DEMAM TIFOID
Disusun Oleh:
Supervisor:
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Mengetahui,
Supervisor
Salah satu penyakit infeksi sistemik akut yang banyak dijumpai di berbagai
belahan dunia saat ini adalah demam tifoid yang disebabkan oleh bakteri gram
negatif Salmonella typhi. Di Indonesia demam tifoid lebih dikenal oleh masyarakat
dengan istilah penyakit tifus. Dalam 4 dekade terakhir demam tifoid menjadi
ini mencapai 13-17 juta kasus di seluruh dunia dengan angka mortalitas mencapai
600 ribu jiwa per tahun. Daerah endemik demam tifoid tersebar di berbagai benua
mulai dari Asia, Afrika, Amerika Selatan, Karibia, hingga Oceania. Sebagian besar
demam tifoid dengan mayoritas angka insidensi terjadi pada kelompok umur 3-19
tahun (91% kasus). Munculnya daerah endemik demam tifoid dipengaruhi oleh
sanitasi, dan tingkat resistensi antibiotik yang sensitif untuk bakteri Salmonella
masuk dalam tubuh mampu bertahan dalam suasana pH asam di lambung S. typhi
akan segera mencapai ileum dan menembus mukosa epitel melalui satu atau dua
membrane bound vacuoles dan masuk kedalam mencapai bagian basal makrofag
glukosa, maltosa, dan manitol tetapi biasanya tidak laktosa atau sukrosa. Hampir
klinis dari demam tifoid begitu luas dan bervariasi terutama pada minggu pertama
sehingga sulit dibedakan dengan penyakit demam lainnya, maka untuk menegakkan
konsentrasi tinggi dari kadar hambat minimal kuman, dan mampu beredar lama di
dalam tubuh. 3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai
abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat
pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada
B. ETIOLOGI
fecal; kontak dengan hewan, lingkungan ,dan kontak dekat dengan orang yang
manusia atau hewan yang sakit akut atau tanpa gejala.5. Salmonella mempunyai
3 macam antigen.1,6
endotoksin.
- Antiegn H (flagella), terdapat pada flagella, fimbriae dan pili dari
menyebabkan demam enterik serta diare, dan penularan antara manusia biasanya
melalui air atau makanan. Pengolahan air limbah, air bersih dan kebersihan
makanan yang terkendali membuat penyakit demam tifoid dan demam paratifoid
negara-negara yang tidak memiliki sanitasi yang memadai dan pasokan air yang
baik. Biasanya ada kurang dari 500 kasus demam tifoid setiap tahun di Amerika
Serikat, sebaliknya di negara lain diperkirakan 26,9 juta kasus terjadi secara
global pada tahun 2010. Infeksi Salmonella diperkirakan mencapai sekitar 1,0
juta penyakit yang didapat di dalam negeri dan 378 kematian di Amerika Serikat
pada tahun 2006. Jumlah infeksi yang tidak proporsional terjadi pada bulan Juli
hingga Oktober, mungkin terkait dengan cuaca hangat. Infeksi salmonella paling
Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 peningkatan
frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survei berbagai rumah sakit
jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596 menjadi 26.606 kasus. 7
Case fatality rate (CFR) demam tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari
tertinggi.7
D. PATOGENESIS
kuman menembus mukosa usus untuk berkembang biak. Bila respons imunitas
humoral mukosa (Ig A) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
hati, limfa dan sumsusm tulang. Ini merupakan bakteremia yang pertama terjadi
dalam 24-72 jam setelah kuman masuk dan biasanya jarang terdiagnosis oleh
setelah kuman ini tidak hancur oleh fagositosis oleh karena terlindung oleh
kapsul Vi. Di dalam organ-organ ini kuman masih terus berkembang biak dengan
pesat, proses ini berlangsung selama 7 sampai 10 hari. Selanjutnya kuman masuk
kembali kedalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia yang kedua. 1,4
lebih giat mematikan dan mencernakan bakteri. Makrofag pada keadaan ini
