Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS DATA SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI KAWASAN

RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BANYUMAS PROVINSI JAWA


TENGAH

Muhamad Mahfuz 1), Bebas Purnawan 2), Rina Muthia Harahap 3)

ABSTRAK

Banjir merupakan peristiwa dimana daratan yang biasanya kering (bukan daerah rawa)
menjadi tergenang oleh air, hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi
wilayah berupa dataran rendah hingga cekung. Hampir setiap tahun tepatnya pada musim penghujan
terjadi banjir dibeberapa daerah di wilayah Kabupaten Banyumas. Banjir yang terjadi disebabkan oleh
curah hujan yang cukup tinggi dan masalah drainase serta penumpukan sampah juga turut
menyebabkan meluapnya air sehingga menyebabkan banjir di beberapa wilayah di Kabupaten
Banyumas.
Dalam tulisan ini banjir yang tersebar di Kabupaten Banyumas dianalisis menggunakan
metode perhitungan skoring dan pembobotan. Selanjutnya dilaksanakan tahap analisis tingkat
kerawanan banjir per Kecamatan hasilnya adalah sebaran tingkat kerawanan banjir per Kecamatan
yang dibuat berdasarkan peta – peta faktor penentu banjir di Kabupaten Banyumas yang terdiri dari
empat kelas kerawanan banjir yaitu : kelas aman, kelas tidak rawan, kelas rawan, dan kelas sangat
rawan.

Kata Kunci : Banjir, Skoring dan Pembobotan, Tingkat Kerawanan Banjir, Kabupaten Banyumas.

1. PENDAHULUAN makin dalam sehingga penetrasi air laut lebih


jauh ke darat yang berakibat mengganggu
1.1. Latar Belakang keseimbangan hidrologi (Utomo 2004).

Banjir merupakan peristiwa terjadinya Kejadian banjir ini berupa genangan air yang
genangan pada daerah datar sekitar sungai berlebihan terutama yang sering terjadi pada
sebagai akibat meluapnya air sungai yang saat musim penghujan. Genangan air tersebut
tidak mampu ditampung oleh sungai. Selain muncul karena adanya peningkatan volume
itu, banjir adalah interaksi antara manusia air yang mengalir di atas permukaan tanah,
dengan alam dan sistem alam itu sendiri. baik akibat curah hujan yang tinggi atau
Bencana banjir ini merupakan aspek interaksi luapan air sungai. Kejadian banjir merupakan
manusia dengan alam yang timbul dari proses suatu masalah bagi masyarakat karena
dimana manusia mencoba menggunakan alam menimbulkan kerugian jiwa dan harta benda,
yang bermanfaat dan menghindari alam yang seperti munculnya wabah penyakit/gangguan
merugikan manusia (Suwardi 1999). kesehatan, kerusakan bangunan dan tempat
tinggal, kerusakan sarana, prasarana, dan
Perubahan kondisi lahan dari waktu ke waktu infrastruktur.
membuat ancaman terjadinya banjir semakin
besar. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, Hampir setiap tahun tepatnya pada musim
antara lain: 1) Daya tampung sungai makin penghujan terjadi banjir dibeberapa daerah di
lama makin kecil akibat pendangkalan. 2) wilayah Kabupaten Banyumas. Banjir yang
Fluktuasi debit air antara musim penghujan terjadi disebabkan oleh curah hujan yang
dengan musim kering makin tinggi. 3) Terjadi cukup tinggi dan masalah drainase serta
konversi lahan pertanian dan daerah buffer penumpukan sampah juga turut menyebabkan
alami ke lahan non pertanian dengan meluapnya air sehingga menyebabkan banjir
mengakibatkan konservasi sehingga di beberapa wilayah di Kabupaten Banyumas.
menyebabkan rusaknya daerah tangkapan air Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem
(catchment area). 4) Eksploitasi air tanah penanggulangan masalah banjir untuk
yang berlebihan menyebabkan lapisan aquifer mengidentifikasi daerah rawan banjir yaitu

Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 1


dengan menggunakan sistem informasi tata wilayah dan pembangunan sarana dan
geografis (SIG), dengan mengidentifikasi dan prasarana (Maryono, 2005). Beberapa aspek
pemetaan kawasan rawan banjir, sistem ini yang terkait dengan kemungkinan terjadinya
dapat memberikan gambaran lokasi wilayah banjir pada suatu wilayah diantaranya adalah
rawan banjir sehingga penanggulangan banjir litologi (tipe tekstur batuan), penggunaan
menjadi lebih tepat sasaran. lahan, intensitas hujan, kemiringan lereng,
karakteristik aliran (orde aliran), dan
1.2. Perumusan Masalah deformasi lahan akibat tektoniik
(morfotektonik) (Sukiyah, 2004).
Berdasarkan uraian dalam latar belakang
tersebut, maka rumusan masalah dalam 2.2. Faktor-Faktor Penyebab Banjir
penelitian ini adalah bagaimana Sistem
Informasi Geografis (SIG) dapat membantu Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002),
dalam memberikan informasi tentang tingkat faktor penyebab terjadinya banjir dapat
kerawanan banjir di Kabupaten Banyumas diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu
Provinsi Jawa Tengah ? banjir alami dan banjir oleh tindakan manusia.
Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian hujan, fisiografi, erosi dan sedimentasi,
kapasitas sungai, kapasitas drainase dan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah pengaruh air pasang. Sedangkan banjir akibat
diuraikan sebelumnya, maka maksud dari aktivitas manusia disebabkan karena ulah
penelitian ini adalah memanfaatkan Sistem manusia yang menyebabkan perubahan-
Informasi Geografis (SIG) untuk perubahan lingkungan seperti : perubahan
menghasilkan informasi spasial terhadap kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS),
penyebaran tingkat kerawanan banjir di kawasan pemukiman di sekitar bantaran,
Kabupaten Banyumas. Sedangkan, tujuan rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan
tugas akhir ini adalah membuat peta sebaran pengendali banjir, rusaknya hutan (vegetasi
tingkat kerawanan banjir di Kabupaten alami), dan perencanaan sistem pengendali
Banyumas. banjir yang tidak tepat.

