Bab 2
Bab 2
BAB II
TINJAUAN PUSTKA
perhitungan metode poligon, konversi data terestris ke sistem proyeksi peta UTM,
dan Penggambaran. Pengukuran perencanaan jalan dan jembatan dimulai dari
pekerjaan persiapan yang terdiri dari persiapan personil, persiapan bahan dan
peralatan; survey pendahuluan (reconnaissance)/ kaji lapangan; pemasangan
monumen untuk menyimpan data koordinat titik kontrol horizontal dan vertikal;
pengukuran kerangka kontrol vertikal dan pengukuran kerangka kontrol horizontal;
pengukuran situasi sepanjang trase jalan; pengukuran penampang memanjang dan
pengukuran penampang melintang jalan; pengikatan titik referensi; pengolahan
data dan penggambaran baik secara manual maupun secara digital. Hasil akhir dari
kegiatan pengukuran topografi adalah peta situasi daerah sekitar rencana trase jalan
yang akan digunakan sebagai peta dasar kerja untuk pembuatan gambar rencana
(design drawing) jalan dan jembatan.
Pekerjaan pengukuran topografi untuk perencanaan jalan terdiri dari
beberapa tahapan antara lain persiapan, survey pendahuluan, pemasangan
monumen, pengukuran kerangka kontrol vertikal, pengukuran kerangka kontrol
horisontal, pengukuran penampang memanjang jalan, pengukuran penampang
melintang jalan, pengukuran detail situasi, pengukuran azimut awal dan akhir,
pengukuran titik-titik referensi, pengolahan data dan penggambaran. Pada
pekerjaan pengukuran jalan produk yang dihasilkan adalah:
a. Peta situasi sepanjang rencana trase jalan dengan skala 1:1000, peta situasi
khusus (bila ada) dengan skala 1:500
b. Gambar penampang melintang jalan skala horizontal 1:200 dan skala
vertikal 1:100
c. Gambar penampang memanjang jalan skala horizontal 1:1000 dan skala
vertikal 1:100
d. Dokumen laporan yang meliputi data kalibrasi alat, data ukur dan hasil
pengolahan data/hitungan, daftar dan diskripsi titik-titik kontrol, buku
laporan pelaksanaan yang memuat kegiatan pelaksanaan, kendala dan
tingkat ketelitian yang diperoleh pada setiap jenis kegiatan lengkap dengan
dokumentasinya.
10. arahkan teropong pada rambu tersebut kuatkan klem vertikal dan horizontal,
tepatkan dengan penggerak halus verikal dan horizontal. Baca dan catat
bacaan rambu meliputi benang atas benang tengah dan benang bawah. Baca
dan catat juga bacaan sudut vertikal dan horizontalnya.
11. ulangi untuk titik detail yang lain, setiap mengukur titik detai harus dibuat
sketsanya.
5. Simpang jalan minor dan jalan keluar/masuk lahan samping jalan sebaiknya
dibuat tegak lurus terhadap jalan utama dan lokasinya menghindari jarak
pandang yang pendek.
Data yang dimaksudkan yaitu data yang diperoleh dari hasil survei di lapangan
(geometrik jalan, arus lalu-lintas, dan kondisi lingkungan), dan data lainnya yang
diperlukan.
a) Kondisi geometrik
Kondisi geometrik dijelaskan secara rinci dan jelas mengenai informasi tentang
kerb, lebar jalan, lebar bahu jalan, median dan data lain yang dibutuhkan mengenai
kondisi geometrik pada ruas jalan yang ditinjau.
b) Kondisi lalu-lintas
Kondisi lalu-lintas yang akan dianalisis yaitu arus kendaraan dimana
perhitungannya atas dasar periode 15 menit dan kemudian akan dikonversikan ke
dalam satuan smp/ jam.
c) Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan disini, dapat diperoleh data-data seperti ukuran kota, tipe
lingkungan dan kelas hambatan samping yang akan digunakan untuk perhitungan
kinerja simpang.
1) Ukuran kota
Tolak ukur ukuran kota yaitu berdasarkan jumlah penduduk dapat dilihat
pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Kelas Ukuran Kota
Ukuran Kota Jumlah Penduduk (juta)
Sangat kecil < 0,1
Kecil ≥ 0,1 - 0,5 <
Sedang ≥ 0,5 - 1,0 <
Besar ≥ 1,0 - 3.0 <
Sangat besar ≥ 3,0
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997
2) Tipe lingkungan
Untuk tipe lingkungan menurut MKJI 1997, diklasifikasikan dalam kelas
menurut tata guna lahan dan aksebilitas jalan tersebut dari aktivitas sekitarnya.
