Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY “T” DENGAN CF TROCHANTER


FEMUR DI RUANG MARWAH 1C STASE KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH RSU HAJI SURABAYA

OLEH
KELOMPOK 1

1. ALFIQI NOVRINDRA HABIBI, S. Kep. (20184663026)


2. FAIZATUN NISA’, S. Kep. (20184663032)
3. IKA WIDYA ESTIKAWATI, S. Kep. (20184663036)
4. APRILIA DYAS P, S. Kep. (20184663017)
5. MASLUL, S. Kep. (20184663051)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat Rahmat
dan Ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan
judul Asuhan Keperawatan Pada Ny “ T ” dengan CF Thoncanter femur di Ruang
Marwah 1C Stase Keperawatan Medika Bedah RSU Haji Surabaya. Laporan ini
disusun untuk menyelesaikan tugas akhir pada stase Keperawatan Medikal Bedah
yang dilakukan pada tanggal 31 Oktober – 11 November 2018.
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari banyak kekurangan, untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan laporan ini,
karena manusia tidak luput dari kesalahan, sedangkan kebenaran datangnya dari
Allah SWT. Semoga laporan kasus ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis
dan pembaca serta perkembangan ilmu keperawatan pada umumnya.

Surabaya, November 2018

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. 1


KATA PENGANTAR ............................................................................ 2
DAFTAR ISI .......................................................................................... 3
BAB I KONSEP DASAR ....................................................................... 4
Pengertian ............................................................................................... 4
Etiologi ................................................................................................... 4
Patofisiologi ............................................................................................ 5
Manifistasi Klinis .................................................................................... 6
Klasifikasi ............................................................................................... 6
Penatalaksanaan ...................................................................................... 7
Web of Caution ....................................................................................... 8
Asuhan Keperawatan .............................................................................. 9
Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 14
Intervensi Keperawatan .......................................................................... 14
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN ................................................... 20
Pengkajian .............................................................................................. 20
Identitas Pasien ....................................................................................... 20
Status Kesehatan .................................................................................... 20
Riwayat Kesehatan ................................................................................. 21
Pola Fungsi Kesehatan ........................................................................... 22
Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 26
Daftar Masalah Keperawatan ................................................................. 26
Analisa Data ........................................................................................... 26
Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 27
Intervensi Keperawatan ........................................................................... 28
Implementasi Keperawatan .................................................................... 30
Evaluasi Keperawatan ............................................................................ 32
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB 1
KONSEP DASAR

A. DEFINISI
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (A. Aziz Alimul H. 2009).
NANDA Internasional mendefinisikan gangguan mobilisasi fisik sebagai
keterbatasan pada kemandirian, gerakan fisik pada tubuh, atau satu atau lebih
ekstremitas (Ackley dan Ladwign, 2006 dalam Fundamental Keperawatan Potter
dan Perry Edisi 7 Buku 3). Gangguan tingkat mobilisasi fisik klien sering
disebabkan oleh restriksi gerakan dalam bentuk tirah baring, restriksi fisik karena
peralatan eksternal (misalnya gips atau traksi rangka), restriksi gerakan volunter,
atau gangguan fungsi motorik dan rangka.
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur
pada ekstremitas, dan sebagainya (A. Aziz Alimul H. 2009).
Gangguan mobilisasi adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan
pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang. Penyebab imobilitas
fisik bermacam-macam dan dapat dikategorikan berhubungan dengan lingkungan
internal dan eksternal.
B. SISTEM TUBUH YANG BERPERAN DALAM KEBUTUHAN AKTIVITAS
1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis
untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai
tempat penyimpanan mineral khusunya kalsium dan fosfor yang bisa
dilepaskan setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam
membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.
Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis,
tulang kuboid seperti tulang vertebra dan tulang tarsalia, dan tulang panjang
seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada
kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi
oleh kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan diafisis.
Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang yang terpisah dan lebih
elastis padas masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa (A. Aziz
Alimul H. 2009).

3
2. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak
sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta
dihubungkan dengan tulang melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang
melekat dengan sangat kuat pada tempat insersinya tulang. Terputusnya tendon
akan mengakibatkan kontraksi otot tidak dapat menggerakkan organ di tempat
insersi tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau
jahitan agar dapat berfungsi kembali (A. Aziz Alimul H. 2009).
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika
terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan (A. Aziz Alimul H. 2009).
4. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otot dan medulla spinalis) dan
sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki
bagian somatis dan otonom. Bagian somatis memiliki fungsi sensorik dan
motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur
tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan
kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinsersi,
dan kerusakan pada saraf radial akan mengakibatkan drop hand atau gangguan
sensorik di daerah radial tangan (A. Aziz Alimul H. 2009).
5. Sendi
Merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan antarsegmen dan
berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya
sendi sinovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi
oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan
sinovial. Selain itu terdapat juga sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan sendi
lainnya (A. Aziz Alimul H. 2009).
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MOBILISASI:
1. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi seseorang
karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari (A.
Aziz Alimul H. 2009).
2. Proses penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi karena dapat
memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas

4
bagian bawah. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena
adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya
klien harus istirahat di tempat tidur karena mederita penyakit tertentu (A. Aziz
Alimul H. 2009).
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi kebudayaan.
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobilisasi yang kuat, sebaliknya ada orang yang mengalami
gangguan mobilisasi (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk
beraktivitas (A. Aziz Alimul H. 2009).
4. Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup. Seseorang
yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang sehat
apalagi dengan seorang pelari (A. Aziz Alimul H. 2009).
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda.
Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan
dengan perkembangan manusia. Usia berpengaruh terhadap kemampuan
seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan
untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan (A.
Aziz Alimul H. 2009).
D. JENIS-JENIS MOBILISASI
1. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf motoris
volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang
(A. Aziz Alimul H. 2009).
2. Mobilisasi sebagian
Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan yang jelas sehingga tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal
ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan
traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilisasi sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan kontrol motoris dan sensoris (A. Aziz Alimul H.
2009).
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

5
 Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, seperti
adanya dislokasi sendi dan tulang.
 Mobilisasi sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya tetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem saraf yang reversibel. Contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, dan untuk kasus
poliomielitis terjadi karena terganggunya sistem saraf sensorik dan
motorik.
E. JENIS-JENIS IMOBILISASI
- Imobilitas fisik: kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang
disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
- Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya piker, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
- Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi
ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan
sesuatu yang paling dicintai.
- Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan social (A. Aziz Alimul H. 2009).
F. PERUBAHAN SISTEM TUBUH AKIBAT IMOBILISASI
Dampak dari imobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti
perubahan pada metabolism tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan
sistem pernapasan, perubahan kardiovaskular, perubahan system musculoskeletal,
perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan buang air kecil), dan
perubahan perilaku.
1. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilisasi dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilisasi dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme
di dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal
metabolism rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk
perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi
sel (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)

6
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi
protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan
tubuh. Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravascular ke
interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7
Buku 3)
3. Gangguan Fungsi Gastriointestinal
Imobilisasi dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini
disebabkan karena imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang
dicerna, sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat
menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung
yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi (Fundamental
Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3).
4. Perubahan Sistem Pernapasan
Akibat imobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan
terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme
terganggu (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3).
5. Perubahan Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan
utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan
pembentukan thrombus. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah
sistolik 25 mmHg dan diastolik 10mmHg ketika klien bangun dari posisi
berbaring atau duduk ke posisi berdiri. Pada klien imobilisasi, terjadi
penurunan sirkulasi volume cairan, pengumpulan darah pada ekstremitas
bawah, dan penurunan respon otonom. (McCance and Huether, 1994 dalam
Fundamental Keperawatan Perry dan Potter Ed. 4, Vol.2).
6. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak dari
imobilisasi adalah sebagai berikut: (Fundamental Keperawatan Potter dan
Perry Edisi 7 Buku 3)
a. Gangguan Muskular. Menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
Menurunnya fungsi kapasitas otot ditandai dengan menurunnya stabilitas.
Kondisi berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot.
Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah dirawat lebih dari enam

7
minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah atau
lesu.
b. Gangguan Skeletal. Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan
osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang abnormal dengan
kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan
memendeknya otot.
7. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadinya iskemia
serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka decubitus sebagai
akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan
(Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)
8. Perubahan Eliminasi
Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak
lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan
kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau
datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar seperti pesawat. Ginjal yang
membentuk urine harus masuk ke dalam kandung kemih melawan gaya
gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan
gaya gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam
ureter (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)
9. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus
tidur, dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku
tersebut merupakan dampak imobilisasi karena selama proses imobilisasi
seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan
lain-lain (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)
G. GANGGUAN MOBILISASI PADA PASIEN STROKE
Kerusakan pada beberapa sistem saraf pusat meregulasi gerakan volunter yang
menyebabkan gangguan kesejajaran tubuh, keseimbangan, dan mobilisasi. Iskemia
akibat stroke dapat merusak serebelum atau strip motoric pada korteks serebral.
Kerusakan pada serebelum menyebabkan masalah pada keseimbangan dan
gangguan motorik yang dihubungkan langsung dengan jumlah kerusakan strip
motorik. Misalnya seseorang dengan hemoragi serebral sisi kanan disertai nekrosis
telah merusak strip motorik kanan yang menyebabkan hemiplegia sisi kiri
(Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 )

8
H. PATHWAY

Penyumbatan Pecahnya pembuluh


pembuluh darah darah otak

STRO
KE

Meningkatnya
tekanan intrakranial

Adanya proses desak


ruang

Penekanan
neuron motorik

Kehilangan kontrol
volunteer terhadap gerakan
motorik

Hemiplagia Hemiperase

Ketidakmampuan Kelemahan/keterbatasa
bergerak bebas n gerak

Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar aktivitas/latihan secara


mandiri

Risiko Hambatan Hambatan Hambatan Hambatan Hambatan


Syndrom Mobilitas di Mobilitas Fisik Mobilitas Kemampuan Berjalan
Disuse Tempat Tidur Berkursi Roda Berpindah