2. LANDASAN TEORI 2.3. Daerah Rawan banjir

2.1. Banjir Daerah rawan banjir adalah daerah yang


mudah atau mempunyai kecenderungan untuk
Banjir merupakan peristiwa dimana daratan terlanda banjir. Daerah tersebut dapat di
yang biasanya kering (bukan daerah rawa) identifikasi dengan menggunakan pendekatan
menjadi tergenang oleh air, hal ini disebabkan geomorfologi khususnya aspek morfogenesa,
oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi karena kenampakan seperti teras sungai,
topografi wilayah berupa dataran rendah tanggul alam, dataran banjir, rawa belakang,
hingga cekung. Terjadinya bencana banjir kipas aluvial, dan delta yang merupakan
juga disebabkan oleh rendahnya kemampuan bentukan banjir yang berulang-ulang yang
infiltrasi tanah, sehingga menyebabkan tanah merupakan bentuk lahan detil yang
tidak mampu lagi menyerap air. Banjir dapat mempunyai topografi datar (Dibyosaputro,
terjadi akibat naiknya permukaan air lantaran 1984). Kawasan rawan banjir merupakan
curah hujan yang diatas normal, perubahan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi
suhu, tanggul/bendungan yang bobol, mengalami bencana banjir sesuai karakteristik
pencairan salju yang cepat, terhambatnya penyebab banjir. Menurut Isnugroho (2006)
aliran air di tempat lain (Ligal, 2008). dalam Pratomo (2008), kawasan banjir
tersebut dapat dikategorikan menjadi empat
Sedikitnya ada lima faktor penting penyebab tipologi sebagai berikut :
banjir di Indonesia yaitu faktor hujan, faktor
hancurnya retensi Daerah aliran Sungai 2.3.1. Daerah Pantai
(DAS), faktor kesalahan perencanaan
pembangunan alur sungai, faktor Daerah pantai merupakan daerah yang rawan
pendangkalan sungai dan faktor kesalahan banjir karena daerah tersebut merupakan
Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 2
dataran rendah yang elevasi permukaan yang memadai pada posisi yang mewakili
tanahnya lebih rendah atau sama dengan (representatif) (Arianty 2000, diacu dalam
elevasi air laut pasang rata-rata (mean sea Utomo 2004).
level) dan tempat bermuaranya sungai yang
biasanya mempunyai permasalahan Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air hujan
penyumbatan muara. (dalam mm) yang diterima di permukaan
sebelum mengalami aliran permukaan,
2.3.2. Daerah Dataran Banjir (Floodplain evaporasi dan peresapan/perembesan ke
dalam tanah. Jumlah hari hujan umumnya
Area)
dibatasi dengan jumlah hari dengan curah
hujan 0,5 mm atau lebih. Jumlah hari hujan
Daerah dataran banjir (floodplain area) dapat dinyatakan per minggu, dekade, bulan,
adalah daerah di kanan-kiri sungai yang muka tahun atau satu periode tanam (tahap
tanahnya sangat landai dan relatif datar, pertumbuhan tanaman). Intensitas hujan
sehingga aliran air menuju sungai sangat adalah jumlah curah hujan dibagi dengan
lambat yang mengakibatkan daerah tersebut selang waktu terjadinya hujan (Handoko
rawan terhadap banjir baik oleh luapan air 1993).
sungai maupun karena hujan lokal. Kawasan
ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur 2.5. Metode Thiessen Poligon
yang sangat subur sehingga merupakan
daerah pengembangan (pembudidayaan) Poligon Thiessen mendefinisikan individu
seperti perkotaan, pertanian, permukiman dan area yang dipengaruhi oleh sekumpulan titik
pusat kegiatan perekonomian, perdagangan, yang terdapat di sekitarnya. Poligon ini
industri, dll. merupakan pendekatan terhadap informasi
titik yang diperluas (titik menjadi poligon)
2.3.3. Daerah Sempadan Sungai dengan asumsi bahwa informasi yang terbaik
untuk semua lokasi yang tanpa pengamatan
Daerah ini merupakan kawasan rawan banjir, adalah informasi yang terdapat pada titik
akan tetapi, di daerah perkotaan yang padat terdekat dimana hasil pengamatannya
penduduk, daerah sempadan sungai sering diketahui (Aronoff, 1989 diacu dalam
dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat Primayuda 2006). Garis didefinisikan pada
hunian dan kegiatan usaha sehingga apabila jarak equidistan antara dua titik yang
terjadi banjir akan menimbulkan dampak berdampingan (Barus 2005).
bencana yang membahayakan jiwa dan harta
benda. 2.6. Sistem Informasi Geografis (SIG)