Tipe lingkungan jalan tersebut dapat diperoleh dari Tabel 2.3.
lebar jalur lalu -lintas efektif. Untuk kondisi analisis kapasitas jalan lebar jalur
efektif menggunakan lebar jalur eksisting pada ruas jalan yang di tinjau.
Tabel 2.6. Peyesuaian lebar jalur lalu-lintas efektif (FVw)
3. Analisis Kapasitas
Kapasitas dapat didefinisikan sebagai arus maksimum yang melalui suatu titik
di jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu. Kapasitas
berdasarkan MKJI 1997 adalah hasil perkalian antara kapasitas dasar (C0) dan
faktor-faktor penyesuaian (F), dengan memperhitungkan pengaruh kondisi
lapangan terhadap kapasitas. Kapasitas jalan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
C = Kapasitas
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur lau-lintas
FCsp = Faktor penyesuaian pemisahan arah
FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping
FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota
a) Kapasitas Dasar
Penentuan kapasitas dasar dapat menggunakan Tabel 2.9. Kapasitas dasar
ditentukaan berdasarkan tipe jalan serta catatan mengenai per lajur atau total dua
arah.
Tabel 2.10 Penyesuaian kapasitas jalan untuk lebar jalur lalu lintas efektif
4. Perilaku Lalu-Lintas
Analisis perilaku lalu-lintas untuk jalan tak terbagi dilalukan pada kedua arah
lalu lintas. Untuk jalan terbagi analisis perilaku lalu-lintas dilakukan terpisah pada
masing-masing arah dengan asumsi jalan merupakan satu arah yang terpisah.
Menurut MKJI 1997, derajat kejenuhan merupakan rasio arus lalu lintas terhadap
kapasitas, dimana biasanya dihitung per jam. MKJI 1997 menetapkan nilai derajat
kejenuhan ≤ 0.75. Derajat kejenuhan dapat dihitung berdasarkan rumus:
𝑄𝑡𝑜𝑡
𝐷𝑆 = … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . (2.4)
𝐶
Dimana:
DS = Derajat kejenuhan
Qtot = Arus Total (smp/jam)
C = Kapasitas (smp/jam)
serta pengamanan fungsi jalan yang di batasi oleh lebar dan tinggi tertentu. Jika
ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar luar pengawasan jalan ditentukan dari tepi
badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut :
a. Jalan arteri primer 15 m
b. Jalan kolektor primer 10 m
c. Jalan lokal primer 7 m
d. Jalan lingkungan primer 5 m
e. Jalan arteri sekunder 15 m
f. Jalan kolektor sekunder 5 m
g. Jalan lokal sekunder 3 m
h. Jalan lingkungan sekunder 2 m
i. Jembatan 100 m ke arah hilir dan hulu
Posisi Ruang Manfaat Jalan, Ruang Milik Jalan, dan Ruang Pengawasan Jalan
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
2. Klasifikasi jalan
Klasifikasi jalan dikelompokkan dalam empat bagian, yaitu klasifikasi jalan
menurut fungsi jalan, kelas jalan, medan jalan, dan wewenang pembinaan jalan.
a. Klasifikasi menurut fungsi jalan
Menurut Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK), 1997,
klasifikasi jalan terbagi atas :
1) Jalan arteri
Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
2) Jalan kolektor
Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi
dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
3) Jalan lokal
Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
Muatan Sumbu
Fungsi Kelas
Terberat MST (ton)
Arteri I > 10
II 10
III A 8
Kolektor III A
8
III B
Sumber : TPGJAK,1997.
bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut (TPGJAK, 1997). Klasifikasi
menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15 Klasifikasi Menurut Medan Jalan
Kemiringan
No Jenis Medan Notasi
Medan (%)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3 - 25
3 Pegunungan G > 25
1. Jalan Nasional
Jalan nasional adalah jalan yang menghubungkan antar ibukota provinsi,
yang memiliki kepentingan strategis terhadap kepentingan nasional di
bawah pembinaan menteri atau pejabat yang ditunjuk, diantaranya :
a). Jalan arteri primer, berfungsi melayani angkutan utama yang
merupakan tulang punggung transportasi nasional dan menghubungkan
pintu gerbang utama (Pelabuhan utama dan Bandar utama kelas utama).
b). Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar provinsi.
c). Jalan primer yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan
nasional.