9
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilitas dan imobilitas adalah
sebagai berikut:
1. Identitas
Pasien
 Nama :
 Umur :
 Jenis kelamin :
 Pendidikan :
 Pekerjaan :
 Status perkawinan :
 Agama :
 Suku :
 Alamat :
 Tanggal masuk :
 Tanggal pengkajian :
 Sumber Informasi :
 Diagnosa masuk :
Penanggung
 Nama :
 Hubungan dengan pasien :
Riwayat keluarga
 Genogram (kalau perlu)
 Keterangan genogram
2. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan/gangguan dalam mobilisasi dan imobilisasi, seperti adanya
nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilisasi dan imobilisasi, daerah
terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan
mobilitas.
3. Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilisasi, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis
(kecelakaan cerebrovascular, trauma kepala, peningkatan tekanan
intracranial, miastenia gravis, guillain barre, cedera medulla spinalis, dan

10
lain-lain), riwayat penyakit sistem kardiovaskular (infark miokard, gagal
jantung kongestif), riwayat penyakit musculoskeletal (osteoporosis, fraktur,
artritis), riwayat penyakit sistem pernapasan (penyakit paru obstruksi
menahun, pneumonia, dan lain-lain), riwayat pemakaian obat, seperti
sedative, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksania, dan lain-lain.
4. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan
dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
5. Kemampuan Mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai kemampuan
gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan.
Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingkat Aktivitas/Mobilisasi Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.
Memerlukan bantuan atau pengawasan
Tingkat 2
orang lain.
Memerlukan bantuan, pengawasan orang
Tingkat 3
lain, dan peralatan.
Sangat tergantung dan tidak dapat
Tingkat 4 melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan.

11
6. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah
seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.
Derajat
Tipe Gerakan Rentang
Normal
Leher, Spina, Servikal
Fleksi : menggerakkkan dagu menempel ke dada 45
Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak 45
Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejauh 10
mungkin
Fleksi Lateral : memiringkan kepala sejauh mungkin ke 40-45
arah setiap bahu
Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan 180
sirkuler
Bahu
Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke 180
depan ke posisi di atas kepala
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180
Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas 180
kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala
Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang 320
tubuh sejauh mungkin
Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan 90
menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam
dan ke belakang
Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan 90
sampai ibu jari ke atas dan samping kepala
Lengan Bawah
Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga 70-90
telapak tangan menghadap ke atas
Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan 70-90
menghadap ke bawah
Pergelangan Tangan
Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan 80-90
bawah
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, 80-90

12
dan lengan bawah berada dalam arah yang sama
Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan Sampai 30
miring (medial) ke ibu jari
Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring 30-50
(lateral) ke arah lima jari
Jari-jari Tangan
Fleksi : membuat pergelangan 90
Ekstensi : meluruskan jari tangan 90
Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang 30-60
sejauh mungkin
Ibu Jari
Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan 90
telapak tangan
Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan 90
Pinggul
Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas 90-120
Ekstensi : menggerakkan kembali kesamping tungkai yang 90-120
lain
Lutut
Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130
Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130
Mata Kaki
Dorsifleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki 20-30
menekuk ke atas
Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki 45-50
menekuk kebawah

7. Perubahan Intoleransi Aktivitas


Pengkajian intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan perubahan pada
sistem pernapasan, antara lain : suara napas,analisa gas darah, gerakan
dinding thorak, adanya mucus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri
saat respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem
kardiovaskular, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer,
adanya thrombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas
atau perubahan posisi.

13
8. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral
atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan:
Persentase
Skala Karakteristik
Kekuatan Normal
0 0 Paralisis sempurna.
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
1 10
palpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh melawan gravitasi
2 25
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
4 75
gravitasi dan melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
5 100 normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

14
9. Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain.
10. Kaji Batasan Karakteristik
Kerusakan Mobilitas Fisik
- Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktivitas rutin
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
- Tidak ada koordinasi gerak atau gerakan tak ritmis
- Keterbatasan ROM
- Sulit terbalik
- Perubahan gaya berjalan
- Penurunan waktu reaksi
- Gerakan menjadi napas pendek
- Usaha yang kuat untuk perubahan gerak
- Gerak lambat
- Gerakan menyebabkan tremor
11. Kaji Faktor yang Berhubungan
Kerusakan mobilitas fisik
- Pengobatan
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan mengenai manfaat pergerakan fisik
- IMT di atas 75% sesuai dengan usia
- Kerusakan sensori persepsi
- Nyeri, tidak nyaman
- Kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular
- Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot, control dan atau massa
- Keengganan untuk memulai gerak
- Gaya hidup menetap, tidak fit
- Malnutrisi umum atau spesifik
- Kehilangan integritas struktur tulang
- Keterlambatan perkembangan
- Kekakuan sendi atau kontraktur
- Keterbatasan daya tahan kardiovaskular

15
- Berhubungan dengan metabolisme selular
- Keterbatasan lingkungan fisik atau social
- Kepercayaan terhadap budaya berhubungan dengan aktivitas yang tepat
disesuaikan dengan umur

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko Sindrom Disuse
Faktor Risiko:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Imobilitas Mekanis
- Paralisis
- Program Imobilisasi
- Nyeri Hebat