2.3.4. Daerah Cekungan Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah


sistem berbasis komputer yang digunakan
Daerah cekungan merupakan daerah yang untuk menyimpan, memanipulasi dan
relatif cukup luas baik di dataran rendah menganalisis informasi spasial. Teknologi ini
maupun di dataran tinggi. Apabila penataan berkembang pesat sejalan dengan
kawasan tidak terkendali dan sistem drainase perkembangan teknologi informatika atau
yang kurang memadai, dapat menjadi daerah teknologi komputer (Petrus Paryono, 1994).
rawan banjir.
2.7. Pemetaan Digital di Dalam SIG
2.4. Curah Hujan
SIG merupakan sistem teknologi komputer
Curah hujan merupakan salah satu komponen yang sangat kuat, baik dalam menangani
pengendali dalam sistem hidrologi. Secara masalah basis data spasial maupun non-
kuantitatif ada dua kharakteristik curah hujan spasial. Sistem ini merelokasikan lokasi
yang penting, yaitu jeluk (depth) dan geografis dengan informasi deskripsinya
distribusinya (distribution) menurut ruang sehingga memungkinkan para penggunanya
(space) dan waktu (time). Pengukuran jeluk untuk secara mudah membuat peta dan
hujan di lapangan umumnya dilakukan kemudian menganalisa informasinya dengan
dengan memasang penakar dalam jumlah berbagai cara (Eddy Prahasta, 2009).
Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 3
2.8.1. Raster
SIG juga dapat merepresentasikan suatu
model dunia nyata diatas layar monitor Model data raster bertugas untuk
komputer sebagai mana lembaran-lembaran menampilkan, menempatkan dan menyimpan
peta dapat merepresentasikan dunia nyata di content data spasial dengan menggunakan
atas kertas. Sistem SIG dapat menyimpan struktur semacam matriks atau susunan
semua informasi deskriptif unsur-unsur piksel-piksel yang membentuk suatu grid,
spasialnya sebagai atribut-atribut didalam dari setiap piksel atau grid ini memiliki
tabel-tabel sistem basis data relasional terkait. atribut tersendiri termasuk koordinatnya.
Dengan demikian, objek-objek spasial dapat Akurasi spasial model data ini sangat
dicari, dipanggil dan ditemukan berdasarkan bergantung pada resolusi spasial atau ukuran
atribut-atributnya (Eddy Prahasta, 2009). pikselnya dipermukaan bumi. Sebagai
Berikut dibawah ini beberapa contoh ilustrasi, beberapa sumber entitas spasial
kemampuan SIG dalam pembuatan peta raster adalah citra dijital satelit (contohnya
digital : :NOAA, Spot, Landsat, Ikonos, QuickBird dan
1. Memasukkan dan mengumpulkan data jenis lainnya), citra dijital radar, dan model
unsur-unsur geografis (spasial dan ketinggian dijital (DEM) dalam model data
atribut). raster (Eddy Prahasta, 2009).
2. Mengintegrasikan data unsur-unsur
geografis (spasial dan atribut).
3. Memeriksa, memperbaharui data unsur-
unsur geografis (spasial dan atribut).
4. Menyimpan dan memanggil kembali data
unsur-unsur geografis (spasial dan
atribut).
5. Merepresentasikan dan menampilkan data
unsur-unsur geografis (spasial dan
atribut).
6. Mengelolah data unsur-unsur geografis
(spasial dan atribut).
7. Memanipulasi data unsur-unsur geografis
Gambar 2.2 Model Data Raster
(spasial dan atribut).
(Sumber : Eddy Prahasta, 2009)
8. Menganalisi data unsur-unsur geografis
(spasial dan atribut).
9. Menghasilkan keluaran data unsur-unsur
2.8.2. Vektor
geografis dalam bentuk peta, tebal, grafik,
laporan dan lain sebagainya.
Model data vektor dapat menampilkan,
menempatkan dan menyimpan data sapsial
2.8. Model Data Spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-garis
dan poligon beserta atribut-atributnya.
Model data merupakan kumpulan perangkat Didalam model data spasial vektor, garis-
konseptual yang digunakan untuk garis atau kurva merupakan sekumpulan titik-
mendeskripsikan (menggambarkan) data, titik terurut yang saling terhubung. Sedangkan
hubungan antar relasi data, makna data, dan luasan atau poligon juga disimpan sebagai
batasan mengenai data yang bersangkutan sekumpulan titik-titik, tetapi dengan catatan
(Fatan, 1999). Sedangkan menurut (Ade, bahwa titik awal dan titik akhir geometri
2000), model data adalah formalisme poligon memiliki nilai koordinat yang sama
matematis yang mencakup notasi untuk atau semacam poligon tertutup sempurna
mendeskripsikan data dan sekumpulan (Eddy Prahasta, 2009).
operasi yang digunakan untuk memanipulasi
data.

Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 4


Sementara union, analisis spasial akan
mengkombinasikan unsur – unsur spasial
baik yang terdapat pada layer 1 maupun
layer 2 untuk menghasilkan layer baru
(berdomain spasial terluas). Layer baru
yang dihasilkan (output) akan berisi
atribut yang berasal dari kedua tabel
atribut yang menjadi masukannya (eddy
Gambar 2.4 Model Data Vektor Prahasta, 2009).
(Sumber : Eddy Prahasta, 2009)

