang meninggal setiap
tahunnya akibat gagal jantung. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda
dibandingkan Eropa dan Amerika disertai dengan manifestasi klinis yang lebih berat.8

Faktor Resiko
Faktor risiko gagal jantung seperti:8
a. Diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada
perkembangan dari gagal jantung.
b. Berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan
sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.
c. Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa
penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme,
termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi
ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard,
serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat
dengan perkembangan gagal jantung.
d. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut
maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang
berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik).
Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin.
e. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti
doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung
akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.
Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh
melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu
memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan dengan satu
respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik
berupa penurunan fungsi jantung.9
Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan
untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan
hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi
tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf
adrenergik.9
Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan
oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empar faktor yaitu: preload; yang setara dengan isi
diastolik akhir, afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel,
kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga
dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi denyut
jantung.10
Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin
vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah
jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah
arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.10
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah
sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum
Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung
yang tidak terkompensasi.10
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah
jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=HR x SV dimana curah jantung
(CO:Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x volume sekuncup
(SV:Stroke Volume).9
Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, system
saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk memperthankan curah jantung bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri ntuk mempertahan curah jantung. Tapi pada
gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.9

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan fisik
yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat
beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan
semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem
organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.8
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan dan sesak. Meskipun kelelahan
adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan gejala
yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi lain. Kemampuan seseorang
untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan
mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Gejala yang sering timbul, antara lain:8,9
 Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti vaskular
paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga
menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti
vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea
juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal
jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi
aliran darah dari bagian- bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi
cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti vaskular paru-
paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema
paru intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri
dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.
 Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.
 Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari gagal
jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya
gravitasi.
 Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi
vena.
 Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik.
Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher mengalami
bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama
inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan
aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.
 Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati.
 Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan
kongesti hati dan usus.
 Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-
mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat
terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga
berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.
 Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka. Meskipun
gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap
terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari bendungan
sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang
nyata.
 Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat
iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi dan
merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non
farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik
ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan
secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.
Terapi :10,11
a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
 Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
 Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa.
Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan.
- Tindakan Umum :
 Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g
pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan
1,5 liter pada gagal jantung ringan.
 Hentikan rokok
 Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya.
 Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit
atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80%
denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
 Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
b.Terapi Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis Angiotensin II, diuretik,
Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-
trombotik, dan anti-aritmia.11
a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling
sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop diuretik
atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan,
berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid.
Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat
mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat
(klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal, dan
pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.
Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu
sampai dosis yang efektif.
c. Β-blocker bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian dimulai
dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada
gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan
carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan
penghambat ACE dan diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi
terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi
sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan
bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli
serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang
buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun
dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau
aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada
aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron
dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi
aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah kematian mendadak.
h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk
mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari) dan pembatasan
asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan
gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin
subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan
pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita jantung adalah syok kardiogenik. Syok
kardiogenik ini merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan
dengan berbagai manifestasi hemodinamik, tetapi petunjuk umum adalah tidak memadainya
perfusi jaringan.12
Pada gagal jantung terjadi syok terkompensasi dimana terjadi usaha untuk menstabilkan
sirkulasi guna mencegah kemunduran lebih lanjut. Namun terjadi manifestasi sistemik terjadi
keadaan hipoperfusi yang memperburuk hantaran oksigen dan nutrisi serta pembuangan sisa-sisa
metabolit pada tingkat jaringan sehingga saat masuk tahap dimana sudah terjadi kerusakan sel
yang hebat dan tidak dapat dihindari, pada akhirnya terjadi kematian.12

Pencegahan

Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok
dengan risiko tinggi.8
- Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor risiko jantung koroner.
- Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan.
- Pengobatan hipertensi yang agresif.
- Koreksi kelainan kongenital serta penyakit jantung katup.
- Memerlukan pembahasan khusus.
Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari, selain
modulasi progresi dari disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung.8

Prognosis
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang, tetapi
prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien
stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif.
Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%),
gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10
ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang
meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa
kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard
akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung
progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut
dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat. 11

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan kasus dalam skenario, diketahui bahwa sesak yang dialami pasien serta
hasil pemeriksaan tersebut merupakan gejala dari gagal jantung kongestif. Sehingga pasien
didiagnosa menderita gagal jantung kongestif.
Daftar Pustaka

1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2011.h.327,
340-4, 355.
2. Wati WW, Kindangen K. Buku ajar anatomi fakultas kedokteran. Jakarta: Universitas
Kristen Krida Wacana; 2010.p.14-30.
3. Ronny, Setiawan, Fattimah S. Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta: EGC; 2011. h.4-7.
4. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2011. h. 10-15.
5. Aaronson PI, Ward JPT. At a glance sistem kardiovaskular: anamnesis dan pemeriksaan
fisik kardiovaskular. 3th ed. Jakarta: EGC, 2011. h. 24.
6. Halim-Mubin A. Panduan praktis ilmu penyakit dalam: diagnosis dan terapi. Jakarta:
EGC; 2010. h. 201, 203.
7. Gray HH, Dawkins KD. Lecture notes on cardiology. 4th Ed. Jakarta: Erlangga. 2005. p.
80-9.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 31-2, 66-8, 1584
9. Kowalak, Welsh, Mayer. Buku ajar patofidiologi. Jakarta: EGC. 2014. h. 195-200, 255-8
10. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi Robbins. Edisi ke-7. Jakarta: EGC;
2007. h. 578-80
11. Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson JL, editors. Harrison’s
principles of internal medicine. 16th Ed. New York: McGraw Hills; 2007. p. 1367-8

12. Corwin J. Elizabeth. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 20011. h.224-7

Anda mungkin juga menyukai