Pendekar Slebor - 01. Lembah Kutukan PDF
Pendekar Slebor - 01. Lembah Kutukan PDF
oleh Pijar El
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Cover oleh Henky
Editor: Puji S.
***
***
***
2
***
3
***
***
4
***
***
***
***
***
* **
"Disorgakah aku?"
Pertanyaan pertama di hati Andika muncul, ketika
matanya membuka. Pandangannya sedikit kabur. Tampak
ruangan di sekitarnya berwarna merah menyala. Sebuah
meja kayu jati berukir indah, berada tak jauh dari
tempatnya tergeletak. Dari jendela besar di ruang itu,
Andika dapat melihat taman indah, di latar belakangi
deretan pegunungan.
Pemuda tanggung itu mencoba bangkit. Tapi……
"Uuuh...," keluh Andika.
Memang masih terasa sakit di beberapa bagian di
tubuhnya. Ketika merasa bagian dadanya, didapati kain
putih membalut rapat.
Berarti aku masih hidup. Tapi, di mana aku?" tanya
Andika dalam hati.
"Kau sudah siuman, rupanya...." Tiba-tiba terdengar
suara dari belakangnya. Ketika Andika menoleh agak
susah, tampaklah seseorang yang amat dikenalnya, baru
saja masuk dari satu pintu. "Ningrum?" bisik Andika ragu.
Perempuan itu tersenyum ramah. Sambil berjalan
mendekati Andika.
"Bukan. Aku bukan Ningrum. Aku Ningsih, saudara
kembarnya...," kata gadis yang baru datang. Ternyata dia
memang bukan Ningrum.
"Lalu...."
"Dia kutemukan tewas di depan sebuah kedai. Ter
geletak tak jauh dari tubuhmu," jelas gadis yang mengaku
bernama Ningsih, sebelum Andika tuntas dengan
pertanyaannya.
Dada Andika mendadak jadi bertambah sakit
mendengar penjelasan itu. Rasanya seperti sayatan beribu
sembilu. Napasnya sesak, tatkala membayangkan
bagaimana Ningrum dihabisi Begal Ireng saat itu. Semua
tentang diri gadis muda itu pun satu persatu tergambar
jelas di benaknya. Keayunannya, pandangan matanya,
kelembutannya....
"Ah! Mengapa dia harus mati? Ini semua salahku,"
desah Andika, menyalahkan diri sendiri. "Aku tak mau
mendengar pertimbangannya waktu itu. Kalau saja aku
mendengarnya, tentu dia tidak mati. Bodoh! Aku memang
teramat bodoh!"
"Jangan salahkan dirimu. Kalau memang maut datang
pada waktunya, tak ada seorang pun yang dapat
menghindar," ucap Ningsih lembut.
Andika menatap gadis yang semula dikiranya Ningrum
itu. Amat lekat.
"Kau mirip sekali dengan Ningrum."
"Kalau kau merasa lebih senang untuk mengang-
gapku Ningrum, silakan saja," kata gadis itu seperti paham
apa yang ada dalam pikii an Andika.
"Tapi kau tetap bukan Ningrum...," keluh Andika
penuh rasa kehilangan.
Beberapa saat, setelah Andika mampu menguasai
diri, barulah pikiran jernihnya mulai terbuka.
"Sekarang, di mana aku?" tanya Andika.
"Perguruan Naga Merah."
"'Penjaga Pintu”?
"Ya."
"Bagaimana kau bisa menemukan kami waktu itu?"
"Waktu itu, aku sedang memulai tugas dari guruku
untuk menyusul Ningrum. Dia sudah begitu lama
meninggalkan tempat ini, namun belum ada kabar sedikit
pun. Ketika melewati kota kabupaten, aku temukanmu dan
Ningrum," jelas Ningsih.
Andika mendapatkan suatu keganjilan dari penuturan
Ningsih. „
"Hanya aku dan Ningrum? Lalu, bagaimana nasib
Purwasih, si Naga Wanita itu?" Andika bertanya-tanya
sendiri dalam hati.
Sesaat kening pemuda tanggung itu berkerut,
memikirkan kejadianyang menimpanya. Dia berusaha
meyakinkan diri, kalau saat itu ada gadis lain yang
bersamanya.
"Kau yakin tidak melihat wanita lain, selain saudara
kembarmu itu?" tanya Andika lagi.
Gadis seayu dan seanggun Ningrum di hadapannya
menggelengkan kepala.
"Aneh!" gumam Andika. "Apakah dia ditahan Begal
Ireng? Kalau melarikan diri, rasanya tak mungkin untuk
pendekar wanita macam dia."
"Boleh aku tanya sesuatu...."
"Andika," potong Andika, memperkenalkan diri agar
Ningsih tidak begitu canggung memanggilnya.
"Boleh aku tanya sesuatu, Andika?" ulang Ningsih.
Andika mengangguk.
"Ada urusan apa sebenarnya kau dengan Naga
Wanita?" tanya Ningsih, sehingga membuat Andika heran.
"Dari mana kau tahu?"
Ningsih lalu mengeluarkan sesuatu dari balik pa-kaian
berwarna putih bersulam naga merah miliknya. Tampak
sebuah belati berukir naga tanpa gagang. Pang-kalnya
hanya diberi semacam pita berwarna keemasan.
"Senjata rahasia Naga Wanita ini kutemukan
menembus punggungmu...."
"Apa?!" Andika membelalakkan matanya.
"Sedikit saja benda ini menembus lebih ke bawah,
maka jantungmu berhenti bekerja. Untung hal itu tak
terjadi," lanjut Ningsih.
Andika jadi bingung. Timbullah pertanyaan dalam
hatinya, "Kenapa Purwasih ingin membunuhnya? Benarkah
dia sungguh-sungguh orang kepercayaan prabu? Atau, dia
adalah salah seorang kaki tangan Begal Ireng yang telah
berusaha menggiring dirinya dan Ningrum ke kedai itu,
agar dapat dihabisi?"
Dada Andika jadi sesak kembali. Pukulan telak Begal
Ireng rupanya membuat luka dalam yang cukup parah di
dadanya. Dan seketika mulutnya memperdengarkan
erangan tertahan. Sedangkan tangannya meraba dadanya
yang sakit.
Tstirahatlah dulu, Andika. Luka dalammu mungkin
baru akan sembuh lima hari ini dengan obat-obatan kami,"
saran Ningsih seraya memberi seulas senyum bening pada
Andika. Mirip sekali dengan senyum Ningrum yang amat
dikagumi Andika.
***
8
***
***
SELESAI