2.9. Klasifikasi (Reclassify)

Klasifikasi pada dasarnya merupakan


pemetaan suatu besaran yang memiliki
interval – interval (domain) tertentu kedalam
interval – interval yang lain berdasarkan batas Gambar 2.9 Contoh tampilan
– batas atau kategori yang ditentukan. Dalam skema analisis spasial overlay
aplikasi SIG, sebagai contoh, yang biasanya vektor
menjadi objek analisis spasial klasifikasi ini (Sumber: eddy Prahasta, 2009)
adalah besaran jarak dari objek (produk b. Raster: secara umum, di dalam
fungsi analisis “Find Distance” di atas), terminologi data raster, fungsi analisis
kemiringan (gradien permukaan tanah), dan spasial ovelay diwujudkan dalam bentuk
lain sejenisnya. Besaran ini bisa dikodekan pemberlakuan beberapa operator
atau diklasifikasikan kembali hingga menjadi aritmatika yang mencakup kebanyakan
: (1) 0-10%, datar; (2) 10-15%, agak miring; kasus disebuah citra dijital lainnya
(3) 15-30%, miring; (4) 30-45%, agak curam; (output). Dengan demikian, pada analisis
(5) 45-55%, curam; dan (6) di atas 55% spasial ini, nilai – nilai piksel – piksel ini
sangat curam. Meskipun demikian, unsur- akan dikombinasikan dengan
unsur spasial tipe poligonpun (misalkan batas menggunakan operator aritmatika dan
administrasi pada tingkatan tertentu) boolean (biner) untuk menghasilkan nilai
sebenarnya bisa diklasifikasikan kembali – nilai piksel – piksel baru (composite).
berdasarkan salah satu atributnya. Meskipun Pada raster/grid, (layer) peta dapat
demikian, pada persoalan vector , proses ini dinyatakan sebagai variabel – variabel
nampaknya perlu dituntaskan dengan bantuan aritmatika yang bisa dikenakan oleh
analisis spasial lainnya (tambahan) untuk fungsi – fungsi aljabar (eddy Prahasta,
melebur batas – batas spasialnya (eddy 2009).
Prahsta, 2009)
2.11 Penerapan SIG untuk Identifikasi
2.10. Overlay dan Pemetaan Wilayah Sebaran
Tingkatan Rawan Banjir
Overlay adalah analisis spasial esensial yang
mengombinasi dua layer/tematik yang Kemampuan SIG dapat diselaraskan dengan
menjadi masukannya. Secara umum teknis, Penginderaan Jauh. Penginderaan Jauh adalah
mengenai analisis ini terbagi ke dalam format ilmu pengetahuan dan seni memperoleh
datanya; raster atau vektor : informasi suatu obyek, daerah, atau suatu
fenomena melalui analisa data yang diperoleh
a. Vektor: pada format ini, beberapa dengan suatu alat yang tidak berhubungan
perangkat lunak SIG membaginya dengan obyek, daerah, atau fenomena yang
kedalam dua kelompok; intersect dan diteliti (Lillesland dan Kiefer 1994). Citra
union. Pada intersect, layer 2 akan satelit merekam objek di permukaan bumi
memotong layer 1 untuk menghasilkan seperti apa adanya di permukaan bumi,
layer output yang berisi atribut – atribut sehingga dari interpretasi citra dapat diketahui
baik dari tabel atribut milik layer 1 kondisi penutupan/penggunaan lahan saat
maupun tabel atribut milik layer 2. perekaman. Pada dasarnya, teknologi berbasis

Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 5


satelit ini menyajikan informasi secara aktual Kabupaten Pemalang, disebelah Timur
dan akurat. Teknik Penginderaan Jauh dan Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan Banjarnegara, sebelah selatan Kabupaten
salah satu alternatif yang tepat untuk Cilacap dan sebelah barat Kabupaten Brebes.
dijadikan sebagai penyedia informasi tentang
berbagai parameter faktor penyebab
kemungkinan terjadinya bahaya banjir di
suatu daerah.