2. Jalan Propinsi
Jalan propinsi adalah jalan di bawah pembinaan provinsi atau instansi yang
ditunjuk, diantaranya jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota
propinsi dengan ibukota kabupaten/kotamadya dan antar ibukota
kabupaten/kotamadya yang mempunyai nilai strategis terhadap
kepentingan propinsi.
3. Jalan Kabupaten
Jalan Kabupaten adalah jalan dibawah pembinaan kabupaten atau instansi
yang ditunjuk, diantaranya :
a). Jalan kolektor primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional atau
provinsi.
b). Jalan lokal primer.
c). Jalan yang memiliki strategis untuk kepentingan kabupaten.
4. Jalan Kotamadya
Jalan kotamadya adalah jalan dibawah pembinaan kotamadya, diantaranya
jalan kota dan sekunder dalam kota.
5. Jalan Desa
Jalan desa adalah jalan dibawah pembinaan desa, yaitu jalan sekunder
yang ada di desa.
6. Jalan Khusus
Jalan khusus adalah jalan dibawah pembinaan pejabat atau instansi yang
ditunjuk, yaitu jalan yang dibangun secara khusus oleh instansi atau
kelompok.
digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang
diperlukan.
Penentuan lebar jalur dan bahu jalan yang merupakan bagian-bagian jalan
dapat dilihat pada Tabel 2.16.
Tabel 2.16 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan (meter)
d. Kecepatan Rencana
Kecepatan rencana (VR) adalah kecepatan rencana pada suatu ruas jalan yang
dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-
kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu
lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. V R untuk
masing-masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel 2.18.
Tabel 2.18 Kecepatan Rencana (VR), Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Klasifikasi
Medan Jalan
Kecepatan Rencana, VR (km/jam)
Fungsi Jalan
Datar Bukit Gunung
Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70
Kolektor 60 – 90 50 – 60 30 – 50
Lokal 40 – 70 30 – 50 20 - 30
Catatan : untuk kondisi medan yang sulit, VR sesuai segmen jalan dapat
diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari
20 km/jam.
Sumber : Hendarsin, 2000
Dimana:
Vr
120 100 80 60 50 40 30 20
(km/jam)
2. Jika Jh>Lt
28,65Jh 2,85 x Jh
E = R { 1 − cos ( ) } + 1/2 (Jh - Lt) sin ( )………… (2.8)
R R
Dimana:
Tabel 2.21. E (m) untuk Jh>Lt, VR (km/jam) dan Jh (m), di mana Jh-Lt = 25 m.
∆ = Sudut tikungan
O = Titik pusat lingkaran
Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT
Rc = Jari-jari lingkaran
Lc = Panjang busur lingkaran
Ec = Jarak luar PI ke busur lingkaran
1
Ec=Tc tan 4 β ………………………………………………. (2.10)
β 2 π Rd
Lc= ……………………………………………….... (2.11)
360°
360 xLs
θs = ………………………………………………… (2.12)
4 π Rd
Ls²
p = -Rd (1- cos θs) …………………………..….. (2.15)
40 x Rd²
Ls 2
k = Ls - - Rd sin θs …..…………………………….. (2.16)
40 Rd²
𝐿𝑠3
Ts =(Rd+p) tan 40 x 𝑅𝑑2 - Rd x sin θs .……………………… (2.18)
( Rd+p)
Es = 1 -Rd …………………………………………….. (2.19)
cos
2β
(∆ -2ɵs)
Lc = πRc …………………………………………….. (2.20)
180
θs x π x Rd
Ls = ……………………………………………….. (2.21)
90
Dimana:
Xc= Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC
(jarak lurus lengkung peralihan)
Yc= Ordinat tiitk SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak
tegak lurus ke titik SC pada lengkung
Ls= Panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SCS
atau SCS ke ST)
SCS= Panjang busur lingkaran (panjang dari titik Ls ke SCS)
Ts= Panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST
TS= Titik dari tangen ke spiral
SC= Titik dari tangen ke Spiral
Es= Jarak dari PI ke busur lingkaran
ɵs= Sudut lengkung spiral
Rc= Jari-jari lingkaran
P= Pergeseran tangen terhadap spiral
k= absis dari p pada garis tangen spiral
Lc = 0 ……………………………………………………… (2.23)
1
ɵs = ∆ ……………………………………………………... (2.24)
2
Ls 2
k = Ls - - Rd sin θs …..………………………………. (2.27)
40 Rd²
𝐿𝑠3
Ts =(Rd+p) tan 40 x 𝑅𝑑2 - Rd x sin θs .……………………… (2.28)
( Rd+p)
Es = 1 -Rd …………………………………………….. (2.29)
cos
2β
θs x π x Rd
Ls = ………………………………………………… (2.30)
90
R VR ² ………………………………………………………. (2.31)
min=
127 (emax . f)
Dimana: :
Rmin = Jari-jari tikungan minimum (m)
VR = Kecepatan Rencana (km/jam)
emax = Superelevasi maksimum (%)
F = Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f = 0,14-0,24
Tabel 2.24. dapat digunakan untuk menetapkan Rmin.