disebut angry macrofag. Pada mulanya kuman Salmonella typhi sangat sukar
difagositosis karena melindungi kapsel Vi, baru setelah beberapa lama kuman
berada didalam tubuh penderita terjadi perubahan pada kapsel Vi, (tidak
oleh makrofag.2, 4
Pada stadium bakteremia yang kedua ini kuman yang hancur akan
sel PMN, makrofag dan sel sistem retikuloendotelial lainnya. Pirogen endogen
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, karena
lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat
terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak peyeri yang sedang mengalami
nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel sel mononuclear di dinding usus.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,
melalui sel limfosit B yang oleh rangsangan endotoksin akan berubah menjadi
sel plasma dan membuat agglutinin O. Seperti diketahui lipopolisakarida
limfosit B untuk berubah menjadi sel plasma dan membuat agglutinin H dan
E. MANIFESTASI KLINIS
F. DIAGNOSIS
Anamnesis
a) Riwayat demam terus – menerus selama 7 hari atau lebih, tinggi pada sore /
malam daripada pagi / siang. Demam naik secara bertahap tiap hari,
mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam
b) Delirium, malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau
ikterus.
Pemeriksaan Fisis
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.
Pemeriksaan fisis dapat ditemukan kesan tifosa atau status tifosa yaitu :
kesadaran menurun, rambut kering, kulit kering, bibir kering / terbelah – belah
/ terkupas / berdarah, lidah kotor (yaitu di bagian tengah kotor dan bagian pinggir
Pemeriksaan Penunjang
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat
pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.tiphy
besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Hasil dari tes widal dapat
- Titer “O” yang tinggi atau kenaikan titer (1:160 atau lebih)
menunjukkan adanya infeksi aktif. Titer “H” yang tinggi (1:160 atau
terkena infeksi
tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul
Riwayat vaksinasi,
infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu
atau vaksinasi,
suspense antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglitinin yang
bermakna diagtnostik untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai
hanya kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan
Uji tyhphidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membrane luar salmonella typhi. Hasil positif pada uji
secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen s.typhi seberat 50
dan efisiansi uji sebesar 84% pada penelitian yang dilakukan oleh
Gopalakhrisnan dkk (2002) yang dilakukan pada 144 kasus demam tifoid.
sensitifitas dan spesifitas uji ini hamper sama dengan uji tubex yaitu 79%
pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini
serum. Uji ini, yang dikenal dengan nama uji Typhidot-M, memungkinkan
ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada pada serum pasien.
Studi evaluasi yang dilakukan oleh Khoo KE dkk pada tahun 1997
(beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibodi
IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang berwarna dengan
terhadap anti-O9 dapat dilakuakn lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk
infeksi primer dan hari 3-2 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa
uji tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG
infeksi lampau. 4
magnetic yang diselubungi dengan antigen S.typhi O9, 3). Reagen B yang
satu tetes serum (25 µL) dicampurkan ke dalam tabung dengan satu tetes
(25 µL) reagen A. setelah itu reagen B (50 µL) di tambahkan kedalam
Skor Interpretasi
3 borderline Pengukuran
tidak dapat
disimpulkan. Ulangi
pengujian, apabila
masih meragukan
lakukan pengulangan
beberapa hari
kemudian.
tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen B ini bereaksi dengan reagen
komponen magnet yang dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak,
reagen B tidak tertarik pada megnet rak dan memberikan warna biru pada
larutan. 4
4). Uji IgM dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi sntibodi IgM spesifik terhadap S.typhi
pada specimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang
kontrol), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati
reagen dan serum pasien, tabung uji. Komponen perlengkapan ini stabil untuk
di simpanselama 2 tahun pada suhu 4-25º C di tempat kering tanpa paparan sinar
reagen deteksi dan serum, selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi,
strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif,
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi
beberapa hal :
1). Telah mendapat terapi antibiotic. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah
2). Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah
yang dibiakkan terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil
antibodi dalam darah pasien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia
4). Saat pengambilan darah setekah minggu pertama, pada saat agglutinin
semakin meningkat.4
G. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid yaitu:
makan, minum, mandi, BAK dan BAB akan membantu dan mempercepat masa
penyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian,
dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah
- Hari 3 jalan
- Hari 4 pulang
2. Diet dan terapi penunjang, dengan tujuan mengembalikan rasa nyaman dan
kesehatan pasien secara optimal. Diet merupakan hal yang cukup penting
kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin
turun dan proses penyembuhan menjadi lama. Di masa lampau penderita tifoid
diberi diet bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan
kuman. Obat – obat anti mikroba yang sering digunakan untuk mengobati tifoid
hari.
Golongan fluorokuinolon
elektrolit
H. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi pada sekitar 10-15% pasien terutama dalam minggu ke-
2 atau lebih . Komplikasi utama adalah perdarahan saluran cerna, perforasi usus,
dan ensefalopati tifoid. Relaps dialami oleh 5 – 10% pasien dan terjadi 2 – 3
Hepatitis, kholestitis
koordinasi
I. PENCEGAHAN
karena akan berdampak cukup besar terhadap penurunan kesakitan dan kematian
tidak takut lagi terserang tifoid saat berada di daerah kunjungan wisata. 4
penularan dan peledakan kasus luar biasa ( KLB ) demam tifoid mencakup
banyak aspek, mulai dari segi kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit
dan factor penjamu ( host ) serta lingkungan. Secara garis besar ada 3 strategi
1. Identifikasi dan eredikasi salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid
maupun karier
Identifikasi dan eradikasi S.typhi pada pasien tifoid asimtomatik, karier dan
akut. Tindakan identifikasi atau penyaringan pengidap kuman S.typhi ini cukup
sulit dan memerlukan biaya yang cukup besar baik ditinjau dari pribadi maupun
skala nasional. Cara pelaksanaanya dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran
maupun pasif menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instasi atau
swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi –populasi tertentu seperti
umum lainnya. 4
maupun karier dapat dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah dan
proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di daerah
endemis atau non endemis, tingkat resiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat
minuman
Daerah endemic
Pengunjung kedaerah ini harus minum air yang telah melalui pendidihan,
1. Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 9 Volume 1. EGC. Jakarta. 2015. H.343
2. Imanishi M, Newton AE, Vieira AR, et al: Typhoid fever acquired in the
United States, 1999-2010: epidemiology, microbiology, and use of a
space-time scan statistic for outbreak detection. Epidemiology Infect
2014
3. David A.Pegues, Samuel I. Miller, 2014. Salmonellosis. Harrison’s
Principles of Internal Medicine (19th ed), 1849-1852.
4. Widodo Djoko, 2014, Demam Tifoid, Ilmu Penyakit Dalam, Edisi VI,.Jilid
III. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Interna
Publishing:549-557
5. Medalla F, Hoekstra RM, Whichard JM, et al: Increase in resistance to
ceftriaxone and nonsusceptibility to ciprofloxacin and decrease in
multidrug resistance among . Foodborne Pathog Dis 2013; 10: pp.
302-309
6. E.jawetz, Jl.meknick. Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Jilid 1, Edisi 27.
Jakarta: EGC; 2014
7. Thriemer K., Ley B., Menten J., et. al.: A systematic review and meta-
analysis of the performance of two point of care typhoid fever
tests, Tubex TF and Typhidot, in endemic countries. PLoS One
2013; 8: pp. e81263.
8. Department Of Health, 2016. Typhoid Enteric Fever, Washington:
Washington State Department of Health
9. Wain J., Hendriksen R.S., Mikoleit M.L., et. al.: Typhoid fever. Lancet
2015; 385: pp. 1136.