Dalam penerapan SIG, data-data yang


diperlukan untuk pemetaan kawasan rawan
banjir diperoleh dari foto udara dan data
sekunder, berupa peta-peta tematik. Peta-peta
tematik yang berbeda, baik yang diperoleh
dari analisis penginderaan jauh maupun cara
lain dapat dipadukan untuk menghasilkan peta
turunan. Data-data yang terkumpul diolah
untuk mendapatkan informasi baru dengan Gambar 3.1 Peta Administrasi Provinsi Jawa
menggunakan SIG melalui metode Tengah (Sumber : Peta RBI BIG tahun 2007)
pengharkatan. Pada tahap pemasukan data,
yang diperlukan untuk penyusunan peta
tingkat kerawanan banjir dapat dilakukan 3.2. Variabel Yang Digunakan
melalui digitasi peta. Sesudah semua data
spasial dimasukkan dalam komputer, Variabel penelitian yang digunakan dalam
kemudian dilakukan pemasukan data atribut penelitian ini terdiri dari empat variabel yang
dan pemberian harkat. Untuk memperoleh digunakan, antara lain :
nilai kawasan rawan banjir dilalukan overlay
peta-peta tematik yang merupakan paramaeter Tabel 3.1 Variabel dan data penelitian
lahan penentu rawan banjir, yaitu peta (Sumber: Peneliti, 2016)
kemiringan lereng, peta ketinggian, peta N Varia Indikator Sumber Data
tanah, peta isohiet, dan peta penutupan atau o bel
penggunaan lahan. Proses overlay peta 1. Kemiri a) Kelas Data spasial
dengan mengaitkan data atributnya, melalui ngan kemiring sebaran
manipulasi dan analisa data. Pengolahan dan Lahan/ an lahan kemiringan
penjumlahan harkat dari masing-masing Lereng b) Sebaran lahan hasil
parameter akan menghasilkan harkat baru kelas pengolahan
yang berupa nilai potensi rawan banjir. kemiring DEM SRTM
Kemudian dengan mempertimbangkan an dari CGIAR-
kriteria rawan banjir, maka potensi banjir lahan/lere CSI
lahan tersebut dibagi kedalam kelas-kelas ng (srtm.csi.cgiar
rawan banjir (Utomo 2004). .org)
2. Keting a) Kelas Data spasial
gian ketinggia sebaran
3. PELAKSANAAN PEKERJAAN n ketinggian
b) Sebaran lahan hasil
3.1 Lokasi Studi kelas pengolahan
ketinggia DEM SRTM
Lokasi studi yang dipilih pada penelitian ini n dari CGIAR-
berada di wilayah Kabupaten Banyumas, CSI(srtm.csi.c
Kabupaten ini terletak antara 10839’17” - giar.org)
10927’15” Bujur Timur dan 715,05’ - 3. Curah Besaran curah Stasiun
737’10” Lintang Selatan. Kabupaten Hujan hujan penangkar
Banyumas di sebelah utara berbatasan (mm/tahun) curah hujan di
langsung dengan Kabupaten Tegal dan Kabupaten
Banyumas
Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 6
dari Badan tahun 2007 yang bersumber dari Badan
Pusat Statistik Informasi Geospasial dengan format digital,
Kabupaten dan data DEM yang bersumber dari CGIAR-
Banyumas CSI (srtm.csi.cgiar.org) dengan ketelitian 12
4. Pengg Jenis Peta meter. Pada tahap persiapan pengumpulan
unaan penggunaan penggunaan data dilakukan juga persiapan peralatan
Lahan lahan lahan skala 1 : seperti software (Arcgis 10.1) dan hardware
250.000 dari (sebuah personal komputer/laptop).
Badan
Informasi 3.5. Pengolahan Data
Geospasial
Pengolahan data berupa analisis variabel
3.3. Diagram Alir Pelaksanaan rawan banjir dengan menggunakan Sistem
Informasi Geografi yang dibagi ke dalam
Tahapan – tahapan yang dilakukan dalam tahap-tahap utama yaitu: pengolahan data
proses pelaksanaan pada penelitian ini DEM yang dibagi menjadi dua tahapan untuk
dimulai dari persiapan dan pengumpulan data, mendapatkan peta kelas tinggi dan kelas
pengolahan data serta analisis data dari kemiringan lahan, pengolahan data curah
keempat variabel yang digunakan, untuk hujan dan pembuatan peta penggunaan lahan
memperjelas rangkaian kegiatan ditunjukan di Kabupaten Banyumas. pembangunan basis
dalam diagram alir, dibawah ini : data dan analisis data, dan penelaahan data
Persiapan
yang berkaitan dengan kejadian banjir.
Pengumpulan
Data

Pengolahan
3.5.1 Analisis Data Digital Elevation Model
Data

Data DEM yang dihasilkan dari citra radar


Data DEM Data Curah Hujan Peta
Penggunaan
SRTM merupakan data ketinggian permukaan
Analsyt
Lahan
bumi, dari informasi-informasi tersebut dapat
Analisis
Klasifikasi
Lereng
Tools
dilakukan analisis. Analisis tersebut bertujuan
Konversi Data Klasifikasi
Thiessen
Polygons
untuk menghasilkan peta kelas tinggi dan peta
Raster Ke Vektor
kelas lereng. Software yang digunakan adalah
Konversi Data
Raster Ke Vektor ArcGis 10.1 dengan extensions 3D analyst
tools dan reclassify.
Peta Kelas Peta Kelas Peta Kelas
Tinggi Lereng Curah Hujan

3.5.2. Analisis Data Curah Hujan


Analisis Atribut : Skoring dan
Pembobotan

Terdapat metode yang umumnya digunakan


Analisis Keruangan (Tumpang susun/Overlay)
untuk membuat peta curah hujan yaitu metode
Analisis Tingkat Kerawanan Banjir
poligon Thiessen, metode ini mendefinisikan
individu area yang dipengaruhi oleh
Peta Tingkat Kerawanan
Banjir di Kabupaten
sekumpulan titik yang terdapat di sekitarnya.
Banyumas
Poligon ini merupakan pendekatan terhadap
informasi titik yang diperluas (titik menjadi
Gambar 3.2 Diagram alir pelaksanaan. poligon) dengan asumsi bahwa informasi
yang terbaik untuk semua lokasi yang tanpa
pengamatan adalah informasi yang terdapat
3.4. Persiapan Pengumpulan Data pada titik terdekat dimana hasil
pengamatannya diketahui (Aronoff, 1989
diacu dalam Primayuda 2006).
Kegiatan awal dalam melakukan proses
mengidentifikasi tingkat kerawanan banjir
adalah mempersiapkan data Curah Hujan
yang bersumber dari Badan Pusat Statistik
Kabupaten Banyumas, peta Tutupan Lahan

Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 7


3.5.3. Analisis Data 3.5.4.Analisis Tingkat Kerawanan dan
Resiko Banjir
Tahap analisis data dibagi menjadi dua
bagian, yaitu analisis keruangan dan analisis Analisis ini ditujukan untuk penentuan nilai
atribut. Analisis – analisis tersebut kerawanan dan resiko suatu daerah terhadap
mempunyai fungsi masing-masing dalam banjir. Nilai kerawanan suatu daerah tehadap
pembuatan peta kerawawan banjir. banjir ditentukan dari total penjumlahan skor
seluruh variabel yang berpengaruh tehadap
3.5.3.1. Analisis Atribut banjir. Untuk mengetahui kerawanan banjir
dari suatu wilayah maka di perlukan
penentuan nilai kerawanan banjir. Secara
Dua proses paling penting dalam analisis data
matematis persamaan tersebut adalah :
yaitu penskoran dan pembobotan. Dua proses
K = a*X( Tp ) + b* X( E ) + c* X( Lu ) + d*
tersebut dilakukan setelah proses klasifikasi
X( Ch ) ........ ( 1 )
nilai dalam tiap parameter. Setelah kedua
proses tersebut selesai, dilanjutkan dengan
Dimana :
tahap analisis tingkat kerawanan banjir.
K : Kerawanan banjir
A, b, c, d : Bobot masing – masing
1. Penskoran
variabel
Penskoran dimaksudkan sebagai pemberian X : Skor kelas
Tp : Kemiringan lereng
skor terhadap masing-masing kelas dalam tiap
variabel. Pemberian skor ini didasarkan pada E : Elevasi/ ketinggian
pengaruh kelas tersebut tehadap banjir. Lu : Penutup/ penggunaan lahan
Ch : Curah hujan
Semakin tinggi pengaruhnya terhadap banjir,
maka skor yang diberikan akan semakin
Menurut Kingma (1991) untuk menentukan
tinggi.
lebar interval masing-masing kelas dilakukan
dengan membagi sama banyak nilai-nilai
2. Pembobotan yang didapat dengan jumlah interval kelas
yang ditentukan dengan persamaan sebagai
Pembobotan adalah pemberian bobot pada berikut:
peta digital terhadap masing – masing
variabel yang berpengaruh terhadap banjir. i=R/n
Makin besar pengaruh variabel terhadap
kejadian banjir maka bobot yang diberikan Keterangan:
semakin tinggi. Pada Tabel 3.6 berikut dapat i = Lebar interval
dilihat bobot terbesar diberikan pada variabel R = Selisih skor maksimum dan skor
kemiringan lahan. Pemberian bobot mengacu minimum
pada penelitian Purnama, 2008. n = Jumlah kelas kerawanan banjir

3.5.3.2 Analisis Keruangan


4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis keruangan adalah analisis yang
berhubungan dengan data berupa data vektor 4.1 Persiapan Pengumpulan Data
maupun raster. Dimana masing – masing data
tersebut di analisis untuk menghasilkan data Pengumpulan data dilakukan di Laboratorium
yang diinginkan. Analisis ini merupakan hasil Geodesi Fakultas Teknik UNPAK
interaksi atau gabungan dari beberapa peta (Universitas Pakuaan), data yang digunakan
dengan menggunakan metode overlay pada penelitian ini terdiri dari Data Curah
(tumpang susun). Peta hasil overlay tersebut Hujan bersumber dari Badan Pusat Statistik
akan menghasilkan suatu informasi baru Kabupaten Banyumas tahun 2014, Peta
dalam bentuk luasan atau poligon yang Tutupan Lahan bersumber dari Badan
terbentuk dari irisan beberapa poligon dari Informasi Geospasial (BIG) tahun 2007
peta – peta sebelumnya. dengan skala 1:250.000, dan Data DEM
bersumber dari CGIAR-CSI
Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 8
(srtm.csi.cgiar.org) dengan ketelitian 12
meter.

4.2 Pengolahan Data

Proses pengolahan data menggunakan


software ArGis 10.1, dimana software ArcGis
10.1 ini merupakan perangkat lunak untuk
membuat dan mengolah data. Pengolahan
melibatkan data DEM yang dihasilkan dari
citra radar SRTM merupakan data ketinggian
permukaan bumi, dari informasi tersebut Gambar 4.1 Peta Ketinggian Kabupaten
dilakukan analisis. Bertujuan untuk Banyumas.
menghasilkan peta kelas tinggi dan peta kelas
lereng. Sedangkan untuk data curah hujan 4.4 Kemiringan Lahan
terdapat metode yang umumnya digunakan
untuk membuat peta curah hujan yaitu metode Kemiringan lahan atau kelas lereng di
Poligon Thiessen, metode ini mendefinisikan Kabupaten Banyumas dibagi lima kelas
individu area yang dipengaruhi oleh kemiringan, dimana kelas yang mendominasi
sekumpulan titik yang terdapat di sekitarnya. adalah kelas kemiringan lahan datar (0 – 8
%). Kelas datar ini menyebar di Kecamatan
Pada tahap pengolahan data dilakukan tahap Purwokerto, Ajibarang, Purwojati, Rawalo,
analisis data yang dibagi menjadi dua Kalibagor, Sokaraja, Kembaran, dan
tahapan, yaitu analisis atribut dan analisis Kecamatan Wangon. Sedangkan pada
keruangan analisis – analisis tersebut Kecamatan Pekuncen, Cilongok, Kedung
mempunyai fungsi masing – masing dalam Banteng, Baturaden, dan Kecamatan
pembuatan peta kerawanan banjir. Pada tahap Sumbang banyak terdapat lahan yang
analisis atribut dilakukan analisis data yaitu berombak, bergelombang dan berbukit.
penskoran dan pembobotan, dua proses
tersebut dilakukan setelah proses klasifikasi
nilai dalam tiap variabel. Sedangkan pada
tahap analisis keruangan dilakukan analisis
yang berhubungan dengan data berupa vektor
maupun raster, analisis ini merupakan hasil
interaksi atau gabungan dari beberapa peta
dengan menggunakan metode overlay
(tumpang susun).