Tabel 2.24 Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan)
Dimana: :
E = Kebebasan Samping (m)
R = Jari-Jari Tikungan (m)
R’ = Jari-Jari Sumbu Lajur Dalam (m)
S = Jarak Pandangan (m)
Lt = Panjang Total Lengkung (m)
b) Jarak pandangan,S lebih besar daripada panjang total lengkung,Lt
28.65 𝑠 𝑆−𝐿𝑡 28.65 𝑠
𝐸 = 𝑅 ′ [1 − cos( )] + [ x sin( )]………………………… (2.33)
𝑅′ 2 𝑅′
Dimana:
E = Kebebasan Samping (m)
6. Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus
jalandan bagian lengkung jalan berjari jari tetap R; berfungsi mengantisipasi
perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian
lengkung jalan berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada
kendaraan saat berjalan di tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika
kendaraan mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan. Bentuk lengkung
peralihan dapat berupa parabola atau spiral (clothoid). Dalam tata cara ini
digunakan bentuk spiral. Panjang lengkung peralihan (L) ditetapkan atas
pertimbangan bahwa:
Dimana:
T = waktu tempuh pada lengkung peralihan, ditetapkan 3
detik.
VR = kecepatan rencana (km/jam).
Dimana:
VR = Kecepatan rencana (km/jam),
Em = Superelevasi maximum,
en = Superelevasi normal,
Tabel 2.25 Panjang Lengkung Peralihan (L,) dan panjang pencapaian superelevasi
(Le) untuk jalan ljalur-2lajur-2arah.
50 25 13
Rmin (m) 25000 150 0 900 350 60
0 0 0
Dimana:
Apabila nilai p kurang dari 0,25 meter, maka lengkung peralihan tidak
diperlukan sehingga tipe tikungan menjadi fC. Superelevasi tidak diperlukan
apabila nilai R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan dalam Tabel 2.27.
Kecepatam rencana R
(km/jam) (m)
60 700.000
80 1.250
100 2.000
120 5.000
8. Tikungan Gabungan
Pada perencanaan alinyemen horisontal, kemungkinan akan ditemui
perencanaan tikungan gabungan karena kondisi topografi pada rute jalan yang akan
direncanakan sedemikian rupa sehingga harus direncanakan tikungan gabungan.
Ada 2 jenis tikungan gabungan alinyemen horizontal antara lain:
1) Tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua atau lebih tikungan dengan
arah putaran yang sama, namun dengan jari-jari yang berbeda.
2) Tikungan gabungan terbalik, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah
putaran yang berbeda.
Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2 :
𝑅1 2
> 3, tikungan gabungan searah harus dihindari.
𝑅2
𝑅1 2
< 3, tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau
𝑅2
masih dalam keadaan stabil/baik dan kinerja yang nilainya terbesar yaitu
pada pagi hari yang terdiri dari kapasitas sebesar 1670 smp/jam, derajat
kejenuhan sebesar 0,31, tundaan sebesar 8,06 det/smp dan peluang antrian
sebesar 5% - 19%. Kinerja simpang V masih dalam keadaan stabil/baik
dan kinerja yang nilainya terbesar yaitu pada siang hari yang terdiri dari
kapasitas sebesar 2858 smp/jam, derajat kejenuhan sebesar 0,12, tundaan
sebesar 5,97 det/smp dan peluang antrian sebesar 1% - 6%.