2. Hambatan Mobilitas di Tempat Tidur


Batasan Karakteristik:
- Hambatan kemampuan mengubah dari posisi duduk lama ke telentang
- Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telungkup ke telentang
- Hambatan kemampuan mengubah dari posisi telentang ke duduk
- Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke telungkup
- Hambatan kemampuan mengubah posisi dari telentang ke duduk
- Hambatan kemampuan mengubah posisi sendiri di tempat tidur
- Hambatan kemampuan untuk miring kanan-kiri
Faktor yang berhubungan:
- Gangguan Kognitif
- Fisik tidak bugar
- Kurang pengetahuan
- Keterbatasan lingkungan (misalnya: ukuran tempat tidur, tipe tempat tidur,
peralatan terapi, restrain)
- Kekuatan otot tidak memadai
- Gangguan musculoskeletal
- Gangguan neuromuscular
- Obesitas
- Nyeri
- Obat sedasi
3. Hambatan Mobilitas Fisik
Batasan Karakteristik:
- Penurunan waktu reaksi

16
- Kesulitan membolak-balik
- Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya:
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku,
focus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit)
- Dyspnea setelah beraktivitas
- Perubahan cara berjalan
- Gerakan bergetar
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motoric halus
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motoric kasar
- Keterbatasan rentang pergerakan sendi
- Tremor akibat pergerakan
- Ketidakstabilan postur
- Pergerakan lambat
- Pergerakan tidak terkoordinasi
Faktor yang berhubungan:
- Intoleransi Aktivitas
- Perubahan metabolism seluler
- Ansietas
- Indeks masa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia
- Gangguan kognitif
- Kontraktur
- Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
- Fisik tidak bugar
- Penurunan ketahanan tubuh
- Penurunan kendali otot
- Penurunan massa otot
- Penurunan kekuatan otot
- Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
- Keadaan mood depresif
- Keterlambatan perkembangan
- Ketidaknyamanan
- Disuse
- Kaku Sendi
- Kurang dukungan lingkungan (missal: fisik atau social)
- Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
- Kerusakan integritas struktur tulang

17
4. Hambatan Mobilitas Berkursi Roda
Batasan Karakteristik:
- Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di jalan menurun
- Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di jalan menanjak
- Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di tepi jalan
- Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di permukaan rata
- Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda manual di permukaan tidak
rata
- Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di jalan menurun
- Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di jalan menanjak
- Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di tepi jalan
- Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis pada permukaan
rata
- Hambatan kemampuan mengoperasikan kursi roda otomatis di permukaan
tidak rata
Faktor yang Berhubungan:
- Gangguan kognitif
- Fisik tidak bugar
- Defisiensi pengetahuan
- Alam perasaan depresi
- Keterbatasan lingkungan (missal: tangga, tanjakan, permukaan tidak rata,
rintangan yang membahayakan, jarak, tidak ada alat bantu atau individu lain
yang membantu, tipe kursi roda)
- Gangguan pengelihatan
- Kekuatan otot tidak memadai
- Keterbatasan ketahanan tubuh
- Gangguan musculoskeletal (missal: kontraktur)
- Gangguan neuromuscular
- Obesitas
- Nyeri
5. Hambatan Kemampuan Berpindah
Batasan Karakteristik
- Ketidakmampuan berpindah di antara tingkat ketinggian yang sama
- Ketidakmampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi
- Ketidakmampuan berpindah dari tempat tidur ke berdiri
- Ketidakmampuan berpindah dari mobil ke kursi
- Ketidakmampuan berpindah dari kursi ke tempat tidur
- Ketidakmampuan berpindah dari kursi ke mobil

18
- Ketidakmampuan berpindah dari kursi ke lantai
- Ketidakmampuan berpindah dari lantai ke kursi
- Ketidakmampuan berpindah dari lantai ke berdiri
- Ketidakmampuan berpindah dari berdiri ke tempat tidur
- Ketidakmampuan berpindah dari berdiri ke kursi
- Ketidakmampuan berpindah dari berdiri ke lantai
- Ketidakmampuan naik dan/ turun dari bath tub
- Ketidakmampuan naik dan/ turun kursi buang air
- Ketidakmampuan naik dan/ turun toilet
Faktor yang berhubungan:
- Gangguan kognitif
- Kondisi fisik tidak bugar
- Kendala lingkungan (missal: tinggi tempat tidur, ruang tidak adekuat, tipe
kursi roda, peralatan terapi, restrain)
- Gangguan keseimbangan
- Gangguan penglihatan
- Kekuatan otot tidak memadai
- Kurang pengetahuan
- Gangguan musculoskeletal (missal: kontraktur)
- Gangguan neuromuscular
- Obesitas
- Nyeri

6. Hambatan Berjalan
Batasan Karakteristik:
- Hambatan kemampuan menaiki tangga
- Hambatan menyusuri tepi jalan
- Hambatan kemampuan berjalan di jalan menurun
- Hambatan kemapuan berjalan di jalan menanjak
- Hambatan kemampuan berjalan di permukaan tidak rata
- Hambatan kemampuan berjalan dengan jarak tertentu
Faktor yang berhubungan:
- Gangguan kognitif
- Kondisi fisik tidak bugar
- Kendala lingkungan (missal: tangga, tanjakan, permukaan tidak rata, rintangan
yang membahayakan, jarak, kurang alat bantu atau individu lain yang akan
membantu dan restrain)
- Gangguan keseimbangan