4.3 Kelas Ketinggian

Pembagian kelas ketinggian di Wilayah


Gambar 4.2 Peta Kemiringan Lahan di
Kabupaten Banyumas dibagi menjadi lima
Kabupaten Banyumas.
kelas. Kabupaten Banyumas didominasi oleh
daerah dengan ketinggian kurang dari 200
4.5 Curah Hujan
meter terutama di wilayah Kecamatan
Purwokerto, Ajibarang, Purwojati, Rawalo,
Kelas curah hujan digunakan dalam
Kalibagor, Sokaraja, Kembaran, dan
penentuan kelas kerawanan karena curah
Kecamatan Wangon. Sedangkan pada wilayah
hujan berpengaruh dalam proses terjadinya
Kecamatan Pekuncen, Cilongok, Kedung
banjir. Semakin tinggi intensitas curah hujan
Banteng, Baturaden, dan Kecamatan
di suatu daerah, maka semakin tinggi
Sumbang ketinggian daerahnya adalah 800 –
terjadinya potensi banjir di wilayah tersebut.
2000 meter, hal ini dikarenakan daerah
tersebut merupakan daerah perbukitan.

Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 9


Gambar 4.3 Peta Curah Hujan di Kabupaten Gambar 4.5 Peta Tingkatan Kerawanan
Banyumas. Banjir di Kabupaten Banyumas.

4.6 Penutupan Lahan Dari peta kerentanan banjir yang dibuat


berdasarkan peta – peta faktor penentu banjir
Penutupan lahan diklasifikasikan menjadi didapat bahwa Kabupaten Banyumas terdiri
lima kelas penutupan lahan yaitu: sawah dan dari empat kelas kerentanan banjir yaitu:
sungai, pemukiman, pertanian lahan kering, kelas aman (10427,22 Ha/7,505%), kelas
hutan, dan awan. Pemukiman dan sawah tidak rawan (121167,48 Ha/87,213%), kelas
banyak terdapat di daerah perkotaan seperti rawan (7335,66 Ha/5,280%), dan kelas sangat
Purwokerto, Kembaran, Sokaraja, Jatilawang, rawan (2,30 Ha/0,002%).
dan Wangon. Selain itu banyak terdapat
penutupan lahan berupa hutan dan pertanian
lahan kering di Kecamatan Pekuncen, Kedung 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Banteng, Sumbang, Sumpiuh, Kemranjen dan
Kecamatan Tambak. 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian,


dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengolahan data menggunakan software


ArGis 10.1 dengan melibatkan data DEM
yang dihasilkan dari citra radar SRTM
bertujuan untuk menghasilkan peta kelas
tinggi dan peta kemiringan lahan/lereng.
2. Pembuatan kelas ketinggian dilakukan
proses reclassify pada software ArGis
10.1 dengan menggunakan data DEM
Gambar 4.4 Peta Penutupan Lahan. SRTM di Kabupaten Banyumas sehingga
didapatkan kelas ketinggian dengan
4.7 Kerawanan Banjir didominasi oleh daerah dengan ketinggian
kurang dari 200 meter terutama di
Daerah rawan banjir adalah daerah yang dari wilayah Kecamatan Purwokerto,
segi fisik dan klimatologis memiliki Ajibarang, Purwojati, Rawalo, Kalibagor,
kemungkinan terjadi banjir dalam jangka Sokaraja, Kembaran, dan Kecamatan
waktu tertentu dan berpotensi terhadap Wangon.
rusaknya alam. 3. Untuk kemiringan lahan/lereng
Kabupaten Banyumas didominasi kelas
kemiringan lahan datar (0 – 8 %), Kelas
datar ini menyebar di Kecamatan
Purwokerto, Ajibarang, Purwojati,
Rawalo, Kalibagor, Sokaraja, Kembaran,
dan Kecamatan Wangon. Sedangkan pada

Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 10


Kecamatan Pekuncen, Cilongok, Kedung hasil informasi yang diberikan dalam
Banteng, Baturaden, dan Kecamatan penyebaran tingkat kerawanan banjir jadi
Sumbang banyak terdapat lahan yang lebih baik.
berombak, bergelombang dan berbukit. 4. Pengembangan ataupun sumbangan ide
4. Intensitas curah hujan sangat tinggi atau dari berbagai ilmu pengetahuan lain
sangat basah di Kabupaten Banyumas sangat diperlukan untuk
berada di Kecamatan Cilongok, menyempurnakan metode analisis
Kedungbanteng, Kembaran, Sokaraja, kerawanan banjir.
Baturaden, Sumbang, Kemranjen dan
Somagede. Sedangkan intensitas curah PUSTAKA
hujan yang sangat kering berada di
Kecamatan Sumpiuh dan Kecamatan Barus B. 2005. Kamus SIG (Sistem Informasi
Tambak. Geografis) dengan 128 Diagram.
5. Sedangkan untuk penggunaan lahan di Bogor: Studio Teknologi Informasi
Kabupaten Banyumas untuk penutupan Spasial.
lahan Pemukiman dan sawah banyak
terdapat di daerah perkotaan seperti Dibyosaputro, P. 1984. Flood Susceptibility
Purwokerto, Kembaran, Sokaraja, an Hazard Survey of The Kudus
Jatilawang, dan Wangon. Selain itu Prawata-Welahan Area, Cetral Java,
banyak terdapat penutupan lahan berupa Indonesia.
hutan dan pertanian lahan kering di
Kecamatan Pekuncen, Kedung Banteng, Fathansyah.1999. Basis Data. Informatika
Sumbang, Sumpiuh, Kemranjen dan Bandung, Bandung.
Kecamatan Tambak.
6. Kecamatan yang terdapat daerah kelas Gunawan, Indra. 2008. Analisis Kejadian
rawan adalah Kecamatan Baturaden, Banjir di Jakarta Pusat. Fakultas
Cilongok, Kalibagor, Karanglewas, Teknik, Universitas Pakuan.
Kebasen, Kedungbanteng, Kembaran,
Kemranjen, Purwokerto Timur, Sokaraja, Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Jurusan
Somagede, Sumbang, dan Kecamatan Geofisika dan Meteorologi IPB.
Sumpiuh, sedangkan untuk kelas sangat Bogor.
rawan terdapat di Kecamatan Gumelar
dan Kecamatan Jatilawang. Heryani, Rosma. 2013. Analisis Kerawanan
Banjir Berbasis Spasial Menggunakan
5.2 Saran Analytical Hierarchy Process (AHP)
Kabupaten Maros.
Adapun saran-saran yang dapat diberikan dari
penulisan laporan tugas akhir ini adalah Indrianawati. 2013. Penyusunan Basis Data
sebagai berikut : untuk Identifikasi Daerah Rawan
Banjir Dikaitkan dengan Infrastruktur
1. Untuk melakukan penelitian yang Data Spasial Institut Teknologi
berkaitan terhadap kerawanan banjir, Nasional (Itenas) – Bandung.
sebaiknya menggunakan lebih banyak
variabel baik spasial maupun non spasial Kingma, N.C. 1991. Natural Hazard :
sehingga hasil yang didapatkan bisa lebih Geomorfologikal aspect of
baik lagi. Floodhazard. ITC, The Nederlands.
2. Penggunaan pada peta penggunaan lahan
sebaiknya menggunakan peta terbaru, Kodoatie, J.R. dan Sugiyatno, 2002. Banjir,
karena perubahan lahan setiap tahunnya Beberapa Masalah dan Metode
begitu cepat sehingga pembuatan peta Pengendaliannya Dalam Perspektif
sebaran tingkat kerawanan banjir menjadi Lingkungan. Pustaka Pelajar,
lebih baik. Yogyakarta.
3. Untuk menganalisa kejadian banjir
menggunakan data spasial sebaiknya Kurniawan, Reski. 2014. Membuat Peta
menggunakan data skala besar, sehingga Persebaran Curah Hujan
Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 11
Menggunakan Metode Thiessen, Sungai Cisadane Menggunakan
IDW, dan Spline. Fakultas Sistem Informasi Geografis. Skripsi.
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Departemen Konservasi Sumberdaya
Alam, Universitas Hasanuddin. Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Ligal, S. 2008. Pendekatan Pencegahan dan Bogor.
Penanggulangan Banjir. Jurnal. Suherlan, E. 2001. Zonasi Tingkat
Dinamika Teknik Sipil Volume 8, Kerentanan Banjir Kabupaten
No. 2 Juli 2008. Bandung Menggunakan Informasi
Geografi. Skripsi. Jurusan Geofisika
Lillesand T. M. dan Kiefer R. W. 1994. dan Meteorologi. Fakultas
Penginderaan Jauh dan Interpretasi. Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Yogyakarta: Gadjah Mada University Alam. Institut Pertanian Bogor.
Press. Bogor.
Sukiyah, E., A.D. Haryanto, dan Z. Zakaria.
Maryono, A. 2005. Mengenai Banjir, 2004. Aplikasi Sistem Informasi
Kekeringan dan Lingkungan. Gadjah Geografis dalam Penetapan Kawasan
Mada University Press. Yogyakarta. Rawan Banjir di Kabupaten Bandung
Bagian Selatan.
Nurdin. 2015. Pemetaan Kawasan Rentan
Banjir Dalam Kota Pekanbaru Suwardi. 1999. Identifikasi dan Pemetaan
Menggunakan Perangkat Sistem Kawasan Rawan Banjir di Sebagian
Informasi. Geografis Fakultas, Teknik Kotamadya Semarang dengan
Universitas Riau. Menggunakan Sistem Informasi
Geografis [tesis]. Bogor: Program
Paryono, Petrus. 1994. Sistem Informasi Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Geografis. Yogyakarta. Penerbit Andi. Bogor.

Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Utomo W. Y. 2004. Pemetaan Kawasan


Geografis Konsep-Konsep Dasar Berpotensi Banjir di DAS Kaligarang
(Perspektif Geodesi & Geomatika. Semarang dengan Menggunakan
Bandung. Penerbit Informatika. Sistem Informasi Geografis [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pratomo, A. J. 2008. Analisis Kerentanan Pertanian Bogor.
Banjir di Daerah Aliran Sungai
Sengkarang Kabupaten Pekalongan
Provinsi Jawa Tengah dengan RIWAYAT PENULIS
Bantuan Sistem Informasi Geografis.
Skripsi. Fakultas Geografi 1. Muhamad mahfuz, S.T, Alumni Tahun
Universitas Muhammadiyah 2016 Program Studi Teknik Geodesi –
Surakarta. Surakarta. Fakultas Teknik - Universitas Pakuan
Bogor.
Primayuda A. 2006. Pemetaan Daerah Rawan 2. Ir. Bebas Purnawan, M.Sc, Staf
dan Resiko Banjir Menggunakan BAKOSURTANAL dan Dosen Program
Sistem Informasi Geografis: studi Studi Teknik Geodesi - Fakultas Teknik-
kasus Kabupaten Trenggalek, Jawa Universitas Pakuan Bogor.
Timur [skripsi]. Bogor: Fakultas 3. Rina Muthia Harahap, SPd., M.Si, Staf
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dosen Program Studi Teknik Geodesi -
Fakultas Teknik-Universitas Pakuan
Purnama, A. 2008. Pemetaan Kawasan Bogor.
Rawan Banjir di Daerah Aliran

Muhamad Mahfuz / Teknik Geodesi Universitas Pakuan Bogor 12

Anda mungkin juga menyukai