19
- Gangguan penglihatan
- Kekuatan otot tidak memadai
- Kurang pengetahuan
- Gangguan musculoskeletal (missal: kontraktur)
- Gangguan neuromuscular
- Obesitas
- Nyeri
D. PELAKSANAAN (TINDAKAN) KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh sesuai
kebutuhan pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan aktif (Yulia Suparmi, dkk,
2010)
(2) Pengaturan Posisi Tubuh Sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat
disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim, trendelenburg,
dorsal recumbent, lithotomi, dan genu pectoral.
a. Posisi fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Dudukkan pasien
- Berikan sandaran/bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk
posisi semifowler (30-45o) dan untuk fowler 90o
- Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk
b. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini dilakukan
untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi
badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk
diarahkan ke dada
- Tangan kiri diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kanan diatas
tempat tidur
- Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki
kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada

20
- Tangan kanan diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri diatas
tempat tidur
c. Posisi Trendelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke
otak.
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakkan bantal di antara kepala dan
ujung tempat tidur pasien, dan berikan bantal di bawah lipatan lutut
- Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur
khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien
d. Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau
direnggangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan
memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah dibuka
- Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur, dan
renggangkan kedua kaki
- Pasang selimu
e. Posisi Litotomi
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia
pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua pahanya
dan tarik ke arah perut
- Tungkai bawah membentuk sudut 90o terhadap paha
- Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomi
- Pasang selimut
f. Posisi Genu Pectoral
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel
pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa daerah rectum
dan sigmoid.
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

21
- Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada kasur tempat tidur
- Pasang selimut pada pasien
(2) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, disabilitas, atau trauma
memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Latihan berikut
dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara
mobilitas persendian (A. Aziz Alimul H. 2009).
a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
dengan lengan
- Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang
pergelangan tangan pasien
- Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
- Catat perubahan yang terjadi

22
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama Preceptee : Kelompok 1


NIM :-
Ruangan : MARWAH 1C
Tanggal Pengkajian : 31-Oktober-2018 Jam 08.00 WIB

IDENTITAS

Nama Pasien : Ny. T


Umur : 52 Tahun
No. Register :-
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Wirausaha
Pendidikan : SD
Alamat : Jln. Jojoran gang III no 38
Tanggal MRS : 28-Oktober-2018
Diagnosa Medis : Post Revisi Eksternal Fiksasi Cruris D H+3

STATUS KESEHATAN
Keluhan utama saat Masuk RS :
Pasien mengatakan nyeri pada kaki sebelah kanan terasa seperti teriris
Keluhan utama saat pengkajian :
Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan setelah di operasi dan apabila di gerakkan
P : post oref pd kaki kanan terasa nyeri
Q :nyeri seperti teriris
R : pada kaki kanan
S : skala nyeri 4
T : nyeri hilang timbul & bertambah saat di gerakan

Riwayat kesehatan :
1. Riwayat Kesehatan/Penyakit sekarang :
Pasien mengatakan sejak 3 bulan yang lalu mengalami kecelakaan naik sepeda motor jadi
pasien di bawa ke RS untuk di lakukan operasi sebelumnya sewaktu di periksa di RS
dokter mengatakan ada infeksi di dalam yakni keluar darah dan nanah kemudian pasien di
opname selama 2 minggu lalu dokter melakukan operasi pada eksisi Eksternal pada
fiksasi Cruris setelah selesai di lakukan operasi pasien mengatakan nyeri pada bagian
kaki kanan dan sakit pada daerah pinggang serta pasien merasakan pusing dan mual
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit dahulu :
Pasien mengatakan mempunyai penyakit diabetes militus
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit keluarga :
Pasien mengatakan keluaganya mempunyai penyakit seperti diabetes militus dan stroke
4. Genogram

23
Keterangan:

: Laki - laki

: Perempuan

: Pasien

: Hubungan

5. Vital Signs:
Kesadaran /GCS : Compos mentis / 4-5-6
Tekanan Darah : 130 / 80 mmhg
Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36.5 °c
Nadi : 96 x/menit
Berat Badan : 80 turun menjadi 72 kg
Tinggi Badan : 155 cm

POLA FUNGSI KESEHATAN :


1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat
Data Subyektif:
Pasien mengatakan selalu menjaga kesehatannya dengan berolahraga 1 minggu sekali
tidak terlalu banyak asupan cairan dan membatasi makanannya serta bila sakit selalu
pergi ke RS terdekat untuk di berikan obat yang sudah di resepkan oleh dokter.
Data Obyektif:
Pemeriksaan fisik yang menunjang
Keadaan umumnya : rambut putih bersih, hidung bersih, telinga bersih, mukosa bibir
lembab, tidak ada bau mulut.
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan

2. Pola Nutrisi– Metabolik


Data Subyektif:
Pasien mengatakan semenjak Masuk RS tidak mau makan di karenakan nual dan muntah
setelah beberapa hari di RS makannya hanya sedikit hanya 2-3 sendok perhari dengan BB
sebelumnya 80 kg turun jadi 72 kg, TB 155 cm
Data Obyektif:
Pemeriksaan fisik yang menunjang (IPPA)
Inspeksi : mukosa bibir lembab, mata cowong, hidung bersik, telinga bersih. Bentuk dada
simetris
Palpasi : turgor kulit elastis. Akral basah. Tidak ada nyeri tekan pada daerah abdomen
Perkusi : suara timpani pada abdomen dan suara sonor pada jantung
Auskultasi : terdengar suara S1 dan S2 tunggal pada jantung dan suara bising usus 5 detik
normalnya 5-15 detik
Masalah Keperawatan
Desifit nutrisi ( ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh )

3. Pola Eliminasi Alvi &Uri


Data Subyektif:
BAK : pasien mengatakan BAK normal 4-5 kali sehari dengan warna kuning jernih

24
BAB : pasien mengatakan BAB nya lancar 1-2 kali sehari dengan konsistensi sedikit cair
warna kekuningan dan bau khas
Data Objektif :
Pasien memakai pempers ketika BAK dan BAB Karena pasien tidak bisa turun dari
tempat tidur di karenakan kaki kanannya di lakukan operasi
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan

4. Pola Aktifitas
Data Subyektif:
Pasien mengatakan badannya terasa lemes tidak mempunyai tenaga dan merasa sakit pada
daerah punggungnya serta sulit untuk menggerakkan badan dan kaki sebelah kanannya
Data Obyektif:
Pemeriksaan fisik yang menunjang (IPPA)
Inspeksi : penampilan rambut rapi bersih dan tidak memakai alat bantu pernafasan hanya
terpasang infus pada tangan sebelah kiri, bentuk dada simetris tidak ada cuping hidung
Palpasi : getaran dinding kiri dan kanan normal, hanya terasa sakit pada daerah
punggunya
Perkusi : suara timpani pada abdomen dan suara sonor pada jantung
Auskulatasi : terdengar suara S1 Dan S2 tunggal pada adaerah jantung
Aktivitasnya :
Aktivitasnya 0 1 2 3 4 Keterangan:
4. Mandiri
Makan  3. di bantu orang lain
Mandi  2. di bantu alat
1. di bantu dengan orang lain dan alat
Berpakaian  0. ketergantungan total

Toilething 

Mobilisasi di 
tempat tidur
ambulasi 

- kaki kanan tidak bisa di gerakkan hanya membutuhkan bantuan orang lain
- Kekuatan otot 5 5

1 5
- Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari klien banyak dibantu oleh keluarganya dan
pakai alat, klien mengatakan kakinya setelah operasi untuk bergerak sedikit saja
terasa sakit dan nyerinya tidak hilang-hilang, hal ini juga terlihat ketika dilakukan
pengobatan digeser sedikit saja klien tampak meringis kesakitan

Masalah keperawatan
Hambatan mobilitas fisik

5. Pola Istirahat Tidur


Data Subyektif:
Pasien mengatakan Selama sakit di RS tidak bisa tidur nyenyak (sulit tidur) sebentar-
bentar terbangun karena terasa nyeri post OREF di kaki kanan yang datang dan pergi.
Data Obyektif:
Pemeriksaan fisik yang menunjang (IPPA)
Inspeksi : Hal ini juga tampakpasien menahan kontruk, mata terlihat sayu dan sebentar-sebentar
menguap. Terlihat lemes dan gelisah

25
Palpasi :
Perkusi : -
Auskultasi : -
Masalah Keperawatan
Gangguan pola tidur

6. Pola Persepsi kognitif


Data Subyektif:
Sensori : pasien mengatakan tidak mengalami gangguan pada penglihatan dan
pendengarannya, rasa sentuh dan bau normal
Kognitif : pasien mengatakan daya ingatnya kuat (normal)
Data Obyektif:
Pemeriksaan fisik yang menunjang (IPPA)
Pasien menyadari bahwa pada waktu pengkajian dilakukan pada pagi hari dan waktu
pengkajian juga ada di RSU Haji surabayadan berkomunikasi dengan lancar dan baik
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah

7. Pola Konsep diri dan Persepsi diri


Pola persepsi : pasien mengatakan tidak merasa malu dengan penyakitnya yang dialami
sekarang
Pola konsep diri : a. gambaran diri : pasien megatakan merasa tenang dengan penyakitnya
dan tidak terlalu di pikirkan b. harga diri : pasien mengatakan dia percaya diri c. ideal diri
: pasien mengatakan berharap segera sembuh supaya bisa cepat pulang d. peran diri :
pasien mengatakan selama berada di Rs tidak bisa melakukan aktivitasnya sebagai ibu
rumah tangga e. identitas diri : pasien mengatakan tidak merasa mali kepada orang lain
meskipun seudah mempunyai penyakit seperti ini penyakit yang dialami sekarang
merupakan berkah dari tuhan.
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan

8. Pola hubungan peran

Persepsi klien tantang pola hubungan


Pasien mengatakan hubungan pasien dengan anggota keluargan maupun lingkungan
sosial dan sekitarnya terjalin dengan baik

Persepsi klien tentang peran dan tanggung jawab


Pasien mengatakan tidak bisa melakukan tugasnya sebai ibu rumah tangga (wirausaha)
hanya terbaring di tempat tidur
Masalah Keperawatan
Tidak masalah keperawatan

9. Pola Reproduksi Seksual


Data Subyektif:
pasien mengatakan seorang ibu yang memiliki 3 anak dan tidak terpasang kateter
Data Obyektif:
Pemeriksaan fisik yang menunjang (IPPA)
Tidak ada
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah

10. Mekanisme Koping


Kemampuan mengendalian stress
Pasien mengatakan bila menghadapi stress adalah dengan berdoa

26
Sumber pendukung
Pasien mengatakan keluarga menjadi peran utama sebagai penyemangat sehingga pasien
mempunyai semangat bosa sembuh dari penyakitnya
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah

11. Pola tata nilai dan kepercayaan


Pasien mengatakan semenjak masuk RS tidak bisa melakukan dan melaksanakan sholat 5
waktu
Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI KESIMPULAN


RUJUKAN
Spesimen serum/ kimia klinik

Creatinin serum 1,3 mg/dl Dewasa > 13 Normal


tahun : <1.2

GDA STIK 180 mg/dl <150 Normal

BUN 18 mg/dl 6-20 Tinggi

Kalium 4.7 mEq/l Dewasa > 13 Normal


tahun : 3.6 – 5.0
Natrium 143 mEq/l Dewasa > 13 Normal
tahun : 136 – 145
Hematologi

Hb 8.6 gr/dl Dewasa > 13 th : Normal


12,8 – 16,8
Leukosit 7,980 /mm3 Dewasa >13th: Normal
4500=13.000
Trombosit 300.000 mm3 Dewasa>13th: Normal
150.000 –
440.000
Hematokrit 24,8 % Dewasa > 13 Normal
tahun 33-45
FH (RJ)

PPT 9.3 c : Detik 11 – 14 “/ Tinggi


10.2 perbedaan dg
kontrol <2”
INR 0,82 - 0.64 – 1.17 (dg tx Normal
oral anti
koagulant 2 -4 )
APTT 25.8 c : Detik 5 – 40 “ / Normal
22.4 perbedaan dg
kontrol <7”

27
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto Rongsent dan foto thoraxs pada kaki kanan

3. Terapi dan Diet.

- Cairan : Asering 21 tpm dengan 1500 cc dan RL 21 tpm dengan 1500 cc


- Px penunjang : Lab, Ro Cruris
- Pengobatan :
 Infus RL 20-22 tpm
 Inj. Ondancentron 3x4 gr - Antrain 3x1 gr
 Inj. Ceftriaxone 2x1 gr - Ranitidine 2x1 gr
 Inj. Gentamycin 2x1 gr
 Inj. Katerolac 3x1 gr

DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

1. nyeri akut
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Defissit nutrisi ( ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh )
4. Resiko infeksi
5. Gangguan pola tidur

Surabaya, November 2018


Kelompok 1

(……………………….)

28
ANALISA DATA

Nama Pasien : Ny. T No. Register :xx


Umur : 52 tahun Diagnosa Medis : post Oref cruris

DATA ETIOLOGI PROBLEM


DS : pasien mengatakan nyeri trauma langsung Nyeri akut
pada kaki kanan, terutama saat
digerakkan.
P : post oref pd kaki kanan Fraktur
terasa nyeri
Q :nyeri seperti teriris
R : pada kaki kanan
S : skala nyeri 4 luka post op
T : nyeri hilang timbul &
bertambah saat di gerakan
DO :
- Pasiem tampak meringis Persepsi nyeri
menahan sakit saat kaki
digerakkan untuk mobilitas
- Tampak luka post op oref Nyeri
cruris dextra yang di beri besi/
pent

DS : Pasien mengatakan Hambatan mobilitas fisik


Fraktur
badannya terasa lemes tidak
mempunyai tenaga dan merasa
sakit pada daerah punggungnya
Pembedahan
serta sulit untuk menggerakkan
badan dan kaki sebelah
kanannya
Mobilitas Fisik
DO :
1. keadaan umumnya lemah
2.kaki kanan tidak bisa di
gerakkan hanya membutuhkan
bantuan orang lain
2. Kekuatan otot 5 5
1 5
3. Pasien tampak kesakitan dan
meringis menahan sakit saat
kaki kiri digerakkan
4. Pasien kesulitan saat disuruh
menggeserkan badan serta
kakinya.

29
DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. T No. Register :


Umur : 52 Tahun Diagnosa Medis :
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TTD
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ( proses
pembedahan post op oref cruris Dextra)
2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan terapi pembatasan
gerak (nyeri) proses pembedahan
3 Defisit nutrisi (ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
4 Resiko infeksi berhubungan dengan post oref cruris dekstra pasca
pembedahan
5 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri (imobilisasi)

30
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. T No. Register :


Umur : 52 Tahun Diagnosa Medis : post OREF cruris

NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan - - Klien mengatakan nyeri 1. 1. Kaji intensitas, frekuensi dan 1. 1. Untuk mengetahui
dengan agen cedera fisik tindakan keperawatan berkurang skala nyeri pasien PQRST pasien
( proses pembedahan pada Ny.T selama 3 x - - Klien tidak meringis 2. 2. Kaji TTV secara berkala 2. 2. Untuk mengetahui
menahan sakit 3. 3. Pertahankan imobilitas bagian perkembangan klien dan
post op oref cruris 24 jam diharapkan nyeri
- - Ekspresi wajah yang sakit dengan tirah baring mendeteksi infeksi dini
Dextra) teratasi dengan berkurang 4. 4. Anjurkan pada klien untuk tidak3. 3. Untuk menghilangkan
- - TTV dalam batas normal menggunakan/meminimalkan nyeri dan mencegah
- - skala nyeri turun (1-3) gerak pada bagian yang sakit kesalahan posisi tulang yang
5. 5. Kolaborasi dengan tim medis cidera
(dokter) dalam pemberian obat 4. 4. Dengan meminimalkan
antibiotic dan analgetik gerak/tidak menggerakan
bagian yang sakit dapat
mengontrol nyeri
5. 5. Menjalankan fx
independent perawat dan
memepercepat kesembuhan

2. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan - 1. Memeperlihatkan . 1. Kaji derajat mobilitas yang 1. 1. Pasien mungkin dibatasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan tindakan untuk dihasilkan oleh cidera/pengobatan oleh pandangan diri/persepsi
terapi pembatasan gerak pada Ny.T selama 3 x meningkatkan mobilitas dan perhatikan persepsi pasien diri tentang keterbatasan
- 2. Melaporkan adanya terhadap imobilisasi fisik actual
(nyeri) proses 24 jam diharapkan
peningkatan mobilitas 2. 2. Pertahankan tirah baring dalam 2. 2. Nyeri dan spasme otot
pembedahan hambatan mobilitas - 3. Menunjukkan teknik posisi yang diprogramkan dikontrol oleh mobilisasi
fisik teratasi dengan mampu melakukan 3. 3. Instruksikan klien/bantu dalam 3. 3. Untuk mempertahankan fx

31
aktivitas latihan rentang gerak pada ekstremitas
- 4. Mempertahankan posisi ekstremitas yang sakit dan tak 4. 4. Untuk mengurangi resiko
fungsional sakit cidera
4. 4. Jelaskan pandangan dan 5. 5. Menjalankan fungsi
keterbatasan dalam aktivitas independen
5. 5. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi

32
IMPLEMENTASI

Nama Pasien : Ny. T No. Register :


Umur : 52 Tahun Diagnosa Medis : Post OREF Cruris

TANGGAL / JAM IMPLEMENTASI TTD

01-November-2018 Nyeri aku berhubungan dengan agen cedera fisik


08.00 Mengkaji intensitas. Frekuensi. Dan skala nyeri pasien
(skala 0-10)
 Mengkaji TTV secara berkala
09.00
 Mempertahankan mobilitas bagian yang sakit dengan
10.00 tirah baring
 Menganjurkan pada klien untuk tidak
11.00 menggerakan/meminimalkan gerak pada bagian
yangsakit
11.30  Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan obat
antibiotic dan analgesic
02-November-2018
Hambatan mobiltas fisik berhubungan dengan terapi
pembatasan gerak (nyeri) proses pembedahan
 Mengkaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh
08.00 cidera/pengobatan dan perhatikan persepsi klien
terhadap imobilisasi
09.00  Mempertahankan tirah baring dalam posisi yang
diprogramkan
09.45  Menginstruksikan klien/bantu dalam latihan rentang
10.30 gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit
 Menjelaskan pandangan dan keterabatasan dalam
aktivitas
11.00  Kolaborasi dengan ahli fisioterapi (ROM aktif dan pasif)

33
EVALUASI

Nama Pasien : Ny.T No. Register :


Umur : 52 Tahun Diagnosa Medis : Post OREF Cruris

TGL / DIAGNOSE EVALUASI


JAM KEPERAWATAN
02-11-18 Nyeri akut berhubungan S : Pasien mengatakan masih nyeri pada kaki
09.00 dengan agen cedera fisik ( kanan, terutama saat digerakkan
proses pembedahan post op P : post oref pd kaki kanan terasa nyeri
Q :nyeri seperti teriris
oref cruris Dextra)
R : pada kaki kanan
S : skala nyeri 4
T : nyeri hilang timbul & bertambah saat di gerakan

O:
- Pasien masih tampak meringis menahan sakit
jika kaki digerakan
- Tampak luka post op oref di daerah cruris
dextra kaki kanan
A : masalah belum teratasi
P : intervensi di lankutkan segera kolaborasikan
dengan dokter dalam pemberian analgesic dan
antibiotik

03-11-18 Hambatan mobilitas fisik S : pasien mengatakan untuk bergerak sedikit saja
10.00 berhubungan dengan terapi kaki masih terasa sakit, jadi semua keperluannya
pembatasan gerak (nyeri) dibantu oleh keluarganya
O:
proses pembedahan
- Pasien tampak meringis kesakitan saat kakinya
digerakkan
- Pasien kesulitan saat disuruh menggeserkan
kakinya
A : masalah belum teratasi
P : intervensi di lanjutkan
- Kolaborasikan dengan ahli fisioterapi
dalam menangani aktivitasnya

34
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta: Salemba Medika
Dochterman, Joanne Mccloskey. 2004. Nursing Intervention Classification. America:
Mosby
Heater Herdman, T.2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan 2012-
2014.Jakarta: EGC
Perry, Potter. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7.Jakarta: Salemba Medika
Suparmi, Yulia, dkk. 2010. Panduan Praktik Keperawatan. Yogyakarta: PT Citra Aji
Pramana
Swanson, Elizabeth. 2008. Nursing Outcome Classification. America: Mosby

35

Anda mungkin juga